Beranda / CEO / Wanita Pilihan Mafia / Bab 111. Insting

Share

Bab 111. Insting

Penulis: Aleena
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Mata pemilik toko itu membulat, menatap takut-takut beberapa sosok tegap yang tengah berjalan ke arah tokonya. Dia berupaya menghadang, namun segera terempas ketika ketiga orang itu berjalan melewatinya.

"Apa yang ingin kalian lakukan!"

Dia berteriak setelah menyaksikan jam tangan yang dipajang di etalase toko jatuh berserakan. Mereka tak ada yang menjawab, hanya terus-menerus menghancurkan apa yang ada di sana tanpa perasaan.

"Hei, aku akan menuntut kalian!"

Dia hanya mampu berteriak, menyaksikan apa yang di depan mata hancur berantakan. Orang-orang yang sejak tadi ikut memukuli Ahsan tampak berdiam dan beringsut, tak berani melawan. Mereka hanya menjadi penonton pengerusakan barang-barang pemilik toko jam tangan.

Etalase yang sebelumnya tertata rapi dengan banyak koleksi yang dipajang, remuk sudah. Tampak orang-orang di sana menatap penuh iba. Namun, tiada yang bisa mereka lakukan lantaran tak mau mengambil resiko untuk turut ikut campur lebih lanjut.

"Mas, kau mengahncurkan semuany
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Wanita Pilihan Mafia   Bab 112. Hadiah dari Tuhan

    "Insting?"Salwa menatap lekat-lekat wajah Sean, tampak bingung dengan jawaban lelaki itu. "Jika insting Mas salah, bukankah akan mempermalukanmu sendiri?""Ya, tapi mungkin kau harus tahu. Ketika seorang tertuduh ternyata tidak bersalah, percayalah, seseorang yang sangat berambisi untuk menggiring opini publik dan menjadikan tertuduh itu sebagai sosok yang salah, dialah pelaku sebenarnya." Mata Sean menatap ke depan, di mana kaca spion tengah mobil berada. Tatapannya begitu sulit diartikan, tetapi Salwa tampak tidak menyadari."Jika kau tahu pelakunya dari awal, mengapa tidak langsung memberi tahu mereka? Mengapa harus menghancurkan barang-barang pemilik toko? Dan kau harus kehilangan dua ratus juta demi mengganti jam tangan yang sebenarnya tidak hilang. Bukankah saat aku meminjam uang dengan nominal yang hampir sama, kau mengajukan banyak tuntutan kepadaku. Tapi, mengapa dengan mereka kau justru memberi secara cuma-cuma?"Sean terkekeh, perkataan Salwa mengingatkan dirinya akan baga

  • Wanita Pilihan Mafia   Bab 113. Wanita Suruhan

    Di counter bar, Fang Yi meminta segelas air minum tanpa alkohol, lalu berjalan lebih ke dalam untuk memantau keadaan. Barulah ia sadar jika sosok cantik tadi merupakan teman kencan Abust malam ini, karena di sana terlihat lelaki itu langsung menghampiri dan memeluk si wanita.Fang Yi berdiri sembari menyesap air putih di gelas piala, seolah sedang menikmati wine mahal dengan tatapan tak beralih dari sosok yang berdiri dan berbincang agak jauh darinya.Seperti kebanyakan kencan-kencan yang biasa dilakukan oleh kalangan menengah ke atas, tak jauh dari berciuman dan beradu mesra yang dilakukan Abust dan wanita cantik itu. Padahal dengan jelas Fang Yi mengetahui bahwa malam ini adalah untuk pertama kalinya mereka bertemu."Menjijikkan!" Dia memalingkan muka setelah cukup muak melihat sepasang kekasih beradu bibir dan saling mendekap di depan umun. Bahkan, tangan si wanita seolah sengaja menggoda dengan menyelusup di balik kemeja Abust.Sebenarnya, pemandangan itu sudah biasa terlihat di

  • Wanita Pilihan Mafia   Bab 114. Menahan Godaan

    Abust membulatkan mata, tidak terima kebanggaannya dihina sedemikian oleh Fang Yi. Namun, sepertinya ia hanya bisa mengumpat tanpa sanggup melakukan apa-apa.Mengabaikan wanita cantik yang telah pingsan di sana, Fang Yi segera menghubungi Dokter Alan. Entah apa yang diberikan oleh wanita itu, sehingga membuat Abust kesulitan menggerakkan kakinya."Ambilkan selimut itu? Apa kau sengaja ingin menikmati bentuk tubuhku?"Abust berteriak, meminta Fang Yi agar segera mengambilkan selimut yang sudah terjatuh di lantai. Hanya dalam beberapa menit melakukan pemanasan, mereka telah memporak-porandakan ranjang yang digunakan.Fang Yi mendengkus sejenak, mengambil selimut dengan membungkuk, lalu melemparkannya kepada Abust. "Mengapa Sean Arthur dikelilingi orang-orang tidak berguna?" ucapnya menyindir Abust.Abust yang menerima selimut, segera menutupi tubuhnya dengan menggelar selimut putih tebal, tak ingin tubuhnya menjadi tontonan Fang Yi. Dia berdecak menanggapi perkataan perempuan itu yang

  • Wanita Pilihan Mafia   Bab 115. Menghindari

    Sejak Salwa mengirimkan secangkir teh hangat ke ruangan kerja Sean Arthur, lelaki itu tak memperhatikan istrinya. Ia baru menyadari jika sejak awal pakaian yang dikenakan Salwa membuatnya enggan berkedip meski hanya sejenak.》Note : Ini 21+Dia berjalan mendekat, memperhatikan Salwa menunduk, lalu berbalik membelakanginya. Perempuan itu sepertinya benar-benar merajuk. Tak biasanya Salwa mengabaikan Sean dengan memunggungi lelaki itu dengan sadar. Namun, sikap dingin Salwa tak membuat niat Sean mendekat hilang begitu saja. Ia tetap melangkah, meskipun tahu jika Salwa mengabaikannya.Menundukkan kepala dengan menyentuhkan dagu di bahu Salwa, sementara tangannya memeluk dari belakang, Sean berkata, "Ada apa? Apa yang kau pikirkan?"Hidungnya sudah mengendus aroma harum nan memabukkan. Dia selalu merindukan aroma itu, hingga enggan untuk melepaskan. "Kenapa datang? Kau bilang sibuk?""Karena ada yang marah." Hidungnya sekali lagi menyentuh leher jenjang Salwa, mengendusnya dalam-dalam. "

  • Wanita Pilihan Mafia   Bab 116. Tentang Milly

    Hubungan ayah dan anak merupakan hal misterius. Terkadang seorang anak sangat membenci ayahnya. Namun, kebencian itu sesungguhnya merupakan sebuah cinta yang meletup-letup nan tak pernah disadari.Abust menatap lurus senjata di tangannya, meletakkan di sarung khusus yang ia sembunyikan di balik jaket tebal miliknya. Menilik ke arah lain, ia mendapati Fang Yi telah bersiap dengan pakaian anti peluru yang tersembunyi di balik jas formal berpotongan slim fit."Tuan Arthur belum memberi jawaban. Sebaiknya kita lakukan sendiri. Mungkin dia akan menyusul."Abust diam saja. Dia tidak terlalu mengharap Sean datang, karena ia tahu Milly dan Sean sebenarnya tidak akur sejak dulu. Apakah Sean masih peduli dengan pria itu atau justru membiarkan dia sengsara tanpa dirinya terlibat dan campur tangan?Terdengar helaan napas berat dari bibir Abust, lalu menatap ke arah Fang Yi. "Anak buahku sudah cukup untuk menyelamatkan Milly. Aku tidak membutuhkan bantuannya.""Keras kepala." Fang Yi berkata setel

  • Wanita Pilihan Mafia   Bab 117. Misi Abust

    Berbekal nomor telepon Milly, Abust menghubungi untuk melacak keberadaan lelaki itu. Sayangnya, beberapa kali ia mencoba tetap tidak ada jawaban. "Sial!" Umpatan terdengar keras dari bibir Abust, melemparkan smartphone-nya ke atas sofa. Telanjur kesal karena petunjuk satu-satunya tidak berguna. Tangannya mengusap rambutnya kasar, perihal keselamatan Milly ternyata mampu menyita banyak perhatian dan kecemasannya."Kau tidak berguna, ya?" Fang Yi duduk dengan bersedekap dada, memosisikan dirinya tepat di samping smartphone yang baru saja dibanting pemiliknya, lantas bersedekap dada ketika berbicara kepada Abust. "Sedikit masalah sudah membuatmu kesal.""Jika kau hanya bisa merusak suasana, sebaiknya kau diam." Tembok yang tiada bersalah, menjadi sasaran tinju Abust. Fang Yi menatap kalut di wajah lelaki itu, menanggapi dengan datar. Jemari tangan menggerak-gerakkan sebuah koin logam, memutar-mutar, lalu melemparkan begitu saja ke lantai kemudian menggelinding. Koin itu bergulir dan be

  • Wanita Pilihan Mafia   Bab 118. Love at The Darkness

    "Sepertinya kau sangat menikmati peranmu." Fang Yi menyetir sembari melirik Abust, menyindir lelaki itu yang sebelumnya menolak mentah-mentah idenya, namun justru sekarang tampak senang jika dilihat dari rona wajahnya yang berseri."Maksudmu?" Abust mengaitkan sabuk pengaman. Menyadari ucapan Fang Yi yang berniat menghinanya, wajah Abust seketika berubah kesal. Ia angsurkan ponsel mati yang baru saja ia curi ke atas dashboard, lantas berkata, "Selesaikan saja tugasmu! Cepat cari tahu di mana keberadaan Milly."***Sean beristirahat sejenak setelah melakukan perjalanan panjang selepas melakukan meeting dengan kliennya di Indonesia. Dia segera melakukan penerbangan ke Hong Kong untuk melanjutkan perjalanan demi membantu mencari keberadaan Milly.Dan di sinilah dia sekarang, di sebuah penthouse yang mana pernah dia tempati bersama Salwa. Banyak kenangan di tempat itu; pertengkaran, penindasan, dan percintaan. Sean tidak akan menjualnya meski jarang menempatinya.Tangannya merogoh ponsel

  • Wanita Pilihan Mafia   Bab 119. Love at The Darkness

    Tangan kurus menyeka keringat serta darah segar yang mengucur di pelipis. Tubuhnya terasa remuk redam akibat pukulan-pukulan telak yang ia terima.Milly menyipitkan mata yang terasa perih, menatap bolham lampu yang berpijar di langit-langit ruangan itu. Gemersik angin yang melewati ventilasi udara kecil di bagian atas ruangan itu mengayunkan kabel lampu yang memang sedikit menjuntai ke bawah.Dia terpaksa bungkam ketika kedapatan menghubungi Abust saat itu. Ia terdesak dalam memberi tahu informasi itu karena Ramunsen memiliki rencana jahat terhadap Sean dan keluarganya. Meskipun pada kenyataannya hubungan Milly dan Sean tidaklah baik, tetapi lelaki itu menyadari karena jasa keponakannya itu Abust bisa menjadi seperti sekarang. Rasa bersalah Milly sempat menelantarkan Abust saat kecil tiba-tiba berdenyut ketika lelaki itu bertemu sang anak sudah menjadi pria mapan karena campur tangan Sean Arthur. Anak yang dulu tidak ia akui, bahkan membiarkan ibunya mengusir ibu Abust ketika hamil t

Bab terbaru

  • Wanita Pilihan Mafia   Bab 128. Tamat

    Alan kembali tertawa. Tawa renyah tanpa takut Sean akan menghajarnya setelah itu."Tentu saja tidak. Kau sangat menggemaskan, Tuan Arthur.""Kau!"Sean beranjak berdiri, ingin mencekik Alan yang kembali mentertawainya. Namun, Alan segera menghindar, ikut berdiri dengan menghadapkan ke depan kedua telapak tangannya yang terbuka lebar."Ayolah, Sean. Aku hanya bercanda.""Bercandamu tidak lucu. Pulang saja ke negaramu!" ucap Sean menahan kesal kepada sahabatnya itu.***Malam ini adalah minggu ke dua setelah tragedi mualnya Salwa yang anti didekati oleh Sean. Sean terpaksa menahan diri agar tidak menyentuh Salwa, padahal dia termasuk lelaki yang tidak sanggup menahan kebutuhan hasrat biologisnya dalam waktu lama.Dia terpaksa tidur di ruang kerja yang berada tepat di samping kamar tidur utama. Dia berusaha memejamkan mata, mengatasi rasa menggigil ingin dihangatkan oleh tubuh wanita yang dicintainya.Suara derit pintu terdengar lirih, dengan langkah kaki yang menapak lantai marmer di ru

  • Wanita Pilihan Mafia   Bab 127. Ngidamnya Salwa

    Jelas perhatian semua tamu undangan kini beralih pada sosok tegap yang wajahnya terlihat meradang. Lelaki tinggi dengan berbalut tuxedo mahal berjalan di atas karpet merah menuju panggung di mana Salwa dan Angela berdiri di sana.Langkah kakinya terdengar tegas begitu berada di atas panggung. Tangannya mengambil paksa microphone di tangan Angela, lalu mengeluarkan sapu tangan dari saku celana untuk digunakan mengelap kepala serta gagang microphone tersebut. Hal itu sengaja ia pertontonkan di hadapan Angela, menunjukkkan bahwa perempuan itu lebih menjijikkan dari dugaannya.Sementara sebelah tangan Sean memeluk pinggang Salwa, menarik perempuan itu agar lebih mendekat ke arahnya. Tatapannya tertuju pada semua tamu undangan yang sebelumnya tampak riuh karena ulah Angela, kini tiba-tiba hening dan senyap."Dia memang pernah menjadi pelayanku. Dia juga pernah mengandung anakku." Air mata Salwa seketika menetes mendengar perkataan Sean. Ada apa ini? Apakah ia datang ke sini hanya untuk dip

  • Wanita Pilihan Mafia   Bab 126. Pesta Pernikahan

    Tidak ada kata terlambat untuk menciptakan kehidupan yang diinginkan. Semua akan berjalan sesuai dengan apa yang sedang kita perjuangkan.Pria bermata biru mengusap kepala sang istri yang baru saja tersadar setelah pemeriksaan dokter dilewati beberapa menit yang lalu. Bibirnya menyunggingkan senyum ketika memandang bulu mata lentik mengerjap ringan. Mata bulat itu memandang dengan sayu, buliran air pun menggenang di pelupuk mata, lantas menetes dengan aliran ringan membasahi pipi."Syukurlah kau sudah sadar." Sean menyeka air mata di pipi Salwa dengan ibu jari kanannya secara bergantian. Pria itu tak menanyakan hal yang sesungguhnya ingin sekali ia tanyai, terkait apa saja yang sudah Salwa lakukan dengan Ramunsen di kamar mereka."Mas, ...." Suara Salwa terdengar serak, mungkin karena terlalu banyak menangis. Menyadari hal itu, Sean mengambilkan minum untuknya, membantu Salwa duduk dari pembaringan.Sedikit demi sedikit air di dalam gelas itu berpindah ke mulut Salwa, membasahi tenggo

  • Wanita Pilihan Mafia   Bab 125. Mengejar Ramunsen

    Mobil sport yang memiliki kecepatan lintasan di atas rata-rata digunakan Sean untuk mengejar Edward dan Salwa. Zoe bertugas mengendarai, sementara Sean duduk di sampingnya sembari berpikir dan mendengar segala laporan anak buahnya yang telah memata-matai Ramunsen dari atas ketinggian.Mobil mewah berwarna metalic itu menerobos apa saja yang ada di depan mata, memacu secepat yang ia bisa di tengah keramaian. Kepiawaian Zoe dalam mengendarai mobil tersebut sudah tidak diragukan lagi. Lelaki itu mengernyit ketika titik koordinat yang akan mereka lewati menuju daerah dataran tinggi."Tuan, mobil mereka ...."Sean hanya diam, meski Zoe tidak melanjutkan kalimatnya. Lelaki itu terlihat berpikir serius, tentang apa yang dilakukan Ramunsen di tempat seperti itu. Benar-benar tidak masuk akal.Sekelebat bayangan seorang wanita hamil dari kejauhan tampak tertatih-tatih dalam menahan kesakitan dan di sebelahnya dirangkul oleh seorang laki-laki yang kemungkinan besar adalah suaminya, menjadi perh

  • Wanita Pilihan Mafia   Bab 124. Datang Tepat Waktu

    Salwa bernapas lega melihat siapa yang datang. Air mata yang sejak tadi mengalir terus saja berlinang tiada henti. Dia terisak, tetapi tetap membungkam mulutnya.Pria itu adalah Sean Arthur bersama Zoe sang asisten yang berdiri di belakangnya. Rasa lega bukan hanya karena Salwa merasa aman sebab ada yang menyelamatkannya, tetapi juga melihat sang suami masih hidup dan dalam keadaan sehat. Padahal sebelumnya ia sudah sangat putus asa karena informasi akan keadaan Sean yang sedang bertaruh nyawa dengan bahan peledak, tetapi ternyata Tuhan memberinya secercah harapan."Jangan bergerak! Tetap di tempat." Ramunsen membuang gelas tersebut hingga pecah dan membasahi karpet bulu yang membentang di hampir seluruh permukaan lantai. Tangannya merogoh sesuatu di balik saku celana, lalu menunjukkan benda itu kepada semua orang. Sebuah suntikan berukuran mikro kini berada dalam genggaman lelaki itu."Ini adalah zat afrodisiak. Aku sudah memasukkan afrodisiak ini dalam konsentrasi tinggi. Bayangkan,

  • Wanita Pilihan Mafia   Bab 123. Ramuan Laknat

    Lima jam berlalu setelah melakukan penerbangan kembali ke Indonesia. Baru saja Sean menyalakan mode data smarphone, sebuah email masuk dari Zoe sang asisten mengharuskan Sean menatap layar digital tipis miliknya untuk memeriksa. Di sana, Zoe mengirimkan file attachment di mana berisi foto-foto dan potongan berita khusus yang membuat Sean tercengang. Segera ia hubungi lelaki itu untuk mengetahui kejelasan lebih dalam dari email yang baru saja dikirimkan kepadanya."Tuan Arthur," ucap Zoe begitu menghormati Sean sesaat lelaki itu menjawab panggilan."Katakan, apa maksud semua ini? Mayat siapa itu?" Sean tak kuasa menahan diri. Semua yang terpampang di depan mata seperti sebuah teka-teki.Namun, Zoe di seberang sana terdengar menghela napas panjang sebelum pada akhirnya menjawab, "Polisi telah menemukan jenazah hancur kepalanya sekitar tiga bulan yang lalu. Jika dilihat dari kondisi jenazah itu, kemungkinan besar dia adalah korban pembunuhan sadis dan kejam. Dia ditemukan di sebuah alir

  • Wanita Pilihan Mafia   Bab 122. Penyesalan Seorang Anak

    Hingga beberapa waktu mereka menunggu, tiada sesuatu yang terjadi. Semua pasang mata terbuka hampir bersamaan. Ketakutan dan kepasrahan kini berubah menjadi rasa penasaran. Dilihatnya bom itu telah berhenti di angka 00.01 yang artinya, terlambat hanya dalam satu detik saja, mereka semua akan lenyap dari muka bumi.Terdengar helaan napas dari bibir semua orang. Rasa lega belum sepenuhnya terobati, Fang Yi melihat sinar merah di kepala Abust. Dia menyeret lelaki itu, tetapi dirinya justru terjatuh dengan tubuh Abust menimpa dirinya."Cih, minggir! Kau bau." Abust segera berguling ketika kedua tangan Fang Yi menolaknya. Sementara sinar itu tetap mengarah kepadanya."Kau sendiri yang menyeretku. Kalau suka bilang saja."Fang Yi melihat sosok dari balik pagar sedang bersiap menarik pelatuk, dia segera menarik kembali tubuh Abust, membiarkan pria itu menimpanya sekali lagi dan ....Suara lesatan peluru itu terdengar, menerbangkan debu-debu yang ada di puncak gedung rumah sakit itu. Semua or

  • Wanita Pilihan Mafia   Bab 121. Terselamatkan

    Fang Yi menuruni anak tangga darurat sembari mengatur frekuensi di earpiece yang tersemat di telinganya. Ia lebih yakin untuk membuntuti empat pria bertubuh kekar dengan orang tua berwajah mencurigakan daripada langsung menuju ruang bawah tanah. Instingnya bekerja cepat, merasa ada hal tidak beres dengan sekelompok mereka tadi. Meskipun Abust tidak memercayai perkataannya, tetapi ia sangat yakin dengan keyakinannya.Dia kehilangan jejak mereka, tetapi terus saja melangkah karena merasa mendengar suara sayup-sayup di lorong tangga darurat. Suara itu menggema, mungkin karena tiada benda-benda yang memantulkan suara dengan sembarang arah, sehingga lebih terdengar jelas di indra pendengaran.Langkah kaki Fang Yi menapak hati-hati, mengurangi suara pantulan sepatu agar tidak membuat kecurigaan seseorang yang mungkin sedang bersembunyi tanpa sepengetahuannya.Tepat ketika kaki Fang Yi melangkah melewati kelokan, menuruni anak tangga berikutnya, sebuah tangan mendekap kepalanya.Dia berontak

  • Wanita Pilihan Mafia   Bab 120. Love at The Darkness

    Abust menoleh ke arah sumber suara, melihat sosok berpakaian putih dengan badan tegap membawa troli dengan kain-kain putih ternoda. Tampaknya lelaki itu adalah petugas rumah sakit.Merasa tidak ada waktu berbasa-basi, Abust segera menodongkan senjata ke dahi lelaki itu. Mata pria berpakaian putih membukat, tak menyangka akan mendapatkan serangan mendadak seperti itu. Kedua tangan ia angkat ke atas dengan telapak tangan membuka lebar."Jongkok!" perintah Abust.Pria itu mengangguk hati-hati, menurut dengan merendahkan diri sembari melipat kaki."Katakan! Di mana ruang rahasia itu?"Lelaki itu menggeleng. "Ruang rahasia apa? Aku hanya petugas pembersih.""Sudah berapa lama kau bekerja?""Empat tahun. Tolong, aku tidak tahu apa-apa. Biarkan aku bekerja dengan tenang."Abust tak menuruti. Dia masih meletakkan ujung senjata di dahi pria itu. Empat tahun lamanya menjadi petugas di ruangan itu, mana mungkin tidak menyadari sesuatu."Jika kau masih mencintai pekerjaanmu, kau harus menunjukkan

DMCA.com Protection Status