Mata pemilik toko itu membulat, menatap takut-takut beberapa sosok tegap yang tengah berjalan ke arah tokonya. Dia berupaya menghadang, namun segera terempas ketika ketiga orang itu berjalan melewatinya."Apa yang ingin kalian lakukan!"Dia berteriak setelah menyaksikan jam tangan yang dipajang di etalase toko jatuh berserakan. Mereka tak ada yang menjawab, hanya terus-menerus menghancurkan apa yang ada di sana tanpa perasaan."Hei, aku akan menuntut kalian!"Dia hanya mampu berteriak, menyaksikan apa yang di depan mata hancur berantakan. Orang-orang yang sejak tadi ikut memukuli Ahsan tampak berdiam dan beringsut, tak berani melawan. Mereka hanya menjadi penonton pengerusakan barang-barang pemilik toko jam tangan.Etalase yang sebelumnya tertata rapi dengan banyak koleksi yang dipajang, remuk sudah. Tampak orang-orang di sana menatap penuh iba. Namun, tiada yang bisa mereka lakukan lantaran tak mau mengambil resiko untuk turut ikut campur lebih lanjut."Mas, kau mengahncurkan semuany
"Insting?"Salwa menatap lekat-lekat wajah Sean, tampak bingung dengan jawaban lelaki itu. "Jika insting Mas salah, bukankah akan mempermalukanmu sendiri?""Ya, tapi mungkin kau harus tahu. Ketika seorang tertuduh ternyata tidak bersalah, percayalah, seseorang yang sangat berambisi untuk menggiring opini publik dan menjadikan tertuduh itu sebagai sosok yang salah, dialah pelaku sebenarnya." Mata Sean menatap ke depan, di mana kaca spion tengah mobil berada. Tatapannya begitu sulit diartikan, tetapi Salwa tampak tidak menyadari."Jika kau tahu pelakunya dari awal, mengapa tidak langsung memberi tahu mereka? Mengapa harus menghancurkan barang-barang pemilik toko? Dan kau harus kehilangan dua ratus juta demi mengganti jam tangan yang sebenarnya tidak hilang. Bukankah saat aku meminjam uang dengan nominal yang hampir sama, kau mengajukan banyak tuntutan kepadaku. Tapi, mengapa dengan mereka kau justru memberi secara cuma-cuma?"Sean terkekeh, perkataan Salwa mengingatkan dirinya akan baga
Di counter bar, Fang Yi meminta segelas air minum tanpa alkohol, lalu berjalan lebih ke dalam untuk memantau keadaan. Barulah ia sadar jika sosok cantik tadi merupakan teman kencan Abust malam ini, karena di sana terlihat lelaki itu langsung menghampiri dan memeluk si wanita.Fang Yi berdiri sembari menyesap air putih di gelas piala, seolah sedang menikmati wine mahal dengan tatapan tak beralih dari sosok yang berdiri dan berbincang agak jauh darinya.Seperti kebanyakan kencan-kencan yang biasa dilakukan oleh kalangan menengah ke atas, tak jauh dari berciuman dan beradu mesra yang dilakukan Abust dan wanita cantik itu. Padahal dengan jelas Fang Yi mengetahui bahwa malam ini adalah untuk pertama kalinya mereka bertemu."Menjijikkan!" Dia memalingkan muka setelah cukup muak melihat sepasang kekasih beradu bibir dan saling mendekap di depan umun. Bahkan, tangan si wanita seolah sengaja menggoda dengan menyelusup di balik kemeja Abust.Sebenarnya, pemandangan itu sudah biasa terlihat di
Abust membulatkan mata, tidak terima kebanggaannya dihina sedemikian oleh Fang Yi. Namun, sepertinya ia hanya bisa mengumpat tanpa sanggup melakukan apa-apa.Mengabaikan wanita cantik yang telah pingsan di sana, Fang Yi segera menghubungi Dokter Alan. Entah apa yang diberikan oleh wanita itu, sehingga membuat Abust kesulitan menggerakkan kakinya."Ambilkan selimut itu? Apa kau sengaja ingin menikmati bentuk tubuhku?"Abust berteriak, meminta Fang Yi agar segera mengambilkan selimut yang sudah terjatuh di lantai. Hanya dalam beberapa menit melakukan pemanasan, mereka telah memporak-porandakan ranjang yang digunakan.Fang Yi mendengkus sejenak, mengambil selimut dengan membungkuk, lalu melemparkannya kepada Abust. "Mengapa Sean Arthur dikelilingi orang-orang tidak berguna?" ucapnya menyindir Abust.Abust yang menerima selimut, segera menutupi tubuhnya dengan menggelar selimut putih tebal, tak ingin tubuhnya menjadi tontonan Fang Yi. Dia berdecak menanggapi perkataan perempuan itu yang
Sejak Salwa mengirimkan secangkir teh hangat ke ruangan kerja Sean Arthur, lelaki itu tak memperhatikan istrinya. Ia baru menyadari jika sejak awal pakaian yang dikenakan Salwa membuatnya enggan berkedip meski hanya sejenak.》Note : Ini 21+Dia berjalan mendekat, memperhatikan Salwa menunduk, lalu berbalik membelakanginya. Perempuan itu sepertinya benar-benar merajuk. Tak biasanya Salwa mengabaikan Sean dengan memunggungi lelaki itu dengan sadar. Namun, sikap dingin Salwa tak membuat niat Sean mendekat hilang begitu saja. Ia tetap melangkah, meskipun tahu jika Salwa mengabaikannya.Menundukkan kepala dengan menyentuhkan dagu di bahu Salwa, sementara tangannya memeluk dari belakang, Sean berkata, "Ada apa? Apa yang kau pikirkan?"Hidungnya sudah mengendus aroma harum nan memabukkan. Dia selalu merindukan aroma itu, hingga enggan untuk melepaskan. "Kenapa datang? Kau bilang sibuk?""Karena ada yang marah." Hidungnya sekali lagi menyentuh leher jenjang Salwa, mengendusnya dalam-dalam. "
Hubungan ayah dan anak merupakan hal misterius. Terkadang seorang anak sangat membenci ayahnya. Namun, kebencian itu sesungguhnya merupakan sebuah cinta yang meletup-letup nan tak pernah disadari.Abust menatap lurus senjata di tangannya, meletakkan di sarung khusus yang ia sembunyikan di balik jaket tebal miliknya. Menilik ke arah lain, ia mendapati Fang Yi telah bersiap dengan pakaian anti peluru yang tersembunyi di balik jas formal berpotongan slim fit."Tuan Arthur belum memberi jawaban. Sebaiknya kita lakukan sendiri. Mungkin dia akan menyusul."Abust diam saja. Dia tidak terlalu mengharap Sean datang, karena ia tahu Milly dan Sean sebenarnya tidak akur sejak dulu. Apakah Sean masih peduli dengan pria itu atau justru membiarkan dia sengsara tanpa dirinya terlibat dan campur tangan?Terdengar helaan napas berat dari bibir Abust, lalu menatap ke arah Fang Yi. "Anak buahku sudah cukup untuk menyelamatkan Milly. Aku tidak membutuhkan bantuannya.""Keras kepala." Fang Yi berkata setel
Berbekal nomor telepon Milly, Abust menghubungi untuk melacak keberadaan lelaki itu. Sayangnya, beberapa kali ia mencoba tetap tidak ada jawaban. "Sial!" Umpatan terdengar keras dari bibir Abust, melemparkan smartphone-nya ke atas sofa. Telanjur kesal karena petunjuk satu-satunya tidak berguna. Tangannya mengusap rambutnya kasar, perihal keselamatan Milly ternyata mampu menyita banyak perhatian dan kecemasannya."Kau tidak berguna, ya?" Fang Yi duduk dengan bersedekap dada, memosisikan dirinya tepat di samping smartphone yang baru saja dibanting pemiliknya, lantas bersedekap dada ketika berbicara kepada Abust. "Sedikit masalah sudah membuatmu kesal.""Jika kau hanya bisa merusak suasana, sebaiknya kau diam." Tembok yang tiada bersalah, menjadi sasaran tinju Abust. Fang Yi menatap kalut di wajah lelaki itu, menanggapi dengan datar. Jemari tangan menggerak-gerakkan sebuah koin logam, memutar-mutar, lalu melemparkan begitu saja ke lantai kemudian menggelinding. Koin itu bergulir dan be
"Sepertinya kau sangat menikmati peranmu." Fang Yi menyetir sembari melirik Abust, menyindir lelaki itu yang sebelumnya menolak mentah-mentah idenya, namun justru sekarang tampak senang jika dilihat dari rona wajahnya yang berseri."Maksudmu?" Abust mengaitkan sabuk pengaman. Menyadari ucapan Fang Yi yang berniat menghinanya, wajah Abust seketika berubah kesal. Ia angsurkan ponsel mati yang baru saja ia curi ke atas dashboard, lantas berkata, "Selesaikan saja tugasmu! Cepat cari tahu di mana keberadaan Milly."***Sean beristirahat sejenak setelah melakukan perjalanan panjang selepas melakukan meeting dengan kliennya di Indonesia. Dia segera melakukan penerbangan ke Hong Kong untuk melanjutkan perjalanan demi membantu mencari keberadaan Milly.Dan di sinilah dia sekarang, di sebuah penthouse yang mana pernah dia tempati bersama Salwa. Banyak kenangan di tempat itu; pertengkaran, penindasan, dan percintaan. Sean tidak akan menjualnya meski jarang menempatinya.Tangannya merogoh ponsel