Sejak Salwa mengirimkan secangkir teh hangat ke ruangan kerja Sean Arthur, lelaki itu tak memperhatikan istrinya. Ia baru menyadari jika sejak awal pakaian yang dikenakan Salwa membuatnya enggan berkedip meski hanya sejenak.》Note : Ini 21+Dia berjalan mendekat, memperhatikan Salwa menunduk, lalu berbalik membelakanginya. Perempuan itu sepertinya benar-benar merajuk. Tak biasanya Salwa mengabaikan Sean dengan memunggungi lelaki itu dengan sadar. Namun, sikap dingin Salwa tak membuat niat Sean mendekat hilang begitu saja. Ia tetap melangkah, meskipun tahu jika Salwa mengabaikannya.Menundukkan kepala dengan menyentuhkan dagu di bahu Salwa, sementara tangannya memeluk dari belakang, Sean berkata, "Ada apa? Apa yang kau pikirkan?"Hidungnya sudah mengendus aroma harum nan memabukkan. Dia selalu merindukan aroma itu, hingga enggan untuk melepaskan. "Kenapa datang? Kau bilang sibuk?""Karena ada yang marah." Hidungnya sekali lagi menyentuh leher jenjang Salwa, mengendusnya dalam-dalam. "
Hubungan ayah dan anak merupakan hal misterius. Terkadang seorang anak sangat membenci ayahnya. Namun, kebencian itu sesungguhnya merupakan sebuah cinta yang meletup-letup nan tak pernah disadari.Abust menatap lurus senjata di tangannya, meletakkan di sarung khusus yang ia sembunyikan di balik jaket tebal miliknya. Menilik ke arah lain, ia mendapati Fang Yi telah bersiap dengan pakaian anti peluru yang tersembunyi di balik jas formal berpotongan slim fit."Tuan Arthur belum memberi jawaban. Sebaiknya kita lakukan sendiri. Mungkin dia akan menyusul."Abust diam saja. Dia tidak terlalu mengharap Sean datang, karena ia tahu Milly dan Sean sebenarnya tidak akur sejak dulu. Apakah Sean masih peduli dengan pria itu atau justru membiarkan dia sengsara tanpa dirinya terlibat dan campur tangan?Terdengar helaan napas berat dari bibir Abust, lalu menatap ke arah Fang Yi. "Anak buahku sudah cukup untuk menyelamatkan Milly. Aku tidak membutuhkan bantuannya.""Keras kepala." Fang Yi berkata setel
Berbekal nomor telepon Milly, Abust menghubungi untuk melacak keberadaan lelaki itu. Sayangnya, beberapa kali ia mencoba tetap tidak ada jawaban. "Sial!" Umpatan terdengar keras dari bibir Abust, melemparkan smartphone-nya ke atas sofa. Telanjur kesal karena petunjuk satu-satunya tidak berguna. Tangannya mengusap rambutnya kasar, perihal keselamatan Milly ternyata mampu menyita banyak perhatian dan kecemasannya."Kau tidak berguna, ya?" Fang Yi duduk dengan bersedekap dada, memosisikan dirinya tepat di samping smartphone yang baru saja dibanting pemiliknya, lantas bersedekap dada ketika berbicara kepada Abust. "Sedikit masalah sudah membuatmu kesal.""Jika kau hanya bisa merusak suasana, sebaiknya kau diam." Tembok yang tiada bersalah, menjadi sasaran tinju Abust. Fang Yi menatap kalut di wajah lelaki itu, menanggapi dengan datar. Jemari tangan menggerak-gerakkan sebuah koin logam, memutar-mutar, lalu melemparkan begitu saja ke lantai kemudian menggelinding. Koin itu bergulir dan be
"Sepertinya kau sangat menikmati peranmu." Fang Yi menyetir sembari melirik Abust, menyindir lelaki itu yang sebelumnya menolak mentah-mentah idenya, namun justru sekarang tampak senang jika dilihat dari rona wajahnya yang berseri."Maksudmu?" Abust mengaitkan sabuk pengaman. Menyadari ucapan Fang Yi yang berniat menghinanya, wajah Abust seketika berubah kesal. Ia angsurkan ponsel mati yang baru saja ia curi ke atas dashboard, lantas berkata, "Selesaikan saja tugasmu! Cepat cari tahu di mana keberadaan Milly."***Sean beristirahat sejenak setelah melakukan perjalanan panjang selepas melakukan meeting dengan kliennya di Indonesia. Dia segera melakukan penerbangan ke Hong Kong untuk melanjutkan perjalanan demi membantu mencari keberadaan Milly.Dan di sinilah dia sekarang, di sebuah penthouse yang mana pernah dia tempati bersama Salwa. Banyak kenangan di tempat itu; pertengkaran, penindasan, dan percintaan. Sean tidak akan menjualnya meski jarang menempatinya.Tangannya merogoh ponsel
Tangan kurus menyeka keringat serta darah segar yang mengucur di pelipis. Tubuhnya terasa remuk redam akibat pukulan-pukulan telak yang ia terima.Milly menyipitkan mata yang terasa perih, menatap bolham lampu yang berpijar di langit-langit ruangan itu. Gemersik angin yang melewati ventilasi udara kecil di bagian atas ruangan itu mengayunkan kabel lampu yang memang sedikit menjuntai ke bawah.Dia terpaksa bungkam ketika kedapatan menghubungi Abust saat itu. Ia terdesak dalam memberi tahu informasi itu karena Ramunsen memiliki rencana jahat terhadap Sean dan keluarganya. Meskipun pada kenyataannya hubungan Milly dan Sean tidaklah baik, tetapi lelaki itu menyadari karena jasa keponakannya itu Abust bisa menjadi seperti sekarang. Rasa bersalah Milly sempat menelantarkan Abust saat kecil tiba-tiba berdenyut ketika lelaki itu bertemu sang anak sudah menjadi pria mapan karena campur tangan Sean Arthur. Anak yang dulu tidak ia akui, bahkan membiarkan ibunya mengusir ibu Abust ketika hamil t
Abust menoleh ke arah sumber suara, melihat sosok berpakaian putih dengan badan tegap membawa troli dengan kain-kain putih ternoda. Tampaknya lelaki itu adalah petugas rumah sakit.Merasa tidak ada waktu berbasa-basi, Abust segera menodongkan senjata ke dahi lelaki itu. Mata pria berpakaian putih membukat, tak menyangka akan mendapatkan serangan mendadak seperti itu. Kedua tangan ia angkat ke atas dengan telapak tangan membuka lebar."Jongkok!" perintah Abust.Pria itu mengangguk hati-hati, menurut dengan merendahkan diri sembari melipat kaki."Katakan! Di mana ruang rahasia itu?"Lelaki itu menggeleng. "Ruang rahasia apa? Aku hanya petugas pembersih.""Sudah berapa lama kau bekerja?""Empat tahun. Tolong, aku tidak tahu apa-apa. Biarkan aku bekerja dengan tenang."Abust tak menuruti. Dia masih meletakkan ujung senjata di dahi pria itu. Empat tahun lamanya menjadi petugas di ruangan itu, mana mungkin tidak menyadari sesuatu."Jika kau masih mencintai pekerjaanmu, kau harus menunjukkan
Fang Yi menuruni anak tangga darurat sembari mengatur frekuensi di earpiece yang tersemat di telinganya. Ia lebih yakin untuk membuntuti empat pria bertubuh kekar dengan orang tua berwajah mencurigakan daripada langsung menuju ruang bawah tanah. Instingnya bekerja cepat, merasa ada hal tidak beres dengan sekelompok mereka tadi. Meskipun Abust tidak memercayai perkataannya, tetapi ia sangat yakin dengan keyakinannya.Dia kehilangan jejak mereka, tetapi terus saja melangkah karena merasa mendengar suara sayup-sayup di lorong tangga darurat. Suara itu menggema, mungkin karena tiada benda-benda yang memantulkan suara dengan sembarang arah, sehingga lebih terdengar jelas di indra pendengaran.Langkah kaki Fang Yi menapak hati-hati, mengurangi suara pantulan sepatu agar tidak membuat kecurigaan seseorang yang mungkin sedang bersembunyi tanpa sepengetahuannya.Tepat ketika kaki Fang Yi melangkah melewati kelokan, menuruni anak tangga berikutnya, sebuah tangan mendekap kepalanya.Dia berontak
Hingga beberapa waktu mereka menunggu, tiada sesuatu yang terjadi. Semua pasang mata terbuka hampir bersamaan. Ketakutan dan kepasrahan kini berubah menjadi rasa penasaran. Dilihatnya bom itu telah berhenti di angka 00.01 yang artinya, terlambat hanya dalam satu detik saja, mereka semua akan lenyap dari muka bumi.Terdengar helaan napas dari bibir semua orang. Rasa lega belum sepenuhnya terobati, Fang Yi melihat sinar merah di kepala Abust. Dia menyeret lelaki itu, tetapi dirinya justru terjatuh dengan tubuh Abust menimpa dirinya."Cih, minggir! Kau bau." Abust segera berguling ketika kedua tangan Fang Yi menolaknya. Sementara sinar itu tetap mengarah kepadanya."Kau sendiri yang menyeretku. Kalau suka bilang saja."Fang Yi melihat sosok dari balik pagar sedang bersiap menarik pelatuk, dia segera menarik kembali tubuh Abust, membiarkan pria itu menimpanya sekali lagi dan ....Suara lesatan peluru itu terdengar, menerbangkan debu-debu yang ada di puncak gedung rumah sakit itu. Semua or