Pantai luas dan indah. Langit biru cerah dengan awan berarak cantik menghiasinya. Reggy, Maureen, dan Felipe jadi juga pergi berlibur ke sana. Akhirnya mereka pergi dengan orang-orang terdekat kecuali papa. Yerry, Natan, Resita, Vera, dan Wuri ikut dengan mereka. "Randy! Randy! Kembali!! Jangan ke sana!!" Maureen memanggil anjing kecilnya yang berlari cepat ke arah pantai. Anjing berbulu lebat itu berhenti, memandang Maureen lalu berlari ke arah Maureen. Maureen tertawa, begitu dekat digendongnya anjing itu. "Kamu pintar, Randy." Maureen mengelus kepala anjingnya. "Kamu panggil aku?" Tiba-tiba seorang pemuda mendekati Maureen. Rambutnya gondrong, panjang sebahu. Tubuhnya tinggi tegap dan gagah. Wajahnya kelihatan sangar dengan jambang tipis. "Nggak," kata Maureen heran. Dia tidak kenal pemuda itu. "Barusan kamu panggil panggil namaku." Pemuda itu menatap Maureen. "Randy??" Maureen berpikir. "Aku panggil anjingku." "Heeii, jangan mentang-mentang kamu cewek cantik seenaknya men
Sekian bulan berlalu, sejak event bersama berakhir, Gio tidak ada komunikasi sama sekali dengan wanita muda yang aduhai itu. Kenapa Gio tidak bisa menebak bahwa sangat mungkin dia akan bertemu dengannya lagi?"Apa kabar, Pak Gio Hendrick?" Dengan senyum merekah, wanita itu maju menghampiri Gio dan menjabat tangannya.Sikapnya masih seperti yang lalu. Sok akrab dan dibuat-buat agar tampak sebagai seseorang yang dekat dengan Gio."Kabar baik, Bu Shiany." Gio membalas jabat tangannya. Nad suara Gio seketika berubah dingin dan datar."Senang sekali aku bisa bertemu lagi. Kali ini event lebih besar, urusan kita akan lebih lama, Pak." Masih dengan tangan erat menjabat tangan Gio, Shiany memandang Gio lekat-lekat."Ya, aku tidak mengira sama sekali." Gio melepas tangan Shiany."Datang sendirian? Sekretaris serba bisa tidak ikut?" tanya Shiany. Pandangan matanya dia edarkan ke sekeliling."Tidak. Dia ada jadwal lain." Tetap datar dan dingin Gio menjawab."Selesai makan malam, aku dengar kita a
- Aku baik-baik, Pak. Lelah saja, ingin cepat istirahat. Sepertinya jawaban itu cukup. Semoga saja Gio tidak ingin mengorek lebih jauh. Tidak lama jawaban Gio masuk lagi di ponsel. - Oke. Hope you will be better tomorrow. Sleep tight, Vero. “Huufhhh …” Veronica mendesah. Manis. Salam Gio manis. Ada debaran halus menyapa hati Veronica membaca pesan itu. Veronica meletakkan ponsel di meja, lalu berpindah ke ranjang dan melemparkan tubuhnya di sana. Empuk dan melegakan. Badan yang terasa penat dan kaku seperti dimanjakan. Tetapi pikiran Veronica tidak berhenti. Gio, Gio, dan Gio. Pria itu terus memenuhi kepalanya. “Apa aku terlalu sensitif? Apa aku terlalu posesif?” Pertanyaan itu muncul di kepala Veronica. Gio sebenarnya pria yang ramah dan menyenangkan. Itu yang Veronica rasa setelah makin dekat dengannya. Jika dia bersikap ramah pada teman prianya tadi, itu sikap sewajarnya Gio. Sementara, dengan wanita cantik itu, Gio memang menjawab dan bicara dengannya, tetapi sikap Gio dingin
Pelayan itu menaruh dua piring di hadapan Gio. Lalu dia melepas masker di wajahnya. "Selamat makan semuanya," kata wanita itu dengan senyum lebar yang manis. Maureen, Felipe, dan Reggy menatap wanita itu. Ketiganya membelalak tak percaya. Wanita itu masih tersenyum dengan sangat manis. "Tante .... Vero ..." Maureen berucap sambil masih terbengong-bengong. "Papa ..." Reggy dan Felipe menoleh pada Gio. Papa tersenyum. "Ya, Papa kenalkan pada kalian, ini wanita yang Papa inginkan menjadi pendamping Papa. Jika kalian tidak keberatan-" "Tante ..." Maureen langsung berdiri dan memeluk Veronica dengan erat. Maureen begitu bahagia. Doanya terkabul. Matanya berkaca-kaca saking senangnya. Veronica membalas pelukan Maureen dengan hangat. Senyumnya terus saja mengembang lebar. "Jadi sebenarnya selama ini-" Reggy menatap Gio dan Veronica bergantian. "Papa dan Tante Vero memang sudah kenal," kata Gio. "Duduk, Sayang. Biar kami jelaskan semuanya." Veronica melepas pelukan Maureen dan menyur
"Jika kamu tidak masalah katakan saja. Sebisa mungkin aku dan Reggy akan menolong kamu," kata Gio dengan tenang. Dia berusaha membuat Randy nyaman untuk bercerita. "Hidupku sangat kacau, sejak dua tahun lalu, ketika aku tahu papa punya pacar lagi. Hubungan papa dan mama buruk, akhirnya bercerai tahun lalu. Dua bulan setelah cerai, papa nikah lagi. Aku marah dengan semua ini. Jadi aku tidak lanjut kuliah dan memilih hidup dengan caraku." Randy mulai cerita. "Apalagi papa juga marah denganku sekarang. Hubungan kami sangat tidak baik. Dia bahkan melarang aku bertemu dengan Sandy adikku. Papa benci aku dan mama. Hidupku dan mama sangat sulit." Randy meneruskan ceritanya. Gio dan Reggy tidak mengira, pemuda di depan mereka itu sedang mengalami situasi gelap di hidupnya. Melihat penampilannya, orang hanya mengira anak bandel, anak jalanan, anak tidak tahu menjalani hidup. Tetapi apa yang melatarbelakangi, sering orang tidak pernah memikirkannya. "Om mengerti Randy. Jadi apa yang bisa Om
"Ya. Aku ga bilang sih, kalau kecelakaan. Aku ga mau mama kuatir. Aku cuma bilang lagi main di rumah teman. Beberapa hari lagi pulang," jawab Randy. "Hubungan kamu sama keluarga kamu rumit sekali sepertinya." Felipe memandang Randy yang kelihatan agak sedih. "Ya ... dimulai dari kejadian mama bertemu dengan mantan pacarnya waktu reuni. Sebenarnya mama ga ada apa-apa sama mantannya itu. Hanya ngobrol biasa, foto rame-rame. Tapi papa akhirnya tahu, menjadikan itu alasan mama sudah ga setia. Dia marah besar sama mama. Sejak itu mulai ga perduli aku dan mama. Karena aku membela mama." Randy membuka kisahnya. "Sampai kemudian mereka bercerai?" Felipe menebak kisah selanjutnya. Randy melihat Felipe. "Papa tuh, udah pacaran sama istrinya yang sekarang. Aku sudah curiga karena dia sering lembur. Kadang beberapa hari ga pulang, alasannya ada proyek atau ke luar kota. Masalah mama ketemu mantan di reuni itu cuma cara papa agar bisa pisah sama mama." "Kamu yakin?" Felipe menatap Randy. "Dua
"Saya tidak mengatakan tidak bisa bekerja sama. Tetapi, dengan perbedaan usaha yang saya dan Pak Jodi kerjakan, di bagian mana bisa bekerja sama?" ujar Veronica."Lihat ini." Jodi memutar tubuhnya. Dia mengambil dua baju yang ada di deretan pajangan. Kemudian dia angkat di depannya dan kembali melihat Veronica."Model ini sangat kekinian. Sangat tepat untuk wardrope yang siap dipakai talent." Jodi menjelaskan kerja sama mana yang dia dan Veronica bisa lakukan bersama."Ahh ... I see ..." Mata Veronica melebar. Kenapa tak terpikir sama sekali olehnya? "Jika tidak keberatan, bisa kita duduk bersama dan bicara? Aku sangat yakin kita bisa segera memulai kerja sama," ajak Jodi."Baik, Pak. Dengan senang hati. Kita bisa-""Aku sudah booking tempat untuk kita bicara dengan leluasa dan nyaman. Mari!" Jodi memotong kalimat Veronica.Jodi berjalan ke arah pintu keluar."Ah, Pak Jodi!" panggil Veronica.Pria itu berbalik dan memandang Veronica."Saya ambil tas sebentar," kata Veronica.Bergegas
"Jodi itu ..." Gio menunda kalimatnya. Pembacaan mereka mengapa tidak nyaman? "Hahh ... aku tidak suka membicarakan orang." Gio maju selangkah dan menatap Veronica dalam-dalam. Roman mukanya berubah lagi, menjadi teduh. "I am sorry. Aku mungkin membuat kamu kaget. Tapi-" "Katakan saja sama aku. Kak Gio yang mengenal Pak Jodi, atau siapapun nanti yang akan bekerja sama denganku. Kasih tahu aku, biar aku ga salah melangkah," kata Veronica. "Kita ke dalam? Waktuku tidak banyak. Tadi ada meeting di lokasi tidak jauh dari sini, makanya aku belok. Kangen melihatmu," ujar Gio. Hati Veronica meletup mendengar itu. Ternyata Gio memikirkan dan merindukannya. Meskipun dia tidak bisa membalas pesan, itu bukan karena tidak peduli. Gio memang sibuk. Buktinya, begitu dia ada waktu, langsung menemui Veronica. "Oke. Minuman dingin mungkin bagus buat Kak Gio. Biar sedikit hilang ketegangan." Veronica tersenyum manis. Mereka masuk ke dalam distro, naik ke lantai paling atas. Keduanya duduk berdamp