Pelayan itu menaruh dua piring di hadapan Gio. Lalu dia melepas masker di wajahnya. "Selamat makan semuanya," kata wanita itu dengan senyum lebar yang manis. Maureen, Felipe, dan Reggy menatap wanita itu. Ketiganya membelalak tak percaya. Wanita itu masih tersenyum dengan sangat manis. "Tante .... Vero ..." Maureen berucap sambil masih terbengong-bengong. "Papa ..." Reggy dan Felipe menoleh pada Gio. Papa tersenyum. "Ya, Papa kenalkan pada kalian, ini wanita yang Papa inginkan menjadi pendamping Papa. Jika kalian tidak keberatan-" "Tante ..." Maureen langsung berdiri dan memeluk Veronica dengan erat. Maureen begitu bahagia. Doanya terkabul. Matanya berkaca-kaca saking senangnya. Veronica membalas pelukan Maureen dengan hangat. Senyumnya terus saja mengembang lebar. "Jadi sebenarnya selama ini-" Reggy menatap Gio dan Veronica bergantian. "Papa dan Tante Vero memang sudah kenal," kata Gio. "Duduk, Sayang. Biar kami jelaskan semuanya." Veronica melepas pelukan Maureen dan menyur
"Jika kamu tidak masalah katakan saja. Sebisa mungkin aku dan Reggy akan menolong kamu," kata Gio dengan tenang. Dia berusaha membuat Randy nyaman untuk bercerita. "Hidupku sangat kacau, sejak dua tahun lalu, ketika aku tahu papa punya pacar lagi. Hubungan papa dan mama buruk, akhirnya bercerai tahun lalu. Dua bulan setelah cerai, papa nikah lagi. Aku marah dengan semua ini. Jadi aku tidak lanjut kuliah dan memilih hidup dengan caraku." Randy mulai cerita. "Apalagi papa juga marah denganku sekarang. Hubungan kami sangat tidak baik. Dia bahkan melarang aku bertemu dengan Sandy adikku. Papa benci aku dan mama. Hidupku dan mama sangat sulit." Randy meneruskan ceritanya. Gio dan Reggy tidak mengira, pemuda di depan mereka itu sedang mengalami situasi gelap di hidupnya. Melihat penampilannya, orang hanya mengira anak bandel, anak jalanan, anak tidak tahu menjalani hidup. Tetapi apa yang melatarbelakangi, sering orang tidak pernah memikirkannya. "Om mengerti Randy. Jadi apa yang bisa Om
"Ya. Aku ga bilang sih, kalau kecelakaan. Aku ga mau mama kuatir. Aku cuma bilang lagi main di rumah teman. Beberapa hari lagi pulang," jawab Randy. "Hubungan kamu sama keluarga kamu rumit sekali sepertinya." Felipe memandang Randy yang kelihatan agak sedih. "Ya ... dimulai dari kejadian mama bertemu dengan mantan pacarnya waktu reuni. Sebenarnya mama ga ada apa-apa sama mantannya itu. Hanya ngobrol biasa, foto rame-rame. Tapi papa akhirnya tahu, menjadikan itu alasan mama sudah ga setia. Dia marah besar sama mama. Sejak itu mulai ga perduli aku dan mama. Karena aku membela mama." Randy membuka kisahnya. "Sampai kemudian mereka bercerai?" Felipe menebak kisah selanjutnya. Randy melihat Felipe. "Papa tuh, udah pacaran sama istrinya yang sekarang. Aku sudah curiga karena dia sering lembur. Kadang beberapa hari ga pulang, alasannya ada proyek atau ke luar kota. Masalah mama ketemu mantan di reuni itu cuma cara papa agar bisa pisah sama mama." "Kamu yakin?" Felipe menatap Randy. "Dua
"Saya tidak mengatakan tidak bisa bekerja sama. Tetapi, dengan perbedaan usaha yang saya dan Pak Jodi kerjakan, di bagian mana bisa bekerja sama?" ujar Veronica."Lihat ini." Jodi memutar tubuhnya. Dia mengambil dua baju yang ada di deretan pajangan. Kemudian dia angkat di depannya dan kembali melihat Veronica."Model ini sangat kekinian. Sangat tepat untuk wardrope yang siap dipakai talent." Jodi menjelaskan kerja sama mana yang dia dan Veronica bisa lakukan bersama."Ahh ... I see ..." Mata Veronica melebar. Kenapa tak terpikir sama sekali olehnya? "Jika tidak keberatan, bisa kita duduk bersama dan bicara? Aku sangat yakin kita bisa segera memulai kerja sama," ajak Jodi."Baik, Pak. Dengan senang hati. Kita bisa-""Aku sudah booking tempat untuk kita bicara dengan leluasa dan nyaman. Mari!" Jodi memotong kalimat Veronica.Jodi berjalan ke arah pintu keluar."Ah, Pak Jodi!" panggil Veronica.Pria itu berbalik dan memandang Veronica."Saya ambil tas sebentar," kata Veronica.Bergegas
"Jodi itu ..." Gio menunda kalimatnya. Pembacaan mereka mengapa tidak nyaman? "Hahh ... aku tidak suka membicarakan orang." Gio maju selangkah dan menatap Veronica dalam-dalam. Roman mukanya berubah lagi, menjadi teduh. "I am sorry. Aku mungkin membuat kamu kaget. Tapi-" "Katakan saja sama aku. Kak Gio yang mengenal Pak Jodi, atau siapapun nanti yang akan bekerja sama denganku. Kasih tahu aku, biar aku ga salah melangkah," kata Veronica. "Kita ke dalam? Waktuku tidak banyak. Tadi ada meeting di lokasi tidak jauh dari sini, makanya aku belok. Kangen melihatmu," ujar Gio. Hati Veronica meletup mendengar itu. Ternyata Gio memikirkan dan merindukannya. Meskipun dia tidak bisa membalas pesan, itu bukan karena tidak peduli. Gio memang sibuk. Buktinya, begitu dia ada waktu, langsung menemui Veronica. "Oke. Minuman dingin mungkin bagus buat Kak Gio. Biar sedikit hilang ketegangan." Veronica tersenyum manis. Mereka masuk ke dalam distro, naik ke lantai paling atas. Keduanya duduk berdamp
"Kamu sudah kenalan belum? Itu Kak Felipe, Kak Maureen, dan ini yang lagi jadi tukang cukur ini Kak Reggy." Randy mengenalkan tiga bersaudara itu ke Sandy. "Hai, Kak ..." Sandy melambai menyapa Maureen dan Reggy. "Kamu cantik." Maureen tersenyum. "Terima kasih." jawab Sandy. "Oke, beres. Selesai." Reggy selesai dengan rambut Randy. Dia melepas kain yang menutupi Randy dari leher sampai badannya. "Gimana?" Randy melihat tampilan barunya di cermin yang dipegangnya. "Wah, keren juga. Aku jadi beda banget," ujar Randy. "Ya, bagus, kalau cocok modelnya," kata Reggy. "Bagus ga, San?" Randy melihat Sandy meminta pendapatnya. "Kakak cakep kalau gini." Sandy tersenyum. Yang lain malah sudah tertawa mendengar komentar Sandy. "Kayaknya aku pakai style gini aja ya, buat rambutku. Baru kali ini sih, model gini. Thanks, Re." Randy tersenyum. "Santai, Bro." Reggy mengacungkan jempolnya. Kemudian dia membereskan peralatan cukur. Sedang Maureen membersihkan rambut Randy yang telah tergunting
Santoko memahami apa yang Gio pikirkan. "Mari, Pak Hendrick, kita bicara di ruang kerja saya." Kedua pria dewasa itu pindah ke ruang kerja yang ada di bagian lebih dalam dari rumah besar ini. "HHhuuffhhh ..." Randy menghembuskan nafas lega. "Kamu baik-baik?" tanya Reggy, memperhatikan roman muka Randy. "Tidak. Sangat tidak baik," ujar Randy. "Tenanglah. Kamu pasti bisa hadapi ini. Bagaimanapun dia papa kamu," hibur Reggy. "Kak, aku takut. Kalau Kakak pulang ke mama nanti papa pasti marah sama aku," kata Sandy. Tatapan gadis kecil itu tidak tenang. "Kasih tahu Kakak kalau dia marah. Aku akan bawa kamu tinggal sama Kakak saja." Randy menenangkan Sandy. "Hei! Kalian pulang juga? Masih ingat rumah ini?" Seorang wanita muda muncul dan bicara sinis pada mereka. Dia cukup cantik, dengan tubuh yang memang bagus sebagai wanita dewasa. Tapi gayanya terlihat pongah. "Kenapa? Sebelum kamu ke sini ini rumah kami. Aku bahkan lahir di sini. Aku tetap anak papaku, sampai kapanpun," k
Pulang kuliah siang itu, Reggy langsung ke distro. Dia sudah ada janji bertemu Veronica membicarakan recana pernikahan Gio dan Veronica. Sampai distro, Veronica sudah menunggu Reggy. Mereka bicara di lantai atas. Veronica sama seperti Gio, tidak mau acara macam-macam. Yang sederhana saja, tapi dia setuju dilakukan acara outdoor.Selesai bicara soal pernikahan, Veronica mengajak Reggy makan siang bersama. Veronica lumayan pandai memasak. Reggy makan lahap sekali selain nikmat dia memang juga lapar."Tante, masakannya enak sekali. Coba sering-sering," kata Reggy setelah puas makan."Nanti tiap hari aku masak buat kamu." Veronica tersenyum."Iya. Ga sabar Tante tinggal bareng di rumah." Reggy ikut tersenyum."Re, kamu anak sulung di rumahmu. Pasti kamu yang paling ingat mama kalian. Seperti apa mama kamu?" tanya Veronica.Reggy mengurungkan tangannya yang hampir mengambil lagi sup di mangkuk. Dia tidak menduga akan mendapat pertanyaan itu dari Veronica.“Kalau kamu tidak ingin menjawab t