Share

Ternyata Bukan Begitu

"Kapan mau pulang lagi?" tanya Huda melalui telepon.

"Belum tahu, Pa. Baru banyak kerjaan. Ini mau approach proyek proyek baru. Apa ada masalah, Pa?" jawab Aster.

"Nggak ada. Si Bisma, teman papa yang kemarin itu lho, mau datang lagi ke rumah. Biasa, diantar anak cowoknya yang itu."

"Alfian? Nggak bisa, Pa. Aster tetap belum bisa pulang."

"Hehm! Kalau pintu gimana? Udah diukur ukur belum?"

"Pa..., jangan dulu. Nanti ya, Pa. Nanti..., masih lama. Mendingan papa cari tahu soal sepupu Alfian. Aster masih penasaran."

"Oh, kamu mau coba kenal Alfian? ASAL? Wah, bisa juga nih. Tapi kurang enak."

"Papaaaa!"

"Ini aja, Terfian. Terfian terfana terbata."

Aster mengunci bibir. Dia menarik nafas dalam dalam. Belum saatnya mengamuk pada orang tua. Aduh, tidak boleh marah sebenarnya.

Oh, malah jangan. Ini cobaan Aster sebagai anak. Betapa beruntungnya memiliki ayah sehebat Huda.

Tenanglah wahai jiwa yang bertahan.

"Kan, bener kata papa. Ku terfian aku menunggu."

"Papa, Ast
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status