"Jadi, malam ini kalian kembali menginap di hotel?" tanya Ardi setelah memastikan semua barang-barangnya sudah masuk ke mobil."Iya, Om. Aku titip ibu sama bapak ya, hati-hati di jalan ..." Ihsan mencium tangan ayah dan ibunya."Mana Aynur, San?" tanya ibunya."Wis ayo pulang. Kalau dia ndak mau ketemu kita ya sudah, ndak usah ditunggu!!" sahut Kuncoro ketus."Mbok ya jangan seperti itu pak. Jodohnya Ihsan itu Nur bukan Aisyah. Kita doakan yang terbaik saja buat anak kita," sanggah Sarmi pada ucapan suaminya."Iya, bapak tuh maunya apa tho. Mbak Nur itu udah cantik, ramah, putri dari kyai terkenal. Kurang apa coba??" celetuk Nisa, adik perempuan Ihsan."Bapak ndak yakin!! Wanita itu tidak sebanding dengan Aisy---" Belum selesai Kuncoro bicara, Aynur tiba-tiba muncul dari belakang dan memotong kata-katanya."Maaf pak, buk ... Tadi Nur cari ini dulu buat oleh-oleh di kampung. Karena antri banyak banget, saya nunggunya jadi kelamaan." Aynur menyerahkan tiga plastik besar berisi brownies d
"Aku tidak butuh uang," jawab Ihsan singkat.Aynur menyandarkan punggungnya ke kursi. Jantungnya perlahan mulai berdegup tak beraturan, ia sempat mengira semua orang sama, bukankah semua bisa diselesaikan dengan uang?'Jika bukan uang lalu apa???' tanyanya dalam hati.Tiba-tiba sebuah pikiran konyol melintas di otaknya. Aynur terkejut dengan pikirannya sendiri. Mungkinkah hal itu yang diinginkan pria sok polos ini?? Aynur menutup mulutnya dengan telapak tangan."Dasar otak ngeres!! Jangan harap lo bisa mendapatkan hal itu dari gue!!! Gue hanya akan melakukan itu setelah menikah dengan orang yang benar-benar gue cintai!!" teriak Aynur pada Ihsan."Kamu yang ngeres!! Memangnya apa yang kau pikirkan??!!" tanya Ihsan dengan senyum mengejek.Dalam hati dirinya merasa lega mendengar pernyataan Aynur. Meskipun penampilan dan tingkah lakunya seperti itu, setidaknya Aynur masih menjaga kesuciannya sebagai wanita.Muka Aynur memerah."Lalu apa kalau bukan hal itu?" tanya Aynur lirih. Ihsan mena
Aynur menatap dirinya sendiri di depan cermin kamar mandi. Malam ini dirinya terpaksa mengenakan lingerie transparan berwarna hitam yang beberapa waktu lalu dimasukkan ke dalam kopernya oleh Rahma dan Laras. Sudah lebih dari lima belas menit sejak dirinya selesai mandi. Namun, dia selalu ragu untuk keluar dengan pakaian seperti itu. Aynur tak pernah merasa semalu ini.Tok tok tok!"Nur, kamu sudah selesai belum? kalau sudah gantian,ya... " Ihsan terpaksa mengetuk pintu kamar mandi karena terlalu lama menunggu Aynur. Tubuhnya sejak tadi sudah menggigil karena pakaiannya yang basah."Iyya, mas ..." jawab Aynur. Ada desiran aneh di dada Ihsan ketika mendengar suara lembut istrinya. Pikiran Ihsan memang sedikit kacau sejak melihat isi koper Aynur tadi. Susah payah Ihsan menepis pikiran kotornya, namun bayangan Aynur mengenakan lingerie itu selalu muncul di benaknya."Ihsan!! eh, maksudku mas Ihsan ... Tolong kamu tutup mata kamu sebentar. Aku-- sumpah aku ga mau kamu melihatnya!" kata Aynu
"Iya, aku serius. Jangan berpikiran macam-macam!! Aku melakukannya karena kita hanya memiliki satu selimut, aku tetap tidur di sebelah sini sedangkan kamu di sisi satunya." Aynur meletakkan guling di tengah-tengah ranjang untuk membatasi area mereka. Ihsan melengkungkan bibir atasnya. Dia kembali menutup mata dengan lengannya. "Ah, sudahlah. Aku tak akan terjebak dengan permainanmu. Aku tak akan mengulangi kesalahan sebelumnya. Aku ingat betul perjanjian yang baru saja kita buat," ucapnya kemudian. "Seiring berjalannya waktu, pasti kita akan menjumpai keadaan-keadaan darurat yang bertentangan dengan isi kontrak. Kita berdua mungkin bisa memberi sedikit kelonggaran untuk merevisi beberapa bagian. Asalkan kita berdua sama-sama menyetujuinya," kata Aynur. Ihsan tak bergeming. Dia malah tidur menyamping memunggunginya. Aynur mengangkat bahu melihat tak ada respon dari Ihsan. "Terserah kau saja, intinya ... Kau bisa berpindah ke sini jika merasa tak nyaman tidur di sofa." Aynur memberi
Aynur berdiri bersama dengan Ihsan menyalami setiap tamu undangan yang hadir siang itu. Aynur mengedarkan pandangannya ke sekeliling ruangan, sejak tadi dia belum menemukan sosok pria yang sangat dia tunggu-tunggu. Siapa lagi kalau bukan Bobby.'Sudah kuduga Kau tak akan datang kesini Bob, Kamu memang pengecut!' geram Aynur dalam hati.Rasa kesal memenuhi hatinya. Dia sudah rela melakukan hal gila seperti ini hanya untuk membuat Bobby bersimpati padanya, namun jika hal ini tak berhasil membuat sikap Bobby berubah, maka apa yang Aynur lakukan hanyalah sia-sia."Kau kesal karena dia belum muncul, kan?!" ucap Ihsan ketika melihat muka keruh Aynur. Aynur tersenyum kecut medengar ucapan Ihsan."Kamu pasti senang!!" selorohnya. Dia bisa melihat tatapan mengejek dari mata Ihsan."Ck ck ck, suudzon!" jawab Ihsan sambil geleng-geleng kepala. Dirinya sesekali ikut mengedarkan pandangannya mencari sosok Bobby.Hubungan Aynur dan Ihsan saat ini memang seperti teman. Keduanya mulai beradaptasi seja
Aynur melepaskan tubuhnya dari pelukan Bobby, ia segera mengusap sisa air mata yang membasahi kedua pipinya. Sementara itu, kyai Mustafa berjalan mendekat ke arah keduanya. Ia menarik lengan Aynur dan membawanya mendekat kepada Ihsan yang berdiri di belakangnya."Bawa istrimu ke dalam, biar bapak yang bicara dengan pria ini!!" ucap kyai Mustafa dengan tegas ke arah Ihsan yang mengangguk dan segera membawa Aynur untuk menjauh dari tempat itu. Namun, Aynur segera menepis tangan Ihsan."Lepasin!! Pak, maafin Nur, ini ga seperti yang bapak lihat, Bobby cuman--""Ihsan!! bawa dia masuk!!" potong kyai Mustafa tajam.Ihsan menarik paksa lengan Aynur, dia tak peduli meskipun Aynur memberontak. Ihsan membawanya ke sisi lain ruang resepsi, tak mungkin membawa Aynur kembali ke ruang resepsi dengan keadaan seperti itu.Kini tersisa kyai Mustafa yang berdiri sambil menatap tajam pria yang baru saja memeluk putrinya itu."Apa maksud kamu melakukan hal itu??!! Apa Kau ingin membuktikan bahwa dirimu b
Ihsan memarkirkan mobil mereka di salah satu apartemen besar di Jakarta. Ia tak berbicara sepatah kata pun sejak Aynur meminta menceraikannya. Ihsan sengaja tak menanggapi permintaan Aynur. Saat ini pikirannya sedang kacau, apapun yang keluar dari mulutnya tentu di luar akal sehat."Mas!!! Mengapa Kamu diam saja? Bukankah Kamu tidak mencintaiku, pernikahan kita hanyalah sandiwara, akhiri SEKARANG atau kita LEBIH MENYAKITI BANYAK ORANG NANTINYA!!" Aynur terus saja berteriak bahkan ketika mereka berdua belum tiba di kamar apartemen. Beruntung mereka berdua tak berjumpa dengan penghuni lain."IHSANNN!!!" teriak Aynur ketika mereka akhirnya masuk ke apartemen. Ihsan masih tak bergeming, ia sibuk melepas jas dan membuka kancing kemejanya, ia kemudian menggulung lengan kemeja dan segera menghempas tubuh lelahnya di atas sofa. Dadanya sesak, telinganya panas mendengar setiap ucapan Aynur sejak di dalam mobil tadi. Ia terus beristighfar agar dia tak kehilangan akal seperti Aynur saat ini."IH
Aynur dan Ihsan berjalan menuju ke bangsal VVIP salah satu rumah sakit besar di kota Jakarta. Sesuai janji Ihsan, setelah subuh dia mengantar Aynur menjumpai ayahnya di rumah sakit. Aynur membuka pintu perlahan dan menemukan Rizki, Ilham, dan Laras berada di dalam kamar menunggui ayahnya. "Nur, Ihsan... Sini masuk," panggil Rizki. Mendengar ucapan salah satu menantunya, kyai Mustafa perlahan membuka kedua matanya. Ia menatap sendu dua sosok yang baru saja masuk ke kamar rawat inap itu."Bapak..." Aynur menggenggam dan menciumi kedua telapak tangan ayahnya. "Bapak baik-baik saja?" tanya Aynur parau. Ia berusaha sekuat tenaga menahan air matanya untuk tidak menetes. Saat perjalanan menuju rumah sakit tadi Ihsan sudah berpesan agar Aynur tidak membahas apapun tentang kejadian kemarin. Setelah kondisi ayahnya stabil, Ihsan berjanji akan mempertemukan ketiganya untuk mencari solusi tentang kelanjutan kontrak pernikahan mereka berdua. Untuk saat ini, Ihsan menginginkan Aynur tetap bersika