"Iya, aku serius. Jangan berpikiran macam-macam!! Aku melakukannya karena kita hanya memiliki satu selimut, aku tetap tidur di sebelah sini sedangkan kamu di sisi satunya." Aynur meletakkan guling di tengah-tengah ranjang untuk membatasi area mereka. Ihsan melengkungkan bibir atasnya. Dia kembali menutup mata dengan lengannya. "Ah, sudahlah. Aku tak akan terjebak dengan permainanmu. Aku tak akan mengulangi kesalahan sebelumnya. Aku ingat betul perjanjian yang baru saja kita buat," ucapnya kemudian. "Seiring berjalannya waktu, pasti kita akan menjumpai keadaan-keadaan darurat yang bertentangan dengan isi kontrak. Kita berdua mungkin bisa memberi sedikit kelonggaran untuk merevisi beberapa bagian. Asalkan kita berdua sama-sama menyetujuinya," kata Aynur. Ihsan tak bergeming. Dia malah tidur menyamping memunggunginya. Aynur mengangkat bahu melihat tak ada respon dari Ihsan. "Terserah kau saja, intinya ... Kau bisa berpindah ke sini jika merasa tak nyaman tidur di sofa." Aynur memberi
Aynur berdiri bersama dengan Ihsan menyalami setiap tamu undangan yang hadir siang itu. Aynur mengedarkan pandangannya ke sekeliling ruangan, sejak tadi dia belum menemukan sosok pria yang sangat dia tunggu-tunggu. Siapa lagi kalau bukan Bobby.'Sudah kuduga Kau tak akan datang kesini Bob, Kamu memang pengecut!' geram Aynur dalam hati.Rasa kesal memenuhi hatinya. Dia sudah rela melakukan hal gila seperti ini hanya untuk membuat Bobby bersimpati padanya, namun jika hal ini tak berhasil membuat sikap Bobby berubah, maka apa yang Aynur lakukan hanyalah sia-sia."Kau kesal karena dia belum muncul, kan?!" ucap Ihsan ketika melihat muka keruh Aynur. Aynur tersenyum kecut medengar ucapan Ihsan."Kamu pasti senang!!" selorohnya. Dia bisa melihat tatapan mengejek dari mata Ihsan."Ck ck ck, suudzon!" jawab Ihsan sambil geleng-geleng kepala. Dirinya sesekali ikut mengedarkan pandangannya mencari sosok Bobby.Hubungan Aynur dan Ihsan saat ini memang seperti teman. Keduanya mulai beradaptasi seja
Aynur melepaskan tubuhnya dari pelukan Bobby, ia segera mengusap sisa air mata yang membasahi kedua pipinya. Sementara itu, kyai Mustafa berjalan mendekat ke arah keduanya. Ia menarik lengan Aynur dan membawanya mendekat kepada Ihsan yang berdiri di belakangnya."Bawa istrimu ke dalam, biar bapak yang bicara dengan pria ini!!" ucap kyai Mustafa dengan tegas ke arah Ihsan yang mengangguk dan segera membawa Aynur untuk menjauh dari tempat itu. Namun, Aynur segera menepis tangan Ihsan."Lepasin!! Pak, maafin Nur, ini ga seperti yang bapak lihat, Bobby cuman--""Ihsan!! bawa dia masuk!!" potong kyai Mustafa tajam.Ihsan menarik paksa lengan Aynur, dia tak peduli meskipun Aynur memberontak. Ihsan membawanya ke sisi lain ruang resepsi, tak mungkin membawa Aynur kembali ke ruang resepsi dengan keadaan seperti itu.Kini tersisa kyai Mustafa yang berdiri sambil menatap tajam pria yang baru saja memeluk putrinya itu."Apa maksud kamu melakukan hal itu??!! Apa Kau ingin membuktikan bahwa dirimu b
Ihsan memarkirkan mobil mereka di salah satu apartemen besar di Jakarta. Ia tak berbicara sepatah kata pun sejak Aynur meminta menceraikannya. Ihsan sengaja tak menanggapi permintaan Aynur. Saat ini pikirannya sedang kacau, apapun yang keluar dari mulutnya tentu di luar akal sehat."Mas!!! Mengapa Kamu diam saja? Bukankah Kamu tidak mencintaiku, pernikahan kita hanyalah sandiwara, akhiri SEKARANG atau kita LEBIH MENYAKITI BANYAK ORANG NANTINYA!!" Aynur terus saja berteriak bahkan ketika mereka berdua belum tiba di kamar apartemen. Beruntung mereka berdua tak berjumpa dengan penghuni lain."IHSANNN!!!" teriak Aynur ketika mereka akhirnya masuk ke apartemen. Ihsan masih tak bergeming, ia sibuk melepas jas dan membuka kancing kemejanya, ia kemudian menggulung lengan kemeja dan segera menghempas tubuh lelahnya di atas sofa. Dadanya sesak, telinganya panas mendengar setiap ucapan Aynur sejak di dalam mobil tadi. Ia terus beristighfar agar dia tak kehilangan akal seperti Aynur saat ini."IH
Aynur dan Ihsan berjalan menuju ke bangsal VVIP salah satu rumah sakit besar di kota Jakarta. Sesuai janji Ihsan, setelah subuh dia mengantar Aynur menjumpai ayahnya di rumah sakit. Aynur membuka pintu perlahan dan menemukan Rizki, Ilham, dan Laras berada di dalam kamar menunggui ayahnya. "Nur, Ihsan... Sini masuk," panggil Rizki. Mendengar ucapan salah satu menantunya, kyai Mustafa perlahan membuka kedua matanya. Ia menatap sendu dua sosok yang baru saja masuk ke kamar rawat inap itu."Bapak..." Aynur menggenggam dan menciumi kedua telapak tangan ayahnya. "Bapak baik-baik saja?" tanya Aynur parau. Ia berusaha sekuat tenaga menahan air matanya untuk tidak menetes. Saat perjalanan menuju rumah sakit tadi Ihsan sudah berpesan agar Aynur tidak membahas apapun tentang kejadian kemarin. Setelah kondisi ayahnya stabil, Ihsan berjanji akan mempertemukan ketiganya untuk mencari solusi tentang kelanjutan kontrak pernikahan mereka berdua. Untuk saat ini, Ihsan menginginkan Aynur tetap bersika
"Walaikumsalam..." jawab serempak dari seorang wanita bersama putranya. Bu Sofi duduk bersebelahan dengan Bobby di sebuah sofa panjang berbentuk L di dalam ruangan privat di bar itu.Aynur terperangah melihat wanita yang begitu membencinya itu, ia tak menyangka kembali bertemu wanita yang selama ini tak pernah puas menghina dirinya. Aynur merasa aliran darahnya memanas serasa ingin mendidih, ia sudah berbalik hendak pergi namun Ihsan menahan pergelangan tangannya, membuat Bobby menatap gusar ke arah Aynur dan Ihsan."Jangan pergi. Kita selesaikan ini baik-baik." Ihsan berkata lirih pada Aynur.Ihsan lantas membawa Aynur untuk duduk di sisi lain sofa. Ia menatap Bobby dan bu Sofi yang terdiam seakan menunggu seseorang memulai pembicaraan."Baiklah, saya tidak menyangka Anda benar-benar datang kemari bu..." ucap Ihsan."Iya ustaz. Sulit bagi saya untuk mempercayai perkataan anak sendiri, saya ingin mendengar langsung dari ustaz Ihsan." Sofi melirik Bobby dengan sinis, kemudian kembali m
Aynur terperangah mendengar ucapan Ihsan barusan. Benar sekali dia telah salah membiarkan Bobby menyentuh bahkan mencium tangannya di depan ruangan VVIP bar tadi. Aynur mundur selangkah dari tubuh Ihsan."Ehm itu.. Aku minta maaf karena belum terbiasa," jawab Aynur asal. Ihsan menyeringai."Belum terbiasa? jadi sebelumnya kalian sering melakukan hal itu? atau bahkan lebih dari sekedar pegangan dan mencium tangan?" kata-kata Ihsan lebih seperti ejekan yang membuat hati Aynur tak enak. Dia pikir aku wanita seperti apa? tega sekali mengatakan hal itu hanya karena aku membiarkan tangan Bobby dan malah menepis tangannya. Tapi tunggu dulu!! mengapa hal sepele seperti ini membuatnya bad mood? atau.... Sebuah pikiran konyol mendadak muncul di benak Aynur. Ia kembali maju mendekatkan tubuhnya ke arah Ihsan yang kini gantian yang terperangah.Aynur menempelkan jemarinya ke punggung tangan Ihsan, ia mengusap lembut tangan pria itu membuat kedua mata Ihsan membola penuh tanya mendapat perlakuan
"Oh, jadi untuk berbuat baikpun Kau hanya Bersandiwara?! Hidupmu memang luar biasa Nur!!!" kecam Ihsan.Ziva terperangah, tiba-tiba tulangnya melemah menatap pria yang tak lain adalah suami sahabatnya itu. Lutut Ziva tak mampu lagi menopang tubuhnya membuat lengan Aynur lepas dari pundaknya diikuti tubuh Ziva sendiri yang jatuh berlutut di lantai.Brukk.Tubuh Aynur tergeletak di lantai apartemen."Awww!!! Zivv--- angkat guee, Hufffhhh!! Pann---nasss!!" Aynur menarik narik kancing kemeja yang ia kenakan.Ziva membelalak melihat kelakuan Aynur."She!! Bangun!! suami lo ada disini!!" bisik Ziva lirih di depan muka Aynur yang memerah seperti kepiting rebus."Suami??" Aynur terkekeh."Si ustaz sial----hbbbbb"Ziva segera membungkam mulut Aynur sebelum dia menyelesaikan kalimatnya.Ziva mencoba mengangkat tubuh lemas Aynur yang tentu saja semakin terasa berat. Ia menatap nanar ke arah Ihsan, mengharap bantuannya meski dengan perasaan campur aduk. Ihsan benar-benar menakutkan saat ini.Ihss
"Saya yakin pemiliknya adalah si gadis kota itu Boss!" ujar Santoso, pria bertubuh besar itu menyeringai sangat yakin dengan ucapannya.Rahmat manggut-manggut mendengar ucapan anak buahnya, asap cerutu kembali membumbung tinggi ke udara."Tapi untuk apa dia masuk terlalu jauh ke area kita? bagaimana kira-kira aku bisa membuktikan bahwa dia pemilik sandal itu." Rahmat mengerutkan dahi."Saya akan menyelidikinya boss, beri perintah pada kami!" Santoso tampak berapi-api. Rahmat menghela nafas."Untuk saat ini fokuslah pada tugas awal kalian. Cari informasi tentang pria di dalam foto itu! untuk masalah ini, biar aku selesaikan sendiri." Rahmat tersenyum getir menatap beberapa lembar foto, salah satunya memperlihatkan sepasang muda mudi sedang berpelukan mesra di sebuah bar."Siap Boss!!" Santoso berlalu dari ruang kerja tuannya, berganti Aisyah yang masuk menemui sang ayah."Abi memanggilku? ada apa?" tanya Aisyah lirih.Rahmat segera memasukkan foto-foto yang berjejer di meja ke dalam la
Aynur tersenyum menyadari dirinya yang kini berada di punggung Ihsan. Ia tak menolak perintah Ihsan karena kakinya memang terasa sakit setelah berlarian bertelanjang kaki menghindari kejaran bodyguard Rahmat. Aynur merasa lega melihat sikap Ihsan yang jauh berbeda tak seperti semalam, meskipun sejujurnya ada perasaan tak enak di hati Aynur karena sejak tadi pakaian kotor dan kakinya yang penuh tanah berkali kali mengenai bagian tubuh Ihsan.Beberapa saat kemudian terdengar suara dari perut Aynur. Ihsan tersenyum geli menyadari tangan Aynur yang mencoba menekan perutnya agar tidak berbunyi."Kita istirahat dulu setelah menyeberangi jembatan." ucapnya datar. Ternyata mereka telah tiba di jembatan bambu yang Aynur lewati sebelumnya."Mas, turunkan aku disini. Aku lebih nyaman berjalan sendiri..." pinta Aynur lirih.Ihsan menuruti permintaan Aynur, ia menurunkan Aynur lalu menggandeng tangannya melewati lantai bambu yang berderit setiap ada kaki yang menginjaknya'Gue suka sikap Lo yang s
Kriyet... Kriyet...Aynur akhirnya berhasil melewati jembatan bambu, ia menarik nafas panjang dan menghembuskannya perlahan sehingga merasakan kelegaan luar biasa di dadanya. Ia menoleh ke belakang, Nissa sudah tak nampak lagi disana.Aynur mengeluarkan ponsel dari kantong rok yang ia kenakan, masih belum terlihat garis-garis sinyal disana. Ia lantas melihat jam di layar handphone yang sudah menunjukkan angka 10.50, ia segera bergegas menyusuri jalan setapak yang tampak sempit karena tertutup batang jagung setinggi 1 meter di kanan kirinya. Kini hanya terdengar suara-suara alam yang meneduhkan, kicauan burung dan hembusan angin membuat nyaman hati siapapun yang mendengarnya. Beberapa meter di depannya Aynur melihat beberapa orang tampak sedang memetik buah jagung. "Mbak, ngirim bekal buat bapaknya, ya?" sapa salah satu ibu-ibu dengan ramah. Aynur membalasnya dengan senyuman."Iya buk, panenannya bagus ya..."Aynur merasa tak ada salahnya sedikit berbasa basi dengan warga kampung, ia
Aynur terbangun oleh suara adzan yang terdengar begitu merdu, suara yang mendayu dan penuh penghayatan sehingga membuat teduh hati setiap orang yang mendengarnya.Subhanallah... sudah lama aku tak mendengar suara seindah ini..Aynur duduk dan melihat sofa dengan bantal dan selimut yang sudah terlipat rapi di atasnya. Ya, semalam setelah pertengkaran kecil terjadi, Ihsan lantas mengambil bantal dan selimut untuk dibawa tidur di sofa. Hati Aynur terasa perih mengingat ucapan Ihsan semalam. Ia meraih ponselnya, mencari cari jadwal keberangkatan pesawat paling pagi hari ini. Jika pemilik rumah sudah tidak menginginkannya, mana mungkin dia tetap bersikukuh berada di rumah itu, ia harus pulang kembali ke Jakarta pagi ini.Aynur memilih jam penerbangan pertama, pukul 7.30 pagi, toh tak ada yang perlu dikemasi, bahkan semua barang-barangnya belum keluar dari koper. Aynur mendengus menyesali kedatangannya ke rumah Ihsan.Tau begini mending gue nganterin Bobby!! gerutunya. Baru saja ia memili
Flashback On :Jakarta ( Beberapa jam sebelum Aynur menyusul Ihsan ke Solo)Aynur tidur telentang dengan satu lengan berada di atas kedua matanya yang tertutup, otaknya sedang bergelut memilih antara mengikuti Ihsan atau mengantar Bobby."She!! gimana? belum dapet solusi juga?" Aynur masuk membawa camilan dan dua gelas jus jeruk segar."Gue bingung Va, gue pengen nemenin Ihsan, tapi gue ga mungkin ga nganterin Bobby." Aynur menghela nafasnya sebelum akhirnya duduk sambil memakan camilan yang disiapkan Ziva."Menurut Lo gue harus gimana?"Ziva menaikkan bibir bawahnya dengan dahi berkerut seolah sedang berfikir keras."Gue juga bingung sih, tapi coba Lo pikir deh! misal lo nganterin Bobby, oke Bobby tentu seneng. Namun Lo harus siap dengan segala konsekuensinya. Pertama Lo pasti sulit dapet maaf dari Ihsan, kedua keluarga Ihsan bakalan kecewa sama Lo, ketiga rencana awal pernikahan Lo kemungkinan besar bakal gagal karena Ihsan ga mau nerusin kontrak." Ziva berhenti sejenak lalu kembal
Ihsan menatap Aynur yang duduk beberapa meter di depannya. Wajahnya terliha menegang. Nissa yang duduk di sampingnya menggenggam tangan Aynur seolah memberi semangat.Apa yang harus aku lakukan? pak Rahmat tak mungkin melepaskan Aynur begitu saja.Ihsan bangkit mendekat pada Rahmat."Maaf pak, istri saya sedang berhalangan saat ini. Tidak mungkin dia membuka kitab," ucapnya lirih.Rahmat menyeringai."Mengapa harus membuka kitab? bukankah dia seorang qiroah? tak sulit baginya memilih salah satu surat diantara 114 surat yang ada di dalam Al-Qur'an. Lagipula tadi sudah saya sampaikan, kalau surat lain terlalu berat baginya, Al Ikhlas pun tak masalah," jelas Rahmat dengan suara lantang. Ihsan menghela nafasnya, Rahmat memang sengaja mempermalukan istrinya. Bisa bisanya ayah Aisyah menyebut Aynur seorang qariah, padahal selama ini untuk menertibkannya membaca iqra' saja sulitnya bukan main. Ihsan kembali terduduk dengan lemas, ia tak tahu harus membantu dengan cara apa.Niat Ihsan memban
"Apakah mas Ihsan bahagia hidup bersamanya? jawab jujur mas?" Aisyah menatap dalam-dalam pada mata Ihsan. Ihsan terdiam untuk beberapa saat. Batinnya bergejolak, haruskah ia mengutarakan perasaannya saat ini? mungkinkah Aisyah akan menerimanya dan mau memulai semuanya dari awal lagi? Bukankah minggu depan ia akan mengakhiri kontrak pernikahannya bersama Aynur? "Aisyah, sebenarnya aku masih---""Ihsan!! istrimu datang!!" Sarmi tergopoh-gopoh menuntun seorang wanita dengan gamis dan bergo berwarna mocca. Tak ada make up tebal seperti biasanya. Aynur kali ini berbeda dari hari-hari sebelumnya.Ihsan terkesiap melihat kedatangan Aynur.Bukankah seharusnya dia bersama Bobby? bagaimana mungkin dia rela mengorbankan waktu berharganya untuk datang kesini?"Aynur, kamu datang kesini?" Ihsan bertanya lirih, seakan tak percaya dengan apa yang dia lihat."Maaf, mas. Apa Kamu tidak senang aku berada disini?" suara Aynur bergetar, sejak tadi ia sudah ragu untuk masuk ke rumah mertuanya itu.Ia ter
"Alhamdulillah... Mana istrimu?" Ihsan melihat sorot mata bahagia dan penuh harap dari mata ibunya. Sungguh tak tega Ihsan mengatakan jika Aynur menolak untuk datang. Ia tak kuasa membayangkan betapa kecewanya sang ibu jika mengetahui menantunya tak hadir malam ini."Maaf buk, Aynur tidak bisa datang..."ucap Ihsan akhirnya. Ada gurat kekecewaan terbaca dari raut muka Sarmi, wanita tua yang telah melahirkannya."Lain kali Ihsan akan mengajaknya kesini buk.." Ihsan berkata bohong, ia tak mungkin mengatakan pada ibunya bahwa setelah ini dirinya akan berpisah dengan Aynur."Kalian baik-baik saja bukan? tidak terjadi masalah?" tanya Sarmi seakan bisa membaca pikiran putranya. Ihsan menunduk mengangkat kopernya."InsyaAllah semuanya baik-baik saja buk. Ihsan capek, Ihsan izin mandi dulu." Ihsan mengangguk dan segera berlalu, ia tak ingin semakin larut berbincang dengan ibunya. Semakin ia menjawab pertanyaan tentang Aynur, maka dia harus berbohong lebih jauh lagi.Ihsan berjalan menuju kam
Ihsan menyantap suapan terakhir dari nasi goreng buatan Aynur. Rasanya memang lezat. Tak heran Aynur sukses dalam usaha kulinernya. Seandainya perasaan Ihsan tidak sedang dongkol, ia tak akan segan memuji masakan istrinya itu."Gimana? enak?" tanya Aynur ragu. Tak pernah terpikirkan bahwa Ihsan masih mau menyantap makanan dingin itu." Lumayan. Akan lebih enak jika dimakan saat masih panas. Dan... lain kali tak perlu repot-repot menghiasinya dengan telur dan tomat berbentuk hati." canda Ihsan untuk menutupi kebohongannya. Seketika Aynur menunduk dan berpaling karena malu."Sini aku cuci piringnya." ucap Aynur kemudian.Tidak biasanya Aynur mencuci piring milik Ihsan, keduanya juga jarang makan bersama di rumah, tapi kali ini Aynur rela membersihkan alat-alat makan di atas meja. Aynur lantas tersenyum senang, sepertinya usahanya meluluhkan hati Ihsan berhasil. Pria itu tak menanyakan tentang kejadian semalam.Aynur mengelap tangannya yang basah lalu berjalan santai menuju kamarnya."Ma