Aynur dan Ihsan berjalan menuju ke bangsal VVIP salah satu rumah sakit besar di kota Jakarta. Sesuai janji Ihsan, setelah subuh dia mengantar Aynur menjumpai ayahnya di rumah sakit. Aynur membuka pintu perlahan dan menemukan Rizki, Ilham, dan Laras berada di dalam kamar menunggui ayahnya. "Nur, Ihsan... Sini masuk," panggil Rizki. Mendengar ucapan salah satu menantunya, kyai Mustafa perlahan membuka kedua matanya. Ia menatap sendu dua sosok yang baru saja masuk ke kamar rawat inap itu."Bapak..." Aynur menggenggam dan menciumi kedua telapak tangan ayahnya. "Bapak baik-baik saja?" tanya Aynur parau. Ia berusaha sekuat tenaga menahan air matanya untuk tidak menetes. Saat perjalanan menuju rumah sakit tadi Ihsan sudah berpesan agar Aynur tidak membahas apapun tentang kejadian kemarin. Setelah kondisi ayahnya stabil, Ihsan berjanji akan mempertemukan ketiganya untuk mencari solusi tentang kelanjutan kontrak pernikahan mereka berdua. Untuk saat ini, Ihsan menginginkan Aynur tetap bersika
"Walaikumsalam..." jawab serempak dari seorang wanita bersama putranya. Bu Sofi duduk bersebelahan dengan Bobby di sebuah sofa panjang berbentuk L di dalam ruangan privat di bar itu.Aynur terperangah melihat wanita yang begitu membencinya itu, ia tak menyangka kembali bertemu wanita yang selama ini tak pernah puas menghina dirinya. Aynur merasa aliran darahnya memanas serasa ingin mendidih, ia sudah berbalik hendak pergi namun Ihsan menahan pergelangan tangannya, membuat Bobby menatap gusar ke arah Aynur dan Ihsan."Jangan pergi. Kita selesaikan ini baik-baik." Ihsan berkata lirih pada Aynur.Ihsan lantas membawa Aynur untuk duduk di sisi lain sofa. Ia menatap Bobby dan bu Sofi yang terdiam seakan menunggu seseorang memulai pembicaraan."Baiklah, saya tidak menyangka Anda benar-benar datang kemari bu..." ucap Ihsan."Iya ustaz. Sulit bagi saya untuk mempercayai perkataan anak sendiri, saya ingin mendengar langsung dari ustaz Ihsan." Sofi melirik Bobby dengan sinis, kemudian kembali m
Aynur terperangah mendengar ucapan Ihsan barusan. Benar sekali dia telah salah membiarkan Bobby menyentuh bahkan mencium tangannya di depan ruangan VVIP bar tadi. Aynur mundur selangkah dari tubuh Ihsan."Ehm itu.. Aku minta maaf karena belum terbiasa," jawab Aynur asal. Ihsan menyeringai."Belum terbiasa? jadi sebelumnya kalian sering melakukan hal itu? atau bahkan lebih dari sekedar pegangan dan mencium tangan?" kata-kata Ihsan lebih seperti ejekan yang membuat hati Aynur tak enak. Dia pikir aku wanita seperti apa? tega sekali mengatakan hal itu hanya karena aku membiarkan tangan Bobby dan malah menepis tangannya. Tapi tunggu dulu!! mengapa hal sepele seperti ini membuatnya bad mood? atau.... Sebuah pikiran konyol mendadak muncul di benak Aynur. Ia kembali maju mendekatkan tubuhnya ke arah Ihsan yang kini gantian yang terperangah.Aynur menempelkan jemarinya ke punggung tangan Ihsan, ia mengusap lembut tangan pria itu membuat kedua mata Ihsan membola penuh tanya mendapat perlakuan
"Oh, jadi untuk berbuat baikpun Kau hanya Bersandiwara?! Hidupmu memang luar biasa Nur!!!" kecam Ihsan.Ziva terperangah, tiba-tiba tulangnya melemah menatap pria yang tak lain adalah suami sahabatnya itu. Lutut Ziva tak mampu lagi menopang tubuhnya membuat lengan Aynur lepas dari pundaknya diikuti tubuh Ziva sendiri yang jatuh berlutut di lantai.Brukk.Tubuh Aynur tergeletak di lantai apartemen."Awww!!! Zivv--- angkat guee, Hufffhhh!! Pann---nasss!!" Aynur menarik narik kancing kemeja yang ia kenakan.Ziva membelalak melihat kelakuan Aynur."She!! Bangun!! suami lo ada disini!!" bisik Ziva lirih di depan muka Aynur yang memerah seperti kepiting rebus."Suami??" Aynur terkekeh."Si ustaz sial----hbbbbb"Ziva segera membungkam mulut Aynur sebelum dia menyelesaikan kalimatnya.Ziva mencoba mengangkat tubuh lemas Aynur yang tentu saja semakin terasa berat. Ia menatap nanar ke arah Ihsan, mengharap bantuannya meski dengan perasaan campur aduk. Ihsan benar-benar menakutkan saat ini.Ihss
Ihsan menyantap suapan terakhir dari nasi goreng buatan Aynur. Rasanya memang lezat. Tak heran Aynur sukses dalam usaha kulinernya. Seandainya perasaan Ihsan tidak sedang dongkol, ia tak akan segan memuji masakan istrinya itu."Gimana? enak?" tanya Aynur ragu. Tak pernah terpikirkan bahwa Ihsan masih mau menyantap makanan dingin itu." Lumayan. Akan lebih enak jika dimakan saat masih panas. Dan... lain kali tak perlu repot-repot menghiasinya dengan telur dan tomat berbentuk hati." canda Ihsan untuk menutupi kebohongannya. Seketika Aynur menunduk dan berpaling karena malu."Sini aku cuci piringnya." ucap Aynur kemudian.Tidak biasanya Aynur mencuci piring milik Ihsan, keduanya juga jarang makan bersama di rumah, tapi kali ini Aynur rela membersihkan alat-alat makan di atas meja. Aynur lantas tersenyum senang, sepertinya usahanya meluluhkan hati Ihsan berhasil. Pria itu tak menanyakan tentang kejadian semalam.Aynur mengelap tangannya yang basah lalu berjalan santai menuju kamarnya."Ma
"Alhamdulillah... Mana istrimu?" Ihsan melihat sorot mata bahagia dan penuh harap dari mata ibunya. Sungguh tak tega Ihsan mengatakan jika Aynur menolak untuk datang. Ia tak kuasa membayangkan betapa kecewanya sang ibu jika mengetahui menantunya tak hadir malam ini."Maaf buk, Aynur tidak bisa datang..."ucap Ihsan akhirnya. Ada gurat kekecewaan terbaca dari raut muka Sarmi, wanita tua yang telah melahirkannya."Lain kali Ihsan akan mengajaknya kesini buk.." Ihsan berkata bohong, ia tak mungkin mengatakan pada ibunya bahwa setelah ini dirinya akan berpisah dengan Aynur."Kalian baik-baik saja bukan? tidak terjadi masalah?" tanya Sarmi seakan bisa membaca pikiran putranya. Ihsan menunduk mengangkat kopernya."InsyaAllah semuanya baik-baik saja buk. Ihsan capek, Ihsan izin mandi dulu." Ihsan mengangguk dan segera berlalu, ia tak ingin semakin larut berbincang dengan ibunya. Semakin ia menjawab pertanyaan tentang Aynur, maka dia harus berbohong lebih jauh lagi.Ihsan berjalan menuju kam
"Apakah mas Ihsan bahagia hidup bersamanya? jawab jujur mas?" Aisyah menatap dalam-dalam pada mata Ihsan. Ihsan terdiam untuk beberapa saat. Batinnya bergejolak, haruskah ia mengutarakan perasaannya saat ini? mungkinkah Aisyah akan menerimanya dan mau memulai semuanya dari awal lagi? Bukankah minggu depan ia akan mengakhiri kontrak pernikahannya bersama Aynur? "Aisyah, sebenarnya aku masih---""Ihsan!! istrimu datang!!" Sarmi tergopoh-gopoh menuntun seorang wanita dengan gamis dan bergo berwarna mocca. Tak ada make up tebal seperti biasanya. Aynur kali ini berbeda dari hari-hari sebelumnya.Ihsan terkesiap melihat kedatangan Aynur.Bukankah seharusnya dia bersama Bobby? bagaimana mungkin dia rela mengorbankan waktu berharganya untuk datang kesini?"Aynur, kamu datang kesini?" Ihsan bertanya lirih, seakan tak percaya dengan apa yang dia lihat."Maaf, mas. Apa Kamu tidak senang aku berada disini?" suara Aynur bergetar, sejak tadi ia sudah ragu untuk masuk ke rumah mertuanya itu.Ia ter
Ihsan menatap Aynur yang duduk beberapa meter di depannya. Wajahnya terliha menegang. Nissa yang duduk di sampingnya menggenggam tangan Aynur seolah memberi semangat.Apa yang harus aku lakukan? pak Rahmat tak mungkin melepaskan Aynur begitu saja.Ihsan bangkit mendekat pada Rahmat."Maaf pak, istri saya sedang berhalangan saat ini. Tidak mungkin dia membuka kitab," ucapnya lirih.Rahmat menyeringai."Mengapa harus membuka kitab? bukankah dia seorang qiroah? tak sulit baginya memilih salah satu surat diantara 114 surat yang ada di dalam Al-Qur'an. Lagipula tadi sudah saya sampaikan, kalau surat lain terlalu berat baginya, Al Ikhlas pun tak masalah," jelas Rahmat dengan suara lantang. Ihsan menghela nafasnya, Rahmat memang sengaja mempermalukan istrinya. Bisa bisanya ayah Aisyah menyebut Aynur seorang qariah, padahal selama ini untuk menertibkannya membaca iqra' saja sulitnya bukan main. Ihsan kembali terduduk dengan lemas, ia tak tahu harus membantu dengan cara apa.Niat Ihsan memban