Aynur berdiri bersama dengan Ihsan menyalami setiap tamu undangan yang hadir siang itu. Aynur mengedarkan pandangannya ke sekeliling ruangan, sejak tadi dia belum menemukan sosok pria yang sangat dia tunggu-tunggu. Siapa lagi kalau bukan Bobby.'Sudah kuduga Kau tak akan datang kesini Bob, Kamu memang pengecut!' geram Aynur dalam hati.Rasa kesal memenuhi hatinya. Dia sudah rela melakukan hal gila seperti ini hanya untuk membuat Bobby bersimpati padanya, namun jika hal ini tak berhasil membuat sikap Bobby berubah, maka apa yang Aynur lakukan hanyalah sia-sia."Kau kesal karena dia belum muncul, kan?!" ucap Ihsan ketika melihat muka keruh Aynur. Aynur tersenyum kecut medengar ucapan Ihsan."Kamu pasti senang!!" selorohnya. Dia bisa melihat tatapan mengejek dari mata Ihsan."Ck ck ck, suudzon!" jawab Ihsan sambil geleng-geleng kepala. Dirinya sesekali ikut mengedarkan pandangannya mencari sosok Bobby.Hubungan Aynur dan Ihsan saat ini memang seperti teman. Keduanya mulai beradaptasi seja
Aynur melepaskan tubuhnya dari pelukan Bobby, ia segera mengusap sisa air mata yang membasahi kedua pipinya. Sementara itu, kyai Mustafa berjalan mendekat ke arah keduanya. Ia menarik lengan Aynur dan membawanya mendekat kepada Ihsan yang berdiri di belakangnya."Bawa istrimu ke dalam, biar bapak yang bicara dengan pria ini!!" ucap kyai Mustafa dengan tegas ke arah Ihsan yang mengangguk dan segera membawa Aynur untuk menjauh dari tempat itu. Namun, Aynur segera menepis tangan Ihsan."Lepasin!! Pak, maafin Nur, ini ga seperti yang bapak lihat, Bobby cuman--""Ihsan!! bawa dia masuk!!" potong kyai Mustafa tajam.Ihsan menarik paksa lengan Aynur, dia tak peduli meskipun Aynur memberontak. Ihsan membawanya ke sisi lain ruang resepsi, tak mungkin membawa Aynur kembali ke ruang resepsi dengan keadaan seperti itu.Kini tersisa kyai Mustafa yang berdiri sambil menatap tajam pria yang baru saja memeluk putrinya itu."Apa maksud kamu melakukan hal itu??!! Apa Kau ingin membuktikan bahwa dirimu b
Ihsan memarkirkan mobil mereka di salah satu apartemen besar di Jakarta. Ia tak berbicara sepatah kata pun sejak Aynur meminta menceraikannya. Ihsan sengaja tak menanggapi permintaan Aynur. Saat ini pikirannya sedang kacau, apapun yang keluar dari mulutnya tentu di luar akal sehat."Mas!!! Mengapa Kamu diam saja? Bukankah Kamu tidak mencintaiku, pernikahan kita hanyalah sandiwara, akhiri SEKARANG atau kita LEBIH MENYAKITI BANYAK ORANG NANTINYA!!" Aynur terus saja berteriak bahkan ketika mereka berdua belum tiba di kamar apartemen. Beruntung mereka berdua tak berjumpa dengan penghuni lain."IHSANNN!!!" teriak Aynur ketika mereka akhirnya masuk ke apartemen. Ihsan masih tak bergeming, ia sibuk melepas jas dan membuka kancing kemejanya, ia kemudian menggulung lengan kemeja dan segera menghempas tubuh lelahnya di atas sofa. Dadanya sesak, telinganya panas mendengar setiap ucapan Aynur sejak di dalam mobil tadi. Ia terus beristighfar agar dia tak kehilangan akal seperti Aynur saat ini."IH
Aynur dan Ihsan berjalan menuju ke bangsal VVIP salah satu rumah sakit besar di kota Jakarta. Sesuai janji Ihsan, setelah subuh dia mengantar Aynur menjumpai ayahnya di rumah sakit. Aynur membuka pintu perlahan dan menemukan Rizki, Ilham, dan Laras berada di dalam kamar menunggui ayahnya. "Nur, Ihsan... Sini masuk," panggil Rizki. Mendengar ucapan salah satu menantunya, kyai Mustafa perlahan membuka kedua matanya. Ia menatap sendu dua sosok yang baru saja masuk ke kamar rawat inap itu."Bapak..." Aynur menggenggam dan menciumi kedua telapak tangan ayahnya. "Bapak baik-baik saja?" tanya Aynur parau. Ia berusaha sekuat tenaga menahan air matanya untuk tidak menetes. Saat perjalanan menuju rumah sakit tadi Ihsan sudah berpesan agar Aynur tidak membahas apapun tentang kejadian kemarin. Setelah kondisi ayahnya stabil, Ihsan berjanji akan mempertemukan ketiganya untuk mencari solusi tentang kelanjutan kontrak pernikahan mereka berdua. Untuk saat ini, Ihsan menginginkan Aynur tetap bersika
"Walaikumsalam..." jawab serempak dari seorang wanita bersama putranya. Bu Sofi duduk bersebelahan dengan Bobby di sebuah sofa panjang berbentuk L di dalam ruangan privat di bar itu.Aynur terperangah melihat wanita yang begitu membencinya itu, ia tak menyangka kembali bertemu wanita yang selama ini tak pernah puas menghina dirinya. Aynur merasa aliran darahnya memanas serasa ingin mendidih, ia sudah berbalik hendak pergi namun Ihsan menahan pergelangan tangannya, membuat Bobby menatap gusar ke arah Aynur dan Ihsan."Jangan pergi. Kita selesaikan ini baik-baik." Ihsan berkata lirih pada Aynur.Ihsan lantas membawa Aynur untuk duduk di sisi lain sofa. Ia menatap Bobby dan bu Sofi yang terdiam seakan menunggu seseorang memulai pembicaraan."Baiklah, saya tidak menyangka Anda benar-benar datang kemari bu..." ucap Ihsan."Iya ustaz. Sulit bagi saya untuk mempercayai perkataan anak sendiri, saya ingin mendengar langsung dari ustaz Ihsan." Sofi melirik Bobby dengan sinis, kemudian kembali m
Aynur terperangah mendengar ucapan Ihsan barusan. Benar sekali dia telah salah membiarkan Bobby menyentuh bahkan mencium tangannya di depan ruangan VVIP bar tadi. Aynur mundur selangkah dari tubuh Ihsan."Ehm itu.. Aku minta maaf karena belum terbiasa," jawab Aynur asal. Ihsan menyeringai."Belum terbiasa? jadi sebelumnya kalian sering melakukan hal itu? atau bahkan lebih dari sekedar pegangan dan mencium tangan?" kata-kata Ihsan lebih seperti ejekan yang membuat hati Aynur tak enak. Dia pikir aku wanita seperti apa? tega sekali mengatakan hal itu hanya karena aku membiarkan tangan Bobby dan malah menepis tangannya. Tapi tunggu dulu!! mengapa hal sepele seperti ini membuatnya bad mood? atau.... Sebuah pikiran konyol mendadak muncul di benak Aynur. Ia kembali maju mendekatkan tubuhnya ke arah Ihsan yang kini gantian yang terperangah.Aynur menempelkan jemarinya ke punggung tangan Ihsan, ia mengusap lembut tangan pria itu membuat kedua mata Ihsan membola penuh tanya mendapat perlakuan
"Oh, jadi untuk berbuat baikpun Kau hanya Bersandiwara?! Hidupmu memang luar biasa Nur!!!" kecam Ihsan.Ziva terperangah, tiba-tiba tulangnya melemah menatap pria yang tak lain adalah suami sahabatnya itu. Lutut Ziva tak mampu lagi menopang tubuhnya membuat lengan Aynur lepas dari pundaknya diikuti tubuh Ziva sendiri yang jatuh berlutut di lantai.Brukk.Tubuh Aynur tergeletak di lantai apartemen."Awww!!! Zivv--- angkat guee, Hufffhhh!! Pann---nasss!!" Aynur menarik narik kancing kemeja yang ia kenakan.Ziva membelalak melihat kelakuan Aynur."She!! Bangun!! suami lo ada disini!!" bisik Ziva lirih di depan muka Aynur yang memerah seperti kepiting rebus."Suami??" Aynur terkekeh."Si ustaz sial----hbbbbb"Ziva segera membungkam mulut Aynur sebelum dia menyelesaikan kalimatnya.Ziva mencoba mengangkat tubuh lemas Aynur yang tentu saja semakin terasa berat. Ia menatap nanar ke arah Ihsan, mengharap bantuannya meski dengan perasaan campur aduk. Ihsan benar-benar menakutkan saat ini.Ihss
Ihsan menyantap suapan terakhir dari nasi goreng buatan Aynur. Rasanya memang lezat. Tak heran Aynur sukses dalam usaha kulinernya. Seandainya perasaan Ihsan tidak sedang dongkol, ia tak akan segan memuji masakan istrinya itu."Gimana? enak?" tanya Aynur ragu. Tak pernah terpikirkan bahwa Ihsan masih mau menyantap makanan dingin itu." Lumayan. Akan lebih enak jika dimakan saat masih panas. Dan... lain kali tak perlu repot-repot menghiasinya dengan telur dan tomat berbentuk hati." canda Ihsan untuk menutupi kebohongannya. Seketika Aynur menunduk dan berpaling karena malu."Sini aku cuci piringnya." ucap Aynur kemudian.Tidak biasanya Aynur mencuci piring milik Ihsan, keduanya juga jarang makan bersama di rumah, tapi kali ini Aynur rela membersihkan alat-alat makan di atas meja. Aynur lantas tersenyum senang, sepertinya usahanya meluluhkan hati Ihsan berhasil. Pria itu tak menanyakan tentang kejadian semalam.Aynur mengelap tangannya yang basah lalu berjalan santai menuju kamarnya."Ma