Akbar tidak bisa apa-apa. Saga telah mengungkapkan semuanya tadi. Memang selama ini komunikasi di antara mereka sangat buruk. Hubungan yang terjalin hanya sekedar antara bos dan karyawan. Sungguh miris, padahal Saga lah satu-satunya saudara yang ia punya.Wajah Bu Rista menunjukkan kemarahan dan rasa tak suka melihat tindakan suaminya yang merestui Saga."Ma, saya minta restu darimu." Saga beralih pada Bu Rista dan mengulurkan tangannya.Namun sedikit pun wanita itu tidak mau memandang Saga. Dia melengos menatap ke arah luar rumah.Bu Ariana bangkit dan meraih lengan sang keponakan. "Jangan mengemis lagi, Nak. Cukup. Nggak usah kamu meminta restunya. Karena selama ini pun dia nggak pernah menganggapmu ada, apalagi menganggapmu sebagai anak. Ayo, berdiri. Sudah cukup kamu diam dengan rasa sakitmu selama ini. Kamu nggak selingkuh, kamu juga nggak merebut istri orang. Bukankah selama ini ibu tirimu juga nggak menyukai Melati. Kalau masih sibuk mengujat, berati dia punya penyakit hati."B
Waktu yang Hilang- Pernikahan Akbar termenung menatap pekat malam dari balik jendela kamarnya. Ia duduk tepat menghadap ke jendela yang terbuka. Angin malam berembus masuk, menambah dingin suasana kamar.Di antara semua luka dan rasa kecewa, inilah yang bakal menjadi lukanya sepanjang hayat. Sesalnya luas tak berbatas. Meraih kembali hati Melati adalah kemustahilan. Sekarang pemiliknya merupakan rival terberat. Saga mungkin tidak memiliki harta, tapi Saga mempunyai kekayaan jiwa. Nasi sudah menjadi bubur. Segalanya hancur lebur karena pengkhianatannya. Miris, apa yang ia dapatkan dari pengkhianat itu hanya perempuan ja*ang tak mempunyai kehormatan. Mengingat siapa Nara, membuat Akbar merinding. Nara tak sebanding dengan Melati yang suci.Akbar menarik napas dalam-dalam sambil memejam. Entah mau dibawa ke mana pernikahannya dengan perempuan itu. Sejak kejadian sore tadi, Nara tidak keluar kamar sama sekali. Tak lama kemudian terdengar ketukan di pintu kamarnya. Ketika ia membuka p
"Saya tadi menyarankan supaya Saga dan Melati mempercepat pernikahannya, Mas. Lebih cepat lebih baik. Jujur aku khawatir kalau putramu atau istrimu akan mengacaukan rencana mereka. Saya saranin agar menikah di sini saja. Daripada di Jogja juga ribet ngurus surat." Bu Ariana mulai membahas mengenai pernikahan Saga."Saya setuju." Pak Norman bisa santai saat berbincang. Tidak setegang seperti di rumahnya sendiri tadi."Mas, kan yang kenal sama pihak-pihak pamong di wilayah sini. Saya harap, Mas Norman yang membantu Saga mengurus surat-surat biar cepat."Pak Norman mengangguk-angguk. Tentu saja dia tidak akan keberatan mengurus pernikahan putranya. Hal yang semestinya dibicarakan dengan sang istri, seperti pernikahan Akbar waktu itu. Tapi untuk pernikahan Saga, ia membahasnya dengan adik ipar sebagai ganti ibunya Saga. Benar saja, rasanya ia seperti duduk dengan Bu Ariani untuk membicarakan pernikahan putra mereka."Pernikahan mau di adakan di mana? Di rumah ini atau papa sewakan gedung
Waktu yang Hilang- Panggilan Untukmu"Nanti kalau kita sampai di rumah harus ingat, jangan pulang ke rumah masing-masing. Kita ini manten betulan, bukan main manten-mantenan seperti di bawah pohon mangga dulu," kata Saga lirih setelah duduk di mobil. Sengaja menggoda istrinya.Melati yang duduk disebelahnya tersenyum lebar."Dulu tak ada malam pertama, tapi kali ini ada."Mendengar ucapan jahil sang suami, wajah Melati merona. Antara malu dan gemas. Dia tersipu sambil menatap suami yang masih menggenggam tangan kanannya. Sedangkan tangan kiri mencubit pinggang suaminya.Saga bergeming. Meringgis sakit pun tidak."Memangnya nggak sakit aku cubit?""Aku sudah pernah merasakan yang lebih dari ini. Dibabat pisau karena kebencian, dipukul dan dihajar berkali-kali karena dendam, itu sudah biasa. Kalau cubitan cintamu ini, justru membuatku bahagia."Meski mendelik, wajah Melati tetap merona merah. Saga tersenyum menatap wajah ayu yang kini jadi miliknya.Saga berhenti menggoda, saat Bu Aria
Pak Norman tersenyum getir dengan ucapan panjang lebar adik iparnya. Namun ia serasa mendapatkan siraman rohani yang menyejukkan kalbunya. Bu Ariana benar, kenapa membebani diri dengan permasalahan yang tidak pernah selesai. Padahal permasalahan itu bisa saja selesai bertahun-tahun yang lalu."Maaf, Mas Norman. Kok saya jadi nasehatin Mas, sih. Harusnya saya nggak ikut campur.""Nggak, Jeng. Saya malah berterima kasih," jawab laki-laki itu sambil tersenyum lantas segera pamitan.Rumah Budhe Tami kembali sepi tengah hari itu. Saga mengajak Melati ke belakang. Melewati kebun sang budhe kemudian tembus ke belakang rumah milik Melati. Kebun itu tidak seluas lahan di belakang rumah Saga yang langsung berbatasan dengan persawahan penduduk desa."Di sini kita pernah menikah." Saga berhenti dibawah pohon Mangga Arummanis yang masih rindang. Sayangnya tidak ada buah karena baru mulai berbunga.Melati menggelar tikar kecil dan mereka berdua duduk di sana. Menikmati semilir angin menjelang sore.
Waktu yang Hilang- Malam yang IndahMelati terkesiap dan sempat merinding sesaat. Namun berusaha kembali tenang dan membalas kecupan Saga. Menghalau jauh perasaan asing yang menelusup dalam dada. Sudah terbiasa dengan Saga hanya teman biasa, kini laki-laki itu telah menjadi suaminya.Malam pertama di kamar yang dulu ditempati Bu Ariani dan Pak Norman. Ranjang kayu jati dengan ukiran indah itu menjadi saksi menyatunya jiwa raga sepasang kekasih yang telah halal di hadapan Rabb-nya.Desir angin malam menjadi simfoni indah yang mengiringi percintaan teman masa kecil itu. Saling memberi, saling menerima. Berjuang bersama dan lelah bersama juga. Saga tidak pernah memandang Melati itu bekas siapa. Baginya Melati tetap putih, sebersih bunga-bunga melati yang bermekaran di halaman depan sana. Melati tetap seindah gadis kecil yang dulu sering diboncengnya ketika bermain bersama. Dan sekarang teman masa kecil itu menjalani ritual sakral di malam pernikahannya.Seandainya saja dulu Saga mau ber
Dipandang dari samping, Pak Norman melihat sosok Bu Ariani yang anggun. Dadanya berdesir. Buru-buru dialihkan perhatiannya pada sang putra dan mengajak Saga menyisih sejenak untuk bicara. Moana sedang bercanda dengan mamanya dan Mbah Putri Ariana. "Hari ini kalian balik ke Jogja?" "Ya, Pa. Rencananya sore nanti. Malam sampai Jogja. Besok pagi saya harus masuk kerja. Tak enak sudah beberapa hari ngambil cuti. Kuliah juga bolos beberapa kali.""Papa akan ngurusi semua biaya kuliahmu.""Tak perlu, saya juga punya gaji, Pa.""Pendidikanmu tanggungjawab papa. Gajimu untuk istrimu. Setelah ini kalian butuh tempat tinggal juga, kan?""Ya. Sebelum dapat kontrakan, sementara saya akan tinggal di kafe. Setelah ujian semester nanti, baru fokus nyari rumah kontrakan. Sebenarnya Bulek Ariana meminta saya tinggal bersamanya, tapi saya yang tidak enak. Sungkan."Saga diam sejenak."Bertemu beliau serasa saya bertemu dengan ibu lagi." Saga memandang halaman rumah peninggalan ibunya. Pak Norman ter
Waktu yang Hilang- Hidup Baru Kelopak mawar dan melati menguarkan aroma wangi saat terlumat oleh aktivitas malam mereka. Bunga berjatuhan di atas karpet yang berada di bawah tempat tidur. Perjalanan berjam-jam tadi tidak membuat mereka lelah untuk mendaki bersama yang berakhir dengan senyum bahagia.Saga mendekap erat tubuh ramping sang istri. Ranjang sempit itu membuat mereka tidak leluasa untuk mengambil jarak dan bergerak. "Bang, kenapa janggal banget aku manggil dengan sebutan Abang. Panggilan Mas lebih terdengar manis dan menyenangkan. Ingat, nggak? Waktu aku kecil dulu juga memanggilmu Mas Saga. Setelah menikah dengan Mas Akbar saja, aku memanggilmu tanpa embel-embel Mas.""Oke, kamu manggil Mas juga tidak apa-apa," jawab Saga mengalah."Bener, Mas ikhlas?" Melati bertanya untuk meyakinkan diri."Tentu saja, Sayang. Senyamannya kamu saja."Melati tersenyum. Jemarinya meraba punggung Saga. Parut dari bekas luka-luka itu masih ada di tubuh tegap suaminya. Dibalik badannya yang
Saga meletakkan ponsel di jok samping. Beberapa kali membunyikan klakson tapi juga percuma. Kemacetan sudah memanjang mulai dari depan. Macet total karena ada perbaikan jalan. Bisa jalan hanya bergerak maju sendikit, lantas berhenti lagi.Sabar sabar. Ini bukan di film India yang dia bisa meninggalkan mobilnya di sana dan lari secepat Cetah yang melompat dari mobil ke mobil lainnya, bahkan melangkahi bangunan tinggi. Adegan film yang rasanya sangat mustahil dan tidak masuk akal itu, ingin rasanya di tiru saat ini.Melihat ponselnya kembali berpendar, membuat Saga menyambar benda itu. "Halo, Sayang. Bagaimana?""Aku sudah sampai rumah sakit, Mas. Barusan di periksa dokter.""Lalu ....""Ternyata ini sudah bukaan lima. Dan aku bisa lahiran normal.""Loh, katanya beresiko kalau lahiran normal? Mana dokternya biar mas ngomong sama dia.""Dokternya sudah kembali ke kantor. Katanya nggak apa-apa aku lahiran normal. Barusan di cek semua baik-baik saja. Tensiku juga normal. Mas, jangan khawati
Waktu yang Hilang- Best MomentSaga membantu Melati menyiapkan segala perlengkapan untuk persalinan Minggu depan. Dokter kandungan sudah menyarankan supaya Melati melahirkan secara cesar saja untuk persalinan bayi kembarnya. Melati menolak, tapi Saga memintanya untuk menyetujui. Mengingat dua bulan terakhir ini Melati dua kali opname karena demam tinggi. Minggu depan genap 38 minggu usia kehamilannya. Dokter kandungan sudah menetapkan jadwal operasi untuknya.Kedua janinnya sehat. Masing-masing memiliki plasenta dan air ketuban. Jadi sudah siap dilahirkan di Minggu ke 38."Budhe Tami sampai sini sekitar jam setengah tiga sore, Mas. Tadi siang beliau ngabari," kata Melati sambil melipat baju yang hendak di masukkan ke dalam travel bag."Oke, besok mas akan pulang lebih awal dan langsung jemput budhe ke stasiun."Budhe Tami memang akan menemani Melati pada persalinan nanti. Rencananya wanita itu akan tinggal di Jogja sampai si kembar umur selapan."Mulai besok nggak usah lama-lama di
Melati tersenyum. Jagoan kecilnya sudah tebar pesona. Melihat Shaka, ia jadi teringat masa kecil suaminya. Begitulah Saga waktu kecil. Tapi Shaka memang lebih bersih dan terawat, karena jarang bermain di kebun. Kalau Saga dulu, keluyuran di kebun sampai kulitnya lecet-lecet. Berenang di kali bersama teman-teman, termasuk dirinya juga. Melati paling kecil di antara mereka."Kenapa senyum-senyum?" senggol Saga."Aku ingat masa kecilmu, Mas."Saga hendak menggoda sang istri, tapi mereka dikejutkan oleh suara salam dari pintu depan."Itu Gama datang!" Bu Ariana bangkit dari duduknya dan melangkah ke ruang tamu. Wanita itu tercekat sejenak saat melihat Gama datang bersama seorang wanita tinggi semampai. Memakai celana bahan warna krem dan blouse warna putih. Diakah pacar Saga? Gadis itu tersenyum ramah dan mencium tangan Bu Ariana. "Selamat malam, Tante.""Selamat malam.""Namanya Alita, Bulek." Gama memperkenalkan gadis itu pada sang bulek. Membuat Bu Ariana kaget, tapi tidak menunjukkan
Waktu yang Hilang- Gama dan Perempuan ItuAkbar melongok ke luar jendela. Meninggalkan sejenak laptopnya untuk melihat apa yang tengah dilakukan oleh Moana dan Shaka di luar sana.Tampak dua bocah itu sedang duduk di bawah pohon mangga. Bermain masak-masakan. Moana menuangkan sesuatu dari teko kecil ke dalam cangkir mainan. Shaka lantas pura-pura meminumnya. "Manis?"Shaka mengangguk-angguk. Moana kemudian memberikan piring kecil berisi biji-bijian. "Di makan, ya!"Bocah laki-laki itu mengikuti perintah sang kakak. Pura-pura memakan benda di piring kecil yang sama sekali memang tidak boleh di konsumsi.Pertama kali diajak bermain masak-masakan oleh Moana, Shaka sempat bingung. Dia tidak pernah bermain seperti itu, bahkan melihatnya pun belum pernah, karena mainannya di rumah hanya mobil-mobilan, robot, puzzle, dan buku mewarnai.Akbar tersenyum melihat tingkah mereka. Bahagia karena mereka sangat rukun. Shaka juga penurut. Dia juga kerasan tinggal di Malang. Tapi di Jogja sana, Saga
Sebenarnya Melati berharap kalau Moana yang akan tinggal di Jogja selama liburan. Ternyata Shaka yang justru ingin ikut ke Malang. Baik Saga maupun Melati hanya khawatir kalau anak itu tiba-tiba rewel dan minta pulang. Sebab selama ini jarang sekali berjauhan dari kedua orang tuanya. Paling seharian main ke rumah Bu Ariana dan sorenya sudah di antar pulang."Lasmi kamu suruh ikut?""Ya, Bulek. Mak Lasmi sendiri juga pengen ke Malang.""Uti bakalan kangen sama kamu." Bu Ariana mengusap kepala Shaka."Uti, mau ikut?" Ah, malah ditawari pula."Enggak. Uti nunggu Shaka di sini saja."Bu Ariana mengusap permukaan perut Melati. "Kemarin jadi pergi ke dokter?""Ya.""Cowok apa cewek?""Cowok lagi dua-duanya," jawab Melati sambil tersenyum."MasyaAllah. Moana bakalan cantik sendiri."Melati tersenyum. Akbar yang duduk tidak jauh dari mereka mendengar jelas percakapan itu. Dia juga tidak sabar ingin segera melihat bayi kembar Melati lahir ke dunia. Dalam hati turut juga merasakan kebahagiaan i
Waktu yang Hilang- Terbongkarnya Rahasia "Aku paham bagaimana perasaan Mbak Melati, Mas. Dulu saja dia sempat stres saat berpisah dengan Moana, setelah kalian resmi bercerai." Tini berusaha memberikan pengertian pada Akbar. Sebab dia tahu betul bagaimana sedihnya Melati kala itu."Kamu tahu?""Ya, aku tahu." Tini menarik diri dan duduk tegak menghadap sang suami. "Maafkan aku. Dulu aku diam-diam membalas pesan yang dikirimkan Mbak Melati. Hampir tiap saat aku mengirimkan foto kegiatan Moana."Akbar juga menegakkan duduknya. Serius mendengarkan istrinya bicara. Baru kali ini ia tahu kenyataan yang sudah lewat kurang lebih empat tahun yang lalu."Aku nggak sampe hati melihat Mbak Melati menangis setiap hari dan menderita, Mas. Tiap malam telepon aku dengan suaranya yang serak. Aku bisa merasakan bagaimana sakitnya berpisah dari anak. Aku saja yang hanya pengasuh Moana, selalu terbayang-bayang jika aku izin pulang. "Dia cerita mengalami hal tersulit setelah meninggalkan Wonosari. Data
"Mas, cepetnya dapat buah ini!" Melati berbinar-binar melihat dua pack nectarin di atas meja makan setelah ia turun dari lantai dua.Saga tersenyum menghampiri. Tubuh laki-laki itu basah berkeringat setelah joging dan push up di teras samping.Melati membuka bungkusnya dan langsung meletakkan di wadah untuk dicuci. Kembali duduk dan menikmati buah yang semalam membuatnya ngiler saat melihat review seorang food vlogger."Sayang, kamu nggak sarapan dulu. Kamu bisa mules nanti.""Habis ini aku langsung sarapan.""Gimana, manis?" tanya Saga yang duduk di depan sang istri dan memerhatikan Melati yang tengah menikmati buah yang diidamkan."Manis, juicy, padet, tapi masih ada sedikit asemnya. Mas, coba saja!" Melati menyodorkan wadah buah ke hadapan sang suami.Saga tersenyum. Lagak istrinya sudah meniru seperti seorang food vlogger yang tengah bikin konten. Diambilnya sebiji dan memperhatikannya sebelum digigit. Donut Nectarine. Memang bentuknya seperti donat, tapi tidak berlubang tengahnya
Waktu yang Hilang- Keputusan SagaSaga meletakkan ponselnya setelah mengetik balasan untuk pesan dari sang kakak. Laki-laki itu menatakan bantal agar sang istri lekas berbaring.Dibantunya Melati merebahkan diri. Begitu payahnya kehamilan kali ini. Untuk berbaring saja kesulitan. Tiap tidur berulang kali merubah posisi karena terasa engap."Gimana, nyaman begini?" tanya Saga setelah meletakkan satu bantal di belakang punggung Melati dan meletakkan bantal tipis sebagai penyangga perut, karena Melati tidur agak miring."Ya."Saga juga berbaring setelah menarik selimut hingga sebatas perut Melati. Mereka saling berhadapan."Tadi yang ngirim pesan Mas Akbar. Besok keluarga Malang datang ke sini karena Moana sudah mulai libur sekolah." Saga bicara dengan nada lembut, khawatir Melati kaget.Kalau dulu mereka pasti bahagia jika keluarga dari Malang datang berkunjung. Mungkin kali ini berbeda setelah Melati mengetahui keinginan kakak ipar sekaligus mantan suaminya.Tampak ada binar bahagia s
Tiga tahun kemudian ....Seorang bocah laki-laki umur tiga tahun setengah tengah asyik bermain mobil balap. Duduk anteng di bangku besi sebelah kanan sang papa. Seorang wanita yang tengah hamil duduk di sebelah kiri dari pria tampan itu.Saga dan Melati memang tengah antri di dokter kandungan. Malam ini jadwal pemeriksaan kehamilannya yang ketiga. Makanya Saga mengusahakan pulang lebih awal, supaya bisa menemani sang istri ke dokter.Kehamilan Melati sudah memasuki usia lima bulan. Namun besar perutnya seperti tengah mengandung usia tujuh bulan. Sejak awal pemeriksaan, dokter sudah memberitahu kalau mereka akan memiliki bayi kembar. Dan pemeriksaan kali ini, mereka sepakat ingin mengetahui jenis kelamin kedua calon anak kembarnya.Bapaknya Melati juga terlahir kembar. Tapi kembarannya meninggal sehari setelah dilahirkan.Ketika diberitahu tengah mengandung janin kembar. Kebahagiaan Saga dan Melati tiada terlukiskan. Rasa syukur tiada tara di ucapkan nyaris setiap waktu. Janin kembar y