"Ayo, masuk!" Gadis itu membuka pintu pagar lebar-lebar. Saga langsung membawa motornya masuk garasi terbuka di samping rumah. Melepaskan helm dan sarung tangan, baru turun dari motornya."Nggak ada orang di rumah, hanya aku sama si Mbak saja," kata Alita setelah mengajak Saga duduk di ruang tamu."Ke mana Om dan Tante?""Ke Tuban. Entar malam baru pulang.""Padahal aku pengen juga bertemu dengan mereka.""Papa mamaku dah tahu kamu ke mari hari ini. Cuman kebetulan mereka juga harus menghadiri nikahan anak dari teman kantornya Papa."Dari dalam muncul wanita umur empat puluhan membawa nampan berisi secangkir kopi, teh, dan sepiring Lapis Surabaya. Menaruhnya di atas meja, kemudian permisi dan kembali ke belakang."Dari kemarin aku penasaran sih, apa yang mau kamu omongin."Saga meraih cangkir dan menyesap sedikit tehnya. "Kamu sebenarnya nggak tahu banyak tentang aku, Ta. Yang kamu tahu selama ini, aku anak pemilik perkebunan, anak dari istri nomer dua." Saga memulai bercerita. Apa y
"Kamu kenapa, Mel?" tanya Saga ketika melihat Melati tampak hanya melamun sejak pagi tadi. Bahkan matanya memerah saat melihat melihat ponselnya."Hei, kamu kenapa?" ulang Saga seraya duduk di kursi depan Melati."Aku nggak apa-apa.""Enggaklah, pasti ada sesuatu." Saga tidak percaya. Apalagi ia sempat curiga dengan kepergian kakak dan mama tirinya tadi pagi. Saat ia bertanya pada sang papa, lelaki itu hanya bilang ada urusan di luar."Mel, kamu nggak percaya padaku lagi?""Bukan masalah percaya atau nggak, Ga. Tapi memang aku baik-baik saja," jawab Melati yang membuat Ana pun heran.Saga hendak mendesak Melati untuk cerita, tapi sayangnya ada mobil papanya datang. Seminggu sekali Pak Norman selalu menyambangi kebun di antar oleh sopirnya. "Aku temui papa dulu," pamit Saga pada Melati, kemudian bangkit dan pergi."Ada apa sih, Mbak?" ganti tanya Ana.Melati menarik napas dalam-dalam, untuk menghalau sesak dalam dadanya. Ia menunjukkan foto pernikahan Akbar dengan Nara, foto yang dikir
Mbok Sarwi masuk ke dalam. Dengan cekatan membuatkan teh panas untuknya. Menaruh segelas teh di meja sebelah Saga."Mbok, bisakah duduk sebentar. Ada yang ingin saya tanyakan.""Tanya apa, Mas." Mbok Sarwi duduk di kursi Pak Norman tadi."Apa Mbok Sarwi tahu cerita tentang Papa dan Ibu saya? Papa selalu cerita tidak tuntas pada saya. Padahal saya ingin tahu, saat papa mangajak ibu tinggal di Malang dan putus hubungan dengan kerabat kami di Jogja.""Saya takut untuk cerita, Mas.""Saya akan menjaga cerita ini. Saya tidak akan membuat si Mbok dimusuhi karena jujur pada saya. Pegang janji saya, Mbok." Saga meyakinkan. "Saya percaya Mas Saga orang yang baik. Sebaik Mbak Ariani."Wanita umur lima puluh lima tahun itu tampak ragu. Dia memperhatikan sekeliling. Menatap dalam rumah lewat jendela kaca yang belum ditutup gordennya. Setelah merasa yakin tak ada orang, karena Bu Rista pasti sudah tidur karena kelelahan setelah kembali dari bepergian. Mbok Sarwi memandang Saga yang menunggunya bic
Dua hari yang terasa panas dan penuh siksaan bagi Melati. Setelah pernikahan suaminya dengan perempuan itu dua hari yang lalu, rasanya malas melihat apalagi meladeni suaminya. Namun ia ingat kalau mereka masih sebagai suami istri. Harus bersabar karena tinggal menghitung hari saja dan bom akan meledak. Melati menunjukkan sikap ceria untuk terakhir kalinya.Akbar sudah terasa asing baginya. Meski laki-laki itu bersikap lebih manis dari sebelumnya. Ada rasa bersalah yang berusah ditebusnya dengan memanjakan istri dan anaknya. Mengajak mereka jalan-jalan keliling kota. Membelikan banyak mainan untuk Moana, menawari Melati mulai dari pakaian, tas, sepatu, bahkan perhiasan. Hati Melati serasa sudah mati rasa, semua itu tak lagi berarti baginya."Tas itu tadi bagus, kenapa kamu nggak mau ngambil?" tanya Akbar saat mereka makan malam di sebuah restoran."Enggak, Mas. Untuk apa menumpuk tas banyak-banyak. Fungsinya nggak ada. Aku sudah cukup dengan apa yang aku punya sekarang," jawab Melati s
Sore itu Melati pulang lebih awal. Karena tahu kalau mama mertuanya pergi arisan dengan teman-temannya di kota. Tadi pagi ia mendengar Bu Rista memberitahu papa mertuanya saat mereka sarapan. Tiap hari Sabtu sore, geng sang mama memang berkumpul bersama.Melati ingin menemui dan berbincang berdua dengan Pak Norman. Dia akan memberitahu agar lelaki itu tidak terkejut nantinya. Melati kasihan, Pak Norman adalah bapak mertua yang baik. Ia yakin papa mertuanya, orang yang bisa dipercaya menyimpan rahasia."Pa, maaf mengganggu. Ada yang ingin saya bicarakan dengan papa." Melati berkata sopan pada laki-laki yang tengah membaca surat kabar di ruang perpustakaan rumah besar mereka.Pak Norman meletakkan koran dan melepaskan kacamatanya. "Duduklah, Melati." Laki-laki itu menunjuk kursi di depannya."Makasih, Pa.""Ada apa?" tanya Pak Norman setelah Melati duduk.Melati menarik napas dan menata hatinya. Tangan yang ada di pangkuannya gemetar."Pa, sebelumnya saya minta maaf. Saya sudah mengajuk
Akbar sampai rumah jam sebelas malam. Tadi ada kecelakaan di jalan tol yang menghambat perjalanannya. Suasana rumah sudah sepi. Hanya suara jangkrik dari pekarangan yang terdengar bersahutan. Pria itu berdiri di teras samping, mengeluarkan ponsel dan menelepon Tini supaya membukakan pintu untuknya.Gadis pengasuh Moana menunduk dan terlihat sedih ketika pintu sudah dibuka. Akbar tampak heran. Biasanya Tini akan tersenyum ramah dan mengucapkan selamat malam untuknya.Akbar langsung melangkah menaiki tangga, tak sabar untuk segera bertemu Melati. Rasa bersalahnya memenuhi dada dan tidak bisa di tahannya lagi. Mungkin dia belum berani jujur, tapi ingin sekali memeluk istri yang telah di khianatinya.Sementara Tini tergesa kembali masuk ke kamar majikan kecilnya. Tak bisa membayangkan apa yang bakalan terjadi malam itu.Kamar dengan lampu temaram itu kosong. Akbar bingung. Dia menyingkap gorden balkon, tapi masih terkunci rapat. Kamar mandi kosong dan ranjang king size itu seprainya masi
Jam setengah enam pagi Akbar telah sampai di depan rumah Budhe Tami dengan mengendarai motor matic. Belum juga mengetuk pintu, pemilik rumah sudah membukanya."Nak Akbar," sapa wanita itu. Akbar langsung menyalami dan mencium tangan Budhe Tami dengan takzim."Mari masuk!" ajak wanita itu dengan sikapnya yang tak berubah. Seolah tak terjadi apa-apa. Padahal Budhe Tami bisa saja marah dan langsung mengusirnya. Yang dilakukan Akbar sangat fatal menyakiti keponakan wanita itu.Akbar mengikuti langkah Budhe Tami dan duduk di ruang tamu. Pandangannya tertuju ke arah dalam. Sepi. Kelebat Melati tidak tampak di sana. Biasanya kalau pagi begini, istrinya sudah sibuk beraktivitas."Budhe, saya minta maaf. Saya yang salah." Akbar kembali menciumi tangan wanita itu."Budhe sudah tahu semuanya, Nak Akbar," jawab Budhe Tami masih dengan suara sabar. Meski dalam hati sangat kecewa dengan Akbar, dengan mamanya Akbar yang tidak bisa bersikap bijaksana menghadapi kemelut rumah tangga putranya. Justru
Saga memperhatikan sang kakak yang duduk termenung di meja kerjanya. Akbar tengah memandangi meja kerja istrinya yang kosong. Namun Saga tidak ada niatan hendak menegur. Tampaknya dia tadi baru saja menghubungi seorang pengacara. Ini yang membuatnya gelisah, pengacara yang dihubungi Akbar adalah seorang advokat yang cukup ternama di kota mereka. Sangat terkenal bisa menyelesaikan kasus-kasus besar. Lalu bagaimana dengan Melati?Yuli Astuti, S.H. Bukan Saga meragukan kiprah wanita itu. Namun yang dihubungi Akbar jauh lebih senior dan berpengalaman. "Ga, aku pulang dulu," pamit Akbar. Tanpa menunggu jawaban sang adik, laki-laki itu langsung melangkah pergi.Tinggallah Saga sendirian. Ana juga langsung resign di hari Melati tidak masuk kerja, karena telah diusir oleh mertuanya. Semua harus dia handle sendiri sebelum mendapatkan pengganti.Ana tadi sempat datang sebentar untuk mengantarkan kue dari Melati. Gadis itu pun tidak mau cerita banyak mengenai kondisi saudaranya. Dia malah cepa
Saga meletakkan ponsel di jok samping. Beberapa kali membunyikan klakson tapi juga percuma. Kemacetan sudah memanjang mulai dari depan. Macet total karena ada perbaikan jalan. Bisa jalan hanya bergerak maju sendikit, lantas berhenti lagi.Sabar sabar. Ini bukan di film India yang dia bisa meninggalkan mobilnya di sana dan lari secepat Cetah yang melompat dari mobil ke mobil lainnya, bahkan melangkahi bangunan tinggi. Adegan film yang rasanya sangat mustahil dan tidak masuk akal itu, ingin rasanya di tiru saat ini.Melihat ponselnya kembali berpendar, membuat Saga menyambar benda itu. "Halo, Sayang. Bagaimana?""Aku sudah sampai rumah sakit, Mas. Barusan di periksa dokter.""Lalu ....""Ternyata ini sudah bukaan lima. Dan aku bisa lahiran normal.""Loh, katanya beresiko kalau lahiran normal? Mana dokternya biar mas ngomong sama dia.""Dokternya sudah kembali ke kantor. Katanya nggak apa-apa aku lahiran normal. Barusan di cek semua baik-baik saja. Tensiku juga normal. Mas, jangan khawati
Waktu yang Hilang- Best MomentSaga membantu Melati menyiapkan segala perlengkapan untuk persalinan Minggu depan. Dokter kandungan sudah menyarankan supaya Melati melahirkan secara cesar saja untuk persalinan bayi kembarnya. Melati menolak, tapi Saga memintanya untuk menyetujui. Mengingat dua bulan terakhir ini Melati dua kali opname karena demam tinggi. Minggu depan genap 38 minggu usia kehamilannya. Dokter kandungan sudah menetapkan jadwal operasi untuknya.Kedua janinnya sehat. Masing-masing memiliki plasenta dan air ketuban. Jadi sudah siap dilahirkan di Minggu ke 38."Budhe Tami sampai sini sekitar jam setengah tiga sore, Mas. Tadi siang beliau ngabari," kata Melati sambil melipat baju yang hendak di masukkan ke dalam travel bag."Oke, besok mas akan pulang lebih awal dan langsung jemput budhe ke stasiun."Budhe Tami memang akan menemani Melati pada persalinan nanti. Rencananya wanita itu akan tinggal di Jogja sampai si kembar umur selapan."Mulai besok nggak usah lama-lama di
Melati tersenyum. Jagoan kecilnya sudah tebar pesona. Melihat Shaka, ia jadi teringat masa kecil suaminya. Begitulah Saga waktu kecil. Tapi Shaka memang lebih bersih dan terawat, karena jarang bermain di kebun. Kalau Saga dulu, keluyuran di kebun sampai kulitnya lecet-lecet. Berenang di kali bersama teman-teman, termasuk dirinya juga. Melati paling kecil di antara mereka."Kenapa senyum-senyum?" senggol Saga."Aku ingat masa kecilmu, Mas."Saga hendak menggoda sang istri, tapi mereka dikejutkan oleh suara salam dari pintu depan."Itu Gama datang!" Bu Ariana bangkit dari duduknya dan melangkah ke ruang tamu. Wanita itu tercekat sejenak saat melihat Gama datang bersama seorang wanita tinggi semampai. Memakai celana bahan warna krem dan blouse warna putih. Diakah pacar Saga? Gadis itu tersenyum ramah dan mencium tangan Bu Ariana. "Selamat malam, Tante.""Selamat malam.""Namanya Alita, Bulek." Gama memperkenalkan gadis itu pada sang bulek. Membuat Bu Ariana kaget, tapi tidak menunjukkan
Waktu yang Hilang- Gama dan Perempuan ItuAkbar melongok ke luar jendela. Meninggalkan sejenak laptopnya untuk melihat apa yang tengah dilakukan oleh Moana dan Shaka di luar sana.Tampak dua bocah itu sedang duduk di bawah pohon mangga. Bermain masak-masakan. Moana menuangkan sesuatu dari teko kecil ke dalam cangkir mainan. Shaka lantas pura-pura meminumnya. "Manis?"Shaka mengangguk-angguk. Moana kemudian memberikan piring kecil berisi biji-bijian. "Di makan, ya!"Bocah laki-laki itu mengikuti perintah sang kakak. Pura-pura memakan benda di piring kecil yang sama sekali memang tidak boleh di konsumsi.Pertama kali diajak bermain masak-masakan oleh Moana, Shaka sempat bingung. Dia tidak pernah bermain seperti itu, bahkan melihatnya pun belum pernah, karena mainannya di rumah hanya mobil-mobilan, robot, puzzle, dan buku mewarnai.Akbar tersenyum melihat tingkah mereka. Bahagia karena mereka sangat rukun. Shaka juga penurut. Dia juga kerasan tinggal di Malang. Tapi di Jogja sana, Saga
Sebenarnya Melati berharap kalau Moana yang akan tinggal di Jogja selama liburan. Ternyata Shaka yang justru ingin ikut ke Malang. Baik Saga maupun Melati hanya khawatir kalau anak itu tiba-tiba rewel dan minta pulang. Sebab selama ini jarang sekali berjauhan dari kedua orang tuanya. Paling seharian main ke rumah Bu Ariana dan sorenya sudah di antar pulang."Lasmi kamu suruh ikut?""Ya, Bulek. Mak Lasmi sendiri juga pengen ke Malang.""Uti bakalan kangen sama kamu." Bu Ariana mengusap kepala Shaka."Uti, mau ikut?" Ah, malah ditawari pula."Enggak. Uti nunggu Shaka di sini saja."Bu Ariana mengusap permukaan perut Melati. "Kemarin jadi pergi ke dokter?""Ya.""Cowok apa cewek?""Cowok lagi dua-duanya," jawab Melati sambil tersenyum."MasyaAllah. Moana bakalan cantik sendiri."Melati tersenyum. Akbar yang duduk tidak jauh dari mereka mendengar jelas percakapan itu. Dia juga tidak sabar ingin segera melihat bayi kembar Melati lahir ke dunia. Dalam hati turut juga merasakan kebahagiaan i
Waktu yang Hilang- Terbongkarnya Rahasia "Aku paham bagaimana perasaan Mbak Melati, Mas. Dulu saja dia sempat stres saat berpisah dengan Moana, setelah kalian resmi bercerai." Tini berusaha memberikan pengertian pada Akbar. Sebab dia tahu betul bagaimana sedihnya Melati kala itu."Kamu tahu?""Ya, aku tahu." Tini menarik diri dan duduk tegak menghadap sang suami. "Maafkan aku. Dulu aku diam-diam membalas pesan yang dikirimkan Mbak Melati. Hampir tiap saat aku mengirimkan foto kegiatan Moana."Akbar juga menegakkan duduknya. Serius mendengarkan istrinya bicara. Baru kali ini ia tahu kenyataan yang sudah lewat kurang lebih empat tahun yang lalu."Aku nggak sampe hati melihat Mbak Melati menangis setiap hari dan menderita, Mas. Tiap malam telepon aku dengan suaranya yang serak. Aku bisa merasakan bagaimana sakitnya berpisah dari anak. Aku saja yang hanya pengasuh Moana, selalu terbayang-bayang jika aku izin pulang. "Dia cerita mengalami hal tersulit setelah meninggalkan Wonosari. Data
"Mas, cepetnya dapat buah ini!" Melati berbinar-binar melihat dua pack nectarin di atas meja makan setelah ia turun dari lantai dua.Saga tersenyum menghampiri. Tubuh laki-laki itu basah berkeringat setelah joging dan push up di teras samping.Melati membuka bungkusnya dan langsung meletakkan di wadah untuk dicuci. Kembali duduk dan menikmati buah yang semalam membuatnya ngiler saat melihat review seorang food vlogger."Sayang, kamu nggak sarapan dulu. Kamu bisa mules nanti.""Habis ini aku langsung sarapan.""Gimana, manis?" tanya Saga yang duduk di depan sang istri dan memerhatikan Melati yang tengah menikmati buah yang diidamkan."Manis, juicy, padet, tapi masih ada sedikit asemnya. Mas, coba saja!" Melati menyodorkan wadah buah ke hadapan sang suami.Saga tersenyum. Lagak istrinya sudah meniru seperti seorang food vlogger yang tengah bikin konten. Diambilnya sebiji dan memperhatikannya sebelum digigit. Donut Nectarine. Memang bentuknya seperti donat, tapi tidak berlubang tengahnya
Waktu yang Hilang- Keputusan SagaSaga meletakkan ponselnya setelah mengetik balasan untuk pesan dari sang kakak. Laki-laki itu menatakan bantal agar sang istri lekas berbaring.Dibantunya Melati merebahkan diri. Begitu payahnya kehamilan kali ini. Untuk berbaring saja kesulitan. Tiap tidur berulang kali merubah posisi karena terasa engap."Gimana, nyaman begini?" tanya Saga setelah meletakkan satu bantal di belakang punggung Melati dan meletakkan bantal tipis sebagai penyangga perut, karena Melati tidur agak miring."Ya."Saga juga berbaring setelah menarik selimut hingga sebatas perut Melati. Mereka saling berhadapan."Tadi yang ngirim pesan Mas Akbar. Besok keluarga Malang datang ke sini karena Moana sudah mulai libur sekolah." Saga bicara dengan nada lembut, khawatir Melati kaget.Kalau dulu mereka pasti bahagia jika keluarga dari Malang datang berkunjung. Mungkin kali ini berbeda setelah Melati mengetahui keinginan kakak ipar sekaligus mantan suaminya.Tampak ada binar bahagia s
Tiga tahun kemudian ....Seorang bocah laki-laki umur tiga tahun setengah tengah asyik bermain mobil balap. Duduk anteng di bangku besi sebelah kanan sang papa. Seorang wanita yang tengah hamil duduk di sebelah kiri dari pria tampan itu.Saga dan Melati memang tengah antri di dokter kandungan. Malam ini jadwal pemeriksaan kehamilannya yang ketiga. Makanya Saga mengusahakan pulang lebih awal, supaya bisa menemani sang istri ke dokter.Kehamilan Melati sudah memasuki usia lima bulan. Namun besar perutnya seperti tengah mengandung usia tujuh bulan. Sejak awal pemeriksaan, dokter sudah memberitahu kalau mereka akan memiliki bayi kembar. Dan pemeriksaan kali ini, mereka sepakat ingin mengetahui jenis kelamin kedua calon anak kembarnya.Bapaknya Melati juga terlahir kembar. Tapi kembarannya meninggal sehari setelah dilahirkan.Ketika diberitahu tengah mengandung janin kembar. Kebahagiaan Saga dan Melati tiada terlukiskan. Rasa syukur tiada tara di ucapkan nyaris setiap waktu. Janin kembar y