Waktu yang Hilang- Berdebar Tini tidak jadi ke kamar Moana, ia kembali menemui gadis kecil yang sedang bermain di teras samping."Mbak Tini, mana buku mewarnainya?" tanya bocah kecil itu heran karena Tini kembali tanpa membawa apa-apa."Nanti ya, nanti Mbak ambilkan. Kamar Moa masih di bersihin sama Mbok Sarwi," jawab Tini sekenanya. Padahal kamar majikan kecil itu tidak ada yang berani menyentuhnya selain Tini. Moana memandangi Tini yang duduk mematung. Tidak biasanya Moana melihat Tini termenung. Setiap bersamanya, gadis itu selalu ceria. Mengajaknya bicara dan bercerita. Terkadang sampai Moana bilang, "Aku capek ngomong, Mbak Tini." Dan Tini akan tertawa sambil mengusap rambutnya.Gadis kecil itu kembali bermain menyusun puzzle. Tini yang biasanya turut mengarahkan kini hanya bengong sambil memandang Moana.Apa dia tadi salah dengar? Tidak mungkin salah dengar. Sampai sekarang degup jantungnya kocar-kacir tidak karuan. Tubuhnya juga masih terasa gemetar dan panas dingin. Setelah
"Tin." Suara Bu Rista dan ketukan di pintu kamar membuat Tini kaget bukan main. Jantungnya serasa hendak melompat keluar. Astaghfirullah."Ya, Bu." Tergesa Tini membuka pintu. "Kamu sudah siap?""I-iya, sudah ini.""Nanti bawa roti yang udah aku siapakan di meja makan ya. Kasihkan sama Melati.""Njih, Bu. Saya mau berangkat sekarang." Tini berbalik dan mengambil tas di atas kasur. "Kamu kelihatan gugup gitu. Ada apa?" tanya Bu Rista penasaran."Nggak ada apa-apa, Bu," jawab Tini sambil menuruni tangga. Separah itukah rasa gugupnya, sampai Bu Rista bisa membacanya."Kamu ngambil cuti berapa hari untuk nikahannya adikmu?""Dua hari, Bu. Sehari sebelum temu manten dan pas temu manten saja.""Sudah bilang sama Mas Akbar?""Belum. Nanti sore saya akan bilang. Saya pergi dulu, Bu." Pamit Tini setelah mengambil barang yang akan diberikan ke Melati."Tunggu dulu."Tini berhenti dan menunggu Bu Rista mengambil tas berisi sebuah kotak. "Kamu mampir dulu ke rumah Bu Lurah. Antarkan kue ini, ya
Waktu yang Hilang- Perpisahan Akhir Pekan "Sayang, buka pintunya!" Saga langsung bicara saat Melati menerima panggilannya. "I-iya. Sebentar, Mas," jawab Melati gugup sambil membuka pintu kamar dan menyalakan lampu ruang tamu. Kaget juga tengah malam Saga sampai di Malang. Jam berapa berangkat dari Jogja tadi. Padahal kemarin bilang kalau dia akan pulang Sabtu siang karena masih ada acara di kampus.Melati membuka pintu depan. Saga berdiri tegak dengan jaket hitam yang membalut tubuhnya, tersenyum pada sang istri. Laki-laki itu langsung merangkul Melati. Mengecup keningnya, setelah itu baru kembali mengunci pintu."Kaget, ya?" Saga merangkul Melati sambil melangkah masuk ke dalam."Iya. Katanya Mas pulang masih besok. Pantesan tadi aku chat nggak dibalas." "Tadi aku pulang dari kantor jam tiga. Masih mampir ke bulek dulu. Pulang ke rumah terus mandi, makan, langsung berangkat ke sini." Mereka berhadapan, Melati sampai mendongak supaya bisa memandang wajah yang dirindukannya. Padah
"Bagaimana dengan kuliahmu?" tanya Pak Norman."Minta doanya, Pa. Agar saya bisa wisuda setengah tahu lagi.""Tentu papa doakan. Pekerjaanmu juga lancar, 'kan?""Alhamdulillah, lancar," jawab Saga tidak berniat untuk membagi tahu tentang perselisihannya dengan Gama. Daripada nanti menambah beban pikiran papanya.Ayah dan anak berhenti ketika mereka sampai di kebun teh. Tak terasa joging sambil ngobrol, membawa mereka sampai di perkebunan. Jarak yang lumayan jauh.Aroma wangi daun teh begitu menenangkan di tambah pemandangan yang menyejukkan mata. Hijau berselimut kabut. Tampak di ujung timur sana, sekelompok perempuan tengah asyik memetik daun teh.Dua laki-laki itu sekarang hanya bisa memperhatikan. Menumpang dalam menikmati pesona hamparan kebun teh yang pernah memberikan kehidupan bagi Saga. Hamparan kebun yang dulunya Pak Norman sebagai penguasa. Namun mereka berdua tak pernah mempermasalahkan lagi kalau sekarang Akbar yang berkuasa di sana."Duduk dulu, Pa." Saga mengajak sang pa
Waktu yang Hilang- Bukan Pilihan Moana kegirangan bermain di kids zone sebuah pusat perbelanjaan. Sejenak dia lupa dengan rasa kehilangan dua hari berturut-turut. Asyik berbaur dengan anak-anak lain yang ia temui kali ini di pusat permainan.Akbar duduk memperhatikan tidak jauh dari sang anak. Melihat keceriaan Moana, hatinya merasa lega. Namun terbesit luka dari rasa sesal yang tidak pernah ada kesudahan.Moana adalah anugerah dari ketidaksempurnaannya. Mungkin dia yang akan menjadi satu-satunya zuriat yang hanya ia miliki sepanjang hidup. Buktinya Melati juga tidak hamil lagi meski tak lagi memakai kontrasepsi. Sedangkan dengan Saga, wanita itu langsung mengandung.Anaknya yang menjadi korban atas ketidaksetiaannya pada pernikahan. Bukan salah Melati jika tidak ingin bertahan, karena tidak semua sanggup memberikan kesempatan kedua. Akbar menarik napas dalam-dalam. Sikap yang membuat beberapa orang memperhatikan dengan heran.Kebanyakan yang menunggu putra-putrinya bermain adalah k
Melati memerhatikan dinding kamar yang berwarna putih. Warna netral yang memberikan kesan kamarnya lebih terlihat luas. Tidak banyak hiasan di dinding, hanya ada jam, cermin berbentuk heksagon yang menampilkan kesan futuristik. Cermin berbentuk sarang lebah itu disusun secara vertikal. Terus ada lemari tiga pintu dengan satu cermin besar pada salah satu pintunya.Ranjangnya juga baru. Ukuran 200x200 cm. Sprei linen begitu rapi membalut kasur.Dipojok ruangan ada diffuser yang tidak hanya berfungsi sebagai alat membersihkan udara, tapi juga bisa untuk mengusir nyamuk."Sayang, Shaka mau dimandikan sekarang?" tanya Saga sambil memperhatikan sang anak di dalam box bayi."Nggak usah, Mas. Nanti aku seka saja. Lagian sekarang udah jam lima.""Kalau gitu kamu mandi dulu, biar aku yang jagain Shaka."Melati membuka lemari dan mengeluarkan satu stel piyama dari sana. Mandi air hangat membuat tubuhnya terasa lebih rileks setelah lelah dalam perjalanan. Kali ini perjalanan terlama yang mereka
Waktu yang Hilang- MalamHening.Angin malam yang basah karena bercampur gerimis, berembus membuat pucuk daun mangga di luar bergesekan. Tepat di sebelah kamar Saga dan Melati, ada pohon mangga yang tinggi menjulang. Rantingnya bisa digapai dari balkon kamar.Sentuhan Saga mengalirkan rasa hangat ke seluruh aliran pembuluh darah. Meloloskan desah halus dari bibir keduanya. Saling memberi, saling berbagi, saling menatap mesra. Kecupan lembut membuat desiran hebat yang bergemuruh dalam dada Melati.Entah berapa kali Saga menyebut nama istrinya. Dibalik cahaya temaramnya lampu kamar, tatapan teduh itu menelusuri setiap inci wajah Melati. Membimbingnya menuju nirwana dunia bersama-sama. Melati mengerang lirih dan memeluk erat raga suaminya. Keduanya saling menatap dan tersenyum. Sambil kembali mengatur napas."Doakan sidang tesis Mas nanti berhasil, ya!" ucap Saga seraya memeluk posesif istrinya. 'Mas', Saga sudah membahasakan dirinya dengan panggilan itu. Setelah beberapa bulan menye
Melati lega. Dia khawatir dengan Moana kalau sampai pas kejadian sang anak sedang ikut papanya. Sebab Tini cerita, sekarang ke mana-mana Moana suka ikut Akbar. Kecuali ke luar kota."Ya sudah, Papa dan Mama bisa istirahat dulu. Pasti capek, kan? Kita ngobrol lagi besok pagi." Saga menawarkan tidur di kamar lantai dua, tapi mereka menolaknya. Moana ikut tidur Melati, sedangkan Bu Rista dan Tini tidur satu kamar, Pak Norman tidur dengan Akbar.Setelah digantikan bajunya, Moana tidak langsung tidur. Beberapa saat ia memperhatikan sang adik yang masih tertidur pulas. Kemudian menceritakan tentang sekolah dan teman-temannya. Gadis itu tidur di ranjang bersama Melati, sedangkan Saga tidur di kasur lantai yang dibentangkan di sebelah baby crip-nya Shaka."Sudah tidur?" Saga memandang ke arah Moana yang tengah diselimuti oleh Melati. Lantas wanita itu beringsut turun untuk mengambil selimut buat suaminya."Sini!" Saga menarik pelan tangan Melati agar sang istri duduk bersamanya."Besok kita a
Saga meletakkan ponsel di jok samping. Beberapa kali membunyikan klakson tapi juga percuma. Kemacetan sudah memanjang mulai dari depan. Macet total karena ada perbaikan jalan. Bisa jalan hanya bergerak maju sendikit, lantas berhenti lagi.Sabar sabar. Ini bukan di film India yang dia bisa meninggalkan mobilnya di sana dan lari secepat Cetah yang melompat dari mobil ke mobil lainnya, bahkan melangkahi bangunan tinggi. Adegan film yang rasanya sangat mustahil dan tidak masuk akal itu, ingin rasanya di tiru saat ini.Melihat ponselnya kembali berpendar, membuat Saga menyambar benda itu. "Halo, Sayang. Bagaimana?""Aku sudah sampai rumah sakit, Mas. Barusan di periksa dokter.""Lalu ....""Ternyata ini sudah bukaan lima. Dan aku bisa lahiran normal.""Loh, katanya beresiko kalau lahiran normal? Mana dokternya biar mas ngomong sama dia.""Dokternya sudah kembali ke kantor. Katanya nggak apa-apa aku lahiran normal. Barusan di cek semua baik-baik saja. Tensiku juga normal. Mas, jangan khawati
Waktu yang Hilang- Best MomentSaga membantu Melati menyiapkan segala perlengkapan untuk persalinan Minggu depan. Dokter kandungan sudah menyarankan supaya Melati melahirkan secara cesar saja untuk persalinan bayi kembarnya. Melati menolak, tapi Saga memintanya untuk menyetujui. Mengingat dua bulan terakhir ini Melati dua kali opname karena demam tinggi. Minggu depan genap 38 minggu usia kehamilannya. Dokter kandungan sudah menetapkan jadwal operasi untuknya.Kedua janinnya sehat. Masing-masing memiliki plasenta dan air ketuban. Jadi sudah siap dilahirkan di Minggu ke 38."Budhe Tami sampai sini sekitar jam setengah tiga sore, Mas. Tadi siang beliau ngabari," kata Melati sambil melipat baju yang hendak di masukkan ke dalam travel bag."Oke, besok mas akan pulang lebih awal dan langsung jemput budhe ke stasiun."Budhe Tami memang akan menemani Melati pada persalinan nanti. Rencananya wanita itu akan tinggal di Jogja sampai si kembar umur selapan."Mulai besok nggak usah lama-lama di
Melati tersenyum. Jagoan kecilnya sudah tebar pesona. Melihat Shaka, ia jadi teringat masa kecil suaminya. Begitulah Saga waktu kecil. Tapi Shaka memang lebih bersih dan terawat, karena jarang bermain di kebun. Kalau Saga dulu, keluyuran di kebun sampai kulitnya lecet-lecet. Berenang di kali bersama teman-teman, termasuk dirinya juga. Melati paling kecil di antara mereka."Kenapa senyum-senyum?" senggol Saga."Aku ingat masa kecilmu, Mas."Saga hendak menggoda sang istri, tapi mereka dikejutkan oleh suara salam dari pintu depan."Itu Gama datang!" Bu Ariana bangkit dari duduknya dan melangkah ke ruang tamu. Wanita itu tercekat sejenak saat melihat Gama datang bersama seorang wanita tinggi semampai. Memakai celana bahan warna krem dan blouse warna putih. Diakah pacar Saga? Gadis itu tersenyum ramah dan mencium tangan Bu Ariana. "Selamat malam, Tante.""Selamat malam.""Namanya Alita, Bulek." Gama memperkenalkan gadis itu pada sang bulek. Membuat Bu Ariana kaget, tapi tidak menunjukkan
Waktu yang Hilang- Gama dan Perempuan ItuAkbar melongok ke luar jendela. Meninggalkan sejenak laptopnya untuk melihat apa yang tengah dilakukan oleh Moana dan Shaka di luar sana.Tampak dua bocah itu sedang duduk di bawah pohon mangga. Bermain masak-masakan. Moana menuangkan sesuatu dari teko kecil ke dalam cangkir mainan. Shaka lantas pura-pura meminumnya. "Manis?"Shaka mengangguk-angguk. Moana kemudian memberikan piring kecil berisi biji-bijian. "Di makan, ya!"Bocah laki-laki itu mengikuti perintah sang kakak. Pura-pura memakan benda di piring kecil yang sama sekali memang tidak boleh di konsumsi.Pertama kali diajak bermain masak-masakan oleh Moana, Shaka sempat bingung. Dia tidak pernah bermain seperti itu, bahkan melihatnya pun belum pernah, karena mainannya di rumah hanya mobil-mobilan, robot, puzzle, dan buku mewarnai.Akbar tersenyum melihat tingkah mereka. Bahagia karena mereka sangat rukun. Shaka juga penurut. Dia juga kerasan tinggal di Malang. Tapi di Jogja sana, Saga
Sebenarnya Melati berharap kalau Moana yang akan tinggal di Jogja selama liburan. Ternyata Shaka yang justru ingin ikut ke Malang. Baik Saga maupun Melati hanya khawatir kalau anak itu tiba-tiba rewel dan minta pulang. Sebab selama ini jarang sekali berjauhan dari kedua orang tuanya. Paling seharian main ke rumah Bu Ariana dan sorenya sudah di antar pulang."Lasmi kamu suruh ikut?""Ya, Bulek. Mak Lasmi sendiri juga pengen ke Malang.""Uti bakalan kangen sama kamu." Bu Ariana mengusap kepala Shaka."Uti, mau ikut?" Ah, malah ditawari pula."Enggak. Uti nunggu Shaka di sini saja."Bu Ariana mengusap permukaan perut Melati. "Kemarin jadi pergi ke dokter?""Ya.""Cowok apa cewek?""Cowok lagi dua-duanya," jawab Melati sambil tersenyum."MasyaAllah. Moana bakalan cantik sendiri."Melati tersenyum. Akbar yang duduk tidak jauh dari mereka mendengar jelas percakapan itu. Dia juga tidak sabar ingin segera melihat bayi kembar Melati lahir ke dunia. Dalam hati turut juga merasakan kebahagiaan i
Waktu yang Hilang- Terbongkarnya Rahasia "Aku paham bagaimana perasaan Mbak Melati, Mas. Dulu saja dia sempat stres saat berpisah dengan Moana, setelah kalian resmi bercerai." Tini berusaha memberikan pengertian pada Akbar. Sebab dia tahu betul bagaimana sedihnya Melati kala itu."Kamu tahu?""Ya, aku tahu." Tini menarik diri dan duduk tegak menghadap sang suami. "Maafkan aku. Dulu aku diam-diam membalas pesan yang dikirimkan Mbak Melati. Hampir tiap saat aku mengirimkan foto kegiatan Moana."Akbar juga menegakkan duduknya. Serius mendengarkan istrinya bicara. Baru kali ini ia tahu kenyataan yang sudah lewat kurang lebih empat tahun yang lalu."Aku nggak sampe hati melihat Mbak Melati menangis setiap hari dan menderita, Mas. Tiap malam telepon aku dengan suaranya yang serak. Aku bisa merasakan bagaimana sakitnya berpisah dari anak. Aku saja yang hanya pengasuh Moana, selalu terbayang-bayang jika aku izin pulang. "Dia cerita mengalami hal tersulit setelah meninggalkan Wonosari. Data
"Mas, cepetnya dapat buah ini!" Melati berbinar-binar melihat dua pack nectarin di atas meja makan setelah ia turun dari lantai dua.Saga tersenyum menghampiri. Tubuh laki-laki itu basah berkeringat setelah joging dan push up di teras samping.Melati membuka bungkusnya dan langsung meletakkan di wadah untuk dicuci. Kembali duduk dan menikmati buah yang semalam membuatnya ngiler saat melihat review seorang food vlogger."Sayang, kamu nggak sarapan dulu. Kamu bisa mules nanti.""Habis ini aku langsung sarapan.""Gimana, manis?" tanya Saga yang duduk di depan sang istri dan memerhatikan Melati yang tengah menikmati buah yang diidamkan."Manis, juicy, padet, tapi masih ada sedikit asemnya. Mas, coba saja!" Melati menyodorkan wadah buah ke hadapan sang suami.Saga tersenyum. Lagak istrinya sudah meniru seperti seorang food vlogger yang tengah bikin konten. Diambilnya sebiji dan memperhatikannya sebelum digigit. Donut Nectarine. Memang bentuknya seperti donat, tapi tidak berlubang tengahnya
Waktu yang Hilang- Keputusan SagaSaga meletakkan ponselnya setelah mengetik balasan untuk pesan dari sang kakak. Laki-laki itu menatakan bantal agar sang istri lekas berbaring.Dibantunya Melati merebahkan diri. Begitu payahnya kehamilan kali ini. Untuk berbaring saja kesulitan. Tiap tidur berulang kali merubah posisi karena terasa engap."Gimana, nyaman begini?" tanya Saga setelah meletakkan satu bantal di belakang punggung Melati dan meletakkan bantal tipis sebagai penyangga perut, karena Melati tidur agak miring."Ya."Saga juga berbaring setelah menarik selimut hingga sebatas perut Melati. Mereka saling berhadapan."Tadi yang ngirim pesan Mas Akbar. Besok keluarga Malang datang ke sini karena Moana sudah mulai libur sekolah." Saga bicara dengan nada lembut, khawatir Melati kaget.Kalau dulu mereka pasti bahagia jika keluarga dari Malang datang berkunjung. Mungkin kali ini berbeda setelah Melati mengetahui keinginan kakak ipar sekaligus mantan suaminya.Tampak ada binar bahagia s
Tiga tahun kemudian ....Seorang bocah laki-laki umur tiga tahun setengah tengah asyik bermain mobil balap. Duduk anteng di bangku besi sebelah kanan sang papa. Seorang wanita yang tengah hamil duduk di sebelah kiri dari pria tampan itu.Saga dan Melati memang tengah antri di dokter kandungan. Malam ini jadwal pemeriksaan kehamilannya yang ketiga. Makanya Saga mengusahakan pulang lebih awal, supaya bisa menemani sang istri ke dokter.Kehamilan Melati sudah memasuki usia lima bulan. Namun besar perutnya seperti tengah mengandung usia tujuh bulan. Sejak awal pemeriksaan, dokter sudah memberitahu kalau mereka akan memiliki bayi kembar. Dan pemeriksaan kali ini, mereka sepakat ingin mengetahui jenis kelamin kedua calon anak kembarnya.Bapaknya Melati juga terlahir kembar. Tapi kembarannya meninggal sehari setelah dilahirkan.Ketika diberitahu tengah mengandung janin kembar. Kebahagiaan Saga dan Melati tiada terlukiskan. Rasa syukur tiada tara di ucapkan nyaris setiap waktu. Janin kembar y