Aku pulang dari kos Sari dengan membawa rasa sakit hadiah pemberian Sari, sesampainya dikos aku ingin segera istirahat, membaringkan ragaku dan memejamkan mataku lalu berharap esok kembali seperti biasa. Tapi ternyata tidak semudah itu, pikiran dan hati ini seolah-olah tidak mau bekerja sama. Aku mencoba untuk melupakan tapi hati selalu penasaran, banyak tanda tanya yang belum terjawab oleh Sari tapi hati seolah menemukan jawabanya sendiri.
“Ayolah.. sudah malam, lupakan hari ini, yakin bahwa Sari masih milikmu esok pagi,” gumanku memotivasi hati.Pagi hari aku tak mendengar suara ayam, aku hanya mendengar hatiku yang masih bertanya-tanya.“Hallo selamat pagi sayang,” sapaku menggunakan pesan singkat, seolah tidak terjadi apa-apa.Hampir 15 menit mataku tertuju kepada ponsel, biasanya jam 5 pagi Sari sudah bangun. Sudah hampir jam 6 tetapi belum ada respon sama sekali, laporan pesanku sudah dibaca oleh Sari, jadi tidak mungkin ada alasan dMalam ini aku akan bergegas tidur, aku akan lupakan semuanya. Aku tidak akan menunggu lagi kabar dari Sari, aku tidak akan memikirkan lagi semua tentang Sari, aku akan mulai belajar menganggap tugasku sudah selesai dengan Sari.Pagi ini aku mulai berhenti menyapa Sari, bukan karena aku tidak perduli lagi dengan Sari tapi lebih kepada aku yang tidak diperdulikan. Jadi untuk apa aku menyirami tanaman yang jelas-jelas itu bukan miliku lagi . Aku mencoba berangkat kerja seperti biasanya, tanpa ada harapan kabar dari Sari aku memulai aktivitasku hari ini, meskipun dalam hati kecilku masih berharap, tapi akal sehatku menuyuruh untuk pergi karena telah di abaikan beberapa hari. “Sudahlah lupakan Sari, jangan bahas apa pun tentang dia, dia hanya akan menyakitimu,” isi otak mengingatkan hati.“Tunggu dulu, mungkin Sari membutuhkanmu saat ini, harusnya kamu ada disebelah dia untuk menguatkan,” ucap hati.Pertempuran antara akal sehat dan hati sakit
Tepat hari ke 5 Sari tanpa kabar, apakah aku harus menganggap dia benar-benar pergi? Atau hanya sekedar istirahat? “Sudahlah aku tidak perduli,” itu adalah kalimat yang selalu aku ucapkan tapi tidak pernah aku lakukan. Kenyataan memang tidak semudah itu, mengaplikasikan semua rasa yang masih tertinggal.Hari ini adalah hari pengumuman terkait apakah aku lulus atau tidak masuk ke Universitas Negeri Malang, aku mencoba menghubungi Devi dan Chaca tapi ternyata mereka sedang tidak ada dikampus. Aku harus sabar menunggu kabar pengumuman kelulusan aku sampai nanti sore aku bisa datang langsung ke kampus.Saat sedang bekerja tiba-tiba ponselku berbunyi.“Assalmuallaikum mas, gimana apakah keterima di UM?” tanya Kina ditelepon.“Wallaikumsalam, aku belum liat Kin ini masih dikantor,” jawabku.“Oh gitu, yaudah deh mas lanjutin dulu kerjanya, semangat ya,” ucap Kina dengan halusnya.Ternyata Kina masih ingat dengan
“Terimakasih ya sayang,”Kalimat itu yang di ucapkan Sari saat aku mengantar dia kembali, dia tersenyum dengan lambaian tanganya mengantar perjalananku kembali. Aku merasa kali ini tidak ada yang spesial dari lambaian tanganya, tidak ada perasaan yang membuat aku menjadi lebih berarti. Justru aku beranjak pergi dangan perasaan cemas, entah apa yang aku cemaskan seolah-olah ada pertempuran batin yang membuat hatiku masih saling berdebat. Sempat goyah hati ini dalam beberapa hari atas hilangnya kabar dari Sari, lalu tiba-tiba Kina datang menguatkan lagi dan mulai memperbaiki hati yang mulai goyah dengan cara dia yang berbeda namun membuatku merasa kembali berharga. Kini Sari hadir lagi dengan senyuman yang beberapa hari lalu aku cobakan lupakan, tapi sekarang saat dia kembali aku harus mulai membiasakannya lagi dengan senyuman itu. Aku sudah mulai menikmati kedekatanku dengan Kina dan mulai terbiasa tanpa Sari, aku tidak tahu apakah seharusnya aku senang atau se
Tenggelamnya matahari menandakan waktunya kami untuk kembali, ditemani riuhnya jalanan kota dan rasa lelah seharian bekerja membuat raga ini seolah tidak bisa menahan dirinya sendiri untuk sekedar berdiri, saat ini aku ingin segera merebahkan badan dengan nyaman. Entah sadar atau tidak dengan posisi duduk menyamping Kina menyandarkan kepalanya dipunggungku, sejenak aku terkejut tapi aku mencoba tenang seolah-olah tidak terjadi apa-apa. Jalanan yang macet seolah-olah menjadi teman yang mendukungku dalam perjalanan kali ini, aku tidak akan membuat manuver untuk mencari jalan alternative. Saat ini aku malah berharap jalanan macet total agar aku bisa menghabiskan waktu bersama Kina jauh lebih lama lagi.Tapi seperti kata orang tua, apa yang kita sukai akan segera berlalu dan apa yang kita benci akan terasa lama berlalu, aku benci dengan realitas yang seperti ini.“Mas besok keluar yuk,” ucap Kina.“Hahh.. kemana?” tanyaku yang terkejut.&ldq
“Mas aku udah pulang kuliah,” isi pesan singkat dari Kina.“Siiaappp aku kesana sekarang,” jawabku sembari bergegas menjemput Kina dikampus.Sampai dikampus aku melihat Kina sedang duduk dibawah pohon yang rindang sembari membaca buku, aku menyapanya dan dia langsung menoleh ke arahku. Kina mendekat menghampiriku, aku melihat kali ini Kina nampak cantik sekali. Sepertinya dia menggunakan make up tipis ditambah lip ice yang menemani bibir manisnya membuat setiap goresan dari senyumnya membuat semakin menawan.Sejenak aku terpana melihatnya, kecantikan dan kesederhanaan ini tidak dapat aku abaikan begitu saja.“Kita mau kemana tuan putri?” tanyaku dengan nada bercanda.“Hehehe.. nanti aku kasih tahu,” jawab Kina sembari tersipu malu.“Kemanapun aku siap mengantar tuan putri,” ucapku sembari menggoda.“Ahhh.. jangan gitu dong mas,” jawab Kina sembari malu-malu.“Kenapa
Sore hari sepulang dari kerja, seperti biasanya aku keluar bersama Kina. Kali ini Kina meminta tolong aku untuk ke acara ulang tahun temanya. Kina yang pemalu meminta aku menemani dia, sebelum menjemput Kina aku pulang dahulu untuk mengganti baju yang sesuai dengan acara ulang tahun temannya. Setelah mengganti baju aku bersiap berangkat untuk menjemput Kina, ada tantangan yang harus aku lalui saat menjemput Kina. Aku menjemput Kina dikosnya Sari, saat ini tempat itu adalah salah satu tempat yang paling aku hindari. Meskipun dulu tempat itu sering aku gunakan untuk menghabiskan waktu bersama Sari, tapi saat ini kegiatan itu yang paling aku hindari bersama Sari. Aku mencoba menghubungi Sari untuk memastikan apakah dia sedang berada dikos, tapi untungnya dia sedang ada jam kuliah dikampusnya. Informasi sederhana itu mampu membuat aku merasa jauh lebih nyaman untuk melangkah ke tempat Kina. Aku menyuruh Kina untuk bersiap diteras kosnya sembari aku mulai melakukan perjalanan untuk menje
Pagi hari sebelum matahari terbit dengan sempurna Sari meminta tolong untuk mengantar dia ke terminal gadang, dengan senang hati aku lakukan itu. Aku menjemput Sari dikosnya untuk menuju keterminal, dengan jaket tebal, masker dan celana jeans panjang membuat aku sempat tidak mengenalinya saat di depan kos. Tapi setelah melihat mata indahnya, aku tahu mata itu hanya milik Sari. Kami berjalan santai menuju terminal, menerobos udara dingin pagi di Kota Malang.“Udah sarapan yang?” tanyaku.“Belum yang,” jawab Sari singkat.“Yaudah kita makan dulu ya,” ajakku ke Sari.“Boleh, makan soto ya,” jawab Sari dengan antusias.Aku hanya mengangguk sembari melihat jalanan kira-kira apa ada soto sepagi ini, sampai akhirnya aku menemukan penjual soto dipinggir jalan. Kami berhenti lalu masuk dan makan.“Yang gak mau titip sesuatu buat orang rumah? Tanya Sari sembari makan.“Hmmm.. apa ya yang,” j
“Terimakasih untuk hari ini,”Kalimat itu yang Kina bisikan ditelingaku saat kami berjalan menuju arah pulang, dengan duduk kesamping dan kepala yang bersandar dipundaku. Karena beberapa hari belakangan ini memang sepertinya itu posisi yang paling sering Kina lakukan saat dia aku bonceng.Bersandarlah Kina dipundakku, ini adalah tempat paling aman untukmu sementara ini. Jangan buru-buru bersandar di hatiku, karena masih ada Sari yang menetap di dalamnya. Aku tidak tahu mana diantara kalian yang akan menetap lama, aku hanya bisa mencoba menjaga sebaik mungkin itu semua.Sampai dikos aku langsung merebahkan badanku dikasur sembari membuka ponselku, aku melihat ada 12x panggilan tidak terjawab dari Sari. Setelah itu aku melihat pesan singkat ternyata Sari juga mengirim 6x pesan singkat ke aku secara bertahap.“Selamat malam yang?”“Sedang apa sayang?”“Yaaaahhh.. dicuekin.”“Haaallllloooooooooo&h
“Ayo Gim balik,” ucap Vina memecah keheningan.“Oh iyaaa,” jawabku singkat.Suasana memang seperti berbeda saat aku dan Vina beranjak pulang, seolah udara semakin dingin dan cahaya lampu kota yang semakin redup. Mungkin karena perjalanan kali ini kami lalui tanpa ada canda dan tanpa ada tutur kata yang terucap, yang menemani perjalan pulang hanya keheningan dan suara angin malam yang tidak seindah biasanya.“Vin Maaf ya,” ucapku ketika sampai dikos Vina.“Udah gak apa-apa, santai aja. Oh iya aku masuk dulu ya Gim, thanks untuk hari ini,” jawab Vina sembari masuk membuka pagar kosnya.Hmmm.. sepertinya tidak ada yang sedang baik-baik saja dalam keadaan sekarang yang sepertinya serba salah, aku sedang berfikir bagaimana caranya supaya dapat memperbaiki hubunganku dengan Vina yang sepertinya bermasalah.Sepanjang jalan menuju pulang aku mencoba berfikir bagaimana cara memperbaiki hubungan, sampai ditengah p
Selang satu hari setelah aku dan Vina membuat kesepakatan untuk membantu Ezza tanpa sengaja aku melihat Vina sedang asik ngobrol dengan Andhini cewek incaran Ezza, dari jauh aku melihat mereka cukup akrab entah bagaimana cara Vina mendekati Andhini tapi yang terlihat didepan mataku seolah tidak ada rasa kaku dari obrolan mereka berdua.“Giiimmm…,” teriak Vina yang mengetahui kehadiranku.“Siniii Gim,” ucap Vina sembari mengayunkan tanganya.Aku hanya tersenyum dan menganggukkan kepala sembari berjalan mendekati Vina dan Andhini di lorong kampus.“Kenalin Gim ini temenku,” ucap Vina sembari menarik tanganku.“Ohh.. iy.. iya Vin,” jawabku dengan terkejut karena semudah itu Vina menyuruh aku untuk kenalan dengan Andhini.“Andhini kak,” ucap Andhini sembari menjulurkan tangan kearah aku.“Gim.. Gimman,” jawabku dengan gugup karena jujur ketika melihat And
Dua hari telah berlalu setelah semua yang aku perintahkan ke Ezza, dia datang lagi menghampiriku sembari menceritakan semua informasi yang dia dapat tentang cewek yang dia suka.Cewek malang yang di sukai oleh Ezza itu bernama Andhini Natasya Putri Purnomo dia adalah mahasiswi baru jurusan management bisnis dia berasal dari Kalimantan Utara tempatnya dari Nunukan, Adhini adalah anak pertama dari lima bersaudara, ayahnya adalah seorang penguasaha dan ibunya adalah ibu rumah tangga. Bahkan Ezza juga menceritakan tanggal lahir Andhini lengkap dengan tanggal lahir keluarganya beserta alamat keluarga Andhini tinggal sesuai dengan catatan yang dia bawa.“Wahhhh keren kamu Za bisa tahu sedetail itu,” ucapku memuji data observasi Ezza yang sangat lengkap.“Hehehehe, ini sih gampang Man,” jawab Ezza sembari memegang kerah bajunya.“Eh kamu tahu makanan kesukaan dia gak?” tanyaku dengan antusias.“Enggak,” jawab Ezza
Melihat dari jauh cewek incaran Ezza membuat aku merasa pesimis dan merasa Ezza adalah cowok yang tidak tahu diri karena selera cewek dia yang terlampau tinggi. Cewek incaran Ezza memiliki paras cantik, modis dan terlihat selalu ceria berbanding terbalik dengan Ezza yang cupu, pemalu dan lebih sering murung.“Man giamana bajuku bagus gak?” tiba-tiba Ezza datang di hadapanku dengan baju anehnya.“Hahhh.., Oh Bagus Za,” jawabku dengan singkat.“Gimana Man?” tanya Ezza lagi dengan antusias.“Gimana apanya?” jawabku pura-pura bodoh.“Apa tugas awalku untuk deketin dia?” tanya Ezza dengan percaya diri.Sial sekali, kenapa aku merasa tertekan dengan semangat Ezza untuk punya pacar. Membuat aku harus berfikir bagaimana solusianya supaya Ezza tidak kecewa ke dua kalinya.“Nanti dulu deh Za aku masih cari strategi,” jawabku memasang muka serius.“Oh gitu, oke deh Man kalau
“Gim kamu bisa temenin aku beli baju?”“Gim kamu mau gak nemenin aku cari kado?”“Gim malam ini nongkrong yuk?”“Gim ayo nanti makan malam bareng?”“Gim sibuk gak? Aku bosen,”Itu adalah beberapa contoh ucapan yang semakin sering aku dengar dari mulut Vina dan yang aneh adalah aku mulai menikmati moment itu dan sama sekali tidak merasa keberatan akan hal itu.Sore hari saat aku sedang duduk santai dikedai kopi depan kampus, Vina datang dengan mobilnya dan dia berhenti tepat didepan gerbang kampus. Setelah aku melihat Vina keluar dan ternyata dia keluar dari bangku penumpang, suara gaduh bisikan teman-teman yang ada disekitarku membuat aku kurang begitu fokus tapi sekilas aku lihat mobil Vina dikemudikan oleh seorang cewek, karena perawakanya yang putih dan berambut panjang.Untunglah yang memakai mobil Vina bukan cowok, sehingga membuat mentalku masih tetap terjaga untuk sedikit berharap d
Semenjak aku meminjam uang Vina hubungan kami semakin dekat, aku merasa harus terus bersikap baik dengan Vina supaya tidak di anggap orang yang tidak tahu balas budi. Meskipun sebelumnya aku juga baik dengan Vina, tapi setelah kebaikan Vina aku merasa harus lebih baik lagi.Beberapa hari ini aku semakin sering di ajak keluar oleh Vina entah hanya sekedar makan atau nongkrong sampai larut malam, aku tidak tahu alasan Vina yang semakin sering mengajak aku untuk keluar. Antara dia tahu aku tidak akan menolak ajakanya karena aku punya hutang atau memang tidak ada pilihan lain selain aku.“Gim nanti kamu kuliah sampai jam berapa?” tanya Vina ketika kami bertemu diparkiran kampus.“Hmmm.. cuma sampai jam enam sore aja Vin, kenapa?” jawabku sembari bertanya balik.“Ayo nanti sore kita nonton,” ajak Vina dengan antusias.“Haahh.. nanti?” tanyaku memastikan.“Iya nanti malam, bisa ya?” jawab Vina dengan
Hari demi hari mulai berlalu, aku masih belum mendapatkan tambahan uang satu juta untuk biaya semesteran kuliah aku. Kepala sudah mulai semakin tegang lagi karena waktu yang semakin terbatas, ada satu solusi yang sepertinya akan aku pakai. Tapi mungkin solusi ini cukup beresiko, aku berencana meminjam uang perusahaan untuk tambahan uang semesteran, mungkin ini sangat beresiko tapi bagaimana lagi aku sudah tidak punya solusi lagi untuk mencari dana tambahan.Ketika pimpinan datang aku mencoba mengawasi raut wajahnya, apakah sedang dalam kondisi senang atau dalam kondisi yang kurang baik. Setelah aku perhatikan seharian ini sepertinya pimpinan dalam kondisi kurang baik karena tidak ada senyum sama sekali sepanjang hari, sehingga aku memutuskan untuk mengurungkan niatku berbicara hari ini.Dikampus teman-temanku sibuk dan mengeluh masalah tugas dan pembelajaran sedangkan aku masih harus sibuk dengan bayar kuliah, tapi beruntungnya aku punya teman-teman yang sangat paham denga
Sore ini aku menunggu jam kuliah dengan Vina dikantin kampus, entah kenapa memang beberapa jadwal kami sering bersama.“Man kamu punya pacar?” tanya Vina tiba-tiba kepadaku.“Enggak, kenapa?” jawabku sembari bertanya balik.“Oh.. enggak apa-apa,” ucap Vina singkat.Iya aku dan Vina semakin hari memang semakin dekat, aku tidak tahu apakah ini proses pendekatan atau memang proses pertemanan kami yang seperti ini. Aku merasa memang Vina menaruh rasa denganku, salah satunya selain seringnya kami chat bersama sampai larut malam Vina juga tidak pernah nolak kalau aku ajak keluar, entah hanya nongkrong tidak jelas atau berhubungan dengan dunia model. Beberapa temanku sampai penasarana dengan hubungan aku dan Vina, temanku Ryan pernah bertanya tentang hubungan kami.“Kamu beneran gak ada hubungan apa-apa sama Vina?” tanya Ryan saat kami nongrkong berdua.“Hmmm enggak ada,” jawabku singkat.“
Aku mulai menjalani dunia baruku di dunia model, tapi kehidupanku yang lain masih sama tentang pekerjaan dan kuliah tidak pernah tergantikan. Yang sedikit berbeda adalah aku sekarang ke kampus dengan motor sport yang gagah berbeda dengan bulan lalu aku datang ke kampus dengan motor tuaku. Aku sangat bangga dengan motor yang baru aku beli, bukan hanya karena model yang bagus tapi juga motor ini aku beli dari jerih payahku. Ehhh.. tapi tunggu dulu, motor ini belum lunas, bahkan aku belum mengawali cicilan pertama, jadi mungkin motor ini belum sepenuhnya menjadi miliki. Jadi aku ganti alasanku bangga adalah karena motor ini keren dan cocok dengan apa yang aku mau, aku merasa hampir setiap perjalanan cewek-cewek melihatku dengan motor baru dengan rasa kagum. Entah itu kenyataan atau hanya aku saja yang terlalu percaya diri, tapi aku mulai menikmati semua itu. Heheheh.. Setiap hari aku cuci motorku sampai tidak ada noda tersisa, kotor sedikit langsung aku bersihkan bahkan hampir se