"Pemirsa. Tercatat sepekan terakhir di Kota Jakarta, rentetan kasus kriminalitas yang didominasi pencurian cukup meningkat. Mulai dari pencurian di sebuah mini market dan beberapa percobaan pembobolan toko sembako. Dengan rentetan kejadian ini. Kombespol Adam selaku Satreskrim Polri meminta warga Kota Jakarta untuk tetap waspada."
IDN News, 2014
¤¤¤
SESEORANG berjaket hitam menyusup masuk ke dalam kelas yang kosong, setelah menutup pintu kembali. Langkahnya surut perlahan, menuju ke kursi nomor empat di dekat dinding, sebelah kiri. Pemilik kursi itu, ialah Arvin Pratama, sang ketua OSIS SMU Pelangi yang terkenal pintar dan juga tampan.
Orang itu mengambil tas ransel milik Arvin sebelum mendaratkan bokongnya di atas kursi. Lalu, meletakkan tas tersebut di atas meja, dan mulai membuka ritsleting utama untuk mencari sesuatu yang berharga. Tak butuh waktu lama, netranya langsung menemukan sebuah amplop berwarna cokelat dari dalam sana. Tanpa perlu membukanya pun, ia tahu jika di dalamnya terdapat sejumlah uang yang cukup banyak. Mengingat amplop tersebut begitu berat dan juga tebal. Ia ambil amplop tersebut, dan segera memasukkannya ke dalam saku jaketnya. Setelah itu, kembali meletakkan tas tersebut ke tempat semula.
Orang dengan wajah yang tertutup masker, pun iris mata berwarna merah itu beranjak dari duduknya. Lalu, membalikkan tubuh, melangkahkan kedua kakinya ke seberang kursi. Bersamaan dengan itu, terlihat jelas pada punggung jaketnya sebuah gambar seekor serigala yang tengah melolong, dan sebuah tulisan 'Wolf' di bawahnya.
Dan, orang itu menyebut dirinya, ialah ... Wolf.
Wolf mengambil tas ransel bermerk berwarna pink di atas kursi, sebelum mendaratkan bokongnya di sana. Sang pemilik tas tersebut merupakan seorang cewek. Ia pun meletakkan benda itu di atas meja, dan membuka ristleting utama. Sayangnya, tak ada apapun di sana. Ia berdecak. Lalu, memilih membuka satu persatu ritsleting, untuk menemukan sesuatu yang berharga dari dalam sana. Cukup lama ia melakukannya, hingga tak jua menemukan apa yang dicarinya.
Wolf gelisah. Was-was. Ia menilik sekilas ke arah arloji di pergelangan tangan kanannya. Sial! Ia telah melewati batas waktu yang sudah ditargetkannya. Kini, samar-samar, ia mendengar suara derap langkah kaki seseorang yang berjalan mendekat ke arah koridor kelas. Mendadak, detak jantungnya berdebar tak keruan. Ya, Tuhan, ia harus cepat menemukan barang itu sekarang!
Wolf segera membuka kembali satu persatu ritsleting pada tas milik cewek itu. Kini, ia merogoh bagian dalamnya dengan tangan kanan. Tak lama, netranya berbinar senang ketika menemukan sebuah dompet berwarna pink di bagian tengah tas. Sudut bibirnya terangkat ke atas. Ia ambil dompet itu, dan langsung membukanya. Ia tersenyum, saat mendapatkan beberapa lembar uang kertas ratusan ribu rupiah dan juga kartu di sana.
Suara derap langkah kaki itu kian mendekat. Wolf celingukan. Panik. Ia segera mengambil semua uang di dalam dompet, tanpa mengikut sertakan kartu-kartu tersebut. Kemudian, menyematkan secarik kertas ke dalam dompet. Setelah itu, menutup, dan memasukkannya kembali ke dalam tas. Kemudian, meletakkan tas tersebut ke tempat semula.
Wolf bangkit. Tanpa buang waktu, langsung berlari ke arah pojok belakang kelas, di dekat dinding jendela. Tak lama kemudian, Kang Maman yang hanya menampakkan kepala saja di jendela, berjalan seraya bersiul di depan koridor kelas.
Wolf berjongkok dan menekuk kedua kaki. Terduduk di atas lantai, seraya menyandarkan punggung di dinding. Ia mengembuskan napas lega, pun mengurut dada untuk menetralisir degup jantungnya supaya kembali normal.
Kang Maman yang merupakan cleaning service sekolah, bersiul seraya menyapu depan koridor kelas. Merasa bosan, ia memilih bersenandung kecil menyanyikan sebuah lagu yang berjudul Wolf milik Exo.
Geurae wolf naega wolf
Aauuuu ....Ah saranghaeyo nan neukdaego neon minyeoKang Maman terus bersenandung, hingga tak menyadari, jika di balik tembok nan tebal tepat di sampingnya, sesosok Wolf asli sedang mendengarkan.
Wolf berdecak kecil. Ia menggeleng. Jika boleh jujur, ia jengah. Bagaimana bisa pria itu terus menyanyikan lirik lagu yang hanya itu-itu saja? Mungkinkah hanya lirik itu yang dihafal olehnya?
Wolf mendesah pelan. Ia bosan mendengar suara sumbang milik Kang Maman dari dalam sini. Oleh sebab itu, ia memilih untuk mengeluarkan sebuah kantung plastik berwarna hitam dari saku kiri jaketnya, seraya menunggu si cleaning service itu selesai menyapu. Lalu, memasukkan uang-uang hasil curiannya itu ke dalam kantung tersebut. Sebuah kantung yang sudah terlebih dahulu digambarnya sesosok kepala doraemon dengan cat berwarna putih. Ia membungkusnya dengan rapi. Setelah itu, memasukkannya kembali ke dalam saku jaket.
Wolf tercenung, ketika suara sumbang itu sudah tak terdengar lagi olehnya. Perlahan, ia mencoba untuk mendongakkan kepala – mengintip dari balik kaca jendela – melihat keadaan di luar kelas. Kosong.
Tanpa buang waktu lagi, Wolf bergegas melangkahkan kedua kakinya keluar kelas. Tujuannya saat ini ialah toilet yang berada di samping kelas 11 IPS dua. Ia hanya perlu berjalan berjongkok melewati kelas yang pintunya tertutup rapat, untuk bisa sampai ke sana.
Wolf berjongkok di depan tempat sampah, di samping wastafel, setelah sampai di toilet. Membuka sarung tangan dan maskernya. Lalu, membuangnya di tempat sampah itu, bersama dengan kantung plastik hitam yang berisi uang curiannya. Ia sengaja meletakkan semuanya itu di bagian bawah tong sampah. Supaya benda-benda tersebut bisa tertutup oleh sampah-sampah plastik bekas makanan, yang sebelumnya telah ditukarnya dengan kantung sampah yang ada di luar. Kantung sampah yang memiliki lebih banyak sampah dibanding dengan kantung yang ada di dalam toilet ini. Tak lupa, ia juga telah menandai kantung yang ditukarnya itu dengan sebuah gambar lingkaran supaya tak tertukar dengan kantung sampah lain nantinya.
Kini, Wolf berjalan ke arah bilik toilet yang bertuliskan ‘RUSAK’ pada depan pintu, seraya merogoh saku seragamnya untuk mengambil kunci. Bilik itu selalu terkunci rapat tanpa ada yang pernah memasukinya. Ia membuka bilik tersebut dan masuk ke dalamnya.
Wolf membuka jaket hitam, dan melipatnya dengan rapi. Kemudian, memasukkan jaket itu ke dalam ember besar berlubang yang berwarna hitam. Ia juga mengambil ember kecil di sampingnya dan menindih jaket itu.
Langkah kaki Wolf surut perlahan ke arah wastafel, setelah mengunci bilik itu kembali. Ia melepas lensa kontak dan membuangnya di wastafel. Lalu, membuka kran dan mencuci kedua tangannya di sana.
Tak lama kemudian, Kang Maman masuk dan mengambil plastik sampah yang ada di samping wastafel. Untuk kemudian dibuangnya ke pembuangan sampah yang ada di belakang sekolah. Sampah-sampah itu akan diangkut oleh truk sampah pada keesokan harinya. Dan sudah pasti, sebelum itu terjadi, Wolf akan lebih dulu mengambilnya, sepulang sekolah nanti.
“Kang, hati-hati ya bawanya.” Wolf tersenyum sembari menunjuk plastik sampah yang telah digenggam oleh Kang Maman.
“Ah, cuma sampah doang isinya, Kak. Kalo isinya uang, baru deh saya hati-hati bawanya. Hehe.”
Wolf terkekeh. Ia kembali mencuci tangannya. “Oh ya, ini kuncinya yang kemarin saya pinjam.” Wolf mengelap kedua tangannya dengan tisu yang ada di depan cermin. Kemudian, merogoh saku seragamnya, dan mengambil kunci serta memberikannya kepada kang Maman. “Terimakasih ya, Kang,” tambahnya kemudian.
“Iya sama-sama, Kak. Lain kali kalau bercanda jangan lempar-lempar HP, nanti bisa masuk lagi ke atas sana.” Kang Maman memberikan nasihat sambil menunjuk ke arah bilik toilet yang tak beratap.
Wolf hanya mengangguk, kemudian pamit kepada Kang Maman untuk kembali ke kelasnya. Di sepanjang koridor, Wolf tersenyum sambil memegangi duplikat kunci toilet yang telah berhasil dibuatnya kemarin malam.
••••
Pekik suara teriakan Lisa melengking di ruang kelas 11 IPS satu. Membuat para penghuni kelas serentak menoleh ke arahnya.
Pak Sany yang sedang mengajar, terpaksa harus menghentikan kegiatan belajar mengajarnya. Lalu, menghampiri meja cewek itu yang sudah tampak berantakan oleh isi dari dalam tasnya. "Kamu kenapa, Lis?" tanyanya saat berada di samping meja cewek itu.
Kedua bola manik mata Lisa bergetar, menahan gejolak deraian air mata supaya tak tumpah. "U-uang saya sebanyak satu juta hilang, Pak," akunya.
Pak Sany terperangah. Pun, para penghuni kelas. Mereka tak percaya dengan apa yang tengah terjadi saat ini di kelasnya. Kendati begitu, para penghuni kelas merasa iba saat mendengar pengakuan dari cewek yang selalu berpenampilan glamour itu. Si cewek yang selalu mengenakan barang-barang branded dari ujung kepala hingga ujung kaki. Namun, tak sedikit dari para siswa merasa bersyukur atas apa yang telah menimpa Lisa. Pasalnya, mereka tak suka dengan sifat angkuh dan arogan yang dimiliki cewek itu.
Di sisi lain, Arvin panik. Ia juga menumpahkan semua isi di dalam tasnya ke atas meja. Merasa ada sesuatu yang hilang, ia mengangkat tangan kanannya. “Pak, uang saya juga hilang.”
Kini, Pak Sany membeliak sekaligus panik. Bagaimana bisa dalam sehari ada dua siswanya yang kehilangan uangnya? “Berapa uang kamu yang hilang, Vin?”
“Dua juta, Pak.”
Semua mata kini tertuju kepada sosok cowok yang terkenal pintar dengan senyumnya yang menawan. Sosok itu saat ini tampak termenung di atas kursinya. Semua siswa pun mulai bertanya-tanya, siapa gerangan yang telah mencuri uang keduanya di saat semua penghuni kelas memiliki jadwal di Laboratorium Komputer?
“Arvin, kenapa kamu membawa uang sebanyak itu?” tanya pak Sany yang mulai geram dengan tingkah siswa-siswinya itu. Bukankah sebagai seorang siswa tak seharusnya mereka membawa uang sebanyak itu ke sekolah?
“Uang itu, mau saya berikan kepada anak yatim, Pak. Niatnya, setelah pulang sekolah saya mau ke Rumah Yatim,” terang Arvin jujur.
Belum reda rasa bingung serta kepanikan yang melanda seisi kelas, kini ditambah dengan Lisa yang menemukan secarik kertas di dalam dompetnya.
“Burung merak betina yang sangat cantik. Bulu ekornya yang indah, membuat Wolf tak kuasa menahan diri untuk memilikinya. Wolf ambil beberapa helai bulu ekornya, untuk diberikan kepada para kancil kecil. Ingat! Jika kau terus mengembangkan ekormu, Wolf akan terus datang kepadamu. Untuk merontokan satu persatu bulumu.”
Wolf
Sayangnya, ada satu tempat yang luput dari pemeriksaan, yaitu tempat pembuangan sampah di belakang sekolah.
••••
“Ada yang aneh. Kenapa cuma Lisa yang dapat surat ini? Sedangkan gue, nggak dapat?” Arvin yang masih mencari makna apa yang ingin disampaikan oleh si pelaku lewat surat itu, mulai angkat suara.
Saat ini, Arvin yang ditemani oleh kedua sahabatnya, Always dan Happy berada di kantin. Menunggu pesanan mereka datang, seraya membahas kasus yang telah menimpanya.
“Gue juga berpikir begitu. Mungkin saja si pelaku lupa atau mungkin saja dia suka sama lo. Jadi, dia nggak perlu ngasih surat yang berisi pesan buat lo.” Always, cowok hitam manis yang selalu disapa Awes, mulai berhipotesa sambil memakan sosis bakar kesukaannya.
Arvin menautkan kedua alisnya. “Jadi, menurut lo pelakunya itu cewek?”
“May be. Tapi, menurut gue cowok pun bisa suka sama lo, dalam arti dia suka sama kepribadian lo, atau suka sama sifat lo. Salah satunya gue, yang suka sama jiwa sosial lo.”
Arvin melenggut. Menerima asumsi dari Awes. “Bisa jadi. Tapi, selain lo, siapa yang suka sama gue?”
Kini, Awes memilih mengedikkan bahu, serta menggeleng. Sedangkan Happy, si cewek berparas cantik itu memilih bergeming dan mendengarkan saja tanpa ikut berasumsi, seraya menikmati sosis bakarnya.
“Yang pasti, kalian harus bantu gue buat pecahin kasus ini, dan kita juga harus bisa ungkap siapa sebenarnya Wolf.” Arvin memiliki tanggung jawab besar akan kasus ini, meminta penuh harap kepada kedua sahabatnya.
Happy yang duduk di depan cowok itu, menepuk pelan bahu Arvin. “Kamu tenang saja, kita berdua bakalan bantu kamu, kok.”
“Ini Pop Icenya Mas ganteng dan Mbak cantik.” Mbak Wik si penjual Pop Ice datang. Mengantarkan pesanan ketiganya, sekaligus membuyarkan obrolan penting mereka. Ia juga memberikan satu persatu pop icenya di atas meja, sebelum memilih angkat kaki dari sini.
“Tunggu, Mbak Wik Wik!” Awes menghentikan langkah Mbak Wik, saat wanita yang berusia 35 tahun itu akan meninggalkan tempat mereka.
“Cukup Mbak Wik saja Mas panggilnya, jangan double apalagi triple.”
Awes dan Arvin tak kuasa menahan gelak tawanya. Mereka berdua memang hobi sekali menjahili Mbak Wik si janda cantik beranak satu tersebut. Sedangkan Happy terkekeh. Sudah terbiasa dengan candaan serta gombalan kedua cowok itu terhadap Mbak Wik.
“Tadi, sekitar jam sembilan ada orang yang mencurigakan nggak Mbak lewat di kantin ini?” tanya Awes. Berharap wanita itu melihat, atau bahkan mengenalinya.
Mbak Wik tercenung. Ia mengangkat kepalanya ke atas seraya berpikir. Namun, detik setelahnya menggeleng. "Nggak tuh, Mas," beritahunya. Setelah itu, ia pun pergi meninggalkan mereka bertiga dengan raut wajah yang tampak kecewa.
Awes yang menjabat sebagai ketua keamanan OSIS, termangu. Saat ini, benaknya telah menerawang jauh, entah ke mana. Hingga pada akhirnya, ia menjentikkan jarinya. Sebuah ide yang sangat brilliant baru saja terlintas di dalam kepalanya. “Gimana kalo kita bikin permohonan buat pasang CCTV?”
"Ide bagus tuh, Wes," sahut Happy setuju. Pandangannya kini beralih ke arah Arvin. Cowok itu juga melakukan hal yang sama. Hingga keduanya saling bersitatap. Lalu, tersenyum.
Akhirnya, Arvin dan Happy melenggut, menyetujui ide Awes. Harapan mereka saat ini, ialah supaya sang kepala sekolah menyetujuinya.
Namun, belum juga hilang harapan dan angan di dalam benak mereka. Tiba-tiba saja, suara bising gebrakan meja, membuat jantung mereka terasa ingin lepas dari tempatnya.
Brraaaakkk!
“Minggir!”
To be continued
RAJA berjalan santai menyusuri koridor, dengan ketiga sahabatnya yang mengekori di belakang. Kantin merupakan tujuan mereka saat ini.Mereka berempat sangat populer di SMU Pelangi ini. Sangat populer, karena berkat ulahnya yang suka sekali membuat keonaran. Entah itu menindas kaum kecil, ataupun mem-bully yang tak bersalah. Sehingga, banyak warga sekolah yang tak menyukai perilaku mereka.Kendati begitu, mereka juga merupakan donatur terbesar di Sekolah. Sehingga, sangat disegani oleh para guru. Bahkan, jika mereka membuat keonaran, pihak sekolah hanya mampu menegur tanpa memberi hukuman. Sudah pasti, membuatnya semakin besar kepala.Langkah Raja terhenti di ujung koridor sekolah. Pandangannya langsung tertuju ke a
ARVIN ditemani oleh Awes berada di ruang kepala sekolah. Berdiri mematung di depan meja seorang pria berwajah tegas di hadapannya. Sebab, mereka baru saja menyerahkan proposal yang berisi pengajuan pemasangan CCTV untuk setiap kelas.Pak Gayandra yang selalu disapa hangat dengan panggilan Pak Gay itu membaca proposalnya dengan sangat teliti. Pria paruh baya, yang dikenal memiliki sifat arogan, usianya ditaksir sekitar 45 tahun. Ia memijit pelipis dengan jari jemari tangan kiri. Tak lama setelahnya, meletakkan proposal di atas meja, dan membenarkan letak kaca matanya yang sedikit melorot di pangkal hidungnya.Arvin menelan salivanya dengan susah payah. Keringat dingin merebak, seiring dengan degup jantung yang kian meningkat. Apa yang harus ia lakukan untuk memulai pembicaraan dengan pria itu sekarang?“Ba-bagaimana, Pak? Apa Pak Gay setuju dengan isi proposal yang para OSIS buat?” Cukup lama
SMU PELANGI memiliki tata ruang bangunan tiga tingkat yang berbentuk layaknya huruf U. Di mana setiap tingkat dibagi menjadi dua bagian, yaitu sayap kanan dan sayap kiri yang ditengahi oleh tangga utama yang cukup besar. Kendati begitu,masing-masing sayap juga memiliki tangga untuk mempermudah akses jalan para siswa. Mengingat, bangunannya yang cukup luas.SMU Pelangi hanya memiliki 18 ruang kelas saja, di mana masing-masing kelas terdapat enam ruangan kelas. Namun, kelas 11 dan kelas 12 dibagi sesuai jurusan, yaitu jurusan IPA memiliki dua ruangan kelas, dan jurusan IPS memiliki empat ruangan kelas. Pun, kelas 10 terdapat enam kelas dan dibagi menjadi tiga ruangan kelas yang menduduki lantai dasar pada sayap kanan dan sayap kiri. Sedangkan kelas 11 IPA menduduki lantai dua, dan kelas 12 IPA menduduki lantai tiga pada sayap kanan.
07.45 AMPAGI ini. Matahari tampak malu dengan bersembunyi di balik gumpalan awan nan kelabu. Angin berembus lembut, menerpa siapa saja tanpa permisi. Kendati begitu, hawa panas tetap saja terasa membakar diri pada setiap siswa yang sedang berlari.Itulah yang dilakukan oleh para penghuni kelas 11 IPA satu yang memiliki jadwal mata pelajaran Olahraga. Mereka berlari mengelilingi lapangan Sekolah sebanyak lima putaran. Membuat para siswi merasa kelelahan. Padahal, mereka hanya baruberlari sebanyak dua putaran saja.Berbeda halnya dengan Awes. Cowok itu telah berhasil menyelesaikan empat putaran larinya, dengan semangat membara. Namun, mengernyit bingung saat tak menemukan sosok Happy di belakangnya. Ke mana perginya cewek itu? Pasalnya, cewek berparas cantik itu masih terlihat berlari pada putaran ke tiganya. Tapi, saat ini Happy menghilang. Entah ke mana.Awes berniat untuk se
SEBAGAI ketua tim keamanan OSIS, Always memiliki peran penting untuk menjaga keamanan di lingkungan sekolahnya. Oleh sebab itu, ia merasa bertanggung jawab untuk memecahkan kasus pencurian yang sedang berkeliaran saat-saat ini.Awes memilih untuk melaporkan kejadian yang telah menimpa Rosa kepada wali kelasnya. Kemudian, bergegas pergi ke ruang siaran, setelah laporannya diterima. "Pengumuman! Untuk semua warga sekolah, dimohon untuk tetap berada pada tempatnya masing-masing. Karena, kami selaku tim keamanan OSIS akan melakukan sidak kepada seluruh warga sekolah. Terimakasih."Hening.Awes mematikan mikrofonnya. Tertunduk, seraya mendesah pelan. Hatinya terasa berdenyut pil
08.30 PMSETIBANYA di rumah, Arvin langsung menuju ke kamar. Meletakkan tasnya di atas meja belajar. Lalu, menghempaskan tubuhnya, yang terasa begitu lelah, di atas ranjang yang empuk. Netranya menerawang menatap atap dinding kamar yang berwarna biru langit. Pun, kini benaknya telah berhasil menembus batas waktu, akan kejadian pagi tadi di sekolahnya.07.15 AMTiba-tiba saja, Arvin merasakan tubuhnya terasa remuk dan sakit di bagian kepala. Ia pun memilih untuk izin keluar kelas, menuju ke UKS. Mau tak mau Arvin harus rela tak mengikuti mata pelajaran pertamanya.Namun, Arvin terkejut saat mendapati Happy, setelah sampai di UKS.
SMU PELANGI memiliki bangunan kantin yang cukup luas. Di bangunan berbentuk persegi yang terbuka itu, berjejer lima stand makanan dan minuman yang dibangun dengan menggunakan tembok permanen. Kendati begitu, di bagian tengah masing-masing stand tepat di samping kanan pintu, sengaja dibiarkan terbuka dengan tembok yang hanya beberapa meter saja di bawahnya. Hal itu bertujuan supaya bisa digunakan sebagai tempat bertransaksi jual beli antara para siswa dan penjual. Pun, kursi dan meja berjejer rapi di depannya. Atap kantin yang terbuat dari genting beton membuat para penghuninya terlindungi dari terik sinar matahari. Pepohonan hijau yang tumbuh di arena Kantin, membuat suasana semakin tampak sejuk.Seperti saat ini, suasana kantin tampak begitu ramai, walau cuaca sedikit terik. Para penghuni kantin menyantap makan siangnya diiringi dengan denting suara sendok dan juga garpu. Tak sedikit dari mereka, yang hanya memesan Pop Ice mbak Wi
ARVIN memandang langit yang tak berbintang dari balkon kamarnya. Sepertinya, malam ini hujan akan mengguyur Ibu Kota. Bisa dilihat dari gumpalan awan berwarna hitam pekat yang terus bergerak maju menyembunyikan indahnya sinar rembulan dan juga bintang. Perlahan, angin dingin berdesir lembut menerpa siapa saja yang berada di bawahnya. Arvin pun memilih beranjak dari pembatas pagar untuk segera masuk ke kamarnya. Sebab, tak ingin dinginnya malam terus menggerogoti tubuhnya.Arvin memilih untuk duduk di kursi meja belajarnya. Membuka buku pelajaran untuk dibaca dan diserap ilmunya. Ia baru ingat, jika besok akan ada ulangan harian di kelas. Oleh sebab itu, kini di antara jari-jemarinya telah terselip bolpoint yang siap untuk bergerak lincah, menuliskan kata demi kata di buku tulisnya. Kebiasaannya, yang suka merangkum apa saja yang dibaca, dan akan dibaca ulang nantinya.
Dua Tahun Kemudian“Hai, mata raishuu.” (Ya, sampai bertemu minggu depan)“Hai, arigatou gozaimasu,” (Ya, terimakasih banyak) sahut seluruh mahasiswa kepada sensei yang telah memberikan ilmunya kepada mereka. Setelah itu, para mahasiswa pun segera merapikan buku-buku mereka, dan memasukkannya ke dalam tas.Begitu pula Arvin, cowok itu memasukkan semua buku-buku yang bertuliskan huruf campuran antara Kanji dan Hiragana pada sampul, yang berserakan di atas meja dan memasukkannya ke dalam tas ransel. Setelah itu, segera beranjak dari duduknya dan melangkahkan kedua kakinya keluar kelas.Setengah berlari, Arvin menyusuri koridor Kampus yang masih ramai oleh para Mahasiswanya. Sekilas, ia menilik ke arah arloji di pergelangan tangannya. Masih ada waktu satu jam untuk b
DI TERAS sebuah rumah mewah bak istana. Berjejer tiga buah motor sport ninja dengan bermacam-macam warna, seperti: merah, hitam dan biru. Pun, sebuah nomor plat unik tertempel pada motor ninja berwarna biru. Sebuah plat nomor yang bertuliskan B 390 LU.Beralih dari sana, di sebuah kamar nan luas. Puluhan miniatur sepeda motor balap tampak tersimpan rapi pada dua rak lemari dengan kaca yang melapisi. Pun, sebuah jaket berwarna hitam dengan lambang Wolf tergantung pada lemari pakaian yang terletak di sebelah kanannya. Sedangkan, sang pemilik benda-benda tersebut terduduk di atas lantai yang beralaskan karpet rasfur berbulu tebal, sembari menonton tayangan berita di TV.“Sungguh, sekarang saya menyesal. Akibat perbuatan saya pula, kini karir Mamah berada
“Tuhan tengah menghukummu dengan kacaunya perasaan. Tuhan juga tengah menghukummu, dengan berbagai cobaan. Dan, mungkin ini adalah hukuman yang pantas untukmu jadikan perubahan.”¤¤¤¤
RAJA mematut diri di depan cermin. Menyisir rambut hitam pekat, lalu memberikannya sedikit pomade. Ia tersenyum, melihat tatanan rambutnya yang saat ini telah tampak rapi. Kemudian, ia langsung mengambil jaket berwarna biru bertuliskan ‘Ojolali’ yang disangkutkan pada dinding, dan juga tas selempang hitam kecil. Setelah itu, melangkahkan kedua kakinya keluar kamar. Untuk mengawali minggu pagi, dengan mengais rezeki.“Ja! Jangan lupa matikan TV kalau mau berangkat! Mamah masih di dapur. Kemarin, mamah jenguk papah di penjara. Papah minta dimasakkan ayam goreng,” beritahu Renata dengan setengah berteriak, seraya menggoreng ayam yang telah dibumbuinya.Raja menutup pintu kamarnya. Ia menggeleng, ketika melihat TV di ruang tamu yang masih menyala tanpa ada seseorang yang menontonnya. Pemborosan. Itulah yang terpikirkan di benaknya saat ini. Ditambah lagi, acara tentang gosip selebriti yang sedang tayang, membuatnya berdecak keci
Satu bulan sebelum penangkapanDi depan meja belajarnya, jari-jemari Arvin tengah menari-nari indah di atas secarik kertas. Sebuah pesan akan rahasia besar yang selama ini ditutupi, akhirnya akan disampaikannya melalui surat yang akan diberikan oleh sang Burung Surga.Hai, apa kabarnya Burung Surgaku?Burung surga atau burung cendrawasih adalah julukan yang pantas untuk
HARI ini mendung, sedikit berangin. Awes terduduk di kursi terdepan yang merupakan milik Yoga. Satu-satunya kursi yang sudah lama tak berpenghuni, semenjak ditinggal pergi oleh sang pemiliknya.Awes menopang kepala dengan tangan kiri, seraya menatap gumpalan awan berwarna kelabu. Tak ada rasa sedih, amarah, maupun sebuah letupan emosi. Hanya rasa hampa yang saat ini menemani. Ia merenung dan mengingat kembali kebersamaan dengan kedua sahabatnya. Hingga, tak sadar jika sebuah senyum telah terbit di sudut bibir, ketika mengingat kenangan indah itu.Berbeda halnya dengan Happy yang berada di seberang kiri Awes, cewek itu tampak begitu gusar. Hampir beberapa menit ia menunggu panggilannya terangkat. Sayangnya, sama sekali tak ada tanda suara dari Arvin yang mengangkat panggilannya. Apakah sesuatu telah terjadi kepada Arvin, hingga cowok itu tak mengangkat panggilan darinya? Mendadak, Happy merasa takut sendiri.P
Lima bulan sebelumnyaDi dalam kamar nun luas, dengan dominasi cat berwarna putih, Wolf duduk di depan meja belajar, seraya memainkan sebuah bolpen yang terselip di antara jari-jemarinya. Ia tengah menatap selembar kertas yang berisikan tiga nama korban, yang sengaja diberi nama ‘My Pets’. Pasalnya, memang seluruh korbannya adalah seorang manusia yang memiliki sifat yang sama seperti binatang, yang saat ini telah dianggapnya sebagai hewan peliharaan.Bagaimana tidak? Kebanyakan dari mereka tak sedikit pun mau saling menghargai atau berbagi dengan satu sama lainnya. Bukankah, binatang saja yang tak memiliki akal dan pikiran, mau saling berbagi? Lantas, kenapa mereka para manusia yang dikarunia akal sehat malah tak memiliki hati nurani?Wolf tersenyum. Sudah ada dua nama yang ditandai dengan ceklis di samping nama para korbannya. “Arvin? Kenapa aku bisa lupa untuk memberikanmu sebuah julukan dan pesan? K
“Orang munafik selalu ingin tampak tak bersalah, selalu suka memutar balikkan keadaan, selalu ingin tampak seolah-olah bermaksud baik. Dan tak pernah ingin menghadapinya ketika berurusan dengan s
“Kamu Always, kan?”Awes menoleh ke arah tangga yang ada di samping kanan, ketika kedua telinganya mendengar suara seorang wanita yang memanggil namanya. Kini, netranya mendapati wanita itu yang sedang menuruni anak-anak tangga dengan cukup hati-hati.Wanita itu tersenyum, dan berjalan ke arah Awes saat telah menginjakkan kakinya di lantai dasar. Sedangkan Awes, mengerutkan keningnya samar. Ia merasa pernah berjumpa dengan wanita tersebut. Tapi … siapa dan di mana?Kini, Awes berusaha untuk mengingat, hingga benaknya berhasil menembus batas waktu beberapa bulan yang lalu, di mana dirinya tengah menjemput salah seorang customer-nya yang sedang hamil.“Dengan Mbak Shasa?” tanya Awes kepada seorang wanita yang sedang hamil di depannya.