Beranda / Thriller / WOLF (Indonesia) / 5 - Sang Bangau

Share

5 - Sang Bangau

Penulis: Rosianaq
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

07.45 AM

PAGI ini. Matahari tampak malu dengan bersembunyi di balik gumpalan awan nan kelabu. Angin berembus lembut, menerpa siapa saja tanpa permisi. Kendati begitu, hawa panas tetap saja terasa membakar diri pada setiap siswa yang sedang berlari.

Itulah yang dilakukan oleh para penghuni kelas 11 IPA satu yang memiliki jadwal mata pelajaran Olahraga. Mereka berlari mengelilingi lapangan Sekolah sebanyak lima putaran. Membuat para siswi merasa kelelahan. Padahal, mereka hanya baru berlari sebanyak dua putaran saja.

Berbeda halnya dengan Awes. Cowok itu telah berhasil menyelesaikan empat putaran larinya, dengan semangat membara. Namun, mengernyit bingung saat tak menemukan sosok Happy di belakangnya. Ke mana perginya cewek itu? Pasalnya, cewek berparas cantik itu masih terlihat berlari pada putaran ke tiganya. Tapi, saat ini Happy menghilang. Entah ke mana.

Awes berniat untuk segera menyelesaikan larinya, untuk kemudian mencari Happy. Ia menoleh ke samping lapangan. Menggerutu kesal saat menemukan Pak Ronal selaku guru Olahraganya, tengah mengawasi para siswa di sana. Benaknya kini mulai mencari cara untuk bisa melarikan diri dari tempat ini.

Tak lama setelahnya, Awes menyeringai lebar saat melihat Pak Ronal tampak begitu gusar seraya mengusap-usap perut buncitnya di seberang lapangan. Awes yakin, jika pria berbadan gembul itu merasakan mulas pada perutnya dan akan segera melakukan panggilan alamnya di toilet.

 

“Cepetan dong, pergi!” gerutu Awes yang hanya terlihat mendremilkan sesuatu di sudut bibir. Pun, terus berlari untuk menyelesaikan putaran terakhirnya.

Binggo! Awes terkekeh geli. Tepat seperti dugaan sebelumnya. Jika saat ini pria itu berlari terbirit-birit, meninggalkan lapangan untuk menuju ke arah toilet yang berada di samping tangga, di bagian tengah bangunan. Tanpa buang waktu, Awes langsung berlari meninggalkan lapangan.

Kantin merupakan tujuannya saat ini. Karena, kantin merupakan satu-satunya tempat pelarian para siswa untuk membolos pada mata pelajaran yang mereka tak suka. Awes berlari menyusuri koridor yang cukup panjang menuju ke tempat itu. Namun, netranya tak menemukan siapa pun, saat sampai di ujung koridor.

Awes menundukkan tubuh dengan menopang kedua tangan pada lututnya. Mengatur deru napasnya yang memburu akibat lelah berlari. Pandangannya masih menjelajah di sekitar arena kantin. Nihil. Lalu, ke mana lagi ia harus mencari?

Awes bangkit. Ruang kelas. Itulah yang terpikirkan di dalam benaknya saat ini. Ia memilih memutar tubuh dan berlari kembali menyusuri koridor untuk menuju ke tangga utama di bagian tengah bangunan Sekolah. Namun, sebelum itu netranya melihat padatnya rapat orang tua murid dari muka pintu ruang OSIS yang terbuka lebar.

••••

07.56 AM

Wolf dengan menggunakan jaket hitam ber-hoodie andalannya, menyeringai ketika menemukan sebuah dompet berwarna gold di dalam tas ransel. Dalam sekejap, benda tersebut telah berpindah ke genggamannya.

Wolf membuka dompet tersebut, dan menemukan uang ratusan ribu rupiah dari dalam sana. Ia ambil uang itu, dan menyematkan secarik kertas di dalamnya. Setelah itu, menutup dan memasukkannya kembali ke dalam tas. Dan, tak lupa meletakkan tas itu pada tempatnya.

Tanpa buang waktu, Wolf bangkit. Lalu, melangkahkan kedua kakinya ke arah pintu. Mengintip, sebelum mulai keluar dari sana. Ia tersenyum kecil saat netranya tak menemukan siapa pun di depan koridor. Ia langsung membuka pintu, dan menutupnya kembali. Lalu, berjalan berjongkok ke arah toilet dengan melewati dua ruangan kelas 11 IPS yang pintunya tertutup rapat. Hal itu sudah menjadi aturan dari pihak sekolah untuk menutup pintu kelas di saat jam mata pelajaran sedang berlangsung. Membuat Wolf dapat dengan mudah melancarkan aksinya.

Wolf bangkit saat telah melewati dua ruangan kelas tersebut. Ia memilih berjalan santai ke arah toilet yang berada di samping tangga utama dengan menundukkan kepala.

Wolf mengintip dari balik pintu toilet melalui lubang kunci, sebelum mulai masuk ke dalam sana. Tak ada siapa pun. Ia menyeringai, dan mulai menggerakkan tuas pintunya.

“HEH! SIAPA LO?”

Wolf tergemap. Seketika, ia menghentikan pergerakan tangannya untuk membuka pintu toilet. Ia menoleh ke samping kanan, dan membeliak ketika menemukan Awes di sana. "Sial! Kenapa dia harus naik ke atas?” gumamnya kesal.

Wolf panik. Kalang kabut. Apa yang harus ia lakukan sekarang? Pasalnya, kehadiran cowok itu yang tiba-tiba, sama sekali tak ada di dalam list rencananya. Sama halnya jika ada siswa yang tiba-tiba saja ingin pergi ke toilet atau keluar kelas saat dirinya tengah beraksi. Hal-hal tak terduga seperti itu tak bisa ia masukkan ke dalam list rencananya, walaupun sudah mengamati situasi dan kondisi ribuan kali. Mungkin, jika seorang cenayang, ia rela menghabiskan harinya untuk membaca pikiran semua orang supaya tahu kapan mereka akan ke toilet ataupun keluar kelas untuk dimasukkan ke dalam list. Namun, itu hanya imajinasi yang tak akan mungkin terjadi.

Awes segera melangkahkan kedua kakinya, menapaki anak-anak tangga lebih cepat, ketika netranya menemukan seseorang berjaket hitam yang tampak mencurigakan.

Melihat hal itu, Wolf segera berlari dengan mengambil posisi tangga yang berada di sayap kiri. Aksi saling kejar mengejar pun tak dapat dihindari. Entah kenapa, ia merasa bahwa koridor yang biasa dilalui terasa begitu panjang.

“JANGAN LARI! BERHENTI LO!” pekik Awes kencang, bersamaan dengan langkah yang kian cepat, untuk terus mengejar Wolf yang berada di depan.

Wolf mendengkus kesal, ketika melihat sekilas ke belakang dan mengetahui jika jaraknya dengan Awes sudah cukup dekat.

“Sial!” Wolf langsung menambah kecepatan pada larinya, sehingga membuat deru napasnya kian memburu. Harapannya saat ini, ialah agar rapat orang tua murid segera selesai. Namun sialnya, rapat tersebut masih akan berakhir sekitar 15 menit lagi.

Awes mengepalkan kedua tangannya, ketika melihat orang itu menuruni anak-anak tangga. Segera, ia mempercepat larinya, dan turut menuruni anak-anak tangga dengan cepat, hingga tak sadar jika telah melangkahi gundakan dua anak tangga sekaligus.

Wolf merasa kebingungan saat menemukan persimpangan koridor di depannya. Ia celingukan. Ke manakah arah yang harus ia tempuh sekarang? Namun, detik setelahnya, segera berbelok ke arah kiri, setelah sampai di lantai dasar. Ia kembali menoleh sekilas ke belakang, dan mengumpat kesal saat tahu cowok itu masih mengejarnya.

Tak lama kemudian, Wolf menyeringai lebar. Dewi fortuna masih berpihak kepadanya. Kini, kedua netranya mendapati kerumunan para orang tua murid yang baru saja keluar dari ruang OSIS. Tanpa buang waktu, ia mempercepat larinya dan langsung masuk ke dalam kerumunan para ibu-ibu di hadapannya.

Kalau jalan pakai mata, dong!”

Ia pun tak mengindahkan suara makian dari seorang Ibu yang tak sengaja ditabraknya. Fokusnya, kini hanya satu, yaitu menuju ke arah kantin, dan mencari tempat untuk bersembunyi. Hingga tak sadar, dirinya telah menjatuhkan secarik kertas dari dalam saku jaket, ketika mengeluarkan tangan untuk membenarkan letak posisi hoodie.

Awes terpegun, ketika tubuhnya langsung masuk ke dalam kerumunan para ibu-ibu saat baru sampai di lantai dasar. Ia langsung berbelok ke arah kiri dan terus berlari. Sayangnya, bahu tingginya tak sengaja menyenggol konde palsu seorang Ibu, hingga membuat benda tersebut jatuh ke atas lantai. Sudah pasti, membuat si empu pemilik benda tersebut marah dan menarik kerah tengkuk seragamnya.

Awes tergemap. Seketika, ia terlonjak ke belakang saat seorang Ibu menarik tengkuk seragamnya. Ia pun memilih untuk menghentikan larinya dan menoleh ke belakang.

"Kalau jalan hati-hati dong, Dek! Konde saya, kan, jadi jatuh," tutur si Ibu geram.

Awes terbelakak. Tanpa disangka si Ibu malah memukul bahunya bertubu-tubi. "Aduuuh ...!Ampun, Bu! Ampun! Saya nggak sengaja." Dengan cepat, ia mengangkat kedua tangannya ke samping untuk melindungi tubuh dari pukulan si Ibu.

"Tapi, ma-maaf, Bu. Saya buru-buru." Tanpa buang waktu lagi, Awes kembali memutar tubuhnya, dan berlari. Ia tak ingin kehilangan jejak orang berjaket hitam itu. Walau sejujurnya, ada rasa tak enak hati ketika menoleh ke belakang, dan mendapati si Ibu yang masih terus mengumpati dirinya, bahkan memungut kondenya sendiri. Ya Tuhan, semoga saja ia tak tercatat sebagai anak yang durhaka.

Pada akhirnya, Awes berhasil terlepas dari para kerumunan ibu-ibu. Ia pun menundukkan tubuh, menopang lutut dengan kedua tangan, untuk mengatur deru napas yang memburu. “Sial! Gue kehilangan jejak!” ucapnya geram saat orang berjaket hitam itu sudah tak terlihat di hadapannya.

Awes bangkit. Dan, memilih untuk kembali berlari menuju ke kantin. Namun, tak sengaja netranya menemukan secarik kertas yang terkapar di atas lantai. Seketika, larinya terhenti. Lalu, membungkuk untuk memungut kertas tersebut.

Awes penasaran. Ia buka kertas itu, untuk melihat isinya. Detik berikutnya, netranya membeliak ketika membaca sebuah tulisan.

MY PETS

"Hewan peliharaan? Apa maksudnya?" gumamnya kemudian, dengan menggaruk tengkuknya.

Awes mendesah pelan. Ia bergedik, karena tak paham maksudnya. Kendati begitu, ia yakin sekali jika kertas itu merupakan milik Wolf. Karena di dalamnya terdapat daftar nama-nama hewan. Di mana salah satunya ialah Burung Merak. Ia pun memilih untuk menyimpannya di dalam saku seragam, untuk kemudian mencari tahu maknanya.

Awes kembali berlari. Namun, terpegun ketika netranya langsung disambut hangat oleh sebuah goyangan pinggul eksotis milik Mbak Wik saat sampai di ujung koridor. Ia menggeleng. Berdecak kecil. Bagaimana bisa wanita itu melakukannya di ruang terbuka seperti ini?

Awes tak memedulikannya. Ia pun menghampiri janda cantik itu, berharap bisa mendapatkan secuil informasi darinya.

“Mbak, tadi ada orang yang pakai jaket hitam lari ke sini, nggak?” Awes mengedarkan pandangannya ke penjuru kantin, tak ada satu pun penghuni kantin yang keluar dari stand mereka, karena asyik memasak dan menyiapkan makanan untuk jam istirahat nanti. Hanya ada Mbak Wik, dan Awes yakin jika wanita itu tahu ke mana Wolf bersembunyi.

Mendadak, Mbak Wik menghentikan aktivitasnya. Ia melepas earphone, dan tersenyum malu ke arah Awes. “Eh, ada Mas Awes. Iya Mas, tadi ada orang yang pake jaket hitam lari, dan nggak sengaja menabrak saya sampe jatuh.”

Awes terperangah. “Terus dia lari ke mana, Mbak?”

“Aduh … Saya nggak tahu, Mas. Tadi, dia larinya kencang banget. Pas saya bangun, dia sudah nggak ada. Tapi, saya rasa sih, dia ke toilet, Mas. Atau bisa jadi ke pembuangan sampah belakang sekolah.”

Thank’s, Mbak Wik Wik.”

Awes bergegas berlari menuju ke toilet umum yang berada di samping kantin. Terlalu fokus dengan apa yang sedang dicari, hingga tak sungkan untuk masuk ke dalam toilet cewek. Beruntung, tak ada siapa pun di sana.

Beralih dari sana, Awes menuju ke toilet cowok yang berada di sebelahnya. Ia membuka tuas pintu. Bersamaan dengan itu, netranya menemukan Yoga yang akan keluar dari bilik toilet.

••••

Pekik jerit Rosa menggema di ruang kelas. Membuat langkah para siswi yang akan keluar kelas untuk mengganti pakaian Olahraganya, terhenti. Mereka menatap bingung ke arah meja Rosa. Beberapa dari mereka pun ada yang memilih untuk menghampiri meja cewek itu.

Rosa membenamkan kepala dilipatan kedua tangan, di atas meja yang telah berserakan oleh isi dari dalam tasnya. Ia menangis, saat tak menemukan uangnya yang tersimpan di dalam dompet.

“Sabar ya, Ros.” Hanya kata itu yang bisa terucap oleh teman sekelasnya kepada cewek berkulit putih itu.

Awes berjalan menyusuri koridor untuk bisa sampai di kelasnya. Seperti niat awalnya, jika saat ini ia akan mencari Happy di kelas. Namun, langkahnya terhenti di ambang pintu kelas saat netranya mendapati Rosa yang sedang menangis. Pun, kerumunan para cewek yang sedang menenangkan cewek blasteran itu.

Mendadak Awes tercenung. Entah kenapa perasaannya tak enak. Apalagi saat melihat meja cewek itu yang tampak berserakan. Mungkinkah Rosa telah kehilangan sesuatu? Bukankah tadi ia melihat seseorang yang tampak mencurigakan?

Awes berlari menghampiri meja Rosa. "Lo kenapa, Ros?" tanyanya was-was. Sungguh, ia tak ingin mendengar jika orang berjaket hitam itu telah mengambil sesuatu milik Rosa.

Rosa mendongak. "Uang gue hilang, Wes," akunya dengan suara serak.

Mendadak Awes merasakan dadanya bergemuruh hebat. Sesuatu yang tak ingin didengarnya, pada akhirnya terdengar juga.

Pandangan Awes beralih ke arah dompet berwarna gold di samping cewek itu. “Gue boleh cek dompet lo, Ros?”pintanya kemudian.

Rosa termangu. Ia melenggut, dan menyerahkan dompet tersebut kepada Awes. Sedangkan cowok hitam manis itu, langsung membukanya. Tak lama setelahnya, tercenung saat menemukan secarik kertas di dalamnya. Ia pun mengambil kertas tersebut. Dan memberikannya kepada si empu pemilik dompet itu.

Rintik sendu Rosa usia setelah menerima kertas itu. Ia menyeka lelehan bening di kedua pipi, sebelum memulai membaca.

Seekor Angsa terluka hingga terjatuh sampai ke dasar. Membuat sayapnya patah, hingga tak bisa lagi terbang bersama kelompoknya. Mirisnya, sang Bangau berpura-pura menutup mata dan terus mengepakkan sayapnya untuk terbang, tanpa mau menolong Angsa yang terluka. Dan ... Wolf yang akan membuka lebar kedua mata Bangau. Supaya, tak terus-menerus berada dalam kepura-puraan."

Wolf

Rosa merasakan dadanya berdenyut ngilu, setelah selesai membacanya. Tanpa terasa, lelehan air bening itu kembali merebak. Rosa menggeleng. Sesenggukkan. Pasalnya, ia tahu betul apa yang ingin disampaikan oleh Wolf kepada dirinya.

Tanpa buang waktu, Rosa bangkit dan berlari menuju ke kelas 11 IPA dua yang merupakan kelas Bella. Beruntung, jam mata pelajaran telah usai, sehingga dirinya bisa langsung masuk ke dalam kelas.

Mendadak Rosa mematung di depan kelas. Pandangannya menjelajah ke seluruh kelas, mencari sesosok cewek yang tak ada di kursinya. Namun, mengernyit bingung saat tak menemukan Bella di sana.

"Kalian lihat Bella?" tanyanya kepada seluruh penghuni kelas yang saat ini tengah menatap bingung ke arahnya.

"Hari ini, Bella nggak masuk. Aneh! Kenapa kamu malah tanya Bella ke kami? Bukankah kalian berdua sahabatan?" jawab salah seorang cewek yang duduk di meja paling depan.

Bagai tersambar petir di siang bolong. Dada Rosa terasa remuk redam saat mendengarkan penuturan dari cewek itu. Benar. Seharusnya sebagai sahabatnya ia tahu jika hari ini Bella tak masuk sekolah. Namun, egonya terlalu besar, sehingga memilih untuk tak tahu menahu tentang cewek itu.

Rosa merasakan kedua kakinya terasa lemas, hingga tak kuasa menopang tubuhnya lagi. Ia merosot jatuh ke atas lantai dengan derai air mata yang kian menderas. Kini, benaknya telah berhasil mengingat akan perlakuan baik Bella yang selalu membantunya saat mengalami kesusahan. Namun, ketika Bella yang membutuhkan bantuan darinya, mendadak ia memilih pergi menjauh dan berpura-pura untuk melupakan semua masalah cewek itu.

Rosa menunduk. Menangis pilu.

Masih pantaskah dirinya disebut sebagai sahabat yang baik?

To be continued

Bab terkait

  • WOLF (Indonesia)   6 - Luka Sang Angsa

    SEBAGAI ketua tim keamanan OSIS, Always memiliki peran penting untuk menjaga keamanan di lingkungan sekolahnya. Oleh sebab itu, ia merasa bertanggung jawab untuk memecahkan kasus pencurian yang sedang berkeliaran saat-saat ini.Awes memilih untuk melaporkan kejadian yang telah menimpa Rosa kepada wali kelasnya. Kemudian, bergegas pergi ke ruang siaran, setelah laporannya diterima. "Pengumuman! Untuk semua warga sekolah, dimohon untuk tetap berada pada tempatnya masing-masing. Karena, kami selaku tim keamanan OSIS akan melakukan sidak kepada seluruh warga sekolah. Terimakasih."Hening.Awes mematikan mikrofonnya. Tertunduk, seraya mendesah pelan. Hatinya terasa berdenyut pil

  • WOLF (Indonesia)   7 - Alibi

    08.30 PMSETIBANYA di rumah, Arvin langsung menuju ke kamar. Meletakkan tasnya di atas meja belajar. Lalu, menghempaskan tubuhnya, yang terasa begitu lelah, di atas ranjang yang empuk. Netranya menerawang menatap atap dinding kamar yang berwarna biru langit. Pun, kini benaknya telah berhasil menembus batas waktu, akan kejadian pagi tadi di sekolahnya.07.15 AMTiba-tiba saja, Arvin merasakan tubuhnya terasa remuk dan sakit di bagian kepala. Ia pun memilih untuk izin keluar kelas, menuju ke UKS. Mau tak mau Arvin harus rela tak mengikuti mata pelajaran pertamanya.Namun, Arvin terkejut saat mendapati Happy, setelah sampai di UKS.

  • WOLF (Indonesia)   8 - My Pets

    SMU PELANGI memiliki bangunan kantin yang cukup luas. Di bangunan berbentuk persegi yang terbuka itu, berjejer lima stand makanan dan minuman yang dibangun dengan menggunakan tembok permanen. Kendati begitu, di bagian tengah masing-masing stand tepat di samping kanan pintu, sengaja dibiarkan terbuka dengan tembok yang hanya beberapa meter saja di bawahnya. Hal itu bertujuan supaya bisa digunakan sebagai tempat bertransaksi jual beli antara para siswa dan penjual. Pun, kursi dan meja berjejer rapi di depannya. Atap kantin yang terbuat dari genting beton membuat para penghuninya terlindungi dari terik sinar matahari. Pepohonan hijau yang tumbuh di arena Kantin, membuat suasana semakin tampak sejuk.Seperti saat ini, suasana kantin tampak begitu ramai, walau cuaca sedikit terik. Para penghuni kantin menyantap makan siangnya diiringi dengan denting suara sendok dan juga garpu. Tak sedikit dari mereka, yang hanya memesan Pop Ice mbak Wi

  • WOLF (Indonesia)   9 - Impian dan Harapan

    ARVIN memandang langit yang tak berbintang dari balkon kamarnya. Sepertinya, malam ini hujan akan mengguyur Ibu Kota. Bisa dilihat dari gumpalan awan berwarna hitam pekat yang terus bergerak maju menyembunyikan indahnya sinar rembulan dan juga bintang. Perlahan, angin dingin berdesir lembut menerpa siapa saja yang berada di bawahnya. Arvin pun memilih beranjak dari pembatas pagar untuk segera masuk ke kamarnya. Sebab, tak ingin dinginnya malam terus menggerogoti tubuhnya.Arvin memilih untuk duduk di kursi meja belajarnya. Membuka buku pelajaran untuk dibaca dan diserap ilmunya. Ia baru ingat, jika besok akan ada ulangan harian di kelas. Oleh sebab itu, kini di antara jari-jemarinya telah terselip bolpoint yang siap untuk bergerak lincah, menuliskan kata demi kata di buku tulisnya. Kebiasaannya, yang suka merangkum apa saja yang dibaca, dan akan dibaca ulang nantinya.

  • WOLF (Indonesia)   10 - Fall In Love

    HUJAN semalam, masih terus mengguyur Ibu Kota hingga sampai pada pagi hari ini. Oleh sebab itu, upacara bendera yang sudah menjadi rutinitas di hari senin pagi, terpaksa harus ditiadakan. Hal tersebut, membuat seluruh penghuni sekolah masih memiliki waktu 30 menit sebelum jam mata pelajaran pertama dimulai.The Richest memilih menghabiskan waktu mereka, untuk berkumpul. Kali ini, kelas Raja menjadi tempat utama untuk berkumpulnya anak konglomerat itu. Walaupun pada kenyataannya, kini mereka berempat sibuk dengan aktivitasnya masing-masing. Mereka semua asyik menatap layar ponsel. Kendati begitu, Gavin lebih memilih membaca buku mata pelajarannya, sebagai bekal ulangan hariannya nanti.Kevin memandang takjub layar ponselnya, yang memperlihatkan berita tentang pengeluaran miniatur sepeda motor balap terbaru, dari

  • WOLF (Indonesia)   11 - Glamorous Camping

    “Di tengah hutan, tertawa lepas, jauh dari kebisingan, dan dekat dengan alam.”Glamour Camping atau yang disingkat dengan glamping merupakan kegiatan berkemah dengan menghadirkan suasana kemewahan di tengah hutan. Berbagai fasilitas lengkap yang bisa didapatkan, seperti; tenda yang lebih besar serta alas tidur menggunakan kasur dan bantal.Ada listrik dan juga fan di dalam tenda untuk sirkulasi udara.Juga tenda yang dilapisi double layer sebagai pelindung dari hujan.Glamping akan dilaksanakan selama dua hari ke depan.Dengan mengikuti acara tersebut, semua peserta sudah pasti akan mendapatkan banyak pengalaman baru dan juga bisa menikmati alam dengan cara yang berbeda. Itulah alasan Arvin memilih glamping sebagai

  • WOLF (Indonesia)   12 - Hilangnya Lisa

    "Ingat ya! Kalau ada yang mau keluar dari tenda, salah satu dari kita harus ada yang jaga tenda." Arvin tak henti memeringati Awes dan juga Yoga.Selama acara berlangsung, mereka bertiga akan berada dalam satu tenda. Dan kini mereka tengah mengatur barang bawaannya, untuk diletakkan di samping kasur mereka masing-masing."Oke," jawab Awes dan Yoga serempak. Ini sudah puluhan kalinya Arvin memeringati. Membuat Awes hanya tersenyum kecil sambil menggelengkan kepala."Kita masih belum tahu siapa Wolf. Bisa jadi dia diam-diam ikut acara ini, dan hanya tinggal menunggu kita lengah aja, buat dia bisa lancarin aksinya," sahut Arvin lagi.Awes dan Yoga kali ini hanya mendengarkan sembari menata barang-barang

  • WOLF (Indonesia)   13 - Games

    HANGAT sinar mentari, masuk melalui celah di antara pohon-pohon pinus yang menjulang tinggi. Suara cicit burung bernyanyi silih berganti. Pun, udara segar mulai menyeruak masuk ke dalam tenda-tenda tanpa permisi.Di pagi menjelang siang ini, siswa kelas 10 sudah berbaris rapi di lapangan. Mereka semua terbakar semangat membara untuk mengikuti permainan outbond. Sebuah permainan yang telah disiapkan oleh para OSIS jauh hari, sebelum acara ini berlangsung.Outbond diwajibkan untuk kelas 10 dengan dibimbing langsung oleh anggota OSIS. Always telah berada di barisan terdepan dengan ke-10 anaknya yang telah berbaris di belakangnya. Begitu pula Arvin dan anggota OSIS lainnya, yang juga telah berada di barisan depan dengan ke-10 adik kelasnya. Di hari kedua ini, mereka semua yakin akan menghabiskan h

Bab terbaru

  • WOLF (Indonesia)   EPILOG

    Dua Tahun Kemudian“Hai, mata raishuu.” (Ya, sampai bertemu minggu depan)“Hai, arigatou gozaimasu,” (Ya, terimakasih banyak) sahut seluruh mahasiswa kepada sensei yang telah memberikan ilmunya kepada mereka. Setelah itu, para mahasiswa pun segera merapikan buku-buku mereka, dan memasukkannya ke dalam tas.Begitu pula Arvin, cowok itu memasukkan semua buku-buku yang bertuliskan huruf campuran antara Kanji dan Hiragana pada sampul, yang berserakan di atas meja dan memasukkannya ke dalam tas ransel. Setelah itu, segera beranjak dari duduknya dan melangkahkan kedua kakinya keluar kelas.Setengah berlari, Arvin menyusuri koridor Kampus yang masih ramai oleh para Mahasiswanya. Sekilas, ia menilik ke arah arloji di pergelangan tangannya. Masih ada waktu satu jam untuk b

  • WOLF (Indonesia)   38 - The Real Wolf

    DI TERAS sebuah rumah mewah bak istana. Berjejer tiga buah motor sport ninja dengan bermacam-macam warna, seperti: merah, hitam dan biru. Pun, sebuah nomor plat unik tertempel pada motor ninja berwarna biru. Sebuah plat nomor yang bertuliskan B 390 LU.Beralih dari sana, di sebuah kamar nan luas. Puluhan miniatur sepeda motor balap tampak tersimpan rapi pada dua rak lemari dengan kaca yang melapisi. Pun, sebuah jaket berwarna hitam dengan lambang Wolf tergantung pada lemari pakaian yang terletak di sebelah kanannya. Sedangkan, sang pemilik benda-benda tersebut terduduk di atas lantai yang beralaskan karpet rasfur berbulu tebal, sembari menonton tayangan berita di TV.“Sungguh, sekarang saya menyesal. Akibat perbuatan saya pula, kini karir Mamah berada

  • WOLF (Indonesia)   37 - Hukuman

    “Tuhan tengah menghukummu dengan kacaunya perasaan. Tuhan juga tengah menghukummu, dengan berbagai cobaan. Dan, mungkin ini adalah hukuman yang pantas untukmu jadikan perubahan.”¤¤¤¤

  • WOLF (Indonesia)   36 - Where Are You, Wolf?

    RAJA mematut diri di depan cermin. Menyisir rambut hitam pekat, lalu memberikannya sedikit pomade. Ia tersenyum, melihat tatanan rambutnya yang saat ini telah tampak rapi. Kemudian, ia langsung mengambil jaket berwarna biru bertuliskan ‘Ojolali’ yang disangkutkan pada dinding, dan juga tas selempang hitam kecil. Setelah itu, melangkahkan kedua kakinya keluar kamar. Untuk mengawali minggu pagi, dengan mengais rezeki.“Ja! Jangan lupa matikan TV kalau mau berangkat! Mamah masih di dapur. Kemarin, mamah jenguk papah di penjara. Papah minta dimasakkan ayam goreng,” beritahu Renata dengan setengah berteriak, seraya menggoreng ayam yang telah dibumbuinya.Raja menutup pintu kamarnya. Ia menggeleng, ketika melihat TV di ruang tamu yang masih menyala tanpa ada seseorang yang menontonnya. Pemborosan. Itulah yang terpikirkan di benaknya saat ini. Ditambah lagi, acara tentang gosip selebriti yang sedang tayang, membuatnya berdecak keci

  • WOLF (Indonesia)   35 - Another Wolf

    Satu bulan sebelum penangkapanDi depan meja belajarnya, jari-jemari Arvin tengah menari-nari indah di atas secarik kertas. Sebuah pesan akan rahasia besar yang selama ini ditutupi, akhirnya akan disampaikannya melalui surat yang akan diberikan oleh sang Burung Surga.Hai, apa kabarnya Burung Surgaku?Burung surga atau burung cendrawasih adalah julukan yang pantas untuk

  • WOLF (Indonesia)   34 - Burung Surga

    HARI ini mendung, sedikit berangin. Awes terduduk di kursi terdepan yang merupakan milik Yoga. Satu-satunya kursi yang sudah lama tak berpenghuni, semenjak ditinggal pergi oleh sang pemiliknya.Awes menopang kepala dengan tangan kiri, seraya menatap gumpalan awan berwarna kelabu. Tak ada rasa sedih, amarah, maupun sebuah letupan emosi. Hanya rasa hampa yang saat ini menemani. Ia merenung dan mengingat kembali kebersamaan dengan kedua sahabatnya. Hingga, tak sadar jika sebuah senyum telah terbit di sudut bibir, ketika mengingat kenangan indah itu.Berbeda halnya dengan Happy yang berada di seberang kiri Awes, cewek itu tampak begitu gusar. Hampir beberapa menit ia menunggu panggilannya terangkat. Sayangnya, sama sekali tak ada tanda suara dari Arvin yang mengangkat panggilannya. Apakah sesuatu telah terjadi kepada Arvin, hingga cowok itu tak mengangkat panggilan darinya? Mendadak, Happy merasa takut sendiri.P

  • WOLF (Indonesia)   33 - Serigala Berbulu Domba

    Lima bulan sebelumnyaDi dalam kamar nun luas, dengan dominasi cat berwarna putih, Wolf duduk di depan meja belajar, seraya memainkan sebuah bolpen yang terselip di antara jari-jemarinya. Ia tengah menatap selembar kertas yang berisikan tiga nama korban, yang sengaja diberi nama ‘My Pets’. Pasalnya, memang seluruh korbannya adalah seorang manusia yang memiliki sifat yang sama seperti binatang, yang saat ini telah dianggapnya sebagai hewan peliharaan.Bagaimana tidak? Kebanyakan dari mereka tak sedikit pun mau saling menghargai atau berbagi dengan satu sama lainnya. Bukankah, binatang saja yang tak memiliki akal dan pikiran, mau saling berbagi? Lantas, kenapa mereka para manusia yang dikarunia akal sehat malah tak memiliki hati nurani?Wolf tersenyum. Sudah ada dua nama yang ditandai dengan ceklis di samping nama para korbannya. “Arvin? Kenapa aku bisa lupa untuk memberikanmu sebuah julukan dan pesan? K

  • WOLF (Indonesia)   32 - Kobaran Api Amarah

    “Orang munafik selalu ingin tampak tak bersalah, selalu suka memutar balikkan keadaan, selalu ingin tampak seolah-olah bermaksud baik. Dan tak pernah ingin menghadapinya ketika berurusan dengan s

  • WOLF (Indonesia)   31 - Tentang Wolf

    “Kamu Always, kan?”Awes menoleh ke arah tangga yang ada di samping kanan, ketika kedua telinganya mendengar suara seorang wanita yang memanggil namanya. Kini, netranya mendapati wanita itu yang sedang menuruni anak-anak tangga dengan cukup hati-hati.Wanita itu tersenyum, dan berjalan ke arah Awes saat telah menginjakkan kakinya di lantai dasar. Sedangkan Awes, mengerutkan keningnya samar. Ia merasa pernah berjumpa dengan wanita tersebut. Tapi … siapa dan di mana?Kini, Awes berusaha untuk mengingat, hingga benaknya berhasil menembus batas waktu beberapa bulan yang lalu, di mana dirinya tengah menjemput salah seorang customer-nya yang sedang hamil.“Dengan Mbak Shasa?” tanya Awes kepada seorang wanita yang sedang hamil di depannya.

DMCA.com Protection Status