DI TERAS sebuah rumah mewah bak istana. Berjejer tiga buah motor sport ninja dengan bermacam-macam warna, seperti: merah, hitam dan biru. Pun, sebuah nomor plat unik tertempel pada motor ninja berwarna biru. Sebuah plat nomor yang bertuliskan B 390 LU.
Beralih dari sana, di sebuah kamar nan luas. Puluhan miniatur sepeda motor balap tampak tersimpan rapi pada dua rak lemari dengan kaca yang melapisi. Pun, sebuah jaket berwarna hitam dengan lambang Wolf tergantung pada lemari pakaian yang terletak di sebelah kanannya. Sedangkan, sang pemilik benda-benda tersebut terduduk di atas lantai yang beralaskan karpet rasfur berbulu tebal, sembari menonton tayangan berita di TV.
“Sungguh, sekarang saya menyesal. Akibat perbuatan saya pula, kini karir Mamah berada
Dua Tahun Kemudian“Hai, mata raishuu.” (Ya, sampai bertemu minggu depan)“Hai, arigatou gozaimasu,” (Ya, terimakasih banyak) sahut seluruh mahasiswa kepada sensei yang telah memberikan ilmunya kepada mereka. Setelah itu, para mahasiswa pun segera merapikan buku-buku mereka, dan memasukkannya ke dalam tas.Begitu pula Arvin, cowok itu memasukkan semua buku-buku yang bertuliskan huruf campuran antara Kanji dan Hiragana pada sampul, yang berserakan di atas meja dan memasukkannya ke dalam tas ransel. Setelah itu, segera beranjak dari duduknya dan melangkahkan kedua kakinya keluar kelas.Setengah berlari, Arvin menyusuri koridor Kampus yang masih ramai oleh para Mahasiswanya. Sekilas, ia menilik ke arah arloji di pergelangan tangannya. Masih ada waktu satu jam untuk b
"Aku hanya mengambil miliknya yang berharga."-Wolf-••••“JANGAN LARI! BERHENTI LO!” pekik Always kencang, bersamaan dengan langkah yang kian cepat, untuk terus mengejar orang berjaket hitam di depannya.Orang yang mengenakan masker, dengan bersembunyi di balik hoodie itu mendengkus kesal, ketika melihat sekilas ke belakang dan mengetahui jika jaraknya dengan Always sudah cukup dekat.“Sial!” Orang berjaket hitam itu langsung menambah kecepatan pada larinya, sehingga membuat deru napasnya kian memburu. Harapannya saat ini, ialah agar rapat orang tua murid segera selesai. Namun sialnya, rapat tersebut masih akan berakhir
"Pemirsa. Tercatat sepekan terakhir di Kota Jakarta, rentetan kasus kriminalitas yang didominasi pencurian cukup meningkat. Mulai dari pencurian di sebuah mini market dan beberapa percobaan pembobolan toko sembako. Dengan rentetan kejadian ini. Kombespol Adam selaku Satreskrim Polri meminta warga Kota Jakarta untuk tetap waspada."IDN News, 2014¤¤¤9:23 AMSESEORANG berjaket hitam menyusup masuk ke dalam kelas yang kosong, setelah menutup pintu kembali. Langkahnya surut perlahan, menuju ke kursi nomor empat di dekat dinding, sebelah kiri. Pemilik kursi itu, ialah Arvin Pratama, sang ketua OSIS SMU Pelangi yang terkenal pintar dan juga tampan.Orang itu mengambil tas ransel milik Arvin sebelum mendaratkan bokongnya di atas kursi.
RAJA berjalan santai menyusuri koridor, dengan ketiga sahabatnya yang mengekori di belakang. Kantin merupakan tujuan mereka saat ini.Mereka berempat sangat populer di SMU Pelangi ini. Sangat populer, karena berkat ulahnya yang suka sekali membuat keonaran. Entah itu menindas kaum kecil, ataupun mem-bully yang tak bersalah. Sehingga, banyak warga sekolah yang tak menyukai perilaku mereka.Kendati begitu, mereka juga merupakan donatur terbesar di Sekolah. Sehingga, sangat disegani oleh para guru. Bahkan, jika mereka membuat keonaran, pihak sekolah hanya mampu menegur tanpa memberi hukuman. Sudah pasti, membuatnya semakin besar kepala.Langkah Raja terhenti di ujung koridor sekolah. Pandangannya langsung tertuju ke a
ARVIN ditemani oleh Awes berada di ruang kepala sekolah. Berdiri mematung di depan meja seorang pria berwajah tegas di hadapannya. Sebab, mereka baru saja menyerahkan proposal yang berisi pengajuan pemasangan CCTV untuk setiap kelas.Pak Gayandra yang selalu disapa hangat dengan panggilan Pak Gay itu membaca proposalnya dengan sangat teliti. Pria paruh baya, yang dikenal memiliki sifat arogan, usianya ditaksir sekitar 45 tahun. Ia memijit pelipis dengan jari jemari tangan kiri. Tak lama setelahnya, meletakkan proposal di atas meja, dan membenarkan letak kaca matanya yang sedikit melorot di pangkal hidungnya.Arvin menelan salivanya dengan susah payah. Keringat dingin merebak, seiring dengan degup jantung yang kian meningkat. Apa yang harus ia lakukan untuk memulai pembicaraan dengan pria itu sekarang?“Ba-bagaimana, Pak? Apa Pak Gay setuju dengan isi proposal yang para OSIS buat?” Cukup lama
SMU PELANGI memiliki tata ruang bangunan tiga tingkat yang berbentuk layaknya huruf U. Di mana setiap tingkat dibagi menjadi dua bagian, yaitu sayap kanan dan sayap kiri yang ditengahi oleh tangga utama yang cukup besar. Kendati begitu,masing-masing sayap juga memiliki tangga untuk mempermudah akses jalan para siswa. Mengingat, bangunannya yang cukup luas.SMU Pelangi hanya memiliki 18 ruang kelas saja, di mana masing-masing kelas terdapat enam ruangan kelas. Namun, kelas 11 dan kelas 12 dibagi sesuai jurusan, yaitu jurusan IPA memiliki dua ruangan kelas, dan jurusan IPS memiliki empat ruangan kelas. Pun, kelas 10 terdapat enam kelas dan dibagi menjadi tiga ruangan kelas yang menduduki lantai dasar pada sayap kanan dan sayap kiri. Sedangkan kelas 11 IPA menduduki lantai dua, dan kelas 12 IPA menduduki lantai tiga pada sayap kanan.
07.45 AMPAGI ini. Matahari tampak malu dengan bersembunyi di balik gumpalan awan nan kelabu. Angin berembus lembut, menerpa siapa saja tanpa permisi. Kendati begitu, hawa panas tetap saja terasa membakar diri pada setiap siswa yang sedang berlari.Itulah yang dilakukan oleh para penghuni kelas 11 IPA satu yang memiliki jadwal mata pelajaran Olahraga. Mereka berlari mengelilingi lapangan Sekolah sebanyak lima putaran. Membuat para siswi merasa kelelahan. Padahal, mereka hanya baruberlari sebanyak dua putaran saja.Berbeda halnya dengan Awes. Cowok itu telah berhasil menyelesaikan empat putaran larinya, dengan semangat membara. Namun, mengernyit bingung saat tak menemukan sosok Happy di belakangnya. Ke mana perginya cewek itu? Pasalnya, cewek berparas cantik itu masih terlihat berlari pada putaran ke tiganya. Tapi, saat ini Happy menghilang. Entah ke mana.Awes berniat untuk se
SEBAGAI ketua tim keamanan OSIS, Always memiliki peran penting untuk menjaga keamanan di lingkungan sekolahnya. Oleh sebab itu, ia merasa bertanggung jawab untuk memecahkan kasus pencurian yang sedang berkeliaran saat-saat ini.Awes memilih untuk melaporkan kejadian yang telah menimpa Rosa kepada wali kelasnya. Kemudian, bergegas pergi ke ruang siaran, setelah laporannya diterima. "Pengumuman! Untuk semua warga sekolah, dimohon untuk tetap berada pada tempatnya masing-masing. Karena, kami selaku tim keamanan OSIS akan melakukan sidak kepada seluruh warga sekolah. Terimakasih."Hening.Awes mematikan mikrofonnya. Tertunduk, seraya mendesah pelan. Hatinya terasa berdenyut pil
Dua Tahun Kemudian“Hai, mata raishuu.” (Ya, sampai bertemu minggu depan)“Hai, arigatou gozaimasu,” (Ya, terimakasih banyak) sahut seluruh mahasiswa kepada sensei yang telah memberikan ilmunya kepada mereka. Setelah itu, para mahasiswa pun segera merapikan buku-buku mereka, dan memasukkannya ke dalam tas.Begitu pula Arvin, cowok itu memasukkan semua buku-buku yang bertuliskan huruf campuran antara Kanji dan Hiragana pada sampul, yang berserakan di atas meja dan memasukkannya ke dalam tas ransel. Setelah itu, segera beranjak dari duduknya dan melangkahkan kedua kakinya keluar kelas.Setengah berlari, Arvin menyusuri koridor Kampus yang masih ramai oleh para Mahasiswanya. Sekilas, ia menilik ke arah arloji di pergelangan tangannya. Masih ada waktu satu jam untuk b
DI TERAS sebuah rumah mewah bak istana. Berjejer tiga buah motor sport ninja dengan bermacam-macam warna, seperti: merah, hitam dan biru. Pun, sebuah nomor plat unik tertempel pada motor ninja berwarna biru. Sebuah plat nomor yang bertuliskan B 390 LU.Beralih dari sana, di sebuah kamar nan luas. Puluhan miniatur sepeda motor balap tampak tersimpan rapi pada dua rak lemari dengan kaca yang melapisi. Pun, sebuah jaket berwarna hitam dengan lambang Wolf tergantung pada lemari pakaian yang terletak di sebelah kanannya. Sedangkan, sang pemilik benda-benda tersebut terduduk di atas lantai yang beralaskan karpet rasfur berbulu tebal, sembari menonton tayangan berita di TV.“Sungguh, sekarang saya menyesal. Akibat perbuatan saya pula, kini karir Mamah berada
“Tuhan tengah menghukummu dengan kacaunya perasaan. Tuhan juga tengah menghukummu, dengan berbagai cobaan. Dan, mungkin ini adalah hukuman yang pantas untukmu jadikan perubahan.”¤¤¤¤
RAJA mematut diri di depan cermin. Menyisir rambut hitam pekat, lalu memberikannya sedikit pomade. Ia tersenyum, melihat tatanan rambutnya yang saat ini telah tampak rapi. Kemudian, ia langsung mengambil jaket berwarna biru bertuliskan ‘Ojolali’ yang disangkutkan pada dinding, dan juga tas selempang hitam kecil. Setelah itu, melangkahkan kedua kakinya keluar kamar. Untuk mengawali minggu pagi, dengan mengais rezeki.“Ja! Jangan lupa matikan TV kalau mau berangkat! Mamah masih di dapur. Kemarin, mamah jenguk papah di penjara. Papah minta dimasakkan ayam goreng,” beritahu Renata dengan setengah berteriak, seraya menggoreng ayam yang telah dibumbuinya.Raja menutup pintu kamarnya. Ia menggeleng, ketika melihat TV di ruang tamu yang masih menyala tanpa ada seseorang yang menontonnya. Pemborosan. Itulah yang terpikirkan di benaknya saat ini. Ditambah lagi, acara tentang gosip selebriti yang sedang tayang, membuatnya berdecak keci
Satu bulan sebelum penangkapanDi depan meja belajarnya, jari-jemari Arvin tengah menari-nari indah di atas secarik kertas. Sebuah pesan akan rahasia besar yang selama ini ditutupi, akhirnya akan disampaikannya melalui surat yang akan diberikan oleh sang Burung Surga.Hai, apa kabarnya Burung Surgaku?Burung surga atau burung cendrawasih adalah julukan yang pantas untuk
HARI ini mendung, sedikit berangin. Awes terduduk di kursi terdepan yang merupakan milik Yoga. Satu-satunya kursi yang sudah lama tak berpenghuni, semenjak ditinggal pergi oleh sang pemiliknya.Awes menopang kepala dengan tangan kiri, seraya menatap gumpalan awan berwarna kelabu. Tak ada rasa sedih, amarah, maupun sebuah letupan emosi. Hanya rasa hampa yang saat ini menemani. Ia merenung dan mengingat kembali kebersamaan dengan kedua sahabatnya. Hingga, tak sadar jika sebuah senyum telah terbit di sudut bibir, ketika mengingat kenangan indah itu.Berbeda halnya dengan Happy yang berada di seberang kiri Awes, cewek itu tampak begitu gusar. Hampir beberapa menit ia menunggu panggilannya terangkat. Sayangnya, sama sekali tak ada tanda suara dari Arvin yang mengangkat panggilannya. Apakah sesuatu telah terjadi kepada Arvin, hingga cowok itu tak mengangkat panggilan darinya? Mendadak, Happy merasa takut sendiri.P
Lima bulan sebelumnyaDi dalam kamar nun luas, dengan dominasi cat berwarna putih, Wolf duduk di depan meja belajar, seraya memainkan sebuah bolpen yang terselip di antara jari-jemarinya. Ia tengah menatap selembar kertas yang berisikan tiga nama korban, yang sengaja diberi nama ‘My Pets’. Pasalnya, memang seluruh korbannya adalah seorang manusia yang memiliki sifat yang sama seperti binatang, yang saat ini telah dianggapnya sebagai hewan peliharaan.Bagaimana tidak? Kebanyakan dari mereka tak sedikit pun mau saling menghargai atau berbagi dengan satu sama lainnya. Bukankah, binatang saja yang tak memiliki akal dan pikiran, mau saling berbagi? Lantas, kenapa mereka para manusia yang dikarunia akal sehat malah tak memiliki hati nurani?Wolf tersenyum. Sudah ada dua nama yang ditandai dengan ceklis di samping nama para korbannya. “Arvin? Kenapa aku bisa lupa untuk memberikanmu sebuah julukan dan pesan? K
“Orang munafik selalu ingin tampak tak bersalah, selalu suka memutar balikkan keadaan, selalu ingin tampak seolah-olah bermaksud baik. Dan tak pernah ingin menghadapinya ketika berurusan dengan s
“Kamu Always, kan?”Awes menoleh ke arah tangga yang ada di samping kanan, ketika kedua telinganya mendengar suara seorang wanita yang memanggil namanya. Kini, netranya mendapati wanita itu yang sedang menuruni anak-anak tangga dengan cukup hati-hati.Wanita itu tersenyum, dan berjalan ke arah Awes saat telah menginjakkan kakinya di lantai dasar. Sedangkan Awes, mengerutkan keningnya samar. Ia merasa pernah berjumpa dengan wanita tersebut. Tapi … siapa dan di mana?Kini, Awes berusaha untuk mengingat, hingga benaknya berhasil menembus batas waktu beberapa bulan yang lalu, di mana dirinya tengah menjemput salah seorang customer-nya yang sedang hamil.“Dengan Mbak Shasa?” tanya Awes kepada seorang wanita yang sedang hamil di depannya.