Keheningan dan kesunyian di dalam Kampung Sepuh kini mendadak berubah hanya dengan satu malam saja. Setelah para warga semua berdiskusi dengan semua pendapat mereka yang mereka utarakan satu persatu di dalam saung Aki Karma yang seringkali dijadikan tempat berkumpul para warga.
Akhirnya para warga sepakat membagi tugas seperti apa yang dibicarakan oleh Pak Ardi ketika tadi siang. Sebagian para warga yang mempunyai kendaraan kini menyebar ke segala tempat untuk mencariku, dan hingga malam tiba mereka belum terlihat kembali pulang ke Kampung Sepuh.
Sedangkan sisanya kini mengatur tim untuk menjaga kampung pada malam hari, di mana biasanya itu menjadi tugasku dengan menjaga warung setiap malam untuk bisa melayani para makhluk gunung yang turun ke arah kampung.
Di malam yang dingin ini, terlihat Mang Rusdi dan Pak Ardi sedang duduk di sebelah warung yang kini sudah rata dengan tanah, ditemani dengan api unggun yang sengaja mereka buat untuk menghangatkan badan. R
terima kasih sudah menjadi pembaca setia warung tengah malam kemungkinan saya hanya bisa upload 1 bab terlebih dahulu sampe dengan waktu yang tidak bisa saya tentukan karena keluarga saat ini sedang sakit ketika saya baru selesai pulih, jadi waktu yang ada saya habiskan untuk jaga keluarga terlebih dahulu tetap kasih vote dan komen ya agar saya masih tetap semangat nulis dan bisa tetap upload setiap harinya terima kasih
Deg deg deg deg Suara detak jantung Mang Darman tiba-tiba berdetak sangat kencang ketika dia mendengar suara yang tiba-tiba saja muncul entah dari mana. Sebuah suara yang membuat bulu kuduknya berdiri seketika, apalagi dengan suara tertawa yang terdengar sangat jelas olehnya. Mang Darman yang awalnya yakin bahwa benda-benda yang dia bawa bisa menangkal para makhluk yang datang ke Kampung Sepuh. Namun kini, apa yang dia bawa ternyata sia-sia, karena baru saja dia ditinggalkan oleh ke empat orang yang ikut berjaga dengannya, tiba-tiba muncul suara yang membuatnya sangat ketakutan. Raut wajah Mang Darman yang tadinya percaya diri tiba-tiba berubah secara drastis, badannya bergetar hebat meskipun dia memakai jaket tebal untuk menghangatkan badan pada malam itu, bahkan seketika muncul keringat-keringat dingin yang muncul di wajahnya. Hihihi Hihihi HiHIHIHI “Kunaon Kang, naha ngadadak jadi patung kitu? (kenapa Kang, kenapa me
Malam sudah semakin larut di Kampung Sepuh, bintang-bintang dan bulan kini menyinari kampung yang tampak berbeda dari malam-malam sebelumnya. Suasana tampak berubah, keheningan yang biasanya menemani malam para warga kampung ketika menemani mereka yang tertidur lelap di rumahnya masing-masing, kini harus membuat mereka terjaga. Terutama bagi beberapa orang yang kini sedang menjaga kampung dari kemunculan para makhluk yang datang secara tiba-tiba, sesaat setelah warung yang aku jaga terbakar hebat hingga tidak bersisa sama sekali. Banyak pasang mata yang masih belum terpejam dan senantiasa mengawasi gerak-gerik sesuatu yang terjadi di luar rumah-rumah mereka, mereka yang tidak menjaga kampung diluar rumah pada malam ini, sengaja membiarkan tubuhnya tetap terjaga di dalam rumah. Meskipun Mang Dadang dan Mang Uha sudah mengikat beberapa bambu kuning sebagai penangkal para makhluk yang mungkin saja akan muncul di dalam rumah. Namun tetap saja, para warga yang tid
Kampung Sepuh pada dasarnya terdiri dari jalanan yang membentang lurus ketika kita masuk dari gapura selamat datang, dan warung adalah bangunan terakhir yang berada di kampung ketika kita menyusuri jalanan tersebut hingga akhirnya jalanan tersebut akan terputus dengan sendirinya dan berakhir dengan jalanan setapak menuju Gunung Sepuh. Sedangkan di kiri dan kanan jalanan utama itu, terdapat rumah rumah warga yang saing berdempetan satu sama lain, dengan gang-gang yang masih berupa tanah yang mungkin saja becek dan berdebu apabila kita melewatinya. Untuk rumah-rumah yang berada di jalur kiri jalan, apabila kita melihatnya dari arah warung menuju ke gapura selamat datang. Itu bisa menembus ke arah persawahan yang luas tempat dimana persawahan tersebut menjadi pembatas dan jalan pintas apabila kita akan ke Kampung Parigi dengan berjalan kaki melewati persawahan yang membentang dan membelah kedua kampung. Sedangkan untuk rumah-rumah yang berada di jalur kanan jala
“Punteun Kang! ” Seseorang dengan memakai baju jaket tebal berwarna kuning cerah dengan obor yang dia bawa sebagai penerang jalan mengucap kata punteun atau permisi kepada Mang Darman yang berdiri di depan gang. “Eh iya kang silahkan,” kata Mang Darman yang memberikan jalan kepada orang yang membawa obor tersebut. Tidak ada hal yang aneh tentang orang-orang yang lewat ini, mereka dengan santainya melewati Mang Darman yang masih tidak percaya akan apa yang dia lihat sekarang. Dan Mang Darman pun hanya bisa mengangguk dan tersenyum kepada orang-orang yang melintasinya dengan perasaan yang tidak percaya. Karena, baru kali ini dia melihat banyak sekali orang yang melintas di jalanan Kampung Sepuh dengan membawa obor sebagai penerang jalan. “Mereka ini siapa, aku baru lihat mereka, ” Pikir Mang Darman sambil merasa keheranan melihat mereka yang lewat begitu saja. Orang-orang ini muncul dan berjalan secara berbondong-bondong, dengan pakaian
“Hah Pasar Jurig?” Kata Mang Darman. Seketika dia teringat anaknya si Dasim ketika berbicara tentang Pasar Jurig, yang terjebak di dalam pasar tersebut dan tidak bisa kembali, sebelum akhirnya bapak membantunya dan menemukan Dasim di dalam kebun di depan warung. Mang Darman memikirkan hal tersebut sambil melihat ke sekeliling dan melihat rumah-rumah yang kini tampak berbeda dengan Kampung Sepuh, dan setelah di pikir-pikir, apa yang dia lihat ternyata sama dengan apa yang diceritakan si Dasim ketika dia menghilang. Rumah-rumah yang beratapkan rumbia dengan tiang-tiang yang di ikat tanpa memakai paku, juga obor-obor yang menyala di depan rumah yang berjejer rapi hingga ke ujung, juga orang-orang yang datang dan berbondong-bondong menuju ke suatu tempat. Semuanya persis sama dengan apa yang dikatakan si Dasim ketika dia menghilang beberapa hari hingga akhirnya di temukan di kebun depan warung. Rasa takut yang tadi dia rasakan ketika ada sosok kun
Suasana bintang-bintang tanpa awan pada malam itu menghiasi Kampung Sepuh dengan indahnya, apalagi bintang-bintang tersebut terlihat sangat jelas sekali bertaburan di langit malam dan akan membuat siapapun takjub melihatnya. Angin dingin mulai terasa dari arah Gunung Sepuh, apalagi waktu sekarang sudah mulai mendekati subuh, waktu dimana ayam-ayam yang berada di Kampung Sepuh berkokok untuk menandakan bahwa waktu sudah mulai berganti, dan para manusia yang tinggal di kampung sudah diperbolehkan untuk kembali beraktivitas. Terlihat, dua buah cahaya senter saling beriringan yang berjalan ke arah warung. Mereka terlihat berjalan dengan santainya seperti tidak terjadi apa-apa ketika sedang berkeliling kampung pada malam ini. Cahaya senter itu semakin lama semakin dekat, dan terlihat secara perlahan bahwa asal dari cahaya senter itu adalah senter dari Mang Rusdi dan Mang Uha yang berjalan kembali setelah berkeliling kampung hingga saat ini. “Mang, merasa a
Jurig Jarian, adalah salah satu makhluk yang suka berdiam diri di tempat-tempat yang kotor. Mereka biasanya menyukai tempat-tempat yang jorok ataupun tempat lembab, berbau busuk dan penuh dengan sampah atau tempat-tempat yang sunyi dan tidak terkena sinar matahari. Sangat jarang sekali para manusia bertemu dengan jurig jarian dalam hidup mereka, karena jurig jarian ini jarang sekali menampakan dirinya kepada manusia. Dan dari bentuknya, jurig jarian banyak sekali versi menurut orang yang melihat mereka secara langsung. Ada yang berbentuk anak kecil, nenek-nenek, kakek-kakek, atau wanita buruk rupa, bahkan ada juga yang melihat mereka yang mewujudkan dirinya seperti yang Pak Ardi dan Mang Dadang lihat. Namun semuanya mempunyai ciri khas yang sama, yaitu badan yang penuh dengan benjolan-benjolan yang berbau busuk di sekujur tubuhnya, juga beberapa dari benjolan itu keluar nanah, bahkan terlihat banyak belatung-belatung yang hidup dari benjolan-benjolan tersebut
Tubuh Mang Darman serasa terjebak, dia sekarang tidak bisa berbuat apa-apa dengan keadaannya yang sekarang. Tubuhnya terikat dengan erat oleh akar pohon yang sangat kuat sehingga dia tidak bisa bergerak sama sekali. Meskipun begitu, Mang Darman tetap berusaha untuk bisa melepaskan diri dari jeratan akar tersebut dengan sekuat tenaga. Karena dirinya tidak mau menjadi santapan para makhluk yang sebentar lagi akan mencabut jiwanya dan menyantap tubuhnya yang terjebak di tempat ini. Mang Darman baru mengetahui bahwa makhluk-makhluk seperti itu ternyata bisa berbuat hal-hal semacam ini, dia jadi berpikir apa yang akan anaknya lakukan ketika dulu dia terjebak di situasi seperti dirinya saat ini. Hahahahaha Hihihihihihi Hihihihihihi “Aya Jelema euy. (Ada manusia nih. )” “Hayu urang dahar, potong keun leungeun jeung sukuna meh teu bisa kabur. (Ayo kita makan, potong tangan dan kakinya biar tidak bisa kabur.)” Sua