Tubuh Mang Darman serasa terjebak, dia sekarang tidak bisa berbuat apa-apa dengan keadaannya yang sekarang. Tubuhnya terikat dengan erat oleh akar pohon yang sangat kuat sehingga dia tidak bisa bergerak sama sekali.
Meskipun begitu, Mang Darman tetap berusaha untuk bisa melepaskan diri dari jeratan akar tersebut dengan sekuat tenaga. Karena dirinya tidak mau menjadi santapan para makhluk yang sebentar lagi akan mencabut jiwanya dan menyantap tubuhnya yang terjebak di tempat ini.
Mang Darman baru mengetahui bahwa makhluk-makhluk seperti itu ternyata bisa berbuat hal-hal semacam ini, dia jadi berpikir apa yang akan anaknya lakukan ketika dulu dia terjebak di situasi seperti dirinya saat ini.
Hahahahaha
Hihihihihihi
Hihihihihihi
“Aya Jelema euy. (Ada manusia nih. )”
“Hayu urang dahar, potong keun leungeun jeung sukuna meh teu bisa kabur. (Ayo kita makan, potong tangan dan kakinya biar tidak bisa kabur.)”
Sua
Terima kasih sudah membaca WARUNG TENGAH MALAM Kali ini saya coba upload 2 bab kembali ya, semoga besok dan seterusnya bisa kembali rutin upload 2 bab ya mohon dukungannya tetap vote dan komen agar saya semangat terus untuk upload bab-bab terbaru terima kasih
Banyak yang tidak bisa kita jelaskan apabila kita masuk ke alam yang berbeda, makhluk-makhluk yang hanya bisa kita dengar dan kita baca dari cerita-cerita yang tersebar di internet saat ini, semuanya tampak seperti palsu dan hanya cerita belaka, apalagi menyangkut dengan suatu suasana yang berbeda ketika kita terjebak di suatu tempat yang tidak bisa kita jelaskan secara gamblang di depan banyak orang. Banyak orang yang menganggap bahwa Gunung Sepuh adalah gunung biasa dengan semua keanehan di dalamnya, namun banyak pula yang berkata bahwa Gunung Sepuh adalah gunung yang dikeramatkan karena banyak sekali makhluk-makhluk yang menghasut dan menjebak manusia untuk masuk di dalamnya. Dan Kampung Sepuh sendiri adalah salah satu bagian dari Gunung Sepuh ketika wilayah tersebut masih berupa hutan belantara dengan banyaknya manusia yang datang ke Gunung Sepuh dengan segala kepercayaannya pada saat itu. Sehingga meskipun kini hutan tersebut sudah menjadi sebuah kampung
ARGGGGGGHHH Trakkkk Nyi Bodas seketika menghentakan ekornya dengan sekuat tenaga tepat di depan Mang Darman, sehingga terlihat bekas dari hentakan tersebut yang membentuk sebuah retakan-retakan kayu di atas panggung. Nyi Bodas akhirnya meninggalkan Mang Darman dan berbalik ke belakang, bersamaan dengan beberapa makhluk yang masih berkumpul di dekat panggung. “SAHA ETA ANU WAWANIANAN NGAGANGGU PARA MAKHLUK ANU AYA DIDIEU? (SIAPA ITU YANG BERANI MENGGANGGU PARA MAKHLUK YANG ADA DI SINI? )” “MANEH! (KAMU! )” Kata Nyi Bodas yang menunjuk ke arah makhluk yang masih berdiri di pinggir panggung dengan tangannya yang berupa akar pohon yang masih mengikat Mang Darman dengan sangat erat. “JAGAAN IEU JELEMA, ULAH NEPIKA LEUPAS, URANG EREK KATUKANG HEULA JANG NEANGAN ANU NGA GANGGU DIDIEU! (JAGA MANUSIA INI, JANGAN SAMPAI LEPAS, AKU AKAN KEBELAKANG DAHULU UNTUK MENCARI YANG MENGGANGGU DI SINI! )” Nyi Bodas tampak sangat marah, sisik-sisik
Brak Akar-akar yang mengikat Mang Darman seketika terlepas dan menghilang seperti pasir yang terbang tersapu oleh angin dan membuat Mang Darman yang masih terpejam akhirnya terjatuh dan terduduk lemas di atas panggung tersebut. Mang Darman yang tidak mengetahui apapun hanya bisa menutupi wajahnya dengan rasa takut sambil terus-menerus memejamkan matanya. Apalagi setelah mendengar teriakan-teriakan dan suara gaduh yang dia dengar oleh telinganya yang masih berfungsi meskipun kini hanya sebelah, karena telinganya yang satunya lagi mengeluarkan darah yang membuatnya tidak bisa mendengar dengan jelas. Tubuhnya semakin bergetar hebat, dia tidak tahu apa yang terjadi dan dia hanya bisa pasrah atas apapun yang menimpanya saat ini. Hingga, “Mang Darman! ” Sebuah suara yang Mang Darman kenal terdengar olehnya. Namun Mang Darman tahu, banyak sekali tipu muslihat dari para makhluk gunung untuk bisa mengelabui manusia, jangankan untuk mengubah sua
“Hah? empat hari Jang? ” Mang Darman mendadak kebingungan dengan ucapanku yang mengatakan bahwa dirinya terjebak di dalam Pasar Jurig itu selama empat hari lamanya. Padahal dia sendiri merasakan bahwa malam belum berganti pagi di dalam sana, dan dia hanya merasakan bahwa dirinya terjebak di dalam Pasar Jurig itu selama beberapa jam saja. Memang banyak yang menyangka bahwa alam gaib dan alam yang kita tempati mempunyai waktu yang sama, padahal tidak seperti itu, konsep waktu di alam gaib sangatlah berbeda. Sehingga banyak sekali kejadian ketika mereka terjebak di alam tersebut, waktu terasa sangat lambat. Namun di alam yang sebenarnya, mereka sudah beberapa hari menghilang tanpa mereka sadari. Mang Darman semakin bertambah heran, ketika melihat sekeliling Kampung Sepuh yang kini tampak berbeda sekali dengan Kampung Sepuh yang terakhir dia lihat ketika menjaga malam. “Kenapa kampung kita jadi seperti ini Jang? ” Kata Mang Darman yang semakin heran denga
Gunung Sepuh kini masih terlihat gelap gulita, dengan pohon-pohon yang menjulang tinggi dengan hewan-hewan malam yang saling bersahutan satu dengan yang lainnya. Menciptakan suatu harmoni alam yang sangat berbeda dengan aura yang mencekam karena tidak ada sama sekali sumber cahaya yang bisa menembus beberapa tempat di Gunung Sepuh. Meskipun malam ini cahaya bulan terlihat sangat terang, namun di beberapa bagian, Gunung Sepuh yang penuh akan pepohonan rindang yang menjulang hingga ke atas. Cahaya dari sinar bulan tersebut tidak bisa menembus dasar hutan, sehingga kegelapan yang mutlak tercipta dengan banyaknya mata-mata hewan dan makhluk yang menyala apabila kita melihatnya dalam kegelapan. Krosak Krosak Krosak Tampak ada dua orang yang berjalan melewati hutan Gunung Sepuh malam ini, dua orang yang tampaknya mempunyai maksud tertentu karena sengaja datang ke Gunung Sepuh dengan barang bawaan yang mereka bawa. “Kang, Kang Jaya. Apa bener
Suara-suara keras itu tampaknya membuat Kang Ocin dan Kang Jaya sedikit kaget. Bagaimana tidak, di dalam hutan yang seharusnya sunyi dan senyap tersebut secara tiba-tiba muncul suara-suara gaduh dari jalanan setapak yang mengarah ke arah kampung. Dan secara tiba-tiba Kang Ocin yang ketakutan tiba-tiba melihat sesuatu yang tampaknya tidak ingin dia lihat dalam seumur hidupnya. Tampak dari jalanan yang gelap tersebut, muncul beberapa makhluk yang melayang melewati pepohonan hutan dengan sangat cepat. Wajahnya yang tertutup rambut dan hanya terlihat beberapa bagian kecil wajahnya yang tampak tidak jelas, dengan baju putih dan merah yang mereka gunakan. Membuat Kang Ocin seketika mengetahui bahwa makhluk yang sedang melayang ke arahnya itu adalah kuntilanak yang terlihat sangat banyak. Baru kali ini dia melihat puluhan kuntilanak yang terbang menjauhi arah suara yang terdengar keras olehnya. Meskipun awalnya dia menutup wajahnya dengan kedua tangannya, ag
Drap, drap, drap, “Kang itu siapa ya? ” “Kenapa menyuruh kita pergi dari gunung ini. ” “Kalau kita pergi, bagaimana dengan ritual nya? ” Kata Kang Ocin yang mencoba bertanya ke Kang Jaya yang ikut berlari bersamanya. Namun tidak ada jawaban sama sekali dari Kang Jaya atas apa yang ditanyakan oleh Kang Ocin, wajah Kang Jaya tampaknya kini berubah drastis, wajahnya mendadak panik atas apa yang terjadi. Dan Kang Ocin yang ikut berlari bersamanya terus-menerus bertanya mengenai masalah ritual yang belum selesai mereka jalani. “Sttt berisik, diam dulu, aku lagi mikir ini.," Kata Kang Jaya yang tampak jengkel akibat Kang Ocin yang bertanya terus-menerus. Dia tidak menyangka bahwa sosok buaya putih yang mewujudkan dirinya menjadi wanita cantik dan membantunya dalam usahanya selama ini, tiba-tiba musnah begitu saja akibat kejadian yang tampaknya baru kali ini dia alami sendiri. Bagaimana tidak, sudah setahun Kang Jaya melakukan perjanj
Di suatu lapangan yang luas dengan sebuah gua besar dan tebing yang menjulang tinggi hingga ke atas sana, sebuah tebing batu yang kini berwarna hijau karena banyaknya lumut dan tumbuhan yang kini muncul di sela-sela tebing tersebut. Sebuah tempat yang awalnya aku cari ketika aku ingin mengetahui sebuah misteri tentang warung yang aku jaga ini, hanya dengan sebuah foto tua dengan tiga orang manusia di depan gua. Bapak, kakek hingga keturunan Ki Wisesa yang lainnya, mencari-cari tempat ini seumur hidupnya. Namun mereka tidak bisa menemukan tempat ini karena suatu alasan. Yaitu sang pemilik dari gua ini yang menjadi raja gunung, tidak menginginkan mereka untuk menginjakan kakinya di tempat ini. Karena sang raja gunung sadar, mereka semua adalah orang yang berbahaya. Dengan cara menghindari mereka lah yang dilakukan Kala, agar perjanjian yang melibatkan mereka dengan keturunannya tetap berjalan. Namun berbeda dengan ku, dengan lika-liku yang aku alami sel