Suara-suara keras itu tampaknya membuat Kang Ocin dan Kang Jaya sedikit kaget. Bagaimana tidak, di dalam hutan yang seharusnya sunyi dan senyap tersebut secara tiba-tiba muncul suara-suara gaduh dari jalanan setapak yang mengarah ke arah kampung.
Dan secara tiba-tiba Kang Ocin yang ketakutan tiba-tiba melihat sesuatu yang tampaknya tidak ingin dia lihat dalam seumur hidupnya.
Tampak dari jalanan yang gelap tersebut, muncul beberapa makhluk yang melayang melewati pepohonan hutan dengan sangat cepat. Wajahnya yang tertutup rambut dan hanya terlihat beberapa bagian kecil wajahnya yang tampak tidak jelas, dengan baju putih dan merah yang mereka gunakan.
Membuat Kang Ocin seketika mengetahui bahwa makhluk yang sedang melayang ke arahnya itu adalah kuntilanak yang terlihat sangat banyak. Baru kali ini dia melihat puluhan kuntilanak yang terbang menjauhi arah suara yang terdengar keras olehnya.
Meskipun awalnya dia menutup wajahnya dengan kedua tangannya, ag
Terima kasih sudah menjadi pembaca setia warung tengah malam Jangan lupa vote dan komen supaya saya bisa tetap semangat untuk menulis dan mengupload bab-bab terbaru ya karena ini adalah penentuan terakhir atas apa yang dilakukan oleh si ujang jadi tetap stay tune dan baca ceritanya hingga akhir ya karena rencana setelah ini berakhir, aku akan membuat prequel dari Bapak amat. yang nampaknya seru apabila di ceritakan tentang kisah hidupnya terima kasih
Drap, drap, drap, “Kang itu siapa ya? ” “Kenapa menyuruh kita pergi dari gunung ini. ” “Kalau kita pergi, bagaimana dengan ritual nya? ” Kata Kang Ocin yang mencoba bertanya ke Kang Jaya yang ikut berlari bersamanya. Namun tidak ada jawaban sama sekali dari Kang Jaya atas apa yang ditanyakan oleh Kang Ocin, wajah Kang Jaya tampaknya kini berubah drastis, wajahnya mendadak panik atas apa yang terjadi. Dan Kang Ocin yang ikut berlari bersamanya terus-menerus bertanya mengenai masalah ritual yang belum selesai mereka jalani. “Sttt berisik, diam dulu, aku lagi mikir ini.," Kata Kang Jaya yang tampak jengkel akibat Kang Ocin yang bertanya terus-menerus. Dia tidak menyangka bahwa sosok buaya putih yang mewujudkan dirinya menjadi wanita cantik dan membantunya dalam usahanya selama ini, tiba-tiba musnah begitu saja akibat kejadian yang tampaknya baru kali ini dia alami sendiri. Bagaimana tidak, sudah setahun Kang Jaya melakukan perjanj
Di suatu lapangan yang luas dengan sebuah gua besar dan tebing yang menjulang tinggi hingga ke atas sana, sebuah tebing batu yang kini berwarna hijau karena banyaknya lumut dan tumbuhan yang kini muncul di sela-sela tebing tersebut. Sebuah tempat yang awalnya aku cari ketika aku ingin mengetahui sebuah misteri tentang warung yang aku jaga ini, hanya dengan sebuah foto tua dengan tiga orang manusia di depan gua. Bapak, kakek hingga keturunan Ki Wisesa yang lainnya, mencari-cari tempat ini seumur hidupnya. Namun mereka tidak bisa menemukan tempat ini karena suatu alasan. Yaitu sang pemilik dari gua ini yang menjadi raja gunung, tidak menginginkan mereka untuk menginjakan kakinya di tempat ini. Karena sang raja gunung sadar, mereka semua adalah orang yang berbahaya. Dengan cara menghindari mereka lah yang dilakukan Kala, agar perjanjian yang melibatkan mereka dengan keturunannya tetap berjalan. Namun berbeda dengan ku, dengan lika-liku yang aku alami sel
Sebuah lapangan dengan pepohonan yang besar dan menjulang tinggi hingga menutupi langit-langit hutan yang membentang luas hingga ke puncak Gunung Sepuh seketika berubah. Pepohonan tersebut mendadak berubah menjadi layu tanpa dedaunan dengan tanah yang kini tampak tandus, pohon-pohon yang awalnya berwarna cokelat dengan lumut berwarna hijau yang memenuhi pepohonan tersebut mendadak menjadi berwarna putih seperti telah habis terbakar dengan ranting-ranting pohon yang sudah menghilang sepenuhnya. Tanah yang kuinjak yang tampak berlumpur pun menjadi sangat berpasir dengan angin yang berhembus yang menerbangkan pasir tersebut ke arahku. Bahkan, sinar bulan yang awalnya mencoba menerobos lebatnya pepohonan hutan kini tidak terlihat lagi, tertutup oleh langit yang berwarna merah darah dengan kabut tebal di atasnya sehingga menutupi cahaya bulan yang seharusnya ada untuk menyinari malam di tempat tersebut. Dan dibelakangnya terlihat sebuah bangunan yang sangat megah,
Sebuah ilmu santet yang biasa dilakukan oleh para manusia untuk mencelakakan manusia lainnya dengan bantuan paranormal atau dukun yang sakti, ternyata bisa dilakukan juga oleh Kala. Hanya dengan mengeluarkan suatu asap yang nantinya aku hirup. Tak lama, aku mendadak muntah bercampur darah segar dengan banyaknya benda-benda kecil yang tajam di dalam nya. Kala sepertinya tahu, aura biru tipis dan menutupi tubuhku ini sepertinya bisa menahan beberapa serangan langsung yang dia tujukan kepadaku, sehingga dia sengaja membuatku terluka dari dalam dengan benda-benda yang biasa dipakai oleh manusia. Kala seperti biasa, dia sangat pintar membaca situasi. Mungkin ketika aku pertama kali menginjakan kakiku masuk ke hutan Gunung Sepuh, dia sudah mengetahui bahwa aku akan datang kepadanya. Dan mengawasi gerak-gerik selama aku berjalan ke tempatnya. Bahkan mungkin, dia juga mengetahui tentang apa yang aku lakukan ketika beberapa kali memusnahkan makhluk yang menaha
Seperti yang aku katakan tadi, Kala adalah salah satu makhluk yang pintar. Yang mencoba untuk bisa mengungguli manusia selama hidupnya. Dimulai dari beberapa ratus tahun yang lalu, di mana pada masa itu banyak sekali kerajaan-kerajaan kecil yang berperang satu sama lain hingga akhirnya. kerajaan Sunda dengan megahnya berdiri dan merangkul semua kerajaan-kerajaan kecil yang berada di sekitarnya untuk menjadi di kerajaan di bawah kekuasaannya. Sehingga pada puncaknya, kekuasaannya bisa menyebar hingga sepertiga pulau jawa yang kita kenal sekarang sebagai Jawa Tengah. Kala yang pada saat itu hanyalah sesosok makhluk buta yang mengikuti tuannya ke mana-mana. Melihat tingkah laku manusia semasa hidupnya, mereka yang saling berperang, saling menjilat dengan kata-kata yang membuat derajatnya lebih tinggi satu sama lain, saling menindas yang lemah, bahkan saling memperebutkan kekuasaan antara satu dan lainnya. Orang yang menjadi tuannya adalah salah satu panglima dar
Kala hanya bisa menundukan kepala di depan tuannya ketika dia berbicara seperti itu. Meskipun dia sendiri sebenarnya tidak ingin berpisah dari tuannya yang sudah menaklukannya ketika dia masih makhluk yang liar dan ikut berperang bersama mengalahkan kerajaan-kerajaan kecil dengan tuannya sehingga kerajaan tempat tuannya ini tinggal mencapai puncak kejayaannya. Meskipun perkataan dari tuannya sangat diragukan oleh Kala, karena sebagai makhluk dia bisa membaca hati manusia. Namun dia tetap menuruti apa yang tuannya katakan, apalagi tugas ini adalah tugas yang berat, sebelum kerajaan yang muncul dari timur tak lama lagi akan menyerbu ke arah barat melewati pesisir utara yang bisa saja akan sampai ke kerajaan tempat tuannya tinggal. Sehingga Kala akan berusaha keras untuk bisa menjalankan perintah dari tuannya, sama seperti para makhluk yang lain yang dilepas di gunung-gunung di sekitarnya dengan perintah yang sama. *** Tak lama, Kala ditinggal sendirian
Brukkk Sebuah bangunan istana yang megah itu runtuh seketika, setelah pertempuran panjang antara Kala dan Ki Mandala yang saat itu masih menjadi raja di Gunung Sepuh. Pertempuran itu sangatlah mengerikan, bahkan langit pun sampai terbelah menjadi dua ketika mereka bertarung. Ki Mandala yang menjaga para makhluk yang setia kepadanya dan hidup harmonis kepada manusia yang melintas atau datang ke Gunung Sepuh untuk berburu hewan dan mencari tumbuhan untuk mereka makan. Dan Kala yang masih setia dengan tugasnya hingga saat ini, mereka berdua mempunyai ideologi yang berbeda dan para makhluk yang kita kenal, akan melakukan tugas apapun apabila mereka sudah terikat. Terlihat dua makhluk itu kelelahan, Ki Mandala yang terkapar tidak berdaya di tanah dengan banyaknya reruntuhan yang berserakan di sekitarnya. Sedangkan Kala yang ternyata kini lebih kuat setelah ditempa oleh banyaknya pertarungan yang tidak ada habisnya terlihat duduk terdiam dengan nafas yang terengah-
Tak Tak Tak Tubuhku secara tiba-tiba menekan beberapa titik dibadanku agar aku bisa mempercepat pemulihan dan membantu para makhluk yang aku bawa untuk menghadapi Kala dengan kedua tanganku saat ini. Karena makhluk-makhluk tersebut tampak sangat kesusahan untuk bisa memukul mundur Kala yang masih tegak berdiri dan tidak bergerak sama sekali dari tempatnya. Situasinya benar-benar kacau, aku yang lulusan universitas ini seperti sedang berada di dalam novel-novel silat yang sering aku baca di ketika aku kuliah. Namun yang harus aku tahu, inilah alam gaib, sebuah alam yang bar-bar yang menganut sistem rimba. Siapa yang kuat maka dia yang bertahan dan yang lemah harus tersingkir dan menjauh bahkan musnah. “Sima, bantu yang lain. Aku bisa memulihkan badanku sendiri, cahaya itu sudah melahap bayangan yang tadi datang ke arahku. ” Tidak ada jawaban dari Sima, dengan cahaya terang yang masih menerangi seluruh tempat. Sima hanya mengangguk dan m
Waktu semakin malam, aku dan Iman kini berjalan melewati rumah-rumah di Kampung Sepuh menuju warung. Sekarang para warga bisa berjalan dengan santainya pada malam hari, bahkan tanpa bantuan senter sekalipun, karena baru beberapa bulan yang lalu jalanan Kampung Sepuh dipasangin lampu jalan bertenaga surya untuk penerangan. Ya siapa lagi kalau ada andil Pak Ardi di dalamnya, Pak Ardi benar-benar ingin merubah Kampung Sepuh agar bisa disamakan dengan kampung-kampung yang ada di sekitarnya. Sehingga apapun yang dia lakukan agar Kampung Sepuh bisa terlihat lebih modern dan bisa diterima oleh masyarakat yang masih menganggap Kampung Sepuh itu adalah Kampung Keramat. Ketika aku sampai, rupanya Ujang sudah duduk di depan warung. dengan aura yang kini tampak berbeda dari yang aku temui di siang hari. Aku yang baru sampai dipersilakan untuk duduk dan bersila, dan akupun secara tidak sadar mengikuti apa yang dia perintahkan. “Aku akan menunjukan A Sidik sesuatu.
Obrolan yang sangat panjang di depan warung tersebut membuatku terkesima, oleh cerita-cerita Ujang yang dia dapatkan dari pengalamannya sendiri ataupun dari para warga yang mengalami kejadian-kejadian diluar nalar yang terjadi di Kampung Sepuh ini.Setelah perjanjian yang mengikat mereka terputus, para warga mulai beradaptasi kembali dengan suasana malam. Dan sekarang mereka sudah terbiasa dengan malam hari di Kampung Sepuh yang kini sedang aku kunjungi.Disana pula aku mendapatkan beberapa cerita yang tidak aku tulis dalam cerita, cerita-cerita yang menyeramkan terutama ketika menyangkut Ujang pada masa kecil dengan mitos-mitos dan pantangan-pantangan yang ada di sekitar mereka.Pulau Jawa bagian selatan masih penuh misteri, dengan landscape pegunungan yang membentang hingga ke Pantai Selatan. Membuatnya banyak mitos dan kejadian-kejadian yang diluar nalar, yang sering kali bersinggungan dengan manusia yang hidup di dalamnya.Dan bagiku, itu adalah penga
Sebuah warung kecil, yang awalnya aku tuangkan dalam Kata-kata yang menjadi cerita hingga saat ini. Kini aku lihat sendiri bentuknya, sebuah warung yang dulunya hanya berada dalam imajinasiku sendiri. Kini, aku melihatnya dengan kedua mataku sendiri.Bekas-bekas runtuhnya warung yang aku ceritakan masih tersisa, dengan banyaknya genteng-genteng yang rusak karena hangus terbakar disusun dan disimpan di rumah Ujang. Warung itu tampak baru, karena setelah kejadian yang menimpa Ujang. Pak Ardi dan para warga sepakat membangun kembali warung tersebut.Warung yang kini aku lihat ini, adalah salah satu point utama dalam ceritaku. Dimana, banyak kejadian yang silih berganti muncul dan harus di hadapi oleh Ujang dan warga Kampung Sepuh.“Kang!” Kataku sambil berdiri dan menyapa Ujang yang mendekatiku.Ujang hanya tersenyum, sifatnya yang agak pendiam terlihat jelas olehku. Ujang tidak setampan atau setinggi orang-orang yang menjadi karakter utama di da
“Dik, rumah orang tua kamu dimana sih, aku dah nungguin di Alf*mart deket rumah kamu. ” Sebuah text W* tiba-tiba muncul di HP ku pada pagi itu. Dan ketika aku baca, ternyata Iman sudah sampai di Ciwidey tempat dimana orang tua ku tinggal. Hari ini adalah hari minggu di akhir Februari. Dan pada hari ini, aku sengaja mengosongkan jadwalku untuk berkunjung ke Kampung Sepuh bersama dengan Iman, anak dari Mang Rusdi yang kini bekerja di tempat yang sama denganku. Aku berkunjung ke Kampung Sepuh, semata-mata untuk bersilaturahmi kepada semua warga yang ada disana. Karena sudah memberiku izin untuk membuat cerita tentang mereka, termasuk dengan segala yang terjadi di dalamnya. Iman dan Mang Rusdi adalah dua orang yang namanya sama dengan cerita yang aku buat. Sedangkan sisanya, aku sengaja memberi nama baru. Dan itu sudah sesuai dengan kesepakatan mereka ketika aku membuat cerita ini. “Ok, tunggu nanti aku kesana, beli aja makanan ama minuman buat ol
Kini,Semuanya kembali normal, Tidak semua orang tahu akan cerita ini. Bahkan hanya beberapa orang yang aku percaya yang mengetahui tentang apa yang terjadi tentang pertarunganku dan Kala pada saat itu.Karena apabila aku bercerita kepada semua orang, pasti banyak orang yang tidak percaya. Karena menganggap itu hanyalah fantasi dan ilusi semata dari seseorang yang kehilangan kakinya di Gunung Sepuh.Namun, berbeda dengan Mang Rusdi dan Mang Darman. Yang kini sering kali menghabiskan waktunya untuk menemaniku di dalam warung, bahkan istri Mang Rusdi sering kali membantuku di rumah untuk sekedar membersihkan rumah dan memastikan aku bisa makan dengan lahap di hari itu.Karena mereka sadar, aku kini hanya sendirian di Kampung Sepuh. Sudah tidak ada lagi orang tua yang menjadi panutanku saat ini. Sehingga mereka secara sukarela membantuku dan menganggapku sebagai bagian dari keluarga mereka yang tidak boleh mereka abaikan.“Mang, nongkrong wae di
Dua minggu kemudian.Warung yang sudah hancur akibat aku bakar, kini kembali berdiri. Lengkap dengan etalase yang sudah diperbaiki dan barang-barang yang dagangan yang mengisi penuh etalase dan rak-rak dagangan di warungku ini.Dan suasana sore hari yang penuh dengan hilir mudik warga kampung yang pulang dari sawah dan ladang terlihat olehku yang kini menjaga lagi warung yang sudah aku buat kembali bersama para warga dengan bantuan modal dari Pak Ardi.Aku seperti biasa kini sedang duduk dan bercengkrama dengan Mang Rusdi dan Mang Darman yang baru pulang dari berkeliling kampung untuk berdagang. Canda dan tawa menghiasi obrolan-obrolan tersebut karena sesekali Mang Darman berceloteh dan bercanda atas apa yang dia lakukan.Mereka berdua sudah mengetahui kejadian yang menimpaku di tempat itu, bahkan pertarungan ku dengan Kala di Gunung Sepuh. Dan itu membuat mereka tercengang karena mereka tidak mengetahui bahwa ada makhluk yang seperti itu di Gunung Sepuh.
Aku kembali berdiri, di tengah-tengah hamparan rerumputan yang luas. Dengan salah satu pohon besar yang ada di puncak yang terlihat olehku dari kejauhan. Rerumputan itu kini tampak lebih hijau dari sebelumnya, dan tidak terlihat lagi ilalang-ilalang yang tinggi menjulang hingga menutupi badanku saat itu. Panas yang terik, dengan angin segar yang berhembus dari pegunungan membuatku merasakan suatu perasaan yang sangat lega. Entah mengapa. Hatiku kini terasa sangat tenang ketika berada di tempat ini. Aku pun berjalan, melewati rerumputan tersebut dengan kakiku yang tidak memakai alas kaki sama sekali. Mencoba untuk berjalan dan duduk kembali di pohon besar yang berdiri di tengah-tengah rerumputan di atas sana. Jalanan yang kulalui sangat begitu mulus, tidak ada serangga-serangga yang menggigit kakiku, tidak ada jalanan yang becek bercampur lumpur. Juga tidak ada lagi lubang yang membuatku terperosok. Semuanya sangatlah berbeda, aku seper
Pandangan ku tiba-tiba gelap, aku sudah tidak bisa merasakan apapun lagi. Aku yang sudah pasrah kini hanya bisa membiarkan tubuhku yang tertutup oleh tanah yang menimpaku seketika dari atas sana. Dan para warga yang menyaksikan hal itu secara langsung tiba-tiba panik dan langsung berteriak memanggilku. “UJANGGGGGGGG!!!” Mang Rusdi yang pertama berlari ke arah tanah longsoran tersebut dan memindahkan batu, ranting-ranting dan tanah untuk mencariku dengan kedua tangannya. Begitu juga dengan Aki Karma, Mang Dadang, dan Mang Uha serta warga-warga yang lainnya yang membantu memindahkan semua material longsor yang menutupi tubuhku, dan berharap aku masih bisa bertahan dengan tubuh yang tertutup oleh longsoran tanah tersebut. Sedangkan Pak Ardi, dia langsung menelpon anaknya dan Pak Caca untuk segera meminta bantuan. Karena kini situasinya sangat berbeda, Pak Ardi membutuhkan lebih banyak orang agar bisa lebih cepat menyelamatkan aku yang berada di d
Mereka semua berlari masuk ke dalam hutan Gunung Sepuh yang masih terlihat gelap dan menyeramkan, dengan aura mistis yang kental dan terasa oleh semua warga Kampung Sepuh pada pagi itu.Meskipun waktu itu adalah waktu di mana pagi akan menjelang, namun tetap saja. aura-aura mistis yang terasa oleh para warga yang sedang berlari ke dalam sangatlah terasa.Apalagi dari mereka semua, hampir sebagian besar belum pernah keluar pada dalam gelap semasa hidupnya, mereka sudah terbuai oleh bantal dan selimut tebal dari mereka lahir hingga saat ini, dan mereka mematuhi larangan untuk keluar rumah hingga pagi tiba. Sehingga mereka tidak mengetahui rasanya masuk ke dalam hutan pada saat-saat seperti ini.“JANGGGG, UJANGGGG!!!!!”Mang Rusdi berteriak-teriak sambil berlari. Senternya di arahkan ke segala arah, mencoba mencariku di dalam gelapnya hutan Gunung Sepuh yang luas tersebut. Para warga lainnya juga melakukan hal yang sama, mereka berlari sambil men