Kala hanya bisa menundukan kepala di depan tuannya ketika dia berbicara seperti itu. Meskipun dia sendiri sebenarnya tidak ingin berpisah dari tuannya yang sudah menaklukannya ketika dia masih makhluk yang liar dan ikut berperang bersama mengalahkan kerajaan-kerajaan kecil dengan tuannya sehingga kerajaan tempat tuannya ini tinggal mencapai puncak kejayaannya.
Meskipun perkataan dari tuannya sangat diragukan oleh Kala, karena sebagai makhluk dia bisa membaca hati manusia. Namun dia tetap menuruti apa yang tuannya katakan, apalagi tugas ini adalah tugas yang berat, sebelum kerajaan yang muncul dari timur tak lama lagi akan menyerbu ke arah barat melewati pesisir utara yang bisa saja akan sampai ke kerajaan tempat tuannya tinggal.
Sehingga Kala akan berusaha keras untuk bisa menjalankan perintah dari tuannya, sama seperti para makhluk yang lain yang dilepas di gunung-gunung di sekitarnya dengan perintah yang sama.
***
Tak lama, Kala ditinggal sendirian
Terima kasih sudah setia menjadi pembaca setia WARUNG TENGAH MALAM besok kalau telat upload saya mohon maaf ya karena besok takutnya ada kegiatan yang takutnya menganggu ketika menulis bab selanjutnya, tapi diusahakan besok akan di upload sesuai jadwal ko jangan lupa vote dan komen ya terima kasih
Brukkk Sebuah bangunan istana yang megah itu runtuh seketika, setelah pertempuran panjang antara Kala dan Ki Mandala yang saat itu masih menjadi raja di Gunung Sepuh. Pertempuran itu sangatlah mengerikan, bahkan langit pun sampai terbelah menjadi dua ketika mereka bertarung. Ki Mandala yang menjaga para makhluk yang setia kepadanya dan hidup harmonis kepada manusia yang melintas atau datang ke Gunung Sepuh untuk berburu hewan dan mencari tumbuhan untuk mereka makan. Dan Kala yang masih setia dengan tugasnya hingga saat ini, mereka berdua mempunyai ideologi yang berbeda dan para makhluk yang kita kenal, akan melakukan tugas apapun apabila mereka sudah terikat. Terlihat dua makhluk itu kelelahan, Ki Mandala yang terkapar tidak berdaya di tanah dengan banyaknya reruntuhan yang berserakan di sekitarnya. Sedangkan Kala yang ternyata kini lebih kuat setelah ditempa oleh banyaknya pertarungan yang tidak ada habisnya terlihat duduk terdiam dengan nafas yang terengah-
Tak Tak Tak Tubuhku secara tiba-tiba menekan beberapa titik dibadanku agar aku bisa mempercepat pemulihan dan membantu para makhluk yang aku bawa untuk menghadapi Kala dengan kedua tanganku saat ini. Karena makhluk-makhluk tersebut tampak sangat kesusahan untuk bisa memukul mundur Kala yang masih tegak berdiri dan tidak bergerak sama sekali dari tempatnya. Situasinya benar-benar kacau, aku yang lulusan universitas ini seperti sedang berada di dalam novel-novel silat yang sering aku baca di ketika aku kuliah. Namun yang harus aku tahu, inilah alam gaib, sebuah alam yang bar-bar yang menganut sistem rimba. Siapa yang kuat maka dia yang bertahan dan yang lemah harus tersingkir dan menjauh bahkan musnah. “Sima, bantu yang lain. Aku bisa memulihkan badanku sendiri, cahaya itu sudah melahap bayangan yang tadi datang ke arahku. ” Tidak ada jawaban dari Sima, dengan cahaya terang yang masih menerangi seluruh tempat. Sima hanya mengangguk dan m
Srattttt Sebuah garis tipis terlihat di wajah Kala, garis luka sayatan yang membentuk luka di wajah dan panjang hingga membelah telinga Kala menjadi dua bagian. Dan tak lama, sebuah asap hitam keluar dari bekas luka tersebut dan membuat Kala seperti kesakitan meskipun dia berusaha menahannya agar tidak berteriak atas rasa sakit yang dia rasakan. “UJAAAAANNNGGGGGG!!!!” Rasa sakit yang dia rasakan membuatnya berteriak ketika aku yang kini melompat ke arahnya, berdiri tak jauh dibelakangnya. Dengan tanganku yang sedang memegang sesuatu benda yang bercahaya berwarna emas kebiru-biruan. Sebuah senjata gaib yang diberikan oleh Ki Ba’a ketika aku datang kesana dengan kondisi yang putus asa, dan aku juga hampir meregang nyawa ketika benda ini bisa dipegang olehku. Karena aku harus bisa menahan napas untuk bisa berenang mengambil benda ini di lautan selatan yang terkenal sangat ganas dengan para makhluk air yang sangat berbeda yang mengujiku agar layak
Kaliki, Kapragan, Kamali, dan Weta adalah empat makhluk yang pernah berjuang bersama-sama dengan Kala. Namun mereka tidak bisa memenuhi tugas yang diberikan tuannya dan berakhir dengan kekalahan. Meskipun begitu, kekuatan mereka di atas rata-rata. Anggaplah salah satu mereka muncul di Kampung Parigi yang penduduknya jauh lebih banyak dari Kampung Sepuh. Maka, mungkin saja hanya dalam waktu kurang dari seminggu, akan banyak kematian secara tiba-tiba di Kampung Parigi dengan kondisi mengenaskan, dengan mata yang melotot seperti ketakutan dan tubuhnya kaku namun dengan keadaan jiwa mereka sudah terenggut oleh makhluk tersebut. Dan menyisakan tubuh tanpa jiwa yang dengan wajah ketakutan di saat-saat terakhirnya. Mereka terlalu liar untuk Kala lepaskan sendiri, sehingga Kala menyimpannya di dalam gua dan tidak pernah sekalipun Kala membiarkan mereka untuk turun ke Kampung Sepuh. Bahkan Kala membuat mahkota khusus agar mereka tidak semena-mena keluar dari gunugn. A
DUMM DUMM DUMM Suara-suara seperti benda-benda yang saling bertabrakan masih terdengar sangat keras, bahkan saking kerasnya. Dinding-dinding bangunan yang tampak kokoh itu bergetar hebat bahkan beberapa bagiannya jatuh dan hancur ke tanah. HAHAHAHA “Si Gob*og, langsung miheulaan wae. Abong pang gancangna maneh teh siah Kaliki (Si Gob*og, Langsung ngeduluin aja. Mentang-mentang paling cepat kamu Kaliki. )” HAHAHAHA Kamali yang masih berdiri bersamaan dengan Kapragan dan Weta tertawa berbahak-bahak sambil sesekali mengejek Kaliki yang melesat duluan menghadapi Sima di depan sana. “Nyai, kita mau berdiam diri aja di sini?” “Gak akan mau mengikuti jejak Kaliki di sana? ” Kata Ki Bajra, sesosok kepala manusia yang dipegang oleh salah satu tangan dari Kapragan. “Hmmm.” Kapragan terlihat sedang berpikir sambil memegang tongkat yang panjang dengan ujung yang sangat tajam, tongkat tersebut dipegang oleh s
Brak Brak Brak Hahahaha “Maneh teh sabenerna mah leuwih kuat tibatan para makhluk anu nyieun perjanjian jeung jelema di Gunung Sepuh, make kaelmuan anu aya dimaneh ayeuna teh sabenerna mah bisa jang nyieun maneh leuwih kuat. (Kamu itu sebenarnya lebih kuat daripada para makhluk yang melakukan perjanjian dengan manusia di Gunung Sepuh, dengan keilmuanmu yang sekarang sebenarnya bisa membuatmu lebih kuat. )” “Tapi naha malah ngabela tangkorak-tangkorak anu euweuh hargana kitu, tangkorak anu sabenerna mah eta jin qorin jelema anu teu bisa nanaon pas eta jelema anu ku manehna tuturkeun paeh jeung di kubur dina taneuh. (Tapi kenapa malah membela tengkorak-tengkorak yang tidak harganya itu, tengkorak yang sebenarnya adalah jin qorin manusia yang tidak bisa berbuat apa-apa ketika manusia yang dia ikuti mati dan di kubur di tanah. )” Kapragan yang mencekik leher Asri Manik dan membanting-bantingkan tubuhnya ke arah pepohonan yang terbakar hang
Sosok makhluk raksasa kini berada tepat di depanku, dengan wujud, rupa, tubuh, dan aura yang lebih menyeramkan dari Kala apabila dilihat lebih dekat. Mungkin baru kali ini aku melihat makhluk menyeramkan seperti ini, matanya melotot, gigi taringnya menonjol keluar dan sikapnya yang semena-mena. Bahkan Kala sendiri pun agak sedikit acuh untuk mengatur salah satu makhluk ini, dari tadi dia tampak diam. Dan tidak melakukan apa-apa ketika dia bertindak sendiri dan muncul di depanku dengan tangannya yang sangat besar itu. DUG DUG Kedua tangan Kamali di hentakan ke tanah, dia kini terlihat seperti sedang merangkak dengan kepala yang di dekatkan kepadaku. Wajahnya terlihat sedang memperhatikanku dengan sangat teliti, sehingga wajahnya yang sangat menyeramkan terlihat sangat jelas di depanku. “SAHA NGARAN MANEH TEH, UJANG? (SIAPA NAMA KAMU, UJANG? )” Kata Kamali yang berkata kepadaku dengan hembusan nafasnya yang terasa perih bagiku. “URANG TE
Sosok Ki Mandala yang aku kenal seketika berubah, Ki Mandala yang selalu datang ke warung dengan wujud kakek-kakek dengan jubah yang putih, bahkan sempat mewujudkan dirinya menjadi cahaya ketika aku terjebak di dalam gua Nyi Laras bersamaan dengan A Wawan dan Indah. Rupanya itu semua bukanlah wujud aslinya. Ada sesuatu wujud yang dia sembunyikan dariku, dan wujud tersebut dia perlihatkan pertama kali kepadaku setelah beberapa kali aku melihatnya dengan wujud kakek-kakek tua berjubah putih dengan gaya dan karasteristik nya yang bijak. Tubuhnya yang sangat besar, bahkan saking besarnya, tubuhnya hampir menyerupai Kamali yang menjadi makhluk yang paling besar di tempat itu, seluruh tubuhnya dilapisi oleh baju berwarna hitam dengan corak-corak emas di setiap ujung baju tersebut. Tubuhnya berwarna coklat tua, seperti layaknya manusia namun dengan kulit yang pucat. Dan dia memakai kain sarung yang menutupi sebagian kakinya, hanya dari lutut hingga ke arah pinggang
Waktu semakin malam, aku dan Iman kini berjalan melewati rumah-rumah di Kampung Sepuh menuju warung. Sekarang para warga bisa berjalan dengan santainya pada malam hari, bahkan tanpa bantuan senter sekalipun, karena baru beberapa bulan yang lalu jalanan Kampung Sepuh dipasangin lampu jalan bertenaga surya untuk penerangan. Ya siapa lagi kalau ada andil Pak Ardi di dalamnya, Pak Ardi benar-benar ingin merubah Kampung Sepuh agar bisa disamakan dengan kampung-kampung yang ada di sekitarnya. Sehingga apapun yang dia lakukan agar Kampung Sepuh bisa terlihat lebih modern dan bisa diterima oleh masyarakat yang masih menganggap Kampung Sepuh itu adalah Kampung Keramat. Ketika aku sampai, rupanya Ujang sudah duduk di depan warung. dengan aura yang kini tampak berbeda dari yang aku temui di siang hari. Aku yang baru sampai dipersilakan untuk duduk dan bersila, dan akupun secara tidak sadar mengikuti apa yang dia perintahkan. “Aku akan menunjukan A Sidik sesuatu.
Obrolan yang sangat panjang di depan warung tersebut membuatku terkesima, oleh cerita-cerita Ujang yang dia dapatkan dari pengalamannya sendiri ataupun dari para warga yang mengalami kejadian-kejadian diluar nalar yang terjadi di Kampung Sepuh ini.Setelah perjanjian yang mengikat mereka terputus, para warga mulai beradaptasi kembali dengan suasana malam. Dan sekarang mereka sudah terbiasa dengan malam hari di Kampung Sepuh yang kini sedang aku kunjungi.Disana pula aku mendapatkan beberapa cerita yang tidak aku tulis dalam cerita, cerita-cerita yang menyeramkan terutama ketika menyangkut Ujang pada masa kecil dengan mitos-mitos dan pantangan-pantangan yang ada di sekitar mereka.Pulau Jawa bagian selatan masih penuh misteri, dengan landscape pegunungan yang membentang hingga ke Pantai Selatan. Membuatnya banyak mitos dan kejadian-kejadian yang diluar nalar, yang sering kali bersinggungan dengan manusia yang hidup di dalamnya.Dan bagiku, itu adalah penga
Sebuah warung kecil, yang awalnya aku tuangkan dalam Kata-kata yang menjadi cerita hingga saat ini. Kini aku lihat sendiri bentuknya, sebuah warung yang dulunya hanya berada dalam imajinasiku sendiri. Kini, aku melihatnya dengan kedua mataku sendiri.Bekas-bekas runtuhnya warung yang aku ceritakan masih tersisa, dengan banyaknya genteng-genteng yang rusak karena hangus terbakar disusun dan disimpan di rumah Ujang. Warung itu tampak baru, karena setelah kejadian yang menimpa Ujang. Pak Ardi dan para warga sepakat membangun kembali warung tersebut.Warung yang kini aku lihat ini, adalah salah satu point utama dalam ceritaku. Dimana, banyak kejadian yang silih berganti muncul dan harus di hadapi oleh Ujang dan warga Kampung Sepuh.“Kang!” Kataku sambil berdiri dan menyapa Ujang yang mendekatiku.Ujang hanya tersenyum, sifatnya yang agak pendiam terlihat jelas olehku. Ujang tidak setampan atau setinggi orang-orang yang menjadi karakter utama di da
“Dik, rumah orang tua kamu dimana sih, aku dah nungguin di Alf*mart deket rumah kamu. ” Sebuah text W* tiba-tiba muncul di HP ku pada pagi itu. Dan ketika aku baca, ternyata Iman sudah sampai di Ciwidey tempat dimana orang tua ku tinggal. Hari ini adalah hari minggu di akhir Februari. Dan pada hari ini, aku sengaja mengosongkan jadwalku untuk berkunjung ke Kampung Sepuh bersama dengan Iman, anak dari Mang Rusdi yang kini bekerja di tempat yang sama denganku. Aku berkunjung ke Kampung Sepuh, semata-mata untuk bersilaturahmi kepada semua warga yang ada disana. Karena sudah memberiku izin untuk membuat cerita tentang mereka, termasuk dengan segala yang terjadi di dalamnya. Iman dan Mang Rusdi adalah dua orang yang namanya sama dengan cerita yang aku buat. Sedangkan sisanya, aku sengaja memberi nama baru. Dan itu sudah sesuai dengan kesepakatan mereka ketika aku membuat cerita ini. “Ok, tunggu nanti aku kesana, beli aja makanan ama minuman buat ol
Kini,Semuanya kembali normal, Tidak semua orang tahu akan cerita ini. Bahkan hanya beberapa orang yang aku percaya yang mengetahui tentang apa yang terjadi tentang pertarunganku dan Kala pada saat itu.Karena apabila aku bercerita kepada semua orang, pasti banyak orang yang tidak percaya. Karena menganggap itu hanyalah fantasi dan ilusi semata dari seseorang yang kehilangan kakinya di Gunung Sepuh.Namun, berbeda dengan Mang Rusdi dan Mang Darman. Yang kini sering kali menghabiskan waktunya untuk menemaniku di dalam warung, bahkan istri Mang Rusdi sering kali membantuku di rumah untuk sekedar membersihkan rumah dan memastikan aku bisa makan dengan lahap di hari itu.Karena mereka sadar, aku kini hanya sendirian di Kampung Sepuh. Sudah tidak ada lagi orang tua yang menjadi panutanku saat ini. Sehingga mereka secara sukarela membantuku dan menganggapku sebagai bagian dari keluarga mereka yang tidak boleh mereka abaikan.“Mang, nongkrong wae di
Dua minggu kemudian.Warung yang sudah hancur akibat aku bakar, kini kembali berdiri. Lengkap dengan etalase yang sudah diperbaiki dan barang-barang yang dagangan yang mengisi penuh etalase dan rak-rak dagangan di warungku ini.Dan suasana sore hari yang penuh dengan hilir mudik warga kampung yang pulang dari sawah dan ladang terlihat olehku yang kini menjaga lagi warung yang sudah aku buat kembali bersama para warga dengan bantuan modal dari Pak Ardi.Aku seperti biasa kini sedang duduk dan bercengkrama dengan Mang Rusdi dan Mang Darman yang baru pulang dari berkeliling kampung untuk berdagang. Canda dan tawa menghiasi obrolan-obrolan tersebut karena sesekali Mang Darman berceloteh dan bercanda atas apa yang dia lakukan.Mereka berdua sudah mengetahui kejadian yang menimpaku di tempat itu, bahkan pertarungan ku dengan Kala di Gunung Sepuh. Dan itu membuat mereka tercengang karena mereka tidak mengetahui bahwa ada makhluk yang seperti itu di Gunung Sepuh.
Aku kembali berdiri, di tengah-tengah hamparan rerumputan yang luas. Dengan salah satu pohon besar yang ada di puncak yang terlihat olehku dari kejauhan. Rerumputan itu kini tampak lebih hijau dari sebelumnya, dan tidak terlihat lagi ilalang-ilalang yang tinggi menjulang hingga menutupi badanku saat itu. Panas yang terik, dengan angin segar yang berhembus dari pegunungan membuatku merasakan suatu perasaan yang sangat lega. Entah mengapa. Hatiku kini terasa sangat tenang ketika berada di tempat ini. Aku pun berjalan, melewati rerumputan tersebut dengan kakiku yang tidak memakai alas kaki sama sekali. Mencoba untuk berjalan dan duduk kembali di pohon besar yang berdiri di tengah-tengah rerumputan di atas sana. Jalanan yang kulalui sangat begitu mulus, tidak ada serangga-serangga yang menggigit kakiku, tidak ada jalanan yang becek bercampur lumpur. Juga tidak ada lagi lubang yang membuatku terperosok. Semuanya sangatlah berbeda, aku seper
Pandangan ku tiba-tiba gelap, aku sudah tidak bisa merasakan apapun lagi. Aku yang sudah pasrah kini hanya bisa membiarkan tubuhku yang tertutup oleh tanah yang menimpaku seketika dari atas sana. Dan para warga yang menyaksikan hal itu secara langsung tiba-tiba panik dan langsung berteriak memanggilku. “UJANGGGGGGGG!!!” Mang Rusdi yang pertama berlari ke arah tanah longsoran tersebut dan memindahkan batu, ranting-ranting dan tanah untuk mencariku dengan kedua tangannya. Begitu juga dengan Aki Karma, Mang Dadang, dan Mang Uha serta warga-warga yang lainnya yang membantu memindahkan semua material longsor yang menutupi tubuhku, dan berharap aku masih bisa bertahan dengan tubuh yang tertutup oleh longsoran tanah tersebut. Sedangkan Pak Ardi, dia langsung menelpon anaknya dan Pak Caca untuk segera meminta bantuan. Karena kini situasinya sangat berbeda, Pak Ardi membutuhkan lebih banyak orang agar bisa lebih cepat menyelamatkan aku yang berada di d
Mereka semua berlari masuk ke dalam hutan Gunung Sepuh yang masih terlihat gelap dan menyeramkan, dengan aura mistis yang kental dan terasa oleh semua warga Kampung Sepuh pada pagi itu.Meskipun waktu itu adalah waktu di mana pagi akan menjelang, namun tetap saja. aura-aura mistis yang terasa oleh para warga yang sedang berlari ke dalam sangatlah terasa.Apalagi dari mereka semua, hampir sebagian besar belum pernah keluar pada dalam gelap semasa hidupnya, mereka sudah terbuai oleh bantal dan selimut tebal dari mereka lahir hingga saat ini, dan mereka mematuhi larangan untuk keluar rumah hingga pagi tiba. Sehingga mereka tidak mengetahui rasanya masuk ke dalam hutan pada saat-saat seperti ini.“JANGGGG, UJANGGGG!!!!!”Mang Rusdi berteriak-teriak sambil berlari. Senternya di arahkan ke segala arah, mencoba mencariku di dalam gelapnya hutan Gunung Sepuh yang luas tersebut. Para warga lainnya juga melakukan hal yang sama, mereka berlari sambil men