DUMM
DUMM
DUMM
Suara-suara seperti benda-benda yang saling bertabrakan masih terdengar sangat keras, bahkan saking kerasnya. Dinding-dinding bangunan yang tampak kokoh itu bergetar hebat bahkan beberapa bagiannya jatuh dan hancur ke tanah.
HAHAHAHA
“Si Gob*og, langsung miheulaan wae. Abong pang gancangna maneh teh siah Kaliki (Si Gob*og, Langsung ngeduluin aja. Mentang-mentang paling cepat kamu Kaliki. )”
HAHAHAHA
Kamali yang masih berdiri bersamaan dengan Kapragan dan Weta tertawa berbahak-bahak sambil sesekali mengejek Kaliki yang melesat duluan menghadapi Sima di depan sana.
“Nyai, kita mau berdiam diri aja di sini?”
“Gak akan mau mengikuti jejak Kaliki di sana? ” Kata Ki Bajra, sesosok kepala manusia yang dipegang oleh salah satu tangan dari Kapragan.
“Hmmm.”
Kapragan terlihat sedang berpikir sambil memegang tongkat yang panjang dengan ujung yang sangat tajam, tongkat tersebut dipegang oleh s
Bagi yang masih bingung dan sering ketuker Kaliki = Yang babi lawan sima Kapragan = Cewe tangan empat warna biru lawan asri manik Kamali = Wajahnya paling serem dan tubuhnya tanpa kulit Weta = Kepala gede badan kecil Pertanyaan yang sering dilontarkan, ko pertarunganya kayak novel silat, jadi ga horror lagi dong saya jawab emang bener, bahkan bisa kayak novel lord of the ring kalau bisa beneran lihat hal-hal gaib, cuman karena kita sebagai manusia punya keterbatasan jadi aga susah untuk melihatnya karena memang seperti ini, layaknya orang bertarung pada umumnya. bahkan senjata-senjata gaib pun ada untuk keperluan bertarung *** Tetap vote dan komen ya, terima kasih sudah membaca
Brak Brak Brak Hahahaha “Maneh teh sabenerna mah leuwih kuat tibatan para makhluk anu nyieun perjanjian jeung jelema di Gunung Sepuh, make kaelmuan anu aya dimaneh ayeuna teh sabenerna mah bisa jang nyieun maneh leuwih kuat. (Kamu itu sebenarnya lebih kuat daripada para makhluk yang melakukan perjanjian dengan manusia di Gunung Sepuh, dengan keilmuanmu yang sekarang sebenarnya bisa membuatmu lebih kuat. )” “Tapi naha malah ngabela tangkorak-tangkorak anu euweuh hargana kitu, tangkorak anu sabenerna mah eta jin qorin jelema anu teu bisa nanaon pas eta jelema anu ku manehna tuturkeun paeh jeung di kubur dina taneuh. (Tapi kenapa malah membela tengkorak-tengkorak yang tidak harganya itu, tengkorak yang sebenarnya adalah jin qorin manusia yang tidak bisa berbuat apa-apa ketika manusia yang dia ikuti mati dan di kubur di tanah. )” Kapragan yang mencekik leher Asri Manik dan membanting-bantingkan tubuhnya ke arah pepohonan yang terbakar hang
Sosok makhluk raksasa kini berada tepat di depanku, dengan wujud, rupa, tubuh, dan aura yang lebih menyeramkan dari Kala apabila dilihat lebih dekat. Mungkin baru kali ini aku melihat makhluk menyeramkan seperti ini, matanya melotot, gigi taringnya menonjol keluar dan sikapnya yang semena-mena. Bahkan Kala sendiri pun agak sedikit acuh untuk mengatur salah satu makhluk ini, dari tadi dia tampak diam. Dan tidak melakukan apa-apa ketika dia bertindak sendiri dan muncul di depanku dengan tangannya yang sangat besar itu. DUG DUG Kedua tangan Kamali di hentakan ke tanah, dia kini terlihat seperti sedang merangkak dengan kepala yang di dekatkan kepadaku. Wajahnya terlihat sedang memperhatikanku dengan sangat teliti, sehingga wajahnya yang sangat menyeramkan terlihat sangat jelas di depanku. “SAHA NGARAN MANEH TEH, UJANG? (SIAPA NAMA KAMU, UJANG? )” Kata Kamali yang berkata kepadaku dengan hembusan nafasnya yang terasa perih bagiku. “URANG TE
Sosok Ki Mandala yang aku kenal seketika berubah, Ki Mandala yang selalu datang ke warung dengan wujud kakek-kakek dengan jubah yang putih, bahkan sempat mewujudkan dirinya menjadi cahaya ketika aku terjebak di dalam gua Nyi Laras bersamaan dengan A Wawan dan Indah. Rupanya itu semua bukanlah wujud aslinya. Ada sesuatu wujud yang dia sembunyikan dariku, dan wujud tersebut dia perlihatkan pertama kali kepadaku setelah beberapa kali aku melihatnya dengan wujud kakek-kakek tua berjubah putih dengan gaya dan karasteristik nya yang bijak. Tubuhnya yang sangat besar, bahkan saking besarnya, tubuhnya hampir menyerupai Kamali yang menjadi makhluk yang paling besar di tempat itu, seluruh tubuhnya dilapisi oleh baju berwarna hitam dengan corak-corak emas di setiap ujung baju tersebut. Tubuhnya berwarna coklat tua, seperti layaknya manusia namun dengan kulit yang pucat. Dan dia memakai kain sarung yang menutupi sebagian kakinya, hanya dari lutut hingga ke arah pinggang
WUUUSH WUUUSH WUUUSH Aura yang berbenturan itu saling melahap satu sama lain, keduanya sama-sama dengan terlihat buas seperti saling menyerang dan tidak ada yang akan mengalah sehingga menghancurkan segala sesuatu yang ada di dekatnya. Aura biru yang berbenturan dengan aura yang berwarna hitam pekat seperti asap sangat kontras terlihat hingga dari kejauhan. Aku yang berlari dan membenturkan senjata ku yang bercahaya, kini ditahan oleh kedua tangan Kala. Kami saling mengeluarkan seluruh tenaga. Untungnya aura biru ini membantuku dan membuat aku beberapa puluh kali lebih kuat dari sebelumnya. Karena, apabila aku masih menjadi sosok Ujang yang penuh akan rasa takut dan tidak mengetahui apapun atas apa yang terjadi. Mungkin saja, tubuhku tidak akan kuat untuk menahannya. Treaaaaaaak Aku dan Kala tiba-tiba terpental ke arah yang berlawanan. Akibat benturan yang terjadi beberapa saat yang lalu, aku berguling beberapa meter hingga ke
Rupanya, apa yang terjadi ketika Aku dan Kala saling berbenturan satu sama lain. Ternyata berefek kepada Gunung Sepuh pada malam ini, meskipun Kala sudah memindahkan kita semua ke dalam alamnya. Namun tetap saja, hal itu ternyata membuat Gunung Sepuh yang awalnya sunyi dan senyap menjadi gaduh seketika dengan suara-suara gemuruh yang samar-samar terdengar hingga ke Kampung Sepuh dan kampung-kampung di sekitarnya. Bahkan, Tidak ada lagi nyanyian malam dari suara-suara hewan pada malam ini, yang biasanya menjadi penghias malam dari Gunung Sepuh tersebut, meskipun di dalam gunung selama ini banyak sekali kejadian-kejadian yang terjadi ketika aku menjaga warung. Tapi tidak sampai seperti sekarang, Gunung Sepuh tampak lebih bergemuruh dengan beberapa suara yang terdengar hingga Kampung Parigi yang letaknya jauh dari Gunung Sepuh. Meskipun tidak semua warga Kampung Parigi mendengar suara-suara gemuruh tersebut, tapi untuk beberapa orang yang masih terjaga dan belum
Kini, Di Depan gerbang, sebuah pintu masuk menuju Gunung Sepuh yang menjadi awal untuk para manusia yang akan masuk ke dalam lebatnya hutan, dengan segala keperluannya, banyak sekali warga yang berdiri di sana untuk menungguku pulang. Semua warga yang masih bertahan di Kampung Sepuh dan tidak melarikan diri. Mereka hanya berdiri di depan gerbang, dengan diliputi rasa takut yang mereka rasakan dari aura yang keluar dari jalanan setapak yang menjadi salah satu pintu masuk ke Gunung Sepuh. Namun dalam diam mereka, mereka memanjatkan doa-doa dengan kepercayaannya masing-masing untuk keselamatanku di dalam sana. Meskipun mereka tidak tahu apa yang terjadi di dalam, dan apakah aku akan berhasil atau tidak. Mereka hanya berdoa dalam ketakutan dan ke khawatirannya dan berharap, jangan sampai ketika pagi tiba mayat ku lah di temukan di dalam Gunung Sepuh dalam keadaan yang mengenaskan. WUUUUUUSHHH WUUUUUUUUSHHHH Terdengar suara gemuruh ya
Pak Ardi dan para rombongan warga seketika mengerumuni Kang Jaya dan Kang Ocin yang berlari dari dalam hutan ke arah mereka yang sedang berdiri tepat di depan gerbang pintu masuk. Wajah Kang Jaya dan Kang Ocin tampak berantakan, banyak bekas-bekas cairan yang berbau busuk di baju dan rambut mereka. Sehingga sebagian warga menutup hidungnya karena mencium bau busuk tersebut. “Tolongin kita berdua Pak, kita gak mau lagi melakukan ritual-ritual itu di dalam sana, ” Kata Kang Ocin sambil merengek ke arah Pak Ardi, bahkan dia sambil memegang baju Pak Ardi sambil terduduk di tanah. “Tolong selamatkan kita Pak, karena kita takut, kita diincar oleh para makhluk di dalam sana. Karena dianggap kita ikut dengan manusia sakti yang melintas saat kita berdua sedang ritual, Pak. ” Wajah Kang Ocin tampak memelas, usahanya yang ingin cepat kaya dengan cara yang instan kini berantakan sudah. Namun di satu sisi, dia masih bersyukur bahwa dia masih selamat. Dan atas keja
Nyegik, adalah salah satu keilmuan yang dipelajari oleh para manusia-manusia yang ingin sekali mendapatkan kekayaan dengan cara yang instan. Suatu keilmuan ini sering sekali dilakukan oleh manusia beberapa puluh tahun yang lalu, di mana belum banyak kota-kota besar dengan gedung yang tinggi seperti sekarang. Nyegik, atau babi ngepet dalam bahasa Indonesia. Memang menjadi salah satu keilmuan yang populer yang dilakukan manusia di Gunung Sepuh beberapa puluh tahun yang lalu, mereka rela mengubah tubuhnya menjadi seekor babi hutan. Yang berkeliling setiap malam untuk mencari uang demi memperkaya dirinya. Keilmuan ini, yang mereka pelajari di Gunung Sepuh. Sama sekali tidak memerlukan tumbal apapun, mereka hanya mengorbankan dirinya sendiri. Ketika mereka melakukan nyegik, biasanya dilakukan oleh dua orang, jika suaminya yang berkeliaran makan istrinya yang berjaga agar suaminya tidak tertangkap oleh warga saat salah satunya berubah menjadi babi dan berkeliaran d
Waktu semakin malam, aku dan Iman kini berjalan melewati rumah-rumah di Kampung Sepuh menuju warung. Sekarang para warga bisa berjalan dengan santainya pada malam hari, bahkan tanpa bantuan senter sekalipun, karena baru beberapa bulan yang lalu jalanan Kampung Sepuh dipasangin lampu jalan bertenaga surya untuk penerangan. Ya siapa lagi kalau ada andil Pak Ardi di dalamnya, Pak Ardi benar-benar ingin merubah Kampung Sepuh agar bisa disamakan dengan kampung-kampung yang ada di sekitarnya. Sehingga apapun yang dia lakukan agar Kampung Sepuh bisa terlihat lebih modern dan bisa diterima oleh masyarakat yang masih menganggap Kampung Sepuh itu adalah Kampung Keramat. Ketika aku sampai, rupanya Ujang sudah duduk di depan warung. dengan aura yang kini tampak berbeda dari yang aku temui di siang hari. Aku yang baru sampai dipersilakan untuk duduk dan bersila, dan akupun secara tidak sadar mengikuti apa yang dia perintahkan. “Aku akan menunjukan A Sidik sesuatu.
Obrolan yang sangat panjang di depan warung tersebut membuatku terkesima, oleh cerita-cerita Ujang yang dia dapatkan dari pengalamannya sendiri ataupun dari para warga yang mengalami kejadian-kejadian diluar nalar yang terjadi di Kampung Sepuh ini.Setelah perjanjian yang mengikat mereka terputus, para warga mulai beradaptasi kembali dengan suasana malam. Dan sekarang mereka sudah terbiasa dengan malam hari di Kampung Sepuh yang kini sedang aku kunjungi.Disana pula aku mendapatkan beberapa cerita yang tidak aku tulis dalam cerita, cerita-cerita yang menyeramkan terutama ketika menyangkut Ujang pada masa kecil dengan mitos-mitos dan pantangan-pantangan yang ada di sekitar mereka.Pulau Jawa bagian selatan masih penuh misteri, dengan landscape pegunungan yang membentang hingga ke Pantai Selatan. Membuatnya banyak mitos dan kejadian-kejadian yang diluar nalar, yang sering kali bersinggungan dengan manusia yang hidup di dalamnya.Dan bagiku, itu adalah penga
Sebuah warung kecil, yang awalnya aku tuangkan dalam Kata-kata yang menjadi cerita hingga saat ini. Kini aku lihat sendiri bentuknya, sebuah warung yang dulunya hanya berada dalam imajinasiku sendiri. Kini, aku melihatnya dengan kedua mataku sendiri.Bekas-bekas runtuhnya warung yang aku ceritakan masih tersisa, dengan banyaknya genteng-genteng yang rusak karena hangus terbakar disusun dan disimpan di rumah Ujang. Warung itu tampak baru, karena setelah kejadian yang menimpa Ujang. Pak Ardi dan para warga sepakat membangun kembali warung tersebut.Warung yang kini aku lihat ini, adalah salah satu point utama dalam ceritaku. Dimana, banyak kejadian yang silih berganti muncul dan harus di hadapi oleh Ujang dan warga Kampung Sepuh.“Kang!” Kataku sambil berdiri dan menyapa Ujang yang mendekatiku.Ujang hanya tersenyum, sifatnya yang agak pendiam terlihat jelas olehku. Ujang tidak setampan atau setinggi orang-orang yang menjadi karakter utama di da
“Dik, rumah orang tua kamu dimana sih, aku dah nungguin di Alf*mart deket rumah kamu. ” Sebuah text W* tiba-tiba muncul di HP ku pada pagi itu. Dan ketika aku baca, ternyata Iman sudah sampai di Ciwidey tempat dimana orang tua ku tinggal. Hari ini adalah hari minggu di akhir Februari. Dan pada hari ini, aku sengaja mengosongkan jadwalku untuk berkunjung ke Kampung Sepuh bersama dengan Iman, anak dari Mang Rusdi yang kini bekerja di tempat yang sama denganku. Aku berkunjung ke Kampung Sepuh, semata-mata untuk bersilaturahmi kepada semua warga yang ada disana. Karena sudah memberiku izin untuk membuat cerita tentang mereka, termasuk dengan segala yang terjadi di dalamnya. Iman dan Mang Rusdi adalah dua orang yang namanya sama dengan cerita yang aku buat. Sedangkan sisanya, aku sengaja memberi nama baru. Dan itu sudah sesuai dengan kesepakatan mereka ketika aku membuat cerita ini. “Ok, tunggu nanti aku kesana, beli aja makanan ama minuman buat ol
Kini,Semuanya kembali normal, Tidak semua orang tahu akan cerita ini. Bahkan hanya beberapa orang yang aku percaya yang mengetahui tentang apa yang terjadi tentang pertarunganku dan Kala pada saat itu.Karena apabila aku bercerita kepada semua orang, pasti banyak orang yang tidak percaya. Karena menganggap itu hanyalah fantasi dan ilusi semata dari seseorang yang kehilangan kakinya di Gunung Sepuh.Namun, berbeda dengan Mang Rusdi dan Mang Darman. Yang kini sering kali menghabiskan waktunya untuk menemaniku di dalam warung, bahkan istri Mang Rusdi sering kali membantuku di rumah untuk sekedar membersihkan rumah dan memastikan aku bisa makan dengan lahap di hari itu.Karena mereka sadar, aku kini hanya sendirian di Kampung Sepuh. Sudah tidak ada lagi orang tua yang menjadi panutanku saat ini. Sehingga mereka secara sukarela membantuku dan menganggapku sebagai bagian dari keluarga mereka yang tidak boleh mereka abaikan.“Mang, nongkrong wae di
Dua minggu kemudian.Warung yang sudah hancur akibat aku bakar, kini kembali berdiri. Lengkap dengan etalase yang sudah diperbaiki dan barang-barang yang dagangan yang mengisi penuh etalase dan rak-rak dagangan di warungku ini.Dan suasana sore hari yang penuh dengan hilir mudik warga kampung yang pulang dari sawah dan ladang terlihat olehku yang kini menjaga lagi warung yang sudah aku buat kembali bersama para warga dengan bantuan modal dari Pak Ardi.Aku seperti biasa kini sedang duduk dan bercengkrama dengan Mang Rusdi dan Mang Darman yang baru pulang dari berkeliling kampung untuk berdagang. Canda dan tawa menghiasi obrolan-obrolan tersebut karena sesekali Mang Darman berceloteh dan bercanda atas apa yang dia lakukan.Mereka berdua sudah mengetahui kejadian yang menimpaku di tempat itu, bahkan pertarungan ku dengan Kala di Gunung Sepuh. Dan itu membuat mereka tercengang karena mereka tidak mengetahui bahwa ada makhluk yang seperti itu di Gunung Sepuh.
Aku kembali berdiri, di tengah-tengah hamparan rerumputan yang luas. Dengan salah satu pohon besar yang ada di puncak yang terlihat olehku dari kejauhan. Rerumputan itu kini tampak lebih hijau dari sebelumnya, dan tidak terlihat lagi ilalang-ilalang yang tinggi menjulang hingga menutupi badanku saat itu. Panas yang terik, dengan angin segar yang berhembus dari pegunungan membuatku merasakan suatu perasaan yang sangat lega. Entah mengapa. Hatiku kini terasa sangat tenang ketika berada di tempat ini. Aku pun berjalan, melewati rerumputan tersebut dengan kakiku yang tidak memakai alas kaki sama sekali. Mencoba untuk berjalan dan duduk kembali di pohon besar yang berdiri di tengah-tengah rerumputan di atas sana. Jalanan yang kulalui sangat begitu mulus, tidak ada serangga-serangga yang menggigit kakiku, tidak ada jalanan yang becek bercampur lumpur. Juga tidak ada lagi lubang yang membuatku terperosok. Semuanya sangatlah berbeda, aku seper
Pandangan ku tiba-tiba gelap, aku sudah tidak bisa merasakan apapun lagi. Aku yang sudah pasrah kini hanya bisa membiarkan tubuhku yang tertutup oleh tanah yang menimpaku seketika dari atas sana. Dan para warga yang menyaksikan hal itu secara langsung tiba-tiba panik dan langsung berteriak memanggilku. “UJANGGGGGGGG!!!” Mang Rusdi yang pertama berlari ke arah tanah longsoran tersebut dan memindahkan batu, ranting-ranting dan tanah untuk mencariku dengan kedua tangannya. Begitu juga dengan Aki Karma, Mang Dadang, dan Mang Uha serta warga-warga yang lainnya yang membantu memindahkan semua material longsor yang menutupi tubuhku, dan berharap aku masih bisa bertahan dengan tubuh yang tertutup oleh longsoran tanah tersebut. Sedangkan Pak Ardi, dia langsung menelpon anaknya dan Pak Caca untuk segera meminta bantuan. Karena kini situasinya sangat berbeda, Pak Ardi membutuhkan lebih banyak orang agar bisa lebih cepat menyelamatkan aku yang berada di d
Mereka semua berlari masuk ke dalam hutan Gunung Sepuh yang masih terlihat gelap dan menyeramkan, dengan aura mistis yang kental dan terasa oleh semua warga Kampung Sepuh pada pagi itu.Meskipun waktu itu adalah waktu di mana pagi akan menjelang, namun tetap saja. aura-aura mistis yang terasa oleh para warga yang sedang berlari ke dalam sangatlah terasa.Apalagi dari mereka semua, hampir sebagian besar belum pernah keluar pada dalam gelap semasa hidupnya, mereka sudah terbuai oleh bantal dan selimut tebal dari mereka lahir hingga saat ini, dan mereka mematuhi larangan untuk keluar rumah hingga pagi tiba. Sehingga mereka tidak mengetahui rasanya masuk ke dalam hutan pada saat-saat seperti ini.“JANGGGG, UJANGGGG!!!!!”Mang Rusdi berteriak-teriak sambil berlari. Senternya di arahkan ke segala arah, mencoba mencariku di dalam gelapnya hutan Gunung Sepuh yang luas tersebut. Para warga lainnya juga melakukan hal yang sama, mereka berlari sambil men