Lumayan aku akan ambil bagian untukku juga. Aku pingin beli tas branded dan juga sofa sultan. Biar geng arisanku makin panas.“Kamu juga, ini bikin stres Ibu, Sih. Sudah dua tahun kamu menikah, tapi belum juga punya anak. Ibu itu capek digosipin terus di pengajian. Mereka bilang kamu mandul.” Duh, memang ya, orang sini kampungan semua belum hamil aja jadi bahan gosipan.“Biarin aja, Bu. Nanti kalau capek juga berhenti sendiri.”“Apa kamu sudah berobat, Sih?”“Sudah dong, Bu. Mahal loh, aku berobatnya. Dokternya yang bagus,” jawabku asal. Sebenernya aku sudah putus asa masalahnya ada di Mas Roni. Kebiasaan dia yang hobi minum minuman keras, perokok berat dan juga ngobat membuat spermanya bermasalah. Jadi susah untuk proses pembuahan.“Cepetlah kalian punya biar tidak ada lagi gosip miring pada kalian. Kalau enggak Ibu antar ke orang pintar ya, Sih. Biar cepat hamil.” Duh, ibu. Aku pun pingin punya anak, tapi bukan begitu caranya.“Iya, Bu nanti aku bicarakan dengan Mas Roni ya,” jawabk
POV Asih. “Em, nama kamu siapa tadi?” tanyaku basa basi.“Ita, Mbak,” jawabnya sopan. Duh, kenapa ya, kalau orang cantik itu pasti suaranya aja lembut, mendayu gini.“Sudah berapa lama sama Danu?” tanyaku menyelidik.“Enam bulan Mbak,” jawabnya lagi sambil tersenyum. Duh, senyumnya manis banget lagi. Ini benar-benar ancaman untukku. Dia tipe Mas Roni banget. Dulu sewaktu kami masih pedekate aku melakukan berbagai cara yang disukai oleh Mas Roni agar aku bisa jadi istrinya. Termasuk berpura-pura lemah lembut.“Kamu yakin mau nikah sama Danu, Adikku?” tanyaku lagi.“Yakin Mbak, insya Allah.” Nah, kan sok alim lagi.“DANU ITU SUDAH TIDAK PERJAKA. DIA PERNAH TIDUR DENGAN PACARNYA DULU!” kataku penuh penekanan.Berhasil Ita terlihat cukup kaget dan mencoba mengontrol emosinya.“Itu biar jadi urusan kami, Mbak. Nanti akan aku tanyakan langsung pada Mas Danu,” jawabnya tenang.“Enggak percaya? Aku ini Mbaknya jadi aku tahu apa saja yang dilakukan Danu dengan pacarnya dulu. Oh, iya, ikut ak
POV Asih.“Berapa itu amplop dari pacarnya Danu, Sih?” tanya ibu. Malam ini kami sedang membuka amplop para tamu undangan.“500 ribu rupiah, Bu,” jawabku berbinar. Di sini undangan segini sangat banyak. Apa lagi tadi aku sudah ambil uang Ita 1 juta rupiah. Untung berlipat-lipat aku.“Coba sini Bu, amplop dari teman-teman sosialitaku biar aku yang buka mereka pasti nyumbangnya lebih banyak. Mereka, kan orang-orang kaya. Ibu tadi lihat kan, mereka tampil cetar membahana.” Ibu manggut-manggut mendengar penuturanku.“Apa! 25 ribu rupiah?” Kepelaku seketika langsung pusing. Bisa-bisanya Jeng Yani Cuma ngamplop 25 ribu rupiah. Tadi saja aku lihat dia ngambil makanan banyak. Awas aja dia besok kalau sunatan anak-anaknya aku bakalan nyumbang lebih kecil dari ini.“Haduh, parah ini, Sih! Tampilan sosialita duit rakyat jelata!” omel ibu.“Astagaaaaaaa! Ini Jeng Kokom juga sama aja 25 ribu rupiah, Bu!” Aku gegas mencari nama-nama geng sosialitaku di antara tumpukan amplop dalam kardus besar. Tad
POV Asih.“Ada apa, Bu?” tanyaku.“Itu pihak ketering sama orgen tunggal datang minta uang, Sih.” Mataku langsung terbuka sempurna. Kalau begini ceritanya bisa berkurang itu uang 50 juta rupiah.“Masa, sih, Mbak. Adik iparku bilang sudah dibayar semua,” kataku tak percaya aku lihat nota yang dibawa pihak ketering.“Memang Bu, sudah dibayar semua, tapi kan, kemarin Ibu sendiri yang minta tambah semua makanan jadi dua kali lipat dari kesepakatan pertama. Orgen juga minta yang bagus yang komplit pakai gendang segala macam,” jawab pihak keteringan. Benar juga si, aku sendiri yang meminta itu karena aku harus menunjukkan sesuatu yang wah pada semua orang. Aku mau pernikahan adikku ini jadi termewah sepanjang sejarah di kampung ini.Aku memijat pelipis kening, tiba-tiba aku meras sangat pusing.“Kamu bilang gitu, Sih?” tanya ibu. Aku mengangguk saja. Ibu terlihat sangat marah, tapi dia jaim.“Ya, sudah Mbak, kurangnya berapa biar kami lunasi. Kami tidak mau punya utang hajatan. Malu sama o
POV Asih.Lili juga sama sepertiku dia tidak suka pada Ita. Dia selalu menyuruh-nyuruh Ita, ini dan itu, tapi tetap saja tidak keguguran. Bahkan masuk rumah sakit pun tidak.Hanya bolak-balik kamar mandi sebentar . Apa dia tahu ya, kalau susunya aku kasih obat. Dia hanya minum sedikit saja kemudian dia buang.Aku berjanji pada diriku sendiri akan membuat hidup Ita menderita. Sampai dia pindahan ke rumah sebelah aku pun terus menerornya.Sampai suatu hari juragan ikan datang ke rumah Ita hanya untuk membeli kangkung jualan Ita. Aku tentu saja kaget bukan main begitu juga dengan juragan ikan dia kaget melihat keberadaanku.Bukan tanpa sebab aku takut ketemu Juragan ikan. Jika dia membeberkan rahasiaku pada Ita tamatlah riwayatku.Aku satu tahun lalu menjalin hubungan spesial dengan juragan ikan. Ya, aku ini simpanannya dia. Semua aku lakukan dengan sadar karena aku sudah capek hidup menderita. Hidup dengan Mas Roni sangat membosankan. Monoton begini-begini saja. Sudah jatah uang telat
POV Asih. Mas Roni kaget karena aku bisa bayar hutang ke Bank. Aku bohongi saja dia dengan menjual semua perhiasanku yang aku tabung dari gadis dan aku juga sudah mengancamnya untuk tidak mengambil uang Bank lagi jika di nekat melakukannya lagi maka tidak segan-segan aku buang dari hidupku. Entah dia dengarkan atau tidak yang penting sekarang hutang kami lunas dan aku bisa membeli perhiasan, tas baru, baju baru, perabotan rumah baru. Baru saja aku merasakan hidup enak sebagai wanita simpanan anak juragan ikan yang bernama Lani melabrakku. Untung saja tidak diviralkan. Anak juragan ikan ini seorang ustazah. Jadi, dia memberiku peringatan secara halus dengan syarat aku tidak lagi mau jadi wanita simpanan juaragan ikan. Aku sangat kesal, tapi tidak bisa berbuat apa-apa lagi kalau aku nekat aku bisa dibasmi dari sini. Juragan ikan juga aneh, dia sama sekali tidak membelaku. Terakhir aku berjumpa dia setelah 4 bulan perpisahan kami dia sedang memantau tambak ikan dengan berpakaian seper
POV Asih. Yes! Aku akan pakai ini untuk melunasi hutangku pada juragan ikan. Aku obrak abrik lagi isi kamar Danu. Aku juga menemukan sejumlah uang, ya, meski tidak banyak, tapi lumayan untuk bayar kreditan bajuku yang sudah nunggak dua bulan.“Kita harus hati-hati, Dik. Jangan sampai meninggal jejak walau sehelai rambut kita,” ucap Mas Roni mewanti-wanti.“Iya, Mas, siap!"“Bagi Mas juga uangnya untuk beli rokok sama bensin full tank.”“Iya, Mas. Ih, cerewet. Ayok! Buruan!”Kami ke luar dari rumah Danu persis pencuri kelas kakap yang sudah terlatih.Kami membakar rumah Danu dengan menyiramkan sedikit bensin di dinding dapur yang terbuat dari bambu. Kompor untuk masak Ita letakkan tidak jauh dari situ dengan begitu gas akan meledak dan habis rumahnya.Kami pulang ke rumah dengan riang gembira. Meski kaki Mas Roni Makin membengkak dan seperti terbakar, kata Mbah dukun dimandikan kembang tujuh rupa ditambah darah ayam cemani nanti akan sembuh.“Mas, kapan kita antar sertifikat tanah ini
POV Asih.“Taappi ... rasanya aku pernah melihat iparmu ini. Sebentar aku ingat-ingat dulu,” ucap Mbah dukun lagi.“Nah, lihat ini sama enggak? Kacamataku entah ke mana tadi dibuat mainan cucu.” Aku mengambil foto yang disodorkan Mbah dukun padaku.Alangkah terkejutnya aku, ini foto Eko juga, tapi kenapa bisa di sini, ya?“Iya, Mbah sama, ini foto iparku,” jawabku tanpa ragu.“Itu foto di bawa oleh seorang wanita yang sedang hamil ke sini. Dia bilang ingin memikat laki-laki ini untuk dijadikannya suami. Aku setuju saja karena kasihan melihat dia sedang hamil. Ternyata ini iparmu. Kalau begini aku yang pusing,” ungkap Mbah dukun sambil mengelus-elus jenggotnya. Aku pun pusing mendengar pengakuan Mbah dukun.Bisa-bisanya istri muda Eko memakai jasa Mbah dukunku juga.“Jadi bagaimana, Mbah?” tanyaku memastikan.“Aku pikirkan dulu, saat ini belum bisa kasih keputusan,” jawab Mbah dukun membuatku makin pusing.“Mbah, tolonglah. Mbah harus memihak pada kebenaran dong, Mbah. Jangan sama yan