“Ada apa ini ramai-ramai!?” teriak Mas Roni. Dia pulang lagi. Kukira akan pergi selamanya. Mas Roni gegas menghampiri kami. Dia sama sekali tidak merasa bersalah bahkan terkesan jumawa.Kami tidak terlalu menanggapi Mas Roni. Kami fokus pada ibu yang pingsan. Pasti ibu syok karena calon menantunya lebih tua dari beliau. Mbak Asih ini ada-ada saja kenapa seleranya turun drastis begini? Apa aki-aki ini kaya raya, jadi Mbak Asih mau dijadikan istrinya?Aku seperti terhipnotis melihat pemandangan di depanku, calon Mbak Asih merapalkan doa dan memasukkan jempol tangan kirinya ke dalam langit-langit mulut lalu menempelkan ke jidat ibu.Hitungan detik ibu mengerjap-ngerjapkan matanya. Alhamdulillah ibu sadar. Apa dia paranormal kok, cara menyembuhkan orang pingsannya unik seperti itu?Ibu Menangis tanpa suara. Air matanya membuktikan bahwa beliau sedang tidak baik-baik saja. Dia memandangi Mbak Asih terus-menerus lalu bergantian memandangi aki-aki di depan kami.“Asih, hentikan jangan biki
Dia kembali meninju pipi tua calon suami Mbak Asih.“Kamu pasti sudah guna-guna istriku, kan! Dasar dukun c4bul!” ocehan Mas Roni ternyata mengundang para tetangga mungkin mereka heran ada keributan lagi di rumah ibu.“Cukup Mas!” Mbak Asih berlari menolong calon suaminya. Kami terperangah tidak percaya. Begitu juga Mas Roni dia langsung melompong melihat pemandangan di depannya.“Aku yang meminta Ayang mbeb Marjuki untuk datang melamarku!” Aku tambah melongo dengan panggilan Mbak Asih pada calon suaminya. Bahkan Mamah Atik cekikikan.“G1l4 kamu ya, Sih! Sadar kamu itu sudah dipelet dia!” Mas Roni masih tidak terima dengan kelakuan Mbak Asih.“Gila? Cih, kamu itu yang gila! Main perempuan tidak memikirkan perasaanku. Aku sudah muak sama kamu, Mas,” ucap Mbak Asih.“Kamu itu masih sah istriku mana bisa kawin dengan laki-laki lain, aku bahkan belum menalakmu!” teriak Mas Roni.“Memang benar. Aku yang menyuruhnya melamar. Aku pula yang bilang padanya sudah pisah lama denganmu dan aku pul
“Astaghfirullah Mas! Jujur aku ke sini seperti sadar dan tidak.” Aku membenarkan ucapan Mas Danu. Entah kenapa aku pun merasakan seperti itu.Bagi orang yang tidak pernah mengalami hal-hal magic mungkin tidak akan pernah percaya, tapi bagi yang mengalaminya mereka akan percaya. Inilah pentingnya kita berdoa ke mana pun pergi agar terhindar dari hal-hal seperti ini. Jika pun sudah terjadi Allah akan menolong kita.Alhamdulillah seperti saat ini Allah menolong kami dari ganggang syaiton yang terkutuk.“Bapak silakan undur diri, kami akan melakukan salat Maghrib berjamaah ke Masjid kalau mau mari kita sama-sama berangkat!”Calon suami Mbak Asih tetap diam saja. Beliau berdiri dan pergi tanpa sepatah kata pun diikuti 4 orang lainnya.Mbak Asih mengejarnya sampai depan. Karena kami khawatir, kami pun membuntuti Mbak Asih.“Ayang Mbeb, tunggu jandaku ya? Nanti kita chatingan saja. Ingat aku akan setia di sini untukmu,” ucap Mbak Asih. Calon suaminya hanya mengangguk dan tersenyum. Lalu mere
Juragan ikan pun pergi bersama anak buahnya setelah sebelumnya berpamitan padaku juga.“Orang kaya ya, itu?” tanya Mamah Atik.“Iya, Mah. Orang terkaya di kecamatan sini. Baik orangnya,” jawabku.“Dasar menantu dan anak tidak berguna. Kerjaannya bikin malu saja. Sekarang rumah kalian yang diambil juragan ikan sebagai jaminan hutang. Besok apa lagi yang akan kalian perbuat, hah!” Suara ibu menggelegar sampai ke rumahku.Pintu dapur terbuka. Aku langsung menyibukkan diri menyuapi Kia. Mamah Atik pun langsung menggerakkan badannya ala senam erobik.“Ita, tolongin Ibu, ya? Pinjami Ibu uang 25 juta rupiah saja untuk ambil sertifikat rumah Asih yang dibawa juragan ikan.” Ibu kemudian menceritakan kejadian barusan. Aku tetap menjadi pendengar setia meski sebenarnya aku sudah tahu.“Enggak bisa, kalau mau utang harus ada jaminan juga,” jawab Mamah Atik.“Jaminan? Heh, Nenek gila! Enggak usah ikut campur urusanku terus dong! Kalau pakai jaminan sama dengan riba kamu mau masuk neraka?” sanggah
[Besok kita selesaikan masalah ini, Mbak. Aku tidak mau sesuatu terjadi pada rumah tanggaku. Mbak Lili harus bertanggung jawab.] Kukirim pesan singkat menggunakan ponselku. Aku tidak terima Mbak Lili mengirimkan foto seksinya ke HP Mas Danu dengan maksud menggoda Mas Danu. Mbak Lili seperti perempuan murahan yang tidak punya harga diri. Langsung dibaca dan terlihat Mbak Lili sedang mengetik balasan. Aku takut terpancing ucapannya maka segera kumatikan data dan kutaruh ponsel jauh dariku. Hatiku panas setelah berbalas pesan dengan Mbak Lili. Ternyata kecurigaanku selama ini benar. Dulu waktu kami masih masa pacaran Mbak Lili tingkahnya pun sama selalu ingin dekat dan diperhatikan juga sering cari perhatian Mas Danu. Meski Mas Danu tidak pernah meladeni pesan Mbak Lili, tapi tetap saja aku marah. Wanita mana yang tidak cemburu dan sakit hati kalau ada wanita lain secara terang-terangan mengatakan perasaannya pada suami sendiri. Dulu saat Mbak Lili mencoba mengalihkan perhatian Mas D
Aku bergegas membereskan kamar dan mandi.“Mah, pada ke mana kok sepi?” Mamah Atik sedang senam yoga mengikuti gerakan yang dilihatnya di TV.“Danu di taman belakang sama ibumu dan Kia. Kamu tumben banget bangun siang begini. Apa lagi sakit?”“Enggak apa-apa Mah, semalam aku susah tidur jadi ngantuk banget.”“Ya, sudah itu minum jus kurmanya terus temani Mamah sini. Nanti kamu bisa fresh lagi,” pinta Mamah Atik.Aku menurut saja. Biasanya malas olahraga karena sudah capek bersih-bersih rumah. 0Hem ... yummi sekali jus kurma ini pantas saja Mamah Atik setiap pagi selalu rutin konsumsi.“Enak kan, jusnya? Sini ikutin gerakan tutor di TV itu. Nanti kamu fresh lagi,” ajak Mamah Atik. Tidak ada salahnya kan, kali ini ikut.Selesai yoga aku makan buah yang disediakan Mamah Atik. Rasanya benar-benar nyaman dan segar di badan. Ah, Mamah Atik benar aku jadi fresh lagi.Mas Danu masuk dari pintu samping bersama Kia. Entah kenapa aku tiba-tiba kesal sekali pada Mas Danu. Aku teringat pesan WA
“Sini duduk dekat Mamah.” Tanganku ditarik Mamah Atik, aku menurut saja. Mas Danu hendak menggenggam tanganku, tapi aku tepis lalu aku buang muka.“Kalau cemberut gitu jelek loh, Ta,” tegur ibu. “Kalau ada masalah dibicarakan baik-baik nanti kalau dipendem sendiri jadinya penyakit,” ujar Mamah Atik.Mas Danu pindah tempat ke belakangku dan memelukku erat sekali sampai aku susah nafas.Aku diam saja tidak berniat sama sekali untuk berontak ataupun membalas pelukan Mas Danu.Lucunya Kia minta ikutan dipeluk. Dia sibuk menghampiri kami.“Eyuk, Bu, eyuk!” pinta Kia. Iya diambil oleh ibuku dan dipeluknya.“Maafkan aku ya, Dik. Tidak jujur padamu.” Degh! Apa Mas Danu sudah tahu ya?Kalau Mas Danu sudah tahu berarti selama ini mereka berdua antara Mas Danu dan Mbak Lili sering kali saling berbalas pesan dan mungkin Mbak Lili sudah seringkali juga mengirimkan foto seksinya kepada Mas Danu.“Hem, suami sayang begitu kok, masih aja dicemberutin,” ucap ibu.“Cemburu tanda sayang, marah tandany
“Nanti kalau Lili makin nekat, biar Mamah yang maju. Mamah cabein mulutnya si Lili itu sekalian sama nonoknya Mamah cabein biar punya malu.”“Jangan Mah kasihan,” ucapku.“Iya, biar aja sekali-kali memang dia harus ditegasin. Apalagi sudah bikin kamu resah dan gelisah. Kami semua yang ada di rumah ini menjadi sasarannya,” jawab Mamah Atik.“Iya, Tapi kasihan Mah, kalau bisa dengan cara yang lain saja. Ya, sudah deh iya ... maafkan aku ya, Mas.”“Nah, gitu dong! Mas sudah maafin kok, wajar kamu begitu itu tandanya cinta sama Mas,” jawab Mas Danu. Ge-er! Dia menjawil hidungku.“Sudah sana siap-siap katanya mau ngedate?”“Siapa yang bilang, Mah?” tanyaku heran.“Danu, siapa lagi?” jawab ibu.“Kia gimana?”“Sama Mamah sama ibumu, aman Insya Allah.”“Iya, sudah sana kalau mau jalan-jalan. Ibu juga bingung enggak ada kegiatan apa-apa kalau momong Kia kan, sedikit sibuk. Dari pada Ibu kepikiran Wira,” ucap Ibu. Buru-buru beliau menutup mulutnya.“Ada apa, Bu?” tanyaku penasaran. Pasti Wira