WANITA PANGGILAN 2
Oleh: Kenong Auliya Zhafira
Membahas masalah keluarga di depan orang asing terkadang menimbulkan rasa sungkan dan tidak enak. Apalagi jika menyangkut tentang masalah keluarga. Meski bukan masalah besar, tetapi Lian merasa terlalu cepat untuk membiarkan Mayasha mengetahui sisi lain seorang Lian Erza.
Namun, bukankah tujuannya menemui Mayasha juga untuk ini? Lian mulai tidak bisa mengerti dirinya sendiri.
Melihat sang ibu sampai menelpon begini, pasti Keya telah mengadu padanya. Entah drama apa lagi yang ia keluhkan. Padahal, tiga hari yang lalu, Lian sudah meminta menghentikan semuanya dengan alasan yang jelas disertai bukti nyata.
Akan tetapi, ia tidak menyangka kalau Keya masih ingin merajut kisah yang telah terputus benangnya.
"Lian, kamu dengar Ibu nggak?! Pokoknya sekarang kamu pulang, jelasin apa yang terjadi sama Ibu! Keya barusan cerita semua, katanya kamu membatalkan pertunangan." Suara sang ibu kembali menyambar lamunan Lian ketika akalnya mencari senjata yang tepat untuk membuat wanita di seberang sana mengerti.
Lian menghela napas dalam, lalu mengembuskannya kasar. Bahkan tubuhnya benar-benar membuat jarak dengan Mayasha.
"Iya ... Lian pulang sekarang!"
Lian memutus sambungan telepon sepihak, lalu memasukkan ponsel ke saku celana. Matanya menatap wanita di sebelahnya yang masih memandangnya lekat. Entah apa arti tatapan itu, yang jelas seakan meminta penjelasan untuk kelanjutan panggilan ini.
"Maaf, May ... saya harus pulang. Ada urusan mendesak yang harus diselesaikan. Saya akan tetap membayarmu sesuai kesepakatan," ucapnya sembari meletakkan amplop berwarna coklat muda.
Sebagai anak dari Nyonya Elsa Erza–pemilik swalayan terbesar di kota membuatnya menjadi penerus tahta. Mengeluarkan lembaran uang untuk hal pribadi sangatlah mudah. Sebab Lian juga ikut andil bekerja di sana sebagai manager. Otomatis dirinya juga mendapat uang sendiri dari kerja kerasnya selama beberapa tahun ini.
Mayasha mengambil amplop itu lalu menghitungnya dengan cepat. Jumlahnya benar-benar sesuai dengan kesepakatan, padahal dirinya hanya memberi fasilitas seadanya. Dua jam waktunya dihargai tiga puluh lembaran kertas berwarna merah.
"Kau yakin ingin membayar sesuai kesepakatan? Kita saja baru bertemu tiga puluh menit. Jangan buat saya merasa berhutang," ucap Mayasha sambil menyodorkan kembali amplop itu.
Lian tersenyum. Ternyata seorang wanita seperti Mayasha jauh lebih bisa menghargai hal semacam ini, beda jauh dengan Keya–sang mantan kekasih yang selalu menang sendiri.
"Kalau kau merasa berhutang, selalu bersiaplah jika saya memanggil kapan saja. Siapa tahu saya membutuhkan untuk banyak hal," ujarnya lalu bersiap pergi.
"Tunggu, Li!" Mayasha menahan langkah pria yang hampir membuka pintu rumahnya.
"Ada apa lagi?" jawabnya setelah berbalik menatap wajah yang mulai membuatnya tertarik tanpa disadari.
"Boleh minta nomor ponselmu? Agar gampang membayar waktu yang tersisa?"
Seketika Lian mengambil ponsel dalam sakunya. "Berapa nomormu?"
Tangan pria itu mulai mengetik sesuai arahan dari wanita di depannya. Sedetik kemudian, ponsel Mayasha berdering, pertanda ada panggilan masuk.
"Itu nomor saya. Kau simpan saja. Terima kasih untuk malam ini. Meski sebentar, lumayan menenangkan kekalutan hati ini. Saya pulang." Lian memasukkan kembali ponselnya, lalu benar-benar menghilang di balik pintu.
Ia tidak menyadari kalau separuh hatinya tertinggal di tempat yang tidak seharusnya. Memang semudah itu untuk menjatuhkan hati, tetapi butuh waktu seumur hidup untuk melupakan. Itulah mengapa Mayasha mengunci rapat pintu hatinya setelah Kai Marvin mengoyaknya hingga tercecer.
Namun, malam ini pintu itu seakan bertemu kunci yang tidak sengaja berhasil membukanya dengan cara h*na.
Mayasha menatap nomor dalam layar ponsel. Senyumnya tanpa sengaja terukir di kedua sudut bibir. Dari beberapa pria yang memanggilnya, hanya Lian yang berhasil mengajak hatinya ikut bermain.
Kaki telanjangnya segera menyambar sandal jepit untuk keluar sejenak. Ia ingin menatap kepergian Lian meski terhalang lampu temaram. Punggung itu kian menjauh dari pandang.
"Haruskah aku menjadi serakah jika mulai mendambanya?" Satu pertanyaan itu menyentil batinnya kala menyadari siapa dirinya. Tidak mungkin pria sesempurna Lian akan tertarik pada wanita panggilan seperti dirinya.
Mayasha kembali terhempas ke bumi ketika angannya hampir melesat setinggi angkasa. Dirinya tidak mau seperti pungguk yang merindukan bulan. Menggapai bintang di langit itu laksana memaksa terbang dengan tangan kosong.
Suara getar ponsel dalam saku menyadarkan akal wanita yang masih berdiri menatap gelapnya jalanan. Jalan itu persis seperti dirinya yang hitam karena berbalut selimut dosa. Satu pesan dari Elena kembali mengingatkan tentang sentuhan pria yang baru saja kembali pulang.
Elena
[Gimana, May? Oke nggak?]
Mayasha membalas pesan dari Elena sambil masuk ke rumah, lalu merebahkan diri di sofa bekas Lian mendudukinya.
Mayasha
[Oke, El. Lumayan lah. Dia beda dari yang lain. Aku suka dengan caranya.]
Lagi, senyum itu tanpa sadar menghiasi bibirnya. Sedetik kemudian pesan balasan kembali masuk.
Elena
[Awas, jangan main hati, May. Itu bisa memicu hal yang mungkin tidak bisa kamu kendalikan. Ya sudah, selamat istirahat.]
Pesan dari Elena kembali menyadarkan semuanya. Logikanya membenarkan hal itu. Ia kembali membuka kontak telepon yang baru saja dihiasai nomor Lian.
"Mungkin yang dikatakan Elena benar. Lebih baik aku ganti baju lalu tidur," lirihnya kemudian beranjak ke kamar.
Baju tidur bermotif polkadot kini membalut tubuh Mayasha. Tidak ada lagi lekuk tubuh yang terlihat menggoda. Ia bahkan menantang cermin untuk menilai tubuh indahnya. Namun, fokusnya terpecah saat bayangan bibir itu terpantul jelas di kaca.
Ingatan tentang sentuhan Lian kembali berputar dalam kepalanya. Sisa manis itu masih terasa sangat jelas saat tangannya meraba bibirnya sendiri.
"Ada apa denganku? Kenapa jadi b*doh begini. Sadar, Yesha!" Mayasha menamp*r pipinya sendiri, lalu merebahkan diri ke tempat tidur. Berusaha melupakan tentang Lian lewat malam.
~
Di rumah, Lian yang baru saja memarkir motor langsung disambut oleh sang mama di depan pintu. Wajahnya seakan menahan amarah. Mungkin masih tidak terima akan keputusan mendadak yang diambilnya.
"Kamu dari mana sebenarnya? Kenapa kamu memutuskan pertunangan tanpa memberitahu Ibu?" cecarnya saat anak lelakinya berada di hadapannya.
Lian hanya bisa mengembuskan napasnya kasar. Baru juga sampai rumah sudah dijejali banyak pertanyaan. Membuatnya malas berada di rumah.
"Emang Keya nggak bilang kenapa, Bu?" Lian balik bertanya.
"Keya cuma bilang kalau kamu memutuskan pertunangan. Ibu nggak tanya alasannya," jelas sang ibu membuat Lian tertawa.
"Asal Ibu tahu. Lian bisa menerima segala sikap Keya yang kadang tak masuk akal. Tapi jika itu suatu pengkhianatan, Lian tidak terima, Bu. Lebih baik menyudahi daripada melanjutkan hubungan yang sudah jomplang." Lian menjelaskan sesuai kenyataan yang ada.
"Maksud kamu, Keya mendua?" tanya sang ibu yang masih tidak percaya Keya mampu melakukan itu.
Lian mengangguk. Membenarkan kalau Keya telah mengkhianati hubungan yang susah payah dijalani setahun terakhir.
"Jadi, Lian mohon mulai sekarang ... jangan pernah membahas Keya apalagi menyuruh untuk melanjutkan pertunangan," jelas Lian sambil melewati sang ibu.
Namun, langkahnya terhenti ketika mendengar namanya dipanggil oleh seseorang yang begitu dikenal suaranya.
"Lian! Tunggu! Aku ingin bicara!"
Keya–wanita yang telah tega mengkhianati kepercayaannya kini berada di depannya. Membuat luka itu kembali nyeri kala melihat wajahnya.
"Mau bicara apa lagi? Semua sudah selesai! Kamu bebas mau apa saja dengan Marvin!" jawab Lian serasa enggan berlama-lama bersama wanita sepertinya.
"Aku mohon beri kesempatan sekali lagi. Aku janji tidak akan berpaling darimu. Aku tidak mencintai Marvin," mohon Keya sambil mengenggam jemari Lian, tetapi sang pria menepisnya.
"Terserah! Aku sudah memutuskan. Sekarang pergilah!" ujar Lian kemudian masuk begitu saja meninggalkan Keya dan semua lukanya.
Melihat pintu tertutup dengan kasar, Keya berusaha mengetuk untuk mengharap kesempatan dari Lian.
"Lian, aku minta maaf! Aku menyesal! Tolong jangan putuskan pertunangan kita. Aku mohon!" Keya terus mengiba sambil mengetuk pintu. Namun, Lian sama sekali tidak terpengaruh. Rasa simpatinya sudah sirna saat melihat Keya berbagi raga dengan pria lain.
Dari balik pintu, Lian bisa mendengar suara ibunya yang memberi pengertian pada Keya.
"Keya, Sayang ... lebih baik kamu pulang ya? Lian masih emosi. Apalagi kamu tahu sendiri, kalau Lian tidak suka dikhianati. Jadilah wanita manis untuk mendapat maafnya," ucapnya sembari mengelus punggung wanita yang telah membuat anaknya terluka.
"Tapi, Tante ... Lian kalau sudah marah berarti yang namanya kesempatan kedua tidak pernah ada. Aku tidak mau kehilangan kesempatan itu," jawab Keya dengan air mata yang mulai membasahi pipi.
"Tante tahu. Tapi ngomong sekarang pun percuma. Kamu sebaiknya pulang dulu ya?" titah Tante Elsa–ibunya Lian.
Dari balik pintu, Lian tertawa mendengar ucapan Keya. Memang tidak akan pernah ada kesempatan kedua untuk sebuah pengkhianatan. Buat apa menuang air dalam gelas yang retak, sia-sia.
Mendadak ingatan tentang Mayasha terngiang di kepalanya. C*uman itu membuat gejo-laknya menggetarkan dada. Padahal Mayasha bukan wanita biasa. Lian tahu betul jika berhubungan dengan wanita sepertinya pasti akan langsung mendapat pertentangan.
Akan tetapi, akalnya tidak bisa berhenti memikirkannya. Semakin kalut hatinya, semakin kuat ingatannya tentang seorang Mayasha.
"Ada apa dengan hati ini? Kenapa wajahnya malah datang tanpa diundang?"
---------***-------
Bersambung
WANITA PANGGILAN 3Oleh: Kenong Auliya ZhafiraKesan pertama terkadang selalu berhasil meninggalkan rekam jejak yang tidak mudah untuk dilupakan. Apalagi jika kesan itu mampu menyamarkan semua kesakitan dalam dada. Hal itu pasti akan membekas kuat dalam ingatan, meskipun baru sekali bertemu.Logikanya mulai mempertanyakan tentang perasaannya sendiri. Salahkah jika hati memunculkan tunas baru di tempat yang salah? Sebenarnya bukan salah, lebih tepatnya tempat berlumpur.Lian menepuk kedua pipinya agar bangun dari lamunan. Namun, bayang Mayasha memang telah berhasil memikat hatinya."Tidak semudah ini seorang Lian Erza jatuh hati setelah patah hati." Lian mencoba menyangkal jerit hatinya yang tidak sengaja memanggil nama Mayasha. Bahkan kepalanya menggeleng beberapa kali.Sang ibu yang sudah memastikan Keya pulang, menjadi geli melihat tingk
WANITA PANGGILAN 4Oleh: Kenong Auliya ZhafiraBerusaha keras merayu ketika pasangan merajuk karena kesalahan memang sangat diharuskan untuk memperbaiki hubungan. Namun, ada kalanya usaha itu harus terhenti apabila pasangan telah memilih menutup pintu hatinya karena rasa luka yang mungkin terlanjur perih. Menerima keputusan berakhirnya status dan hubungan mungkin itu lebih baik bagi keduanya. Daripada memaksa berjalan di atas jalan berduri, yang berujung saling menyakiti.Memilih menerima keputusan Lian adalah sanksi jiwa untuk kesalahannya. Keya menatap cincin itu dengan perasaan gelisah. Separuh hatinya menginginkan itu, tetapi separuh lainnya ragu memulai kembali hubungan yang menyakiti dua manusia, yakni Lian dan Yesha.Selama ini, ia tidak pernah tahu kabar Yesha sejak kejadian itu. Semua komunikasi putus tanpa kabar sama sekali. Entah mengapa, mengingatnya kembali membuat rasa ber
WANITA PANGGILAN 5 Oleh: Kenong Auliya Zhafira Dalam persahabatan tidak selamanya tentang berbagi bahagia. Kadang air mata juga ikut mewarnai keindahan arti sahabat. Akan tetapi, jika masalah tentang cinta dan wanita menghampiri, bisa dipastikan persahabatan itu tidak akan semurni sebelumnya. Bahkan ancaman renggang dipastikan ada. Hati yang terkhianati memaksa akal untuk terus berpikir negatif tentang nilai kepercayaan yang telah rusak. Apalagi melihat tragedi itu dengan mata kepala sendiri, rasa sakit yang ada akan selalu membekas dalam dada. Lian masih mencoba mencerna maksud ucapan pria yang mengaku sahabatnya. Bagaimana mungkin bibirnya bisa mengatakan itu dengan leluasa. Apa tidak ada rasa bersalah dalam dirinya? Atau Marvin sengaja memamerkan hubungannya dengan Keya. Entahlah. Baginya jika hubungan sudah berakhir, maka tidak perlu lagi tahu tentangnya. Untuk apa memikirkan orang yang tidak pernah memikirkan kita sama sekali. "Terus hubungannya sama aku apa? Aku tidak pedu
WANITA PANGGILAN 6Oleh: Kenong Auliya ZhafiraPertemuan yang tidak disengaja seakan menjadi pertanda akan adanya ikatan istimewa. Entah itu ikatan hati atau hanya sekedar persinggahan sementara. Namun, satu hal yang pasti, tidak ada pertemuan tanpa meninggalkan kesan. Sekali pun bertemu dalam keadaan gi-la.Mayasha masih menatap pria yang tengah duduk sembari melihatnya. Bertemu dengannya di sini rasanya seperti mimpi. Sebisa mungkin kesadaran akan statusnya harus menjadi benteng terkuat agar cinta tidak berani menyelusup masuk.Bayangan kehancuran hidup beberapa tahun silam tidak ingin terulang lagi. Raganya sudah lelah bermain dengan cinta. Hatinya bahkan layu dan membeku. Namun, si-alnya seorang Lian mampu memberi secawan air hingga gersangnya hati menjadi keterbasahan."Hai juga ... senang bertemu denganmu lagi. Terima kasih sudah bayarin makannya. Saya p
WANITA PANGGILAN 7Oleh: Kenong Auliya ZhafiraRasa tidak rela melihat mantan kekasih tersenyum bahagia terkadang bisa menyelimuti hati apabila terlalu cepat terjadi. Karena menimbulkan banyak asumsi tentang hubungan sebelumnya. Meskipun pada akhirnya kesalahan terbesar tetap jatuh pada pasangan yang menyakitinya. Padahal masing-masing hati telah sepakat menerima keputusan.Keya membuang jauh perasaan itu dengan meraba cincin pemberian dari Marvin yang melingkar di jari manisnya. Rasa nyeri itu pun perlahan memudar bersamaan suara ketukan pintu yang dibuat olehnya.Menyadari seseorang masuk ke ruangannya, Lian meletakkan kembali ponselnya di meja. Sikapnya benar-benar seperti orang asing saat melihat Keya berdiri di depannya."Ini laporan semuanya, Mas." Keya meletakkan map di hadapan Lian."Terima kasih. Kamu boleh keluar," jawab Lian acuh.&nbs
WANITA PANGGILAN 8 A Oleh: Kenong Auliya Zhafira Melihat orang yang dulu pernah dekat lalu terpisah karena masalah rasanya pasti seperti jantung terbelah. Rasa bersalah akan kejadian lalu seakan berputar kembali dalam ingatan. Walaupun penampilan berbeda, namanya pernah dekat dan berteman pasti bisa mengenalinya. Air mata Keya menitik satu per satu melihat Yesha berada di sana. Wajahnya terlihat lebih cantik, apalagi senyum manis itu masih sama seperti dulu. Tidak ada perubahan yang berarti dalam dirinya. Keya berjalan tertatih menuju mereka. Ada rasa tidak percaya kalau Lian bisa mengenal Yesha. Entah takdir macam apa hingga membuat pertemuan ini. Melihat sorot mata Lian berbinar menyapa Yesha semakin membuat rasa penasaran menggebu. Tiba-tiba di kepalanya banyak pertanyaan tentang m
WANITA PANGGILAN 8 B Oleh: Kenong Auliya Zhafira Alunan musik tiba-tiba terdengar di warung. Menambah suasana hati mulai membaik setelah syok melihat wanita yang mirip Yesha. Meskipun hati kecilnya meyakini kalau itu memang benar, tetapi kenyataannya bukan dia. Daripada memikirkan orang yang salah, Keya memilih menarikan ibu jarinya membalas pesan dari Marvin. Senyum terus menghiasi kedua sudut bibirnya. Keya [Siang juga ... ini lagi nunggu Tante Elsa buat makan siang. Mumpung ketemu, nanti sekalian mau bilang tentang kita.] Ponsel kembali diletakkan di meja, lalu jemarinya gesit mengaduk es jeruk yang berada di hadapan. Meminumnya sekali hingga cukup membasahi tenggorokannya yang kering. Dari balik kaca pintu masuk, Tante Elsa terlihat sedang berjalan menuju war
WANITA PANGGILAN 9AOleh: Kenong Auliya ZhafiraMengetahui satu alasan yang membuat hati orang tercinta terluka pasti rasanya menyakitkan. Ibarat kata sudah tahu hujan, tetapi memaksa menerjangnya demi menuju tempat yang terlihat buram. Bukan hanya raga yang sakit, tetapi hati juga ikut merasa dingin dan beku.Namun, sebagai seseorang yang pernah mengenal Keya dalam jangka waktu lama membuat hati bisa menerima keputusan anaknya. Hanya satu yang ia sesalkan, yakni kenapa harus Marvin yang menggeser anaknya.Hati anaknya pasti hancur mengetahui semuanya. Persahabatan dengan Marvin pasti kemungkinan merenggang."Maaf, Tante ... aku salah tidak bercerita tentang Marvin sebelumnya. Mungkin Lian sekarang sudah tahu semuanya. Aku juga minta maaf karena menyerah dengan janji sendiri yang tidak bisa me
WANITA PANGGILANLast Episode FOleh: Kenong Auliya ZhafiraPermainan selesai dengan nilai tidak kalah jauh. Hanya selisih sepuluh angka. Lian mengakui kelihaian pria di sebelahnya dalam memasukkan bola basket. Ternyata ada yang lebih pintar dari dirinya. Namun, Lian cukup berbesar hati. Baginya kemenangan sesungguhnya adalah memiliki Mayasha—wanita yang kini tengah menatapnya penuh cinta dari arah lain."Selamat, Van. Kamu hebat juga! Aku akui kekalahanku dalam hal ini," ucap Lian sambil menyodorkan tangannya sebagi ucapan selamat.Nevan menyambut tangan itu dan menjabatnya hangat. "Kamu juga hebat! Bisa menaklukkan wanita di sana," jawabnya sambil menunjuk wanita yang tengah menemani bocah bermain balap motor."Kamu bisa aja. Ya udah, aku tinggal dulu. Selamat menikmati waktu berdua. Wanita di sebelahmu juga tidak
WANITA PANGGILANLast Episode EOleh: Kenong Auliya ZhafiraLian menghentikan langkah di deretan kursi nomor dua. Tanpa disangka bersebelahan dengan Nevan dan Sasmita. Begitu juga Keya dan Marvin tengah berjalan menuju deretan kursi yang sama."Nevan? Tak kira tidak datang. Terima kasih sudah membantu kemarin," ucap Lian berbasa-basi."Datang dong! Aku yang harusnya terima kasih karena telah memberi kesempatan untuk menghapus kesalahan lalu. Apalagi diberi kesempatan untuk ikut bergabung dalam acara ini," jawabnya merendah.Mayasha hanya sebagai pendengar yang baik ketika sang pria bicara. Diam adalah lebih baik. Sedangkan Sasmita mendadak canggung karena duduk bersebelahan seperti ini.Wanita yang dulu pernah menorehkan luka ikut bergabung dengan duduk di tengahnya. Marvin pun sam
WANITA PANGGILANLast Episode DOleh: Kenong Auliya ZhafiraMayasha memeluk wanita yang telah berkali-kali meminta kata maaf. Ia sadar setiap wanita atau istri memiliki kadar ketahanan berbeda dalam menerima badai yang menghantam biduk rumah tangganya. Jadi, ia tidak ingin lagi membicarakan hal yang telah berlalu. Menjalani hidup setelah itu adalah yang terpenting."Ibu nggak perlu minta maaf terus. Aku udah menerima semua takdir ini sejak dulu. Aku tidak mau menghakimi dan menyalahkan siapa pun. Lebih baik kita saling menggenggam seperti ini. Saling menguatkan untuk ikatan yang sudah seharusnya," jawab Mayasha sembari mengusap punggung yang mungkin dulu pernah begitu rapuh. "Sekarang kita keluar ya? Takut Lian dan Tante Elsa udah nunggu. Nggak enak ...," imbuhnya, lalu melepas pelukan.Wanita yang kini lebih baik dalam menerima garis Tuhan
WANITA PANGGILANLast Episode COleh: Kenong Auliya ZhafiraPerlahan, tangannya membuka pintu kamar. Wanita yang mengaku dirinya ibu ternyata sudah menutup matanya lebih dulu. Wajahnya terlihat masih cantik, mirip Tante Elsa—ibunya Lian. Mayasha mengamati wajah itu dalam cahaya remang lampu kamar. Ada gurat lelah terlihat di bawah matanya."Apa selama ini dia memendam rindu sepertiku? Kenapa wajahnya terlihat begitu lelah?" tanya Mayasha dalam hati, lalu merebahkan diri di sebelah ibunya.Ada debar di dada ketika melihat raga wanita yang selama ini dirindukan setengah hati, tengah berbaring di satu tempat tidur. Perlahan, satu jemari memeluk perut sang ibu. Lalu memejamkan mata dan berdoa keadaan ini bisa selalu ada untuk jangka waktu yang lama. Hingga nanti tetap mengenggam jemarinya erat saat kehidupan kembali menguji.Ketika dua ora
WANITA PANGGILANLast Episode BOleh: Kenong Auliya ZhafiraIni pertama kali wanitanya memuji apa yang ia lakukan di hadapan sang ibu. Padahal dulu hal ini yang membuat semua luka tercipta. Namun, semuanya telah berlalu, persis seperti goresan luka yang akan mengering seiring berjalannya waktu."Ehem! Jadi, aku dapet pujian nih ...?" tanya Lian pura-pura tersipu untuk mengukir senyum di sudut bibir wanitanya. "Bajuku kok, tiba-tiba sempit ya?" ujarnya lagi sembari meraba bajunya sendiri.Seketika semua orang tertawa melihat tingkah pria yang tengah berada di puncak bahagia. Bukan karena bertemu kembali dengan wanitanya, melainkan karena berada di antara orang-orang terkasih tanpa ada lagi luka yang tertanam di hati.Ibunya Lian pun baru menyadari, tidak semua wanita seperti Mayasha akan terus terkungkung dalam gelapnya hati,
WANITA PANGGILANLast Episode AOleh: Kenong Auliya ZhafiraBertemu kembali seseorang yang kehadiranya mirip sebuah bayang hitam hanya akan menyisakan keraguan. Bukan ragu akan sosoknya, melainkan ragu akan kasih sayangnya. Apabila cinta itu telah mengakar kuat, maka tidak akan mungkin membiarkan orang itu menangis dan terluka.Mayasha tidak mendapatkan semua itu semasa kecil dari wanita di depannya. Nyatanya ia tetap pergi meski tangisannya berusaha menahan.Melihat putri yang selama ini ia lukai sekaligus ia rindukan terdiam, Maya memutuskan bersujud di kaki anaknya. Memohon ampunan untuk semua kesalahan karena telah tega meninggalkan keluarganya."Ibu minta maaf, Sha ... Ibu salah meninggalkan kamu. Ibu mohon ampun," ucapnya dengan air mata yang terus menetes membasahi pipi.Mayasha masih t
WANITA PANGGILAN 52 DOleh: Kenong Auliya ZhafiraPerlahan, sang pria mengenggam erat jemari yang terasa dingin, lalu menariknya berjalan bersama menuju rumahnya. Lian sesekali melempar senyum karena kali ini sangat yakin akan membuat wanitanya menjadi orang paling bahagia di dunia.Mayasha terus memanjatkan doa dalam hati agar pertemuan kali ini tidak berakhir seperti sebelumnya. Sorot mata sang pria terpancar penuh keyakinan, membuat rasa takut menghilang perlahan."Kamu nggak usah gugup. Ada aku di sini." Lian kembali memberi semangat sebelum mengetuk pintu rumahnya.Wanita di sebelahnya hanya mengangguk, mencoba percaya akan semua ucapan pria yang tidak lelah bersemayam di hati meski fsldm kesunyian. Karena memang hanya itu yang bisa ia lakukan."Assalamu'alaikum, Bu ... Lian pulang." Pria
WANITA PANGGILAN 52 COleh: Kenong Auliya ZhafiraLian menerima kunci itu sembari menata debar dalam dada yang kembali bertalu. Bisa berdua tanpa penganggu setelah tidak melihatnya dalam jangka waktu lama membuat gejolaknya naik perlahan. Rasa gerogi tiba-tiba merenggut logika."Ehem! Kita masuk," ucap Lian untuk menutupi hatinya yang mulai menggila.Wanita yang bisa merasakan perubahan itu hanya diam ketika jemarinya ditarik pelan untuk menuju rumah yang pernah ia tinggalkan. Langkahnya terus mengikuti hingga sampai berada di ruang tamu.Mayasha melihat puluhan bingkisan hampir menghiasai setengah ruang tamu. Hatinya penasaran bingkisan sebanyak itu akan digunakan untuk apa."Li, kamu mau mengadakan acara apa? Kok, banyak banget bingkisan ini?" tanyanya sembari menatap sang pria
WANITA PANGGILAN 52 BOleh: Kenong Auliya ZhafiraPatah hati kedua kali dalam keadaan berbeda membuat Mayasha lebih kuat dan tetap berjalan lurus sejak pria bernama Lian Erza mengulurkan tangannya penuh cinta. Mengenggam erat jemarinya penuh kasih, dan melepasnya tanpa penyesalan. Mayasha merasa kali ini hatinya lebih kuat dan tenang, tidak seperti dulu.Keya dan Marvin tidak henti mengucap syukur karena bisa melihat sahabat yang dulu ia lukai tidak kembali tenggelam bersama gelapnya dunia. Bagi mereka, Lian adalah lelaki paling pantas menjaga berlian yang sempat terjatuh di kubangan lumpur. Karena nyatanya hanya Lian lah yang mampu membersihkan berlian itu menjadi kembali bersinar dengan segenap perasaannya.Elena—teman yang menemani masa sulit pun tidak kuasa menahan air mata bisa mempertemukan Mayasha dan Lian lewat dengan hina. Karena ca