WANITA PANGGILAN 7
Oleh: Kenong Auliya Zhafira
Rasa tidak rela melihat mantan kekasih tersenyum bahagia terkadang bisa menyelimuti hati apabila terlalu cepat terjadi. Karena menimbulkan banyak asumsi tentang hubungan sebelumnya. Meskipun pada akhirnya kesalahan terbesar tetap jatuh pada pasangan yang menyakitinya. Padahal masing-masing hati telah sepakat menerima keputusan.
Keya membuang jauh perasaan itu dengan meraba cincin pemberian dari Marvin yang melingkar di jari manisnya. Rasa nyeri itu pun perlahan memudar bersamaan suara ketukan pintu yang dibuat olehnya.
Menyadari seseorang masuk ke ruangannya, Lian meletakkan kembali ponselnya di meja. Sikapnya benar-benar seperti orang asing saat melihat Keya berdiri di depannya.
"Ini laporan semuanya, Mas." Keya meletakkan map di hadapan Lian.
"Terima kasih. Kamu boleh keluar," jawab Lian acuh.
Mendengar langkah Keya yang mulai menghilang, Lian meneliti semua laporan satu per satu. Pengunjung yang datang ke swalayan mengalami kenaikan dan penurunan di setiap harinya. Mungkin ia harus memikirkan strategi baru untuk menaikkan jumlah pengunjung.
Setelah berkutat dengan kertas selama satu jam, Lian menyandarkan bahunya di kursi. Tangannya memijit lembut dahinya yang sedikit berdenyut. Memejamkan mata sejenak sembari berpikir cara untuk meningkatkan pelayanan swalayannya.
Selama ini, Lian sering memancing pengunjung dengan mengadakan promo diskon. Bahkan kenyamanan dan kebersihan selalu diterapkan dengan ketat. Namun, semua itu belum menghasilkan sesuai keinginan.
Bayangan Mayasha yang hadir sekelebat dalam angan, membuat satu ide muncul di kepala. Bertemu dengannya satu kali tapi meninggalkan kesan yang begitu berarti, mungkin dirinya harus mencoba membuat pengunjung terkesan meski baru sekali berkunjung.
Lian memikirkan sikap Mayasha saat menyambutnya pertama kali. Memakai gaun yang cantik, merias diri, bahkan aroma wangi tubuhnya membekas kuat dalam ingatan. Belum lagi caranya yang selalu memberi dan menerima. Jika semuanya diterapkan mungkin ada sedikit dampak bagi swalayan.
Sebagai swalayan yang menyediakan kebutuhan pengunjung baik sandang dan pangan, pasti membutuhkan simbiosis yang mutualisme. Saling menguntungkan satu sama lain dengan cara saling memberi dan menerima dengan hati. Sepertinya 'Swalayan Melati, Melayani Dengan Hati' bisa menjadi slogan tambahan.
Selain itu, Lian berpikir ingin menghias keadaan swalayan menjadi lebih menarik. Mungkin perlu membuat spot cantik seperti taman kecil di area istrirahat yang membuat pengunjung bisa berselfie ria. Hiasan lampu kelap-kelip mungkin juga akan mempercantik suasana malam hari.
Senyum Lian merekah bisa mendapat ide dengan membayangkan Mayasha. Ia mendadak ingat kalau siang ini Mayasha akan pergi shoping ke swalayan. Lian ingin memastikan tujuan Mayasha ke swalayan mana.
Tangannya langsung mengambil ponsel di meja, lalu mencari kontak dengan nama Mayasha. Kedua ibu jari gesit merangkai kata layaknya pesan biasa seorang pria.
Lian
[Hai, May ... tadi pagi saya kebetulan nguping obrolan kamu. Kalau boleh tahu mau shoping di mana?]
Pesan terkirim. Lian menunggu balasan dengan hati gelisah. Jemari tangan mengetuk meja hingga menghasilkan bunyi. Namun, pesan tak kunjung berbalas.
Ketika ponsel berdering, Lian dengan sigap membukanya. Siapa tahu dari Mayasha, tetapi ternyata dari Gavin. Pundak seketika menurun, raga bahkan ikut melemah. Ternyata menunggu pesan dari seseorang yang belum tahu artinya bisa membuat resah.
Gavin
[Li, entar malem aku mau pengen nyoba calling Mayasha. Pengen minta solusi tentang wanita menurut versinya dia. Dia pasti paham tentang banyak wanita.]
Lian mengernyitkan dahinya membaca pesan dari teman nongkrongnya. Mereka memang biasa bertemu sambil cerita di depan toko yang buka 24 jam. Selain gratis, mereka lebih mudah membeli minuman kaleng bersoda. Demi menghindari pandangan orang, Lian sengaja bersantai di toko lain.
"Jadi, tamunya Mayasha entar malam si Gavin?" batinnya dalam hati. Entah kenapa kepalanya mendadak muncul satu ide.
Lian
[Masalah gitu aja pakai calling dia. Aku kasih tahu satu hal, wanita itu jangan sampai dibiarkan bebas berteman sama siapa saja. Semisal itu pun haknya, kamu harus tetap memantau dia. Jika dia punya hati baik, pasti akan selalu bercerita tentang harinya. Satu lagi, wanita itu selain membutuhkan kasih sayang, wanita juga butuh biaya untuk bersenang-senang dengan waktunya. Asal sesuai aturan yang telah disepakati.]
Setelah pesan terkirim, Lian langsung menulis pesan kembali.
Lian
[Nanti malam kamu nikmati aja waktu bersama Khanisa. Ajak dinner romantis kek, beliin hadiah atau apa ... nanti biar aku aja yang gantiin ketemu Mayasha. Jadi nggak perlu dicancel.]
Tak peduli apa yang sekarang Gavin pikirkan tentangnya, yang jelas nanti malam ia ingin bertemu Mayasha. Lian memasukkan ponsel ke saku celananya. Matanya melirik jam tangan yang melingkari pergelangan tangannya. Ternyata sudah menunjukkan pukul 11.00 siang.
"Mungkin keliling sebentar untuk mengecek keadaan," gumam Lian lalu bangkit dari tempat duduknya.
Setelah keluar dari ruangan, Lian menatap sejenak ruangan Keya. Dari balik kaca, ia terlihat sedang fokus menatap layar komputer. Mungkin tengah menyusun laporan untuk hari ini.
Lian mengembuskan napasnya perlahan. Hatinya tidak mengira kalau Keya memilih menduakan hatinya dengan sahabatnya sendiri. Seandainya tahu sejak awal mereka punya hubungan, tentu Lian tidak akan merayunya. Marvin memang pandai menyembunyikan identitas kekasihnya selama ini. Jadi, wajar jika Lian menggoda wanita yang pernah mengisi kehidupan Marvin. Akan tetapi, hal itu justru menjadi awal dari kesakitan dirinya.
Keya yang merasa tengah diperhatikan tiba-tiba mendongak. Namun, Lian dengan cepat berpaling dan mengambil langkah seribu. Menyusuri anak tangga satu per satu hingga sampai berada di lantai satu. Mengamati pengunjung dari sisi depan tangga, membuat senyum Lian merekah.
Ternyata antusias warga masih lumayan untuk berbelanja di swalayan. Mereka rata-rata sepasang ibu dan anak. Senyum terlihat nyata di bibir mereka. Lian jadi berpikir, mungkin swalayan bisa ditambah area santai lebih banyak agar para keluarga itu bisa menikmati berbelanja dan tamasya dalam satu waktu. Melihat kebahagiaan mereka membuat Lian merasa ikut bahagia.
~~
Di area parkir swalayan, Mayasha dan Elena sibuk memeriksa isi tas, takut dompet ketinggalan di rumah. Ponsel yang sejak tadi pagi dalam pengisian masih dalam kondisi mati. Ia lupa menghidupkannya. Ketika dua wanita itu bertemu, urusan ponsel bukan lagi yang utama.
"Udah belum? Semua lengkap, kan?" tanya Elena sambil merapikan rambutnya dengan jari.
"Lengkap sih ... tapi bentar, mau liat ponsel dulu," jawab Mayasha yang langsung menekan tombol 'on' hingga logo merek ponsel menghiasi layar.
Ketika menu ponsel terpampang di layar, ada tanda satu pesan masuk. Melihat nama yang tertulis, dada Mayasha berdebar seketika.
"Lian kirim pesan? Dari jam sembilan?" Dahinya mengerut membaca pesan yang sudah terkirim sejak lama. Dengan cepat, tangannya membalas pesan yang sudah basi.
Mayasha
[Jadi. Ini sudah di swalayan Melati.]
Meski tidak tahu apa maksudnya, Mayasha tetap membalas pesannya. Kemudian memasukkan ponsel ke dalam tas.
Elena menunggu dengan sabar. Satu pesan juga menghampiri ponselnya. Ternyata dari tamu yang ingin memanggil temannya.
Gavin
[Sebelumnya maaf, El ... nanti malam saya tidak bisa hadir. Tapi digantikan oleh teman saya. Kayaknya dia lebih perlu daripada saya. Sekali lagi, saya minta maaf.]
Helaan napas wanita di sebelahnya membuat Mayasha merasa heran. Seperti tengah terjadi sesuatu.
"Apa terjadi sesuatu, El?" tanya Mayasha sembari melangkah perlahan menuju area swalayan.
"Ini ... tamu buat kamu nanti malam mau digantikan temannya. Gimana? Kamu oke, nggak?" tanya Elena meminta persetujuan.
"Oke deh ... demi bertahan hidup. Ya udah, yuk, masuk," ajak Mayasha sambil menggandeng lengan sahabatnya.
Mereka berjalan berdampingan layaknya kakak adik. Orang-orang melihatnya dengan tatapan aneh. Dua wanita yang rambutnya tergerai bebas dengan warna pirang membuat siapa saja yang melihatnya akan terkesan.
Keduanya berjalan menyusuri lantai satu untuk membeli berbagai persediaan kebutuhan di rumah. Sepuluh minuman kaleng bersoda diborong Mayasha tanpa malu. Sementara Elena memilih cemilan.
Ketika dua wanita itu memilih makanan, Lian justru tengah deg-degan mendapatkan pesan dari wanita yang telah mencu-ri hatinya. Akhirnya setelah beberapa jam menunggu, Lian mendapat pesan balasan yang menambah debaran dada. Senyumnya bahkan terukir jelas di kedua sudut bibir.
"Jadi dia ada di sini? Kenapa jadi deg-degan sih," ucap Lian sembari memegangi dadanya sendiri.
Sikapnya yang aneh menarik perhatian beberapa karyawan yang bertugas di bagian penitipan barang. Mereka tersenyum sambil berbisik dengan teman-temannya.
"Bos ganteng lagi seneng kayaknya sama Mbak Keya. Kan, bentar lagi mau nikah," bisik gadis yang memakai kerudung terikat ke belakang.
"Haish! Kamu salah. Tadi pagi, ada kabar yang lebih heboh lagi. Mbak Keya berangkat kerja nggak bareng Bos ganteng, tapi sama pria lain," bisik wanita yang kerudungnya menjuntai sedada tak mau kalah.
"Ish! Kamu sok tahu! Mereka itu pasangan serasi, nggak mungkin udahan," bisiknya tidak terima. Karena memang terlihat adem melihat hubungan mereka.
Lian yang merasa tengah menjadi buah bibir karyawannya langsung menoleh. Membuat mereka kembali bekerja. Sebelum keliling lantai satu dan mencari keberadaan Mayasha, Lian menghampiri karyawannya.
"Ehem! Kalian jangan buat gosip di area kerja ya? Satu lagi, jangan pernah lagi bicarakan tentang hubungan saya dengan Keya," jelas Lian lalu pergi begitu saja, membuat karyawannya saling pandang dengan asumsi mereka masing-masing.
Bagi seorang Lian Erza membawa urusan pribadi ke tempat kerja bukan gayanya. Sebisa mungkin ia akan selalu menekankan keduanya. Lian tidak peduli lagi orang-orang berkata apa tentang dirinya, asal tidak pernah menyebar gosip tentang asmaranya.
Ketika Lian menerebos kerumunan pengunjung, Keya yang baru saja turun dari lantai dua mulai penasaran. Tidak biasanya Lian keliling pada jam seperti ini. Keya berjalan cepat mengejar pria yang selalu memakai pakaian santai saat bekerja. Matanya terus tertuju ke mana langkah Lian berhenti.
Jantung Keya mendadak berhenti melihat wanita yang sedang disapa mantan tunangannya–Lian. Tubuhnya seakan terpaku di tempat ketika wanita itu menoleh menatap sekeliling. Kedua tangannya bergetar menahan rasa terkejut. Peluh dingin tiba-tiba membanjiri tubuhnya.
"Ye--ye--yesha ...."
--------***-------
Bersambung
WANITA PANGGILAN 8 A Oleh: Kenong Auliya Zhafira Melihat orang yang dulu pernah dekat lalu terpisah karena masalah rasanya pasti seperti jantung terbelah. Rasa bersalah akan kejadian lalu seakan berputar kembali dalam ingatan. Walaupun penampilan berbeda, namanya pernah dekat dan berteman pasti bisa mengenalinya. Air mata Keya menitik satu per satu melihat Yesha berada di sana. Wajahnya terlihat lebih cantik, apalagi senyum manis itu masih sama seperti dulu. Tidak ada perubahan yang berarti dalam dirinya. Keya berjalan tertatih menuju mereka. Ada rasa tidak percaya kalau Lian bisa mengenal Yesha. Entah takdir macam apa hingga membuat pertemuan ini. Melihat sorot mata Lian berbinar menyapa Yesha semakin membuat rasa penasaran menggebu. Tiba-tiba di kepalanya banyak pertanyaan tentang m
WANITA PANGGILAN 8 B Oleh: Kenong Auliya Zhafira Alunan musik tiba-tiba terdengar di warung. Menambah suasana hati mulai membaik setelah syok melihat wanita yang mirip Yesha. Meskipun hati kecilnya meyakini kalau itu memang benar, tetapi kenyataannya bukan dia. Daripada memikirkan orang yang salah, Keya memilih menarikan ibu jarinya membalas pesan dari Marvin. Senyum terus menghiasi kedua sudut bibirnya. Keya [Siang juga ... ini lagi nunggu Tante Elsa buat makan siang. Mumpung ketemu, nanti sekalian mau bilang tentang kita.] Ponsel kembali diletakkan di meja, lalu jemarinya gesit mengaduk es jeruk yang berada di hadapan. Meminumnya sekali hingga cukup membasahi tenggorokannya yang kering. Dari balik kaca pintu masuk, Tante Elsa terlihat sedang berjalan menuju war
WANITA PANGGILAN 9AOleh: Kenong Auliya ZhafiraMengetahui satu alasan yang membuat hati orang tercinta terluka pasti rasanya menyakitkan. Ibarat kata sudah tahu hujan, tetapi memaksa menerjangnya demi menuju tempat yang terlihat buram. Bukan hanya raga yang sakit, tetapi hati juga ikut merasa dingin dan beku.Namun, sebagai seseorang yang pernah mengenal Keya dalam jangka waktu lama membuat hati bisa menerima keputusan anaknya. Hanya satu yang ia sesalkan, yakni kenapa harus Marvin yang menggeser anaknya.Hati anaknya pasti hancur mengetahui semuanya. Persahabatan dengan Marvin pasti kemungkinan merenggang."Maaf, Tante ... aku salah tidak bercerita tentang Marvin sebelumnya. Mungkin Lian sekarang sudah tahu semuanya. Aku juga minta maaf karena menyerah dengan janji sendiri yang tidak bisa me
WANITA PANGGILAN 9 BOleh: Kenong Auliya ZhafiraSang ibu yang tidak suka pengkhianatan memilih berpisah. Selama proses perpisahan, sang ayah ternyata hanya dijadikan boneka oleh wanita keduanya. Sejak saat itu, Ayah sering lari dari kenyataan bersama alko-hol. Hingga akhirnya belum sampai keputusan sidang, Ayah berpulang terlebih dulu karena terjadi kerusakan pada salah satu organ tubuh. Hidup berteman alko-hol membuat sang ayah harus membayar hidupnya dengan kematian.Tangis sang ibu kala itu memenuhi kamar saat Ayah mencoba minta maaf di sela napasnya yang mulai tersendat. Banyak kata andai memutari isi kepala saat itu. Namun, semua sudah terjadi karena memang begitu garis Tuhan yang harus dijalani.Lian hanya bisa menemani sang ibu melewati harinya yang penuh rasa sakit dan penyesalan. Hingga akhirnya usaha yang ditinggalkan Ay
WANITA PANGGILAN 10 AOleh: Kenong Auliya ZhafiraHati yang pernah terluka karena satu ikatan akan selalu meninggalkan bekas luka. Rasa perih dari keringnya luka bisa saja masih terasa, hingga membuat kebimbangan saat kehadiran rasa baru.Menyadari hatinya bukan matahari, yang selalu berusaha menepati janji untuk bersinar meski cuaca dalam keadaan buruk sekali pun. Hati Mayasha belum sehebat dan sekuat itu. Menerobos awan hitam seakan melawan kekuatannya sendiri yang jelas masih rapuh. Pasti rasanya akan sakit sebelum maju berperang.Mayasha terus mencari alasan untuk menjawab pertanyaan dari Elena. Memastikan hatinya bergetar kembali masih membutuhkan waktu lebih banyak. Karena yang memberi getaran itu belum tentu mempunyai rasa yang sama."Kalau kamu tidak bisa jawab, aku anggap kamu memang memiliki ras
WANITA PANGGILAN 10 BOleh: Kenong Auliya ZhafiraSetelah membalas pesan Lian dengan hati berwujud ketidakenakan pada tamu lain, Mayasha memilih membuat mi instan untuk mengganjal perutnya. Berjalan menuju dapur tanpa alas kaki disertai rambut yang acak-acakan, Mayasha menuang air ke panci kecil dan meletakkan di atas kompor.Sambil menunggu air mendidih, tangannya sibuk mencari teman lain untuk melengkapi makanannya. Mayasha menambakan telur dan sedikit sayuran. Setelah semuanya matang, Mayasha lalu memakannya ditemani segelas air putih. Mangkuk kotor pun langsung dicucinya.Membersihkan diri menjadi kegiatan Mayasha selanjutnya. Karena akan bertemu tamu malam ini, Mayasha sengaja menggunakan lulur terlebih dulu, biar tubuhnya wangi. Setelah menghabiskan hampir tiga puluh menit lebih, ia memilih pakaian terbaiknya.Ma
WANITA PANGGILAN 11 A Oleh: Kenong Auliya Zhafira Pertemuan yang tidak sengaja terkadang tidak selalu soal kebetulan. Bisa saja itu adalah pertemuan yang sudah terencana, baik dari manusia atau pun Tuhan. Lian telah merencanakan ide pertemuan ini dengan menggantikan Gavin sebagai tamunya. Bukan tanpa alasan, Lian ingin membuktikan kalau Mayasha adalah tanda jodoh yang dikirim Tuhan lewat jalan berkelok. Keduanya masih saling berdiri dan menatap satu sama lain. Sama-sama mencari pembenaran dari ucapan masing-masing. Lian mulai lelah berdiri karena memang raganya lelah setelah bekerja langsung berangkat ke sini. Sementara Mayasha masih butuh keyakinan kalau tamunya memang benar Lian. "Saya nggak disuruh masuk? Saya lelah sekali karena pulang kerja langsung ke sini," tutur Lian dengan wajah me
WANITA PANGGILAN 11 BOleh: Kenong Auliya ZhafiraMerasa wanita di sebelahnya terdiam, Lian membuka matanya dan menegakkan tubuhnya. "Kok, diam? Apa kau tidak ingin lagi memiliki cinta seperti pasangan pada umumnya?" tanya Lian lagi yang membuat Mayasha menoleh.Entah kenapa pertanyaan Lian bagaikan tegangan listrik yang menyetrum raganya. Membuat hati dan akalnya kaku seketika. Pandang mata yang tidak sengaja bertemu membuat Mayasha beralih menatap jemarinya sendiri."Saya bukan tidak ingin, hanya tidak mau," jawabnya lalu mengalihkan pandangan ke sekitar.Jawaban Mayasha semakin membuat Lian penasaran. Hidup di jaman modern yamg serba canggih malah tidak mau mengenal cinta. Padahal tanpa cinta dunia pasti hancur karena terlalu banyak orang mu-nafik."Jika saya yang menawarkan cinta itu, apa kau mau?" tanya Lia
WANITA PANGGILANLast Episode FOleh: Kenong Auliya ZhafiraPermainan selesai dengan nilai tidak kalah jauh. Hanya selisih sepuluh angka. Lian mengakui kelihaian pria di sebelahnya dalam memasukkan bola basket. Ternyata ada yang lebih pintar dari dirinya. Namun, Lian cukup berbesar hati. Baginya kemenangan sesungguhnya adalah memiliki Mayasha—wanita yang kini tengah menatapnya penuh cinta dari arah lain."Selamat, Van. Kamu hebat juga! Aku akui kekalahanku dalam hal ini," ucap Lian sambil menyodorkan tangannya sebagi ucapan selamat.Nevan menyambut tangan itu dan menjabatnya hangat. "Kamu juga hebat! Bisa menaklukkan wanita di sana," jawabnya sambil menunjuk wanita yang tengah menemani bocah bermain balap motor."Kamu bisa aja. Ya udah, aku tinggal dulu. Selamat menikmati waktu berdua. Wanita di sebelahmu juga tidak
WANITA PANGGILANLast Episode EOleh: Kenong Auliya ZhafiraLian menghentikan langkah di deretan kursi nomor dua. Tanpa disangka bersebelahan dengan Nevan dan Sasmita. Begitu juga Keya dan Marvin tengah berjalan menuju deretan kursi yang sama."Nevan? Tak kira tidak datang. Terima kasih sudah membantu kemarin," ucap Lian berbasa-basi."Datang dong! Aku yang harusnya terima kasih karena telah memberi kesempatan untuk menghapus kesalahan lalu. Apalagi diberi kesempatan untuk ikut bergabung dalam acara ini," jawabnya merendah.Mayasha hanya sebagai pendengar yang baik ketika sang pria bicara. Diam adalah lebih baik. Sedangkan Sasmita mendadak canggung karena duduk bersebelahan seperti ini.Wanita yang dulu pernah menorehkan luka ikut bergabung dengan duduk di tengahnya. Marvin pun sam
WANITA PANGGILANLast Episode DOleh: Kenong Auliya ZhafiraMayasha memeluk wanita yang telah berkali-kali meminta kata maaf. Ia sadar setiap wanita atau istri memiliki kadar ketahanan berbeda dalam menerima badai yang menghantam biduk rumah tangganya. Jadi, ia tidak ingin lagi membicarakan hal yang telah berlalu. Menjalani hidup setelah itu adalah yang terpenting."Ibu nggak perlu minta maaf terus. Aku udah menerima semua takdir ini sejak dulu. Aku tidak mau menghakimi dan menyalahkan siapa pun. Lebih baik kita saling menggenggam seperti ini. Saling menguatkan untuk ikatan yang sudah seharusnya," jawab Mayasha sembari mengusap punggung yang mungkin dulu pernah begitu rapuh. "Sekarang kita keluar ya? Takut Lian dan Tante Elsa udah nunggu. Nggak enak ...," imbuhnya, lalu melepas pelukan.Wanita yang kini lebih baik dalam menerima garis Tuhan
WANITA PANGGILANLast Episode COleh: Kenong Auliya ZhafiraPerlahan, tangannya membuka pintu kamar. Wanita yang mengaku dirinya ibu ternyata sudah menutup matanya lebih dulu. Wajahnya terlihat masih cantik, mirip Tante Elsa—ibunya Lian. Mayasha mengamati wajah itu dalam cahaya remang lampu kamar. Ada gurat lelah terlihat di bawah matanya."Apa selama ini dia memendam rindu sepertiku? Kenapa wajahnya terlihat begitu lelah?" tanya Mayasha dalam hati, lalu merebahkan diri di sebelah ibunya.Ada debar di dada ketika melihat raga wanita yang selama ini dirindukan setengah hati, tengah berbaring di satu tempat tidur. Perlahan, satu jemari memeluk perut sang ibu. Lalu memejamkan mata dan berdoa keadaan ini bisa selalu ada untuk jangka waktu yang lama. Hingga nanti tetap mengenggam jemarinya erat saat kehidupan kembali menguji.Ketika dua ora
WANITA PANGGILANLast Episode BOleh: Kenong Auliya ZhafiraIni pertama kali wanitanya memuji apa yang ia lakukan di hadapan sang ibu. Padahal dulu hal ini yang membuat semua luka tercipta. Namun, semuanya telah berlalu, persis seperti goresan luka yang akan mengering seiring berjalannya waktu."Ehem! Jadi, aku dapet pujian nih ...?" tanya Lian pura-pura tersipu untuk mengukir senyum di sudut bibir wanitanya. "Bajuku kok, tiba-tiba sempit ya?" ujarnya lagi sembari meraba bajunya sendiri.Seketika semua orang tertawa melihat tingkah pria yang tengah berada di puncak bahagia. Bukan karena bertemu kembali dengan wanitanya, melainkan karena berada di antara orang-orang terkasih tanpa ada lagi luka yang tertanam di hati.Ibunya Lian pun baru menyadari, tidak semua wanita seperti Mayasha akan terus terkungkung dalam gelapnya hati,
WANITA PANGGILANLast Episode AOleh: Kenong Auliya ZhafiraBertemu kembali seseorang yang kehadiranya mirip sebuah bayang hitam hanya akan menyisakan keraguan. Bukan ragu akan sosoknya, melainkan ragu akan kasih sayangnya. Apabila cinta itu telah mengakar kuat, maka tidak akan mungkin membiarkan orang itu menangis dan terluka.Mayasha tidak mendapatkan semua itu semasa kecil dari wanita di depannya. Nyatanya ia tetap pergi meski tangisannya berusaha menahan.Melihat putri yang selama ini ia lukai sekaligus ia rindukan terdiam, Maya memutuskan bersujud di kaki anaknya. Memohon ampunan untuk semua kesalahan karena telah tega meninggalkan keluarganya."Ibu minta maaf, Sha ... Ibu salah meninggalkan kamu. Ibu mohon ampun," ucapnya dengan air mata yang terus menetes membasahi pipi.Mayasha masih t
WANITA PANGGILAN 52 DOleh: Kenong Auliya ZhafiraPerlahan, sang pria mengenggam erat jemari yang terasa dingin, lalu menariknya berjalan bersama menuju rumahnya. Lian sesekali melempar senyum karena kali ini sangat yakin akan membuat wanitanya menjadi orang paling bahagia di dunia.Mayasha terus memanjatkan doa dalam hati agar pertemuan kali ini tidak berakhir seperti sebelumnya. Sorot mata sang pria terpancar penuh keyakinan, membuat rasa takut menghilang perlahan."Kamu nggak usah gugup. Ada aku di sini." Lian kembali memberi semangat sebelum mengetuk pintu rumahnya.Wanita di sebelahnya hanya mengangguk, mencoba percaya akan semua ucapan pria yang tidak lelah bersemayam di hati meski fsldm kesunyian. Karena memang hanya itu yang bisa ia lakukan."Assalamu'alaikum, Bu ... Lian pulang." Pria
WANITA PANGGILAN 52 COleh: Kenong Auliya ZhafiraLian menerima kunci itu sembari menata debar dalam dada yang kembali bertalu. Bisa berdua tanpa penganggu setelah tidak melihatnya dalam jangka waktu lama membuat gejolaknya naik perlahan. Rasa gerogi tiba-tiba merenggut logika."Ehem! Kita masuk," ucap Lian untuk menutupi hatinya yang mulai menggila.Wanita yang bisa merasakan perubahan itu hanya diam ketika jemarinya ditarik pelan untuk menuju rumah yang pernah ia tinggalkan. Langkahnya terus mengikuti hingga sampai berada di ruang tamu.Mayasha melihat puluhan bingkisan hampir menghiasai setengah ruang tamu. Hatinya penasaran bingkisan sebanyak itu akan digunakan untuk apa."Li, kamu mau mengadakan acara apa? Kok, banyak banget bingkisan ini?" tanyanya sembari menatap sang pria
WANITA PANGGILAN 52 BOleh: Kenong Auliya ZhafiraPatah hati kedua kali dalam keadaan berbeda membuat Mayasha lebih kuat dan tetap berjalan lurus sejak pria bernama Lian Erza mengulurkan tangannya penuh cinta. Mengenggam erat jemarinya penuh kasih, dan melepasnya tanpa penyesalan. Mayasha merasa kali ini hatinya lebih kuat dan tenang, tidak seperti dulu.Keya dan Marvin tidak henti mengucap syukur karena bisa melihat sahabat yang dulu ia lukai tidak kembali tenggelam bersama gelapnya dunia. Bagi mereka, Lian adalah lelaki paling pantas menjaga berlian yang sempat terjatuh di kubangan lumpur. Karena nyatanya hanya Lian lah yang mampu membersihkan berlian itu menjadi kembali bersinar dengan segenap perasaannya.Elena—teman yang menemani masa sulit pun tidak kuasa menahan air mata bisa mempertemukan Mayasha dan Lian lewat dengan hina. Karena ca