Share

Bab 5

Author: Kenong Auliya Zhafira
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

WANITA PANGGILAN 5

Oleh: Kenong Auliya Zhafira

Dalam persahabatan tidak selamanya tentang berbagi bahagia. Kadang air mata juga ikut mewarnai keindahan arti sahabat. Akan tetapi, jika masalah tentang cinta dan wanita menghampiri, bisa dipastikan persahabatan itu tidak akan semurni sebelumnya. Bahkan ancaman renggang dipastikan ada.

Hati yang terkhianati memaksa akal untuk terus berpikir negatif tentang nilai kepercayaan yang telah rusak. Apalagi melihat tragedi itu dengan mata kepala sendiri, rasa sakit yang ada akan selalu membekas dalam dada.

Lian masih mencoba mencerna maksud ucapan pria yang mengaku sahabatnya. Bagaimana mungkin bibirnya bisa mengatakan itu dengan leluasa. Apa tidak ada rasa bersalah  dalam dirinya? Atau Marvin sengaja memamerkan hubungannya dengan Keya. Entahlah.

Baginya jika hubungan sudah berakhir, maka tidak perlu lagi tahu tentangnya. Untuk apa memikirkan orang yang tidak pernah memikirkan kita sama sekali.

"Terus hubungannya sama aku apa? Aku tidak peduli, kamu mau menikah dengan siapa. Keya sudah bukan siapa-siapa lagi bagiku," jawab Lian dengan sorot mata menantang. Ia ingin menunjukkan kalau dirinya baik-baik saja.

Marvin tidak mengira ekspresi Lian bisa setenang sekarang. Padahal biasanya selalu beradu mulut hingga akhirnya saling baku hantam. 

"Bagus lah kalau kamu berpikir seperti itu. Aku hanya ingin memberi tahu, biar tidak terlalu menyakitimu," jelas Marvin sembari melirik tangan Lian yang mengepal. Bibir Marvin tertarik, ia tahu kalau Lian tengah menahan amarah.

"Ah, iya, satu lagi. Selama ini aku tidak pernah cerita, kalau Keya dulu adalah kekasihku. Kami berpisah karena sering terlibat pertengkaran kecil. Hingga aku tahu dia menjalin hubungan denganmu, aku sengaja datang waktu itu untuk memintanya kembali. Dan ternyata itu terbukti karena Keya ikut tenggelam bersama racun cinta yang kutuang bersama sentuhan. Maaf, karena aku mengambil sesuatu yang memang milikku," imbuh Marvin dengan wajah tanpa dosa. 

Rasanya sungguh menyakitkan mendengar penuturan Marvin. Hati yang sedari tadi mencoba kuat akhirnya lemah juga. Tanpa basa-basi, Lian langsung memberikan satu pukulan pada bibir yang telah berani mempermainkan hatinya.

Bug!

Marvin terhuyung, lalu memegangi bibirnya. Darah merah melekat di bibir pria yang telah membuatnya terluka dua kali. Napas Lian masih memburu karena menahan amarah yang  sejak tadi ditahan.

"Dia bilang mau mengambil apa yang memang miliknya? Maksudnya Keya adalah miliknya? Bulshit! Ternyata hubunganku selama ini penuh tabir kepalsuan," gumam Lian dalam hati. 

Beruntung kemarin tidak terpengaruh oleh air mata Keya saat meminta kembali. Ternyata itu hanya omong kosong. Lian menatap kembali Marvin yang masih kesakitan menahan nyeri. Namun, itu tidak sebanding dengan hatinya. Lian baru menyadari kalau selama ini kisah yang dirajut bersama Keya berdiri di atas kepingan kenangan mereka.

"Kamu ambil saja Keya. Aku tidak butuh wanita yang tidak bisa setia pada satu pasangan. Kamu pasti tahu sendiri bagaimana aku melebihi siapa pun. Kabari saja kalau mau menikah. Aku pasti datang memberi doa restu untuk keresahan harimu." Lian kembali berlari menjauh seperti dirinya berusaha meninggalkan kenangan tentang luka yang membuat hatinya berdarah.

Pandangan Lian terus ke depan, berlari cepat dan tidak menoleh ke belakang. Sementara Marvin melihat punggung itu mulai menjauh dengan perasaan bersalah dan bahagia.

"Benc*lah aku sepuasmu, Li. Kamu pantas melakukannya," lirihnya sambil berbalik menuju ke rumah. Niat untuk lari pagi hilang seketika, yang terpenting ia telah menyampaikan maksudnya. 

Tujuan kepulangan Marvin kembali ke kota yang sama dengan Keya memang untuk membuatnya kembali ke pelukan, tetapi selain itu ia juga berkeinginan memulai usaha kecil-kecilan. Hal itu masih dalam tahap pemikiran. Karena fokusnya masih tentang Keya. 

Mengingat Keya, ia jadi ingin bertemu dengannya. Mengantarnya berangkat kerja mungkin akan menjadi rutinitas sehari-hari. Namun, sebelumnya Marvin mengirimkan pesan terlebih dulu agar kedatangannya tidak sia-sia.

Marvin

[Key, aku anter berangkat kerja ya?]

Semenit berlalu, akhirnya pesan balasan menghiasi layar ponsel.

Keya

[Oke. Aku tunggu.]

Setelah mendapat persetujuan, Marvin memutuskan untuk mandi dan bersiap menjemput sang kekasih. 

~

Berlari keliling kompleks dua kali membuat Lian merasa kehausan. Keringat yang bercucuran di seluruh tubuh membuat kulitnya seakan berkilau. Bahkan napasnya terdengar ngos-ngosan. Tangannya gesit membuka lemari pendingin dan mengambil botol air minum.

Setelah menuangnya dalam gelas, Lian meminumnya dengan sekali tegukan. Tenggorokan rasanya menjadi segar. Lian berpikir kalau lari pagi hari ini sangat melelahkan. Mungkin karena pikirannya yang ikut berlarian memahami cobaan hidup.

"Baiklah, mulai detik ini, aku tidak lagi memikirkan Keya. Hidup bebas tanpa batas mungkin lebih bagus buatku," ucapnya sambil memasukkan botol air minum ke lemari pendingin.

Sang ibu yang memerhatikan dari belakang menjadi ingin tahu apa yang menyebabkan anaknya ingin hidup bebas. Tidak mungkin hanya karena seorang Keya, pasti ada hal lain.

"Maksud kamu apa, Li? Kamu tidak mau menikah begitu?" tanya sang ibu yang tiba-tiba berjalan mendekat.

"Bu--bukan begitu, Bu ... aku akan menikah, tapi bukan dengan Keya. Semua sudah berakhir, jadi Ibu jangan lagi berharap."

"Apa tidak ada kesempatan kedua buat Keya? Hanya dia wanita yang mau bertahan menghadapi sikapmu. Pikirkan lagi, Li." Sang ibu masih berharap hubungan itu masih berlanjut.

Lian tertawa mendengar pertanyaan yang jelas tak masuk akal untuknya. Kesempatan kedua? Itu tidak ada dalam sejarah kesetiaan.

"Keputusanku sudah bulat, Bu. Kalau Ibu mau tahu alasannya, tanya saja sama Keya. Aku mau mandi terus berangkat." Lian meninggalkan sang ibu begitu saja. Membahas Keya dua kali di pagi hari membuat selera sarapan menghilang.

Melihat anaknya begitu kekeh memilih berpisah, pasti ada alasan kuat yang membuat hatinya mengeras. Menjadikan Keya mantu idaman mungkin hanya sebatas angan. Sebagai ibu yang baik, ia tidak bisa memaksa Lian menjalani hubungan yang sudah tidak diinginkan. Itu sama saja menawarkan racun yang akan mematikan secara perlahan. 

Jalan satu-satunya untuk bisa menerima adalah mendengar alasan langsung dari Keya. Mungkin ia harus menemuinya untuk berbicara empat mata.

"Aku akan cari tahu sendiri nanti," ucapnya dalam hati lalu menyiapkan sarapan pagi. Namun, sepertinya selera makan sudah menurun karena berbagai pikiran buruk.

Hati ibu mana yang tidak ikut merasakan kecewa jika anak lelakinya berada dalam fase rendah. Ia bergegas ke kamar mengambil ponsel. Sedetik kemudian panggilan telepon tersambung, nama Keya tertera begitu jelas.

"Halo, Tante ...," sapa Keya di seberang telepon.

"Ha--halo, Key ... nanti makan siang bareng ya? Kita ketemu di warung fried chicken depan swalayan, bisa, kan?" 

"Bisa, Tante."

"Ya, sudah. Sampai nanti."

Panggilan berakhir setelah tempat ditentukan. Apabila sudah mendapat alasan yang jelas, maka ia tidak akan memaksa Lian untuk menikah. Ia akan membiarkan Lian menemukan cintanya sendiri yang sesuai hatinya. 

"Bu ... Lian berangkat. Nanti mau sekalian sarapan di sana saja." 

Mendengar suara Lian berpamitan, sang ibu langsung mendekat dan mengantarnya hingga ke depan rumah.

"Kamu hati-hati. Sarapannya jangan lupa. Nanti Ibu mau ketemu sama Keya buat tanya alasannya," ujarnya sambil melihat Lian memakai helm.

"Iya, Bu. Lian berangkat." 

Lian memeluk sang ibu sejenak, lalu melajukan motor merek Hon-da yang harganya hampir sama dengan motor ninja hatori.

Lambaian tangan sang ibu menyertai langkah baru yang Lian ambil dalam beberapa hari ini. Keluar dari area perumahan melati, Lian melaju dengan hati-hati. Karena keadaan jalan biasanya selalu ramai jika pagi hari.

Setelah memberi pukulan pada Marvin, hati Lian sedikit melega. Pemandangan jembatan warna-warni seakan memberi semangat tersendiri. Hidup itu memang banyak varian warna dan rasa. Kadang merah, kadang biru, kadang putih dan kadang hitam.

Melihat banyak pedagang kaki lima mangkal di area kota, membuat Lian ingin menepi sejenak untuk mengganjal isi perutnya. Ia hanya mengisinya dengan air putih setelah lari pagi. 

Matanya melirik kanan kiri mencari tempat yang ia cari. Biasanya kalau jam segini ada bubur ayam yang katanya enak. Setelah berjalan sedikit ke arah Utara, akhirnya makanan yang diinginkan ketemu. Lian langsung memesan satu porsi lalu mencari tempat duduk. 

Dari belakang, terdengar jelas obrolan para pembeli. Mereka tetap bercerita meski berada di tempat umum. Namun, satu suara persis di belakangnya mengingatkan pada seseorang yang pernah ditemuinya sekali. Lian sedikit mundur dan menajamkan pendengaran.

"Tamu yang kemarin beneran nggak pakai hati, kan, May?" 

"Dikit aja kok ... aku nggak tahu kenapa bisa begini. Padahal selama ini aku sudah susah payah bangkit."

"Maka dari itu ... nggak usah pakai hati meskipun dikit. Aku nggak bisa bayangin kejadian dulu. Aku tahu kamu wanita baik, hanya keegoisan yang membuatmu begini."

Lian mengernyitkan dahinya mendengar obrolan dua wanita di belakangnya. Semua itu begitu membingungkan untuknya. Namun, ada sedikit bunga kuncup mendengar ada sedikit hati saat pertama kali bertemu memanggilnya.  

"Jadi kemarin ada sedikit hati? Pantas saja ci-umannya berasa," batin Lian kemudian fokus mendengar lagi obrolan mereka.

"El, nanti malam apa ada tamu?"

"Ada satu. Tapi cuma butuh temen curhat. Dia punya anak istri. Kalau nekat, kamu bisa nolak."

"Oke. Nanti siang, kita ke swalayan gimana? Udah lama nggak shoping."

"Boleh."

Obrolan mereka berhenti, suara gerak langkah juga terdengar. Mungkin mereka akan meninggalkan tempat ini. Lian melirik wanita berambut ikal tersebut dari belakang. Aroma tubuhnya masih sama seperti malam itu, begitu menenangkan.

"Bubur ayam dua sama teh manis berapa, Bang?" tanya wanita itu pada penjual. Namun, sebelum membuka isi dompet, Lian lebih dulu menghentikannya.

"Punya mereka biar saya yang bayar, Bang. Nanti total aja." 

Seketika wanita yang tak lain adalah Mayasha menoleh ke arah pria yang membayar makanannya. Ada raut terkejut di wajahnya. Akan tetapi, hatinya tidak bisa berbohong kalau merasa senang bertemu kembali dengan Lian di tempat lain. Bahkan wajahnya terlihat begitu tampan di pagi hari. 

"Li--lian?!"

"Hai, May ... senang bertemu lagi di tempat yang berbeda." Lian mengukir senyum di kedua sudut bibirnya. 

Mayasha terpaku mendapati senyum itu begitu manis, bahkan terlihat sangat manis. Bayangan  ketika bibir manis menyentuhnya malam itu membuat Mayasha terlena.

"Sadar, Yesha ... jika bermain dengan cinta lagi, maka hatimu akan hancur untuk kedua kali. Hatimu belum sekuat itu."

---------***--------

Bersambung

Related chapters

  • WANITA PANGGILAN   Bab 6

    WANITA PANGGILAN 6Oleh: Kenong Auliya ZhafiraPertemuan yang tidak disengaja seakan menjadi pertanda akan adanya ikatan istimewa. Entah itu ikatan hati atau hanya sekedar persinggahan sementara. Namun, satu hal yang pasti, tidak ada pertemuan tanpa meninggalkan kesan. Sekali pun bertemu dalam keadaan gi-la.Mayasha masih menatap pria yang tengah duduk sembari melihatnya. Bertemu dengannya di sini rasanya seperti mimpi. Sebisa mungkin kesadaran akan statusnya harus menjadi benteng terkuat agar cinta tidak berani menyelusup masuk.Bayangan kehancuran hidup beberapa tahun silam tidak ingin terulang lagi. Raganya sudah lelah bermain dengan cinta. Hatinya bahkan layu dan membeku. Namun, si-alnya seorang Lian mampu memberi secawan air hingga gersangnya hati menjadi keterbasahan."Hai juga ... senang bertemu denganmu lagi. Terima kasih sudah bayarin makannya. Saya p

  • WANITA PANGGILAN   Bab 7

    WANITA PANGGILAN 7Oleh: Kenong Auliya ZhafiraRasa tidak rela melihat mantan kekasih tersenyum bahagia terkadang bisa menyelimuti hati apabila terlalu cepat terjadi. Karena menimbulkan banyak asumsi tentang hubungan sebelumnya. Meskipun pada akhirnya kesalahan terbesar tetap jatuh pada pasangan yang menyakitinya. Padahal masing-masing hati telah sepakat menerima keputusan.Keya membuang jauh perasaan itu dengan meraba cincin pemberian dari Marvin yang melingkar di jari manisnya. Rasa nyeri itu pun perlahan memudar bersamaan suara ketukan pintu yang dibuat olehnya.Menyadari seseorang masuk ke ruangannya, Lian meletakkan kembali ponselnya di meja. Sikapnya benar-benar seperti orang asing saat melihat Keya berdiri di depannya."Ini laporan semuanya, Mas." Keya meletakkan map di hadapan Lian."Terima kasih. Kamu boleh keluar," jawab Lian acuh.&nbs

  • WANITA PANGGILAN   Bab 8 A

    WANITA PANGGILAN 8 A Oleh: Kenong Auliya Zhafira Melihat orang yang dulu pernah dekat lalu terpisah karena masalah rasanya pasti seperti jantung terbelah. Rasa bersalah akan kejadian lalu seakan berputar kembali dalam ingatan. Walaupun penampilan berbeda, namanya pernah dekat dan berteman pasti bisa mengenalinya. Air mata Keya menitik satu per satu melihat Yesha berada di sana. Wajahnya terlihat lebih cantik, apalagi senyum manis itu masih sama seperti dulu. Tidak ada perubahan yang berarti dalam dirinya. Keya berjalan tertatih menuju mereka. Ada rasa tidak percaya kalau Lian bisa mengenal Yesha. Entah takdir macam apa hingga membuat pertemuan ini. Melihat sorot mata Lian berbinar menyapa Yesha semakin membuat rasa penasaran menggebu. Tiba-tiba di kepalanya banyak pertanyaan tentang m

  • WANITA PANGGILAN   Bab 8 B

    WANITA PANGGILAN 8 B Oleh: Kenong Auliya Zhafira Alunan musik tiba-tiba terdengar di warung. Menambah suasana hati mulai membaik setelah syok melihat wanita yang mirip Yesha. Meskipun hati kecilnya meyakini kalau itu memang benar, tetapi kenyataannya bukan dia. Daripada memikirkan orang yang salah, Keya memilih menarikan ibu jarinya membalas pesan dari Marvin. Senyum terus menghiasi kedua sudut bibirnya. Keya [Siang juga ... ini lagi nunggu Tante Elsa buat makan siang. Mumpung ketemu, nanti sekalian mau bilang tentang kita.] Ponsel kembali diletakkan di meja, lalu jemarinya gesit mengaduk es jeruk yang berada di hadapan. Meminumnya sekali hingga cukup membasahi tenggorokannya yang kering. Dari balik kaca pintu masuk, Tante Elsa terlihat sedang berjalan menuju war

  • WANITA PANGGILAN   Bab 9 A

    WANITA PANGGILAN 9AOleh: Kenong Auliya ZhafiraMengetahui satu alasan yang membuat hati orang tercinta terluka pasti rasanya menyakitkan. Ibarat kata sudah tahu hujan, tetapi memaksa menerjangnya demi menuju tempat yang terlihat buram. Bukan hanya raga yang sakit, tetapi hati juga ikut merasa dingin dan beku.Namun, sebagai seseorang yang pernah mengenal Keya dalam jangka waktu lama membuat hati bisa menerima keputusan anaknya. Hanya satu yang ia sesalkan, yakni kenapa harus Marvin yang menggeser anaknya.Hati anaknya pasti hancur mengetahui semuanya. Persahabatan dengan Marvin pasti kemungkinan merenggang."Maaf, Tante ... aku salah tidak bercerita tentang Marvin sebelumnya. Mungkin Lian sekarang sudah tahu semuanya. Aku juga minta maaf karena menyerah dengan janji sendiri yang tidak bisa me

  • WANITA PANGGILAN   Bab 9 B

    WANITA PANGGILAN 9 BOleh: Kenong Auliya ZhafiraSang ibu yang tidak suka pengkhianatan memilih berpisah. Selama proses perpisahan, sang ayah ternyata hanya dijadikan boneka oleh wanita keduanya. Sejak saat itu, Ayah sering lari dari kenyataan bersama alko-hol. Hingga akhirnya belum sampai keputusan sidang, Ayah berpulang terlebih dulu karena terjadi kerusakan pada salah satu organ tubuh. Hidup berteman alko-hol membuat sang ayah harus membayar hidupnya dengan kematian.Tangis sang ibu kala itu memenuhi kamar saat Ayah mencoba minta maaf di sela napasnya yang mulai tersendat. Banyak kata andai memutari isi kepala saat itu. Namun, semua sudah terjadi karena memang begitu garis Tuhan yang harus dijalani.Lian hanya bisa menemani sang ibu melewati harinya yang penuh rasa sakit dan penyesalan. Hingga akhirnya usaha yang ditinggalkan Ay

  • WANITA PANGGILAN   Bab 10 A

    WANITA PANGGILAN 10 AOleh: Kenong Auliya ZhafiraHati yang pernah terluka karena satu ikatan akan selalu meninggalkan bekas luka. Rasa perih dari keringnya luka bisa saja masih terasa, hingga membuat kebimbangan saat kehadiran rasa baru.Menyadari hatinya bukan matahari, yang selalu berusaha menepati janji untuk bersinar meski cuaca dalam keadaan buruk sekali pun. Hati Mayasha belum sehebat dan sekuat itu. Menerobos awan hitam seakan melawan kekuatannya sendiri yang jelas masih rapuh. Pasti rasanya akan sakit sebelum maju berperang.Mayasha terus mencari alasan untuk menjawab pertanyaan dari Elena. Memastikan hatinya bergetar kembali masih membutuhkan waktu lebih banyak. Karena yang memberi getaran itu belum tentu mempunyai rasa yang sama."Kalau kamu tidak bisa jawab, aku anggap kamu memang memiliki ras

  • WANITA PANGGILAN   Bab 10 B

    WANITA PANGGILAN 10 BOleh: Kenong Auliya ZhafiraSetelah membalas pesan Lian dengan hati berwujud ketidakenakan pada tamu lain, Mayasha memilih membuat mi instan untuk mengganjal perutnya. Berjalan menuju dapur tanpa alas kaki disertai rambut yang acak-acakan, Mayasha menuang air ke panci kecil dan meletakkan di atas kompor.Sambil menunggu air mendidih, tangannya sibuk mencari teman lain untuk melengkapi makanannya. Mayasha menambakan telur dan sedikit sayuran. Setelah semuanya matang, Mayasha lalu memakannya ditemani segelas air putih. Mangkuk kotor pun langsung dicucinya.Membersihkan diri menjadi kegiatan Mayasha selanjutnya. Karena akan bertemu tamu malam ini, Mayasha sengaja menggunakan lulur terlebih dulu, biar tubuhnya wangi. Setelah menghabiskan hampir tiga puluh menit lebih, ia memilih pakaian terbaiknya.Ma

Latest chapter

  • WANITA PANGGILAN   Last Episode F

    WANITA PANGGILANLast Episode FOleh: Kenong Auliya ZhafiraPermainan selesai dengan nilai tidak kalah jauh. Hanya selisih sepuluh angka. Lian mengakui kelihaian pria di sebelahnya dalam memasukkan bola basket. Ternyata ada yang lebih pintar dari dirinya. Namun, Lian cukup berbesar hati. Baginya kemenangan sesungguhnya adalah memiliki Mayasha—wanita yang kini tengah menatapnya penuh cinta dari arah lain."Selamat, Van. Kamu hebat juga! Aku akui kekalahanku dalam hal ini," ucap Lian sambil menyodorkan tangannya sebagi ucapan selamat.Nevan menyambut tangan itu dan menjabatnya hangat. "Kamu juga hebat! Bisa menaklukkan wanita di sana," jawabnya sambil menunjuk wanita yang tengah menemani bocah bermain balap motor."Kamu bisa aja. Ya udah, aku tinggal dulu. Selamat menikmati waktu berdua. Wanita di sebelahmu juga tidak

  • WANITA PANGGILAN   Last Episode E

    WANITA PANGGILANLast Episode EOleh: Kenong Auliya ZhafiraLian menghentikan langkah di deretan kursi nomor dua. Tanpa disangka bersebelahan dengan Nevan dan Sasmita. Begitu juga Keya dan Marvin tengah berjalan menuju deretan kursi yang sama."Nevan? Tak kira tidak datang. Terima kasih sudah membantu kemarin," ucap Lian berbasa-basi."Datang dong! Aku yang harusnya terima kasih karena telah memberi kesempatan untuk menghapus kesalahan lalu. Apalagi diberi kesempatan untuk ikut bergabung dalam acara ini," jawabnya merendah.Mayasha hanya sebagai pendengar yang baik ketika sang pria bicara. Diam adalah lebih baik. Sedangkan Sasmita mendadak canggung karena duduk bersebelahan seperti ini.Wanita yang dulu pernah menorehkan luka ikut bergabung dengan duduk di tengahnya. Marvin pun sam

  • WANITA PANGGILAN   Last Episode D

    WANITA PANGGILANLast Episode DOleh: Kenong Auliya ZhafiraMayasha memeluk wanita yang telah berkali-kali meminta kata maaf. Ia sadar setiap wanita atau istri memiliki kadar ketahanan berbeda dalam menerima badai yang menghantam biduk rumah tangganya. Jadi, ia tidak ingin lagi membicarakan hal yang telah berlalu. Menjalani hidup setelah itu adalah yang terpenting."Ibu nggak perlu minta maaf terus. Aku udah menerima semua takdir ini sejak dulu. Aku tidak mau menghakimi dan menyalahkan siapa pun. Lebih baik kita saling menggenggam seperti ini. Saling menguatkan untuk ikatan yang sudah seharusnya," jawab Mayasha sembari mengusap punggung yang mungkin dulu pernah begitu rapuh. "Sekarang kita keluar ya? Takut Lian dan Tante Elsa udah nunggu. Nggak enak ...," imbuhnya, lalu melepas pelukan.Wanita yang kini lebih baik dalam menerima garis Tuhan

  • WANITA PANGGILAN   Last Episode C

    WANITA PANGGILANLast Episode COleh: Kenong Auliya ZhafiraPerlahan, tangannya membuka pintu kamar. Wanita yang mengaku dirinya ibu ternyata sudah menutup matanya lebih dulu. Wajahnya terlihat masih cantik, mirip Tante Elsa—ibunya Lian. Mayasha mengamati wajah itu dalam cahaya remang lampu kamar. Ada gurat lelah terlihat di bawah matanya."Apa selama ini dia memendam rindu sepertiku? Kenapa wajahnya terlihat begitu lelah?" tanya Mayasha dalam hati, lalu merebahkan diri di sebelah ibunya.Ada debar di dada ketika melihat raga wanita yang selama ini dirindukan setengah hati, tengah berbaring di satu tempat tidur. Perlahan, satu jemari memeluk perut sang ibu. Lalu memejamkan mata dan berdoa keadaan ini bisa selalu ada untuk jangka waktu yang lama. Hingga nanti tetap mengenggam jemarinya erat saat kehidupan kembali menguji.Ketika dua ora

  • WANITA PANGGILAN   Last Episode B

    WANITA PANGGILANLast Episode BOleh: Kenong Auliya ZhafiraIni pertama kali wanitanya memuji apa yang ia lakukan di hadapan sang ibu. Padahal dulu hal ini yang membuat semua luka tercipta. Namun, semuanya telah berlalu, persis seperti goresan luka yang akan mengering seiring berjalannya waktu."Ehem! Jadi, aku dapet pujian nih ...?" tanya Lian pura-pura tersipu untuk mengukir senyum di sudut bibir wanitanya. "Bajuku kok, tiba-tiba sempit ya?" ujarnya lagi sembari meraba bajunya sendiri.Seketika semua orang tertawa melihat tingkah pria yang tengah berada di puncak bahagia. Bukan karena bertemu kembali dengan wanitanya, melainkan karena berada di antara orang-orang terkasih tanpa ada lagi luka yang tertanam di hati.Ibunya Lian pun baru menyadari, tidak semua wanita seperti Mayasha akan terus terkungkung dalam gelapnya hati,

  • WANITA PANGGILAN   Last Episode A

    WANITA PANGGILANLast Episode AOleh: Kenong Auliya ZhafiraBertemu kembali seseorang yang kehadiranya mirip sebuah bayang hitam hanya akan menyisakan keraguan. Bukan ragu akan sosoknya, melainkan ragu akan kasih sayangnya. Apabila cinta itu telah mengakar kuat, maka tidak akan mungkin membiarkan orang itu menangis dan terluka.Mayasha tidak mendapatkan semua itu semasa kecil dari wanita di depannya. Nyatanya ia tetap pergi meski tangisannya berusaha menahan.Melihat putri yang selama ini ia lukai sekaligus ia rindukan terdiam, Maya memutuskan bersujud di kaki anaknya. Memohon ampunan untuk semua kesalahan karena telah tega meninggalkan keluarganya."Ibu minta maaf, Sha ... Ibu salah meninggalkan kamu. Ibu mohon ampun," ucapnya dengan air mata yang terus menetes membasahi pipi.Mayasha masih t

  • WANITA PANGGILAN   Bab 52 D

    WANITA PANGGILAN 52 DOleh: Kenong Auliya ZhafiraPerlahan, sang pria mengenggam erat jemari yang terasa dingin, lalu menariknya berjalan bersama menuju rumahnya. Lian sesekali melempar senyum karena kali ini sangat yakin akan membuat wanitanya menjadi orang paling bahagia di dunia.Mayasha terus memanjatkan doa dalam hati agar pertemuan kali ini tidak berakhir seperti sebelumnya. Sorot mata sang pria terpancar penuh keyakinan, membuat rasa takut menghilang perlahan."Kamu nggak usah gugup. Ada aku di sini." Lian kembali memberi semangat sebelum mengetuk pintu rumahnya.Wanita di sebelahnya hanya mengangguk, mencoba percaya akan semua ucapan pria yang tidak lelah bersemayam di hati meski fsldm kesunyian. Karena memang hanya itu yang bisa ia lakukan."Assalamu'alaikum, Bu ... Lian pulang." Pria

  • WANITA PANGGILAN   Bab 52 C

    WANITA PANGGILAN 52 COleh: Kenong Auliya ZhafiraLian menerima kunci itu sembari menata debar dalam dada yang kembali bertalu. Bisa berdua tanpa penganggu setelah tidak melihatnya dalam jangka waktu lama membuat gejolaknya naik perlahan. Rasa gerogi tiba-tiba merenggut logika."Ehem! Kita masuk," ucap Lian untuk menutupi hatinya yang mulai menggila.Wanita yang bisa merasakan perubahan itu hanya diam ketika jemarinya ditarik pelan untuk menuju rumah yang pernah ia tinggalkan. Langkahnya terus mengikuti hingga sampai berada di ruang tamu.Mayasha melihat puluhan bingkisan hampir menghiasai setengah ruang tamu. Hatinya penasaran bingkisan sebanyak itu akan digunakan untuk apa."Li, kamu mau mengadakan acara apa? Kok, banyak banget bingkisan ini?" tanyanya sembari menatap sang pria

  • WANITA PANGGILAN   Bab 52 B

    WANITA PANGGILAN 52 BOleh: Kenong Auliya ZhafiraPatah hati kedua kali dalam keadaan berbeda membuat Mayasha lebih kuat dan tetap berjalan lurus sejak pria bernama Lian Erza mengulurkan tangannya penuh cinta. Mengenggam erat jemarinya penuh kasih, dan melepasnya tanpa penyesalan. Mayasha merasa kali ini hatinya lebih kuat dan tenang, tidak seperti dulu.Keya dan Marvin tidak henti mengucap syukur karena bisa melihat sahabat yang dulu ia lukai tidak kembali tenggelam bersama gelapnya dunia. Bagi mereka, Lian adalah lelaki paling pantas menjaga berlian yang sempat terjatuh di kubangan lumpur. Karena nyatanya hanya Lian lah yang mampu membersihkan berlian itu menjadi kembali bersinar dengan segenap perasaannya.Elena—teman yang menemani masa sulit pun tidak kuasa menahan air mata bisa mempertemukan Mayasha dan Lian lewat dengan hina. Karena ca

DMCA.com Protection Status