Share

Viona
Viona
Penulis: Butiran Rinso

Prolog

Penulis: Butiran Rinso
last update Terakhir Diperbarui: 2021-06-14 20:19:53

Suara petir saling bersahutan, kilatnya masuk menembus kaca. Gadis kecil itu terbangun saat suara guntur kembali terdengar, matanya mengerjap berulang kali.

Rasa takut mendominasi, tubuhnya gemetar. Ia melirik ke jendela yang terbuka, di luar sedang hujan deras disertai angin kencang.

"Mama!" pekik gadis itu bersamaan dengan suara petir yang menyambar.

Ia bersembunyi dibalik selimut, merapalkan segala macam doa. Sesekali memanggil mamanya, berharap sang mama akan datang dan menenangkannya. Tapi sekian lama menunggu tak kunjung datang, sementara suara petir semakin kencang terdengar.

"Mama, Viona takut," cicit gadis kecil bernama Viona.

Akhirnya Viona memutuskan untuk turu  dari ranjang, berniat menyusul ke kamar orangtuanya. Meski ragu Viona tetap berjalan menuju pintu. Ia akan berjongkok saat suara guntur tiba-tiba menggelegar.

"Mama." Viona terus memanggil namanya dengan suara nyaris tak terdengar.

Ia keluar dari kamar, tangannya mendekap erat bonek doraemon. Matanya mengedar ke penjuru arah. Rasa was-was dan juga takut membuat langkahnya memelan.

"Mama, Viona takut," lirih Viona.

Kakinya yang gemetar terus ia paksakan berjalan ke kamar orangtuanya.

"Mama." Viona membuka kamar orangtuanya. "Mama di mana?" Tak ada siapa pun di kamar itu. Ia kembali keluar, menahan isakan yang menerobos keluar sejak tadi. "Mama."

Vio tersentak ketika mendengar suara dentuman dari bawah. Ia yang penasaran pun mendekat ke arah tangga. Vio terdiam saat netranya menangkap sosok sang mama ada di sana bersama dengan papanya dan seseorang yang tidak Vio kenal sama sekali.

"Berengsek!"

"Laras dengarkan aku."

Namun wanita bernama Laras tak menggubrisnya, ia semakin menjadi membanting guci yang ada di dekatnya. Melempar berbagai barang ke depan pria itu yang tak lain Dimas, suaminya sendiri.

"Laras!" Dimas semakin geram karena Laras terus melemparkan benda-benda itu ke wanita yang berdiri di belakangnya.

"Kamu berengsek Mas!" teriak Laras, suaranya bercampur dengan isakan yang tak lagi mampu ia tahan. "Kamu gila! Kamu jahat!" Laras terus menyumpah serapah suaminya. "Kamu anggap apa aku selama ini? Hah?!"

"Laras, dengarkan aku dulu." Dimas berusaha merengkuh tubuh Laras, tapi dengan cepat Laras menepis tangan Dimas.

"Apa lagi? Kamu mau jelaskan apa? Semua sudah jelas, kamu selingkuh dengan jalang itu!" Laras menunjuk wanita yang ada di belakang Dimas, matanya berkilat menandakan amarah yang sudah memuncak.

"Jaga ucapan kamu Laras!"

"Kenapa?" Laras mendecih, menatap sinis Dimas. "Memang dia jalang kan. Apa namanya kalau bukan jalang. Ah, mungkin pelakor atau Bitch ...."

Plak!

Laras terdiam, meraba pipinya yang memanas akibat tamparan Dimas. Perih, tapi tak sesakit perasaannya atas pengkhianatan yang dilakukan oleh suaminya.

"Laras, maaf. Aku gak bermaksud————"

"Cukup!" sergah Laras, membuat Dimas tercekat. "Kamu puas?" Mata Laras tertuju pada wanita di belakang Dimas. "Kamu puas, menghancurkan rumah tanggaku?"

"Laras————"

"Diam!!" Laras berjalan mendekati wanita itu tapi Dimas langsung menghalanginya. "Minggir!!" Laras mendorong tubuh Dimas, tapi Dimas malah merengkuh tubuh Laras. "Lepaskan aku! Berengsek!!"

"Laras tenang dulu, kamu bisa membangunkan Viona kalau terus berteriak."

"Kenapa? Kamu takut Viona tahu, kalau ternyata papa kesayangannya itu bajingan." Laras mendengus, ia kembali berontak tapi tenaga Dimas jauh lebih besar.

"Laras, kita selesaikan masalah ini jangan libatkan Viona," kata Dimas, berusaha menenangkan Laras.

"Kamu pikir dengan membawa wanita itu ke sini Viona akan senang. Kamu pikir Viona akan menerima anak dari wanita jalang itu!"

Plak!

Lagi-lagi Dimas lepas kontrol dan menampar pipi Laras. Ia kembali menyesal setelah melakukannya, bagaimana pun Dimas sangat menyayangi Laras. Dia istrinya, wanita yang menemaninya hampir lima tahun ini.

Laras tertawa sumbang. "Kamu udah dua kali nampar aku Mas, demi membela wanita simpananmu." Laras menatap Dimas, wajahnya tampak kuyu dan terlihat frustasi. "Jadi alasan kamu jarang pulang karena wanita itu? Viona sering nanyain kamu Mas, Viona rindu papanya, kangen main sama papanya, dibacakan dongeng setiap malam. Tapi apa yang kamu lakukan, kamu malah jalan-jalan bersama dengan keluarga barumu, mengabaikan Viona yang selalu menunggu kamu setiap saat.

"Kamu jahat Mas." Dimas terdiam, merasa bersalah. "Dan sekarang kamu bawa mereka ke sini. Apa kurang puas kamu menyakiti aku dan Viona, hah?! Jawab! Kenapa kamu sejahat itu sama kami!" Laras mencengkram kerah baju Dimas, mengguncang tubuh pria itu yang hanya bisa diam.

"Kamu jahat Mas!" Tangis Laras semakin pecah, ia histeris. Isakannya terdengar memilukan.

"Maaf," gumam Dimas.

Laras mendongak, menatap wajah Dimas. "Kamu mencintainya?"

"Ya."

Laras memejamkan matanya sejenak, jawaban Dimas seperti belati yang mengiris-iris hatinya. Menorehkan luka yang sangat dalam.

Tidak, Laras tidak bisa berbagi cinta dengan perempuan mana pun. Jika ia tak bisa memiliki seutuhnya maka orang lain pun tak boleh memilikinya.

Laras mengambil pisau buah yang ada di meja. Dia mengarahkannya ke lehernya sendiri.

"Laras!" Mata Dimas seketika melebar saat melihat tindakan Laras.

"Kamu pilih aku atau dia?"

"Laras jangan begitu." Dimas berusaha mendekat, tapi Laras berjalan mundur menjaga jarak.

"Jawab!"

"Laras, jangan gegabah. Kita bicarakan ini baik-baik."

"Pilih aku atau dia?!" teriak Laras, putus asa.

"Aku gak bisa milih antara kalian berdua, aku mencintai kamu sama besarnya seperti aku mencintai Lina."

"Jadi kamu pilih dia?" Laras tersenyum kecut, hatinya semakin terasa perih. Tak ada gunanya lagi ia hidup, Laras lebih baik mati.

"Laras!" Dimas refleks berlari ke arah Laras saat wanita itu berniat menggoreskan pisau ke lehernya.

"Lepas!" Laras berontak karena Dimas menahan pergelangan tangannya. "Lebih baik aku mati, biar kamu puas!! Kamu bisa bebas menikahi jalang itu!!"

"Laras kendalikan dirimu!"

"Lepas!"

Laras terus berontak, Dimas berusaha sekuat tenaga menahan tangan Laras, namun hal tak terduga terjadi. Dimas tak mampu menahan Laras yang terus berontak, hingga akhirnya keduanya terjatuh.

"Aaaa ...!" Laras meringis kesakitan saat terjatuh ke lantai.

Dimas yang berada di atasnya seketika menyingkir, matanya melotot saat melihat pisau tadi menancap di perut Laras.

"Laras!" Dimas panik, dia menangkup pipi Laras. "Laras, maafkan aku."

"Aaa ... ka—mu be-reng-sek, Mas." Laras mengembuskan napas terakhir.

"Laras, Sayang bangun." Dimas memeluk jasad istrinya.

Sementara wanita di belakangnya, menutupi kedua mata putrinya. Dia berdiri kaku, terlihat jelas jika dia sangat syok melihat kejadian barusan.

"Mama," lirih Viona, terduduk lemas mencengkram pembatas tangga.

Viona menatap nanar mamanya yang sudah tak bernyawa. "Mama, jangan tinggalin Vio."

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Jac
huh..... nyesek
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Viona   1. Sekolah Baru

    Kabut pekat menyelimuti, hawa dingin menyergap. Pandangan Vio mengabur, tapi ia masih bisa melihat bayangan dua orang yang sangat dicintainya."Mama," panggil Vio. "Oma." Mata Vio berkaca-kaca, ia menerjang kabut menghambur ke arah dua orang itu.Tapi yang terjadi hanya angin yang berhasil Vio dekap. Vio mengedarkan pandangannya ke segala arah, mencari sosok keduanya yang tiba-tiba menghilang."Mama, Oma!" teriak Vio, suaranya bergema di tengah malam. "Jangan tinggalin Vio sendiri, Vio takut," cicitnya.Vio berputar, matanya terus mengedar mencari-cari sosok mama dan omanya. Tapi sepertinya sia-sia, mereka menghilang. Vio terduduk lemas, meratapi kesendiriannya."Mama, Vio takut. Oma jangan pergi. Kenapa kalian tega tinggal

    Terakhir Diperbarui : 2021-06-14
  • Viona   2. Teman

    Bayangan cowok tadi terus mengusik pikiran Vio. Seberusaha apa pun ia mengeluarkan bayangan itu dari otaknya, tetap saja bayangan itu terus berseliweran. Menari-nari tanpa permisi di dalam pikirannya.Mata elang, hidung mancung, rahang tegas dan bibir tipis, kombinasi yang sempurna. Tak heran jika cowok itu terlihat tampan dan mempesona. Sayangnya dia berwajah dingin dan menyeramkan.Bodoh!Rutuk Vio, apa yang salah dengan otaknya? Kenapa bisa-bisanya ia terkesima dengan cowok aneh itu. Vio menepis semua pemikirannya tentang cowok bernama Levin, seniornya kelas XII.Sepanjang pelajaran berlangsung, Vio tidak bisa fokus karena Reva terus mendumel. Mengomentari apa pun yang diucapkan guru pelajaran. Hingga bel pulang berbunyi.

    Terakhir Diperbarui : 2021-06-14
  • Viona   3. Bahaya

    Vio terbangun ketika alarm berbunyi nyaring memenuhi ruang kamarnya. Mata Vio perlahan terbuka, Vio mengedarkan pandangannya. Ia masih dalam posisi duduk bersandar di pintu.Vio bangun karena alarm terus berbunyi, Vio segera mematikannya. Vio melirik sekilas jam weker yang sudah menunjukkan pukul enam kurang lima belas menit. Ia segera masuk ke kamar mandi, membersihkan diri.Tak butuh waktu lama untuk Vio mandi dan mengenakan seragamnya. Kini ia sudah berdiri di depan cermin, memandangi pantulan diri. Vio terdiam memperhatikan wajahnya, lebih tepatnya mata Vio yang sembab karena semalaman menangis.Untuk menyamarkan itu Vio memakaichusiondan bedak, megoleskan sedikitliptintpada bibirnya yang tampak pucat. Vio tampak cantik dengan rambut panjan

    Terakhir Diperbarui : 2021-06-14
  • Viona   4. Mimisan

    Vio menghela napas untuk yang kesekian kali. Melihat antrian yang begitu panjang, membuat kesal Vio semakin memuncak. Gara-gara minumannya diambil Levin, mau gak mau Vio harus membeli di kantin dan mengantri panjang di kasir.Kaki Vio sudah pegal kelamaan berdiri, hingga akhirnya tiba giliran Vio. Baru saja Vio meletakkan botol airnya, tiba-tiba seseorang menyerobot antrian."Kyaaa!!" teriak Vio, hilang sudah kesabarannya.Cowok itu menoleh, menatap Vio dengan datar."Lo harusnya ngantri, bukan nyerobot gitu aja," gerutu Vio.Cowok itu mendengus, mengabaikan Vio dan kembali berbalik. Vio melotot, emosinya semakin menggebu-gebu. Apa-apaan coba? Dirinya sudah ngantri lama tiba-tiba dis

    Terakhir Diperbarui : 2021-06-14
  • Viona   5. Turth or Dare

    Bel pulang sekolah berbunyi, gerombolan Lando sudah bertengger di parkiran. Lando sendiri duduk di atas kap mobilnya, menyesap rokok yang ada ditangan."Muka lo kenapa?" tanya Fano yang baru tiba."Biasa," jawab Lando, kembali menyebulkan asap rokok ke udara."Lo gak tahu Fan? Dia abis di pukulin tadi ...." Temannya seketika mengatupkan bibirnya, karena Lando melototinya."Lo berantem lagi? Sama siapa?" tuntut Fano, meminta penjelasan.Lando mendengus, membuang puntung rokok ke tanah lalu menginjaknya. "Gak penting," ucap Lando."Seterah." Fano tak lagi menggubris Lando, ia memilih merokok dari pada menanyai Lando yang keras kepala.

    Terakhir Diperbarui : 2021-06-14
  • Viona   6. Terjebak

    Viona bersumpah pada dirinya sendiri, untuk tidak lagi datang ke rumah Reva. Vio benar-benar menyesal, sekarang dirinya justru terjebak di dalam rumah Reva tanpa bisa pulang karena di luar hujan deras.Vio benar-benar mengutuk hari ini. Hari yang begitu sial, hari di mana ia kehilangan ciuman pertamanya dan lebih sialnya lagi, Levin yang merenggutnya.Arrggg! Vio mengerang frustasi. Merutuki diri sendiri.Apa tidak ada cowok lain? Kenapa harus Levin?Ponsel Vio tiba-tiba berbunyi, mengalihkan perhatiannya. Vio segera menjauh dari teman-temannya, mencari tempat sepi untuk menjawab telepon."Halo," ucap Vio ketika sambungan telepon diangkat.

    Terakhir Diperbarui : 2021-06-14
  • Viona   7. Basecamp

    Lando mendengus, ketika melihat Levin menggendong seorang cewek. Cewek yang sama dengan cewek kemarin. Lando semakin penasaran apa hubungan Levin dengan cewek itu? Kalau benar cewek itu spesial untuk Levin, itu akan jadi kesempatan bagus bagi Lando menjatuhkan Levin.Lando tersenyum miring, ia kembali berjalan menuju kelasnya. Bel masuk berbunyi dan kebetulan kelas Lando jam kosong. Ia duduk di bangku paling belakang, menyesap rokok dan menyebulkannya ke udara."Lo udah dapet apa yang gue minta?" Suara Lando menginterupsi teman-temannya yang sedang mabar, seketika mereka menoleh. Lando melemparkan tatapannya ke salah satu temannya."Ah, sudah?" ucap Erik yang paham dengan ucapan Lando barusan. "Namanya Viona," kata Erik mulai memberitahu, matanya kembali fokus ke layar ponsel dan jemar

    Terakhir Diperbarui : 2021-06-14
  • Viona   8. Mutiara

    Vio berusaha mengontrol tubuhnya, ia menyeret kakinya melangkah mengikuti Reva masuk ke dalam. Vio mengabaikan Levin yang tengah menatapnya dengan ekspresi tak terbaca.Cowok aneh!Vio heran, kenapa Levin terus memandanginya? Perasaan gak ada yang aneh sama penampilannya. Vio hanya memakai kaus oblong dan celana jeans selutut, ia pikir penampilannya biasa aja.Lalu kenapa Levin menatapnya seperti itu?"Vi, sini dah. Gue kenalin lo sama yang lain." Reva menarik lengan Vio, menyentak Vio dari pikirannya. Reva membawanya ke ruang tengah. "Gaesss, kenalin temen gue. Namanya Viona."Vio menarik kedua sudut bibirnya, mengulas senyum terpaksa. Vio menatap satu-persatu teman-teman Reva, mere

    Terakhir Diperbarui : 2021-06-14

Bab terbaru

  • Viona   Malam Terindah

    Meski sempat mengalami penurunan kesehatan selama beberapa hari lepas kepergian Keyla dan mama tirinya ke Australia, kesehatan Viona berangsur pulih berkat dukungan dari Levin yang selalu ada di sampingnya dan juga om Anton yang selalu mengupayakan berbagai opsi untuk penyembuhan. Teman-teman Levin juga selalu mengunjungi Viona, mereka sering menghibur Viona agar tidak larut dalam kesedihan.Awalnya Dokter menolak usul dari om Anton untuk segera melakukan operasi transplantasi sumsum tulang belakang dengan alasan kesehatan Viona yang belum stabil. Namun, setelah beberapa hari pemantauan dan kesehatan Viona mulai membaik. Dokter akhirnya setuju untuk segera melakukan operasi tersebut.Kini sebulan pasca operasi sumsum tulang belakang dijalani Viona. Proses pemulihan Viona juga berjalan lancar. Sekarang keadaannya jauh lebih baik, m

  • Viona   Nggak Sabar

    Reva menatap nanar alat cukur rambut di tangannya. Rasanya begitu berat ketika ia harus memakai alat tersebut. Padahal selama ini ia biasa memakai alat itu untuk mencukur rambut Sam dan teman-teman cowok di tongkrongannya yang nggak mau modal buat kebarbershopdan memilih gratisan memakai jasanya.Viona yang menyadari keterdiaman Reva, sontak menoleh ke belakang. Di mana gadis itu berdiri di belakang kursi rodanya. "Rev, kenapa?" tanyanya.Reva tersadar, dengan cepat mengubah ekspresinya. Ia tidak mau kalau sampai Viona melihat raut wajahnya yang sedih. "Eh, nggak papa kok." Reva menyengir, berharap Viona tidak curiga.Namun, bukan Viona namanya kalau langsung percaya begitu saja. Viona menatap lekat wajah Reva, menyalami pandangan gadis itu, seolah mencari kebenara

  • Viona   Kesempatan Terakhir

    Sudah berbulan-bulan Dimas memandangi Viona yang sedang terlelap dari balik kaca yang ada di pintu ruang rawat Viona. Tak sekalipun ia berani menunjukkan batang hidungnya di depan putri kandungnya itu. Meski keinginan untuk melihat lebih dekat terus menggebu dalam dada, tapi perasaan bersalah menahannya sampai depan pintu.Dimas menyeka air matanya, hal yang sering terjadi setiap kali ia memandangi Viona yang meringis menahan sakit bahkan dalam keadaan tak sadar. Seperti yang saat ini ia saksikan, Viona terus merintih dalam tidurnya. Ingin sekali Dimas masuk ke dalam, membelai lembut kepala putrinya, menenangkan atau kalau perlu mengambil alih rasa sakit itu. Walau ia tahu, keadaannya sudah berubah dan tak ada yang bisa ia benahi lagi. Meskipun rasa penyesalan terus merongrong, tapi semua sudah terlambat, keegoisannya membuat semua yang ia lakukan saat ini pun sia-sia.

  • Viona   Manis

    Setelah seharian mencari ke sana-sini tanpa ada kejelasan, akhirnya Lina menemukan titik terang ketika ia mendapatkan telepon dari Viona yang mengatakan kalau Keyla ada di sana. Berkali-kali Lina mengucap rasa syukur, kekalutan dalam pikiran dan benak yang berkecamuk berangsur melega seiring dengan laju mobil Dimas menuju ke rumah sakit———tempat Viona dirawat saat ini.Awalnya Lina memutuskan untuk pergi dari rumah, bahkan ia sudah mengemasi beberapa pakaiannya dan pakaian Viona untuk beberapa waktu ke depan. Ia ingin menenangkan diri sekaligus memberikan efek jera pada suaminya yang egois dan keras kepala, berharap dengan kepergiannya sesaat akan membuat Dimas paham dan mau berubah.Namun, serangkaian rencana yang sudah ia rancang dengan matang harus berakhir berantakan ketika ia menerima panggilan dari wali kelas Key

  • Viona   Korban

    Semilir angin bertiup lambat, udara yang begitu sejuk saat menjelang sore. Hilir mudik petugas medis menjadi pemandangan yang biasa di koridor rumah sakit. Namun, mata Anton tak sedikitpun teralihkan, fokusnya masih tertuju pada Viona yang tengah duduk di taman ditemani oleh Levin. Senyumnya mengembang melihat keponakannya dapat tersenyum lagi, padahal beberapa hari yang lalu tampak sangat terpuruk. Anton bersyukur karena usahanya meyakinkan pak Tama tidak sia-sia, apalagi fakta kalau mereka merupakan relasi bisnis mempermudah semua usahanya untuk membawa Levin."Jadi, apa langkah selanjutnya Dok? Sepertinya keadaan Viona sudah mulai stabil, apa kita bisa langsung melangkah ke step selanjutnya? Bukankah lebih cepat jauh lebih baik untuk kesembuhan Viona?" Anton menolehkan kepalanya pada Dokter Bima yang berdiri di sampingnya, Dokter spesialis Hematolog yang menangani kasus Viona beberapa

  • Viona   Aku di sini

    Viona terbangun saat merasakan usapan lembut di pipinya, membuat kelopak matanya perlahan terbuka. Samar terlihat wajah seseorang yang selalu mengisi pikirannya akhir-akhir ini, seseorang yang selalu ia tunggu kehadirannya. Namun, ia sadar kalau orang itu tidak mungkin datang dan yang ia lihat hanyalah bayangan semu.Viona menghela napas panjang, begitu kecewa. Ia memalingkan wajahnya ke arah lain. "Kamu di mana Vin, aku merindukanmu," gumam Viona seraya memejamkan matanya kembali, berharap mimpi buruk ini segera usai."Aku di sini." Suara yang sangat familiar itu menyentak Viona, matanya seketika terbuka lebar dan menatap seseorang di sampingnya yang kini terlihat lebih jelas dari sebelumnya."Levin," lirih Viona, setengah tak percaya kalau yang dilihatnya memang Levin, bukan se

  • Viona   Kecolongan

    Viona terbangun ketika mendengar suara dari samping, matanya perlahan terbuka bersamaan dengan harum maskulin yang menyeruak ke indera penciumannya. Samar-samar ia melihat sesosok cowok berdiri membelakangi dirinya, seakan yakin kalau itu Levin, Viona lantas memanggilnya."Levin." Suara Viona yang terdengar pelan berhasil menarik atensi cowok itu. Namun, ia harus menelan kekecewaan ketika netranya menangkap dengan jelas wajah cowok itu saat membalikkan badan dan ternyata cowok itu bukan Levin, melainkan orang lain."Hai," sapa cowok itu, menyunggingkan senyumnya seramah mungkin. "Gimana keadaan lo——""Ngapain lo ke sini?" sergah Vio, memotong ucapan cowok itu. Ekspresinya terlihat tidak menyukai kehadiran cowok itu."Ngapa

  • Viona   Rindu

    Dimas bergegas pulang lebih cepat ketika Laras—istrinya——memberitahukan kalau Viona demam. Putri kesayangannya yang baru berusia satu tahun itu mengalami demam tinggi sejak siang.Sesampainya di rumah, Dimas segera berlarian masuk menuju kamar Viona. Namun, ketika ia sampai di depan kamar, suara dari dalam menghentikan langkahnya."Stop Anton! Hentikan omongkosongmu! Dia bukan anakmu! Harus aku bilang berapa kali, dia bukan anakmu!"Dimas terkesiap kala mendengar teriakan Laras dari dalam kamar. Apalagi istrinya itu menyebut nama Anton, adik angkatnya. Dimas masih terdiam di depan pintu yang tertutup rapat, menahan rasa penasaran yang menggebu-gebutentang apa yang sedang terjadi di dalam sa

  • Viona   Surat Wasiat

    Dimas duduk termenung, memandangi Viona yang terbujur lemas tak berdaya di atas ranjang rumah sakit dengan selang infus menancap di tangannya. Sudah satu jam berlalu ia duduk tanpa melakukan aktivitas apa pun selain menatap wajah pucat Viona, seraya mengusap tangan putrinya itu yang terdapat memar."Putri Anda terkenaLeukemia limfositik kronisatau yang biasa disebut kanker darah."Ucapan Dokter yang memeriksa Viona kembali berputar-putar di kepala Dimas, seperti kaset rusak yang berhasil menghancurkan tembok kokoh dalam hatinya. Sekeras apa pun ia menahan diri untuk tidak menangis, nyatanya pertahanannya runtuh. Air mata yang ditahan di pelupuk mata seketika keluar bagaikan air bah."Maafkan papa, Viona." Dimas terisak, menutup wajahnya yang tak kuasa menu

DMCA.com Protection Status