Share

Vice Versa
Vice Versa
Author: Pandalica

Prolog

Author: Pandalica
last update Last Updated: 2021-09-27 11:53:03

Sepotong tubuh berkulit cerah meronta-ronta di atas brankar. Napasnya memburu bukan tanpa sebab. Ratusan detik yang lalu, ia dikejar-kejar oleh dua pria berbadan dua kali lebih besar. Banjir keringat membasahi kaos oblongnya. Ia terlalu lelah, tenggorokannya kering. Teriakan minta tolong hanya sampai di ubun-ubun dan ujung lidahnya.

Kacamata hitam membuat wajah para pengejar nampak buram, menambah kesan seram. Mereka menahan dan mengikat tubuh sang remaja—dada, pinggang, dan kakinya—dengan tiga pasang sabuk hitam yang memiliki lebar 5 cm. Hal itu tidak mematikan semangat hidup sang remaja. Ia memusatkan rontaan pada kedua kakinya, berusaha melonggarkan ikatan yang ada.

“Duk! Duk! Duk!”

Tapi ... mustahil. Ikatannya tidak bergeser sedikit pun. Suara kaki yang beradu dengan bantalan brankar menggema di lorong yang sunyi. Hampir tidak ada tanda-tanda kehidupan selain dirinya, para pengejar, dan seseorang yang berpakaian serba putih. Wajahnya tidak nampak jelas akibat cahaya lampu yang remang.

Sang remaja mengerjap-erjap, memfokuskan penglihatannya. Ia ingin sekali mengucek matanya yang memerah. Si pria serba putih perlahan-lahan mendekat. Wajahnya mulai terukir dengan jelas, tepat di retina sang remaja. Ia memiliki jenggot hitam terkepang rapi yang mencolok.

Matanya seketika melebar, menyadari benda yang dibawa oleh si pria. Sebuah suntikan dengan cairan berwarna hijau bening yang mencurigakan. Sang remaja menelan ludah, hidup atau mati sudah ada dihadapannya. Ia yakin itu.

“To—to ...,” desah sang remaja. Suaranya mirip anak ayam menangis.

Si pria menimbang-nimbang takaran cairan suntikan. Ia mengelus dagu untuk meyakinkan diri. Sedikit demi sedikit, jarum didorong masuk ke permukaan kulit. Sang remaja mengeraskan badannya hingga kaku sebagai bentuk penolakan. Namun sayang, tindakannya tidak menggerakan belas kasih si pria sama sekali. Reaksi balik yang terjadi.

“Argh!” erang sang remaja.

Si pria melirik jam tangan. Mulutnya berkomat-kamit, menghitung mundur. Ia sengaja menyuarakannya dengan lantang. Tiap ia mengucapkan satu kata, erangan itu bertambah setengah oktaf.

“Tiga.”

“Sa—“ Tubuhnya mengejang. Ia tidak dapat mengendalikannya.

“Dua.”

“Ki—“ Ia mulai kesulitan membuka kelopak mata. Berat. Jemarinya masih bisa ia gerakkan sepersekian detik sebelum ...

“Satu.”

Senyap. Pasien lelap. Bak dihantam batu besar yang menariknya kepada gelap. Ia berharap dirinya sudah mati agar tidak perlu berjuang lagi.

Brankar didorong menuju ruangan yang tidak biasa. Ukurannya sekitar 10x10 meter. Kubus itu hampir tidak berisi apa-apa. Cahaya dari jenis lampu panggung yang digantung di langit-langit, hanya menyorot sebuah mesin di tengah-tengah. Seolah hanya mesin itu yang paling penting dibandingkan kegelapan yang menyelimuti ruangan.

Sepasang pria berjaket kulit melepaskan ikatan sabuk dengan sigap. Cepat dan berhati-hati agar tidak menimbulkan bunyi. Mereka memindahkan pasien ke atas kasur tipis dekat mesin dan menyelimutinya dengan kain putih. Kain kafan.

“Bodoh! Hanya ini yang ada? Dia belum menjadi mayat!” bentak salah satu dari mereka.

“Ya, cuma ini yang aku temukan. Kalau protes, cari saja sendiri,” balas satunya lagi dengan dagu terangkat.

“Kau—.”

“EHEM!” Si pria serba putih, pria paling tua di ruangan itu, berdeham keras. Tangannya terlipat di dada. Heran melihat tingkah yang lebih muda.

Sepasang pria yang ditegur sontak berbalik. Menegangkan badan dengan tatapan lurus ke depan. Siap menerima perintah selanjutnya. Perdebatan kecil barusan dilupakan dengan segera.

“Kalian yakin kali ini akan berhasil?”

“Presdir menjaminnya, Dokter,” balas salah satu ajudan.

“Kondisi fisik dan mentalnya paling penting. Sudah berapa lama kalian mengawasi dia?”

Mereka saling tatap mendapat pertanyaan itu. Mereka mengangguk bersamaan tanpa aba-aba dan menjawab yakin, “Tiga tahun, Dokter.”

Sang dokter terperanjat. Pupilnya semakin melebar, menyisakan sedikit putih. Tulang pipinya yang menonjol semakin jelas. Ia kini lebih mirip drakula kelaparan berwajah frakenstein daripada dokter.

“Presdir menitipkan permohonan maaf karena sudah mengecewakanmu, Dokter. Tapi—.”

“Dia anak emas begitu?!” potong sang dokter.

Sepasang ajudan itu mengangguk sambil menelan ludah. Mereka takut akan diperlakukan sama seperti sang pasien. Badan mereka memang besar tetapi nyalinya sangat kecil.

Tarik, embus. Tarik, embus. Sang dokter berusaha menenangkan diri. Melampiaskan amarah pada mereka tidak ada gunanya, yang ia ingini adalah sang presdir.

“Seberapa yakin wanita tua itu pada bocah tak berdosa ini?”   

“Lebih dari yang sebelumnya. Dokter juga melihat potensinya ‘kan?” Begitulah pesan presdir. Membawa-bawa pasien sebelumnya dapat menjadi obat penenang bagi sang dokter.

Ia tidak dapat menyangkal. Ia memang mengagumi anak yang pernah ia temui beberapa tahun lalu. Mulai dari kecerdasannya hingga kepribadiannya. Ia bertanya-tanya kabar anak itu sekarang.

“Jika benar apa yang kalian ramalkan, berikan posisi yang lebih tinggi padaku. Kalau tidak ... bawa dia ke hadapanku! Cangkam baik-baik. Sampaikan pada wanita tua itu,” perintahnya.

“Siap, Dokter!”

Sang dokter memainkan kacamata ovalnya sembari melirik sang pasien. Senyum simpul terulas. Ia memamerkan gigi yang salah satunya berwarna emas. “Ngomong-ngomong, terima kasih atas hidangannya. Dia sangat tampan.”

Related chapters

  • Vice Versa   Mengganggu dan Menggelitik

    Senin, 04 Juli 2022 Kiri, kanan. Kiri, kanan. Siswa dan siswi berjaga-jaga dalam menyebrang jalan. Mereka berhamburan hingga berlarian menuju gerbang. Penampang besi menyerupai alfabet terpampang di atas gerbang merangkai tulisan: SMA Yudhis. Tembok pagarnya seputih awan dan menjulang tinggi—bersaing dengan pepohonan. “Mari kita saksikan penampilan dari ekskul karate!” Suara TOA menggaung ke seluruh penjuru halaman dan sayup-sayup terdengar hingga gerbang. Dua hari pertama adalah kesempatan emas bagi setiap anggota ekstrakurikuler—disingkat ekskul—untuk promosi. Halaman depan telah dipadati para murid yang menonton atraksi. Meja berjajar di sisi luar lapangan sebagai tempat mendaftarkan diri. Rayuan para kakak kelas tidak berhasil menggaet dirinya. Laki-laki jangkung dengan rambut hitam berponi. Ia berjalan menerobos kerumunan, tidak berminat dengan setiap taktik yang ada. Tawaran minuman gratis hingga anggota yang memiliki dewi kecantikan, gagal mena

    Last Updated : 2021-09-27
  • Vice Versa   Rabu Ripuh

    Rabu, 06 Juli 2022 Pagi hingga siang di hari Rabu, waktunya jam khusus. Ke lima kelas angkatan kelas X membentuk kelompok belajar yang sudah ditetapkan. Informasi hanya diberikan melalui papan pengumuman yang ada di tiap lantai. Murid-murid membludak, berlomba-lomba mengecek calon teman barunya. Lorong-lorong kini lebih mirip gorong-gorong yang dipenuhi cicitan tikus. Tidak sedikit yang berlari-lari kecil menuju gedung pelaksanaan jam khusus. Padahal dekat, tinggal guling-guling dari gedung utama. Ruang kelasnya lebih kecil dari gedung sebelah. Hanya 5x5 meter. Saling berhadapan satu sama lain dan berjumlah empat belas. “Sepuluh orang tiap kelas? Pelajaran macam apa yang akan kita terima?” Anya menggerutu pada Intan. “Katanya beragam. Ada pelajaran musik, olahraga, ber—.” “Kata siapa?” potong Anya. “Kakak kelas.” “Siapa?” tandas Anya. Matanya penuh selidik, berusaha menafsir ucapan Intan. Tidak ada jawaban. “Aku

    Last Updated : 2021-09-27
  • Vice Versa   Kebas di Lapas

    Cor beton. Kasur baruku selama satu dekade ke depan. Kepalaku kini beralaskan botol mineral. Dingin dan sedikit lembab. Kadang-kadang ada yang bergerak-gerak di ujung kakiku saat kegelapan datang. Apa itu? Sudah tiga hari ku cari tahu, tetapi belum ketemu. Teman baruku hanya mengatakan bahwa itu hewan peliharaan. Milik seisi rumah.Esoknya aku sengaja terjaga karena ingin berkenalan dengan peliharaan itu. Dengkuran teman-temanku saling bersahutan satu sama lain. Andai saja ada kamera. Aku ingin mengabadikannya. Suara tetesan air dari keran bocor pun menggema. Aneh, padahal kamar mandi ada di ujung lorong.Mataku menari-nari di bawah remang lampu yang tidak seberapa. Hanya bohlam kuning tergantung di langit-langit yang menjaga kewarasanku dan kawan-kawanku dalam gelap. Dimana kamu, peliharaan? Keluarlah, aku ingin menyapamu kembali. Telapak kakiku merah-merah kamu buat tiap hari.“Cit! Cit! Cit!”Itu dia! Telinganya sangat lebar di antara jenis

    Last Updated : 2021-09-27
  • Vice Versa   Di Tarik Pulang

    Rabu, 06 Juli 2022 Daniarsyah Faldy Yunus. Nama pesaing Kak Juan cukup berlawanan dengan nama Juan Juandi yang mudah diingat. Tabian tidak pernah melihat batang hidung laki-laki bernama Daniarsyah ini termasuk dalam promosi eskul kemarin. Serius nih? Kalau Kak Juan sampai teriak-teriak pakai TOA. “Jangan dipandangin lama-lama. Nanti naksir,” goda seseorang. “Ka Juan?” “Mau pulang?” Tabian mengiyakan. “Ayo bareng.” Gedung utama mulai sepi. Sepanjang jalan dari lorong hingga halaman depan, hanya anggota osis yang terlihat. Mereka lalu lalang untuk mempersiapkan acara pemilihan ketua osis SMA Yudhis ke-10 yang sebentar lagi dilaksanakan. Jumat depan. “Hebat ya, masih semester tiga sudah terpilih jadi ketua osis,” puji Tabian asal. Ia mengamati reaksi Juan dari setiap perubahan pada raut wajahnya. Kening, alis, pupil mata, lekukan bibir, apapun itu. Tabian mencari setitik tanda. Juan tertawa kec

    Last Updated : 2021-09-28
  • Vice Versa   Penelusuran Sore

    Kamis, 14 Juli 2022 "Tadi sampai dimana?" tanya Tabian dengan wajah tanpa dosa. "Semua fokus!" perintah Glen dari depan kelas. Glen menyampaikan bahwa Ricardo telah terlibat dalam sebuah insiden. Ricardo dituduh telah melukai Tommy, anak kelas X-4. Tommy sekarang dirawat di rumah sakit akibat luka tusukan di perutnya. Satu-satunya saksi mata adalah Ricardo karena ia orang terakhir yang bertemu dengan Tommy. Namun keputusan akhir menyatakan bahwa Ricardo adalah pelakunya. Masalah semakin besar ya? Tabian kini melirik ke kiri dan ke kanan. Hujatan demi hujatan dilontarkan pada Ricardo. Sebagian kelas memperlihatkan kebencian dengan nyata. Semakin parah. Tabian menyimpulkan. “Tolong tenang, teman-teman. Aku belum selesai. Ricardo, silahkan terangkan pada mereka.” Ricardo berdiri dari belakang mejanya. Mulutnya tidak melebar seperti biasanya. Dadanya lapang, siap menerima olokan. “Silahkan kalian i

    Last Updated : 2021-09-29
  • Vice Versa   Langkah Terakhir

    Kamis, 14 Juli 2022 “Apa tujuanmu?” tantang Hanna. Tabian melirik sekilas dan kembali fokus dengan layar handphone. “Maksudnya?” “Tiba-tiba punya minat pada Ricardo,” selidik Hanna. Tabian menghela napas sejenak. “Anggap saja, aku tidak mau dapat hukuman karena poin kelas kita rendah.” “Aku tidak percaya.” “Itu urusanmu.” Tabian mulai menjauhi Hanna. Ia membungkuk dan mendekatkan wajah ke tanah sekitar TKP. Ia terdiam menganalisis sesuatu yang sepertinya tidak dapat dilihat oleh mata manusia sembari meraba tanah merah. Ia memicingkan mata tiba-tiba lalu berjongkok. Hanna tidak mau kalah. Sedari tadi ia telah mencatat segala sesuatu yang ditangkap panca indranya. Bidang tanah merah berukuran sekitar 10x5 meter, rerumputan liar yang menjulang tinggi hingga sebahu orang dewasa, dan tembok gedung tanpa jendela. Pagar besi memanjang hingga ujung lapangan sepak bola dan dibaliknya ada tanah kosong seperti habis dipangk

    Last Updated : 2021-09-29
  • Vice Versa   Para Penghuni Lapas

    Aku duduk dikelilingi oleh teman-teman baru yang berumur dua minggu. Tidak sedikit yang mengerutkan kening mendengar ceritaku barusan. Apa mereka juga belum mengerti taktik yang aku rencanakan? "Tabian." "Ada apa, Tuan Handoko?" Tuan Handoko yang memiliki badan paling kekar diantara para tahanan mulai bangkit dari zona nyaman. Lengan kanannya yang bertato gagak hitam bergerak-gerak seiring ia mengelus dagunya yang kasar akibat cukuran. Aku tidak sengaja berpapasan dengan Tuan Handoko kemarin, jadinya tahu bagaimana perjuangannya mencukur dengan silet setengah tumpul. "Seberapa cantik si Fisesa itu? Apakah dia seksi?" Ah, bodohnya aku. Seharusnya aku bisa menebak isi kepala Tuan Handoko. Ia dan kawan-kawannya lebih fokus pada teman-teman cewekku daripada cerita itu sendiri. Apa yang harus aku jawab agar Tuan Handoko merasa senang? Fisesa memang memiliki mata yang indah dengan kecokelatan. Tetapi, ia sulit didekati bahkan sebagai teman s

    Last Updated : 2021-09-30
  • Vice Versa   Sidang

    Senin, 20 Juli 2022 Bel pulang sekolah berdering menjadi tanda dimulainya persidangan. Para perwakilan masing-masing pihak terkait memasuki ruang rapat sekolah. Air muka mereka mengeras dan sulit berseri-seri. Masa depan seseorang sedang dipertaruhkan di sini. Tiga meja panjang dirangkai membentuk huruf U. Setiap sisinya diisi oleh perwakilan kelas X-1, kelas X-4, dan pimpinan sidang, yaitu Juan serta Nanda, sekretaris osis. Selain Juan, tidak ada yang tahu bahwa seseorang sedang meneliti. Kepala sekolah mengawasi dari balik jendela satu arah. Ruang rapat terhubung dengan bilik kerja kepala sekolah melalui jendela itu. Ia menyeduh kopi sambil menikmati tontonannya. Tanpa basa-basi, Juan membuka sidang dengan pembacaan beberapa peraturan. Hal paling penting adalah setiap kesaksian harus disertai dengan bukti, minimal konfirmasi dari dua orang. Pengecualian untuk konteks tertentu. “Sekarang saya persilahkan perwakilan Ricardo untuk memberi pembe

    Last Updated : 2021-09-30

Latest chapter

  • Vice Versa   Di Balik Topeng

    Senin, 01 Agustus 2022 Apa yang akan kalian lakukan jika dua perempuan muda dengan gerak-gerik aneh mencegat kalian ketika ingin makan siang? Glen memilih untuk mendengarkan. "Ada apa, Intan? Fisesa?" Intan menyenggol pinggang Fisesa."Glen, boleh minta waktunya sebentar? Ada yang mau Intan sampaikan." Mereka bertiga kemudian melingkari meja Fisesa. Glen berada di tengah-tengah. "Jadi begi--." "Glen? Ayo ke kantin!" Sekonyong-konyong Tabian muncul. Intan mengepalkan tangannya diam-diam. Ia berusaha tersenyum semanis mungkin. "Aku pinjam temanmu sebentar ya, Tabian." "Oh? Oke, aku tunggu," balas Tabian singkat. Ia mendaratkan tubuhnya tanpa beban di bangku miliknya. Fisesa dan Intan beradu pandang secara otomatis. Fisesa mengangguk untuk meyakinkan Intan. "Jadi begi--." "Intan~" panggil seorang laki-laki yang paling tidak diinginkan saat itu. Intan memutar bola matan

  • Vice Versa   Sambutan dan Terima Kasih

    Dear teman-teman pembaca, Halo, aku Pandalica. Terima kasih sudah mengikuti cerita Vice Versa hingga chapter ini ya. Aku mengapresiasi antusiasme teman-teman sekalian. Vice Versa berasal dari kata serapan bahasa Latin yang artinya 'dan sebaliknya.' Kata ini aku pilih sebagai judul novelku untuk mewakili petualangan Tabian dalam memecahkan misteri di sekolahnya. Bagaimana pendapat teman-teman dengan cerita Tabian? Aku tunggu ya masukan dan kritiknya. Karena penulis tidak dapat berkembang tanpa masukan dari para pembaca. Oh iya, outline cerita ini sudah selesai dari setahun yang lalu lho dan penulis sedang meramunya agar menjadi cerita yang menarik. Mohon doa dan dukungannya ya! Salam kasih, Pandalica

  • Vice Versa   Sebuah Alasan

    Jum'at, 29 Juli 2022 Fisesa adalah salah satu murid kelas X-1 yang langganan datang paling cepat. Ia mendapati Intan telah duduk di tempatnya dengan berbalut jaket abu-abu pagi itu. "Fisesa, kamu mau makan-makan gratis?" tanya Intan dengan mata berbinar. Cat kuku beningnya berkilauan dari balik lengan jaket, menambah kesan menggemaskan. "Terima kasih, tapi aku sudah punya." Fisesa menyodorkan buku agenda cokelatnya. Di sana terselip beberapa kupon makan dan struk belanja yang lupa dibuang. "Tapi inijapanese food lho." Sebuah kupon makan dengan gambar ramen dan sumpit menyembul tiba-tiba dari balik telapak tangan Intan. Bagaimana ia bisa tahu aku suka itu? Fisesa mendongak. Samar-samar ia dapat membaca sebuah kata: Ichibento. Nama kafe terkenal yang menyediakan makanan Jepang di daerah Tangerang. "Aku hanya ingin minta tolong satu hal." Intan menggigit bibir bawahnya perlahan dan menempelkan kedua ujung t

  • Vice Versa   Dua Sisi Koin

    Rabu, 27 Juli 2022 Minggu lalu Tabian dan teman sekelasnya pada jam khusus diberi PR untuk merangkum novel karya Jostein Gaarder. Setiap anak mendapat bagian filsuf yang berbeda. Tabian pun berkenalan dengan murid Plato, yaitu Aristoteles. Dua minggu lalu tentang matematika, sekarang tentang bahasa. Apakah seperti ini pola mengajar sekolah Yudhis yang membuatnya begitu terkenal? Bagaimana dengan kelas lain? Sekolah Yudhis merupakan salah satu sekolah terbaik karena sebagian besar lulusannya mendapat undangan untuk melanjutkan studi baik di luar negeri maupun dalam negeri. Beberapa media khususnya yang berfokus pada pendidikan sering menyorot sekolah ini dalam berita. Para kritikus pun sering membahas sekolah Yudhis jika mengangkat topik sistem pendidikan di Indonesia. Seperti persidangan lalu yang ditangani dengan cepat dan tuntas. Berita tersebut sudah menyebar ke seluruh penjuru sekolah dengan versinya masing-masing. Ricardo tidak dihukum s

  • Vice Versa   Sidang

    Senin, 20 Juli 2022 Bel pulang sekolah berdering menjadi tanda dimulainya persidangan. Para perwakilan masing-masing pihak terkait memasuki ruang rapat sekolah. Air muka mereka mengeras dan sulit berseri-seri. Masa depan seseorang sedang dipertaruhkan di sini. Tiga meja panjang dirangkai membentuk huruf U. Setiap sisinya diisi oleh perwakilan kelas X-1, kelas X-4, dan pimpinan sidang, yaitu Juan serta Nanda, sekretaris osis. Selain Juan, tidak ada yang tahu bahwa seseorang sedang meneliti. Kepala sekolah mengawasi dari balik jendela satu arah. Ruang rapat terhubung dengan bilik kerja kepala sekolah melalui jendela itu. Ia menyeduh kopi sambil menikmati tontonannya. Tanpa basa-basi, Juan membuka sidang dengan pembacaan beberapa peraturan. Hal paling penting adalah setiap kesaksian harus disertai dengan bukti, minimal konfirmasi dari dua orang. Pengecualian untuk konteks tertentu. “Sekarang saya persilahkan perwakilan Ricardo untuk memberi pembe

  • Vice Versa   Para Penghuni Lapas

    Aku duduk dikelilingi oleh teman-teman baru yang berumur dua minggu. Tidak sedikit yang mengerutkan kening mendengar ceritaku barusan. Apa mereka juga belum mengerti taktik yang aku rencanakan? "Tabian." "Ada apa, Tuan Handoko?" Tuan Handoko yang memiliki badan paling kekar diantara para tahanan mulai bangkit dari zona nyaman. Lengan kanannya yang bertato gagak hitam bergerak-gerak seiring ia mengelus dagunya yang kasar akibat cukuran. Aku tidak sengaja berpapasan dengan Tuan Handoko kemarin, jadinya tahu bagaimana perjuangannya mencukur dengan silet setengah tumpul. "Seberapa cantik si Fisesa itu? Apakah dia seksi?" Ah, bodohnya aku. Seharusnya aku bisa menebak isi kepala Tuan Handoko. Ia dan kawan-kawannya lebih fokus pada teman-teman cewekku daripada cerita itu sendiri. Apa yang harus aku jawab agar Tuan Handoko merasa senang? Fisesa memang memiliki mata yang indah dengan kecokelatan. Tetapi, ia sulit didekati bahkan sebagai teman s

  • Vice Versa   Langkah Terakhir

    Kamis, 14 Juli 2022 “Apa tujuanmu?” tantang Hanna. Tabian melirik sekilas dan kembali fokus dengan layar handphone. “Maksudnya?” “Tiba-tiba punya minat pada Ricardo,” selidik Hanna. Tabian menghela napas sejenak. “Anggap saja, aku tidak mau dapat hukuman karena poin kelas kita rendah.” “Aku tidak percaya.” “Itu urusanmu.” Tabian mulai menjauhi Hanna. Ia membungkuk dan mendekatkan wajah ke tanah sekitar TKP. Ia terdiam menganalisis sesuatu yang sepertinya tidak dapat dilihat oleh mata manusia sembari meraba tanah merah. Ia memicingkan mata tiba-tiba lalu berjongkok. Hanna tidak mau kalah. Sedari tadi ia telah mencatat segala sesuatu yang ditangkap panca indranya. Bidang tanah merah berukuran sekitar 10x5 meter, rerumputan liar yang menjulang tinggi hingga sebahu orang dewasa, dan tembok gedung tanpa jendela. Pagar besi memanjang hingga ujung lapangan sepak bola dan dibaliknya ada tanah kosong seperti habis dipangk

  • Vice Versa   Penelusuran Sore

    Kamis, 14 Juli 2022 "Tadi sampai dimana?" tanya Tabian dengan wajah tanpa dosa. "Semua fokus!" perintah Glen dari depan kelas. Glen menyampaikan bahwa Ricardo telah terlibat dalam sebuah insiden. Ricardo dituduh telah melukai Tommy, anak kelas X-4. Tommy sekarang dirawat di rumah sakit akibat luka tusukan di perutnya. Satu-satunya saksi mata adalah Ricardo karena ia orang terakhir yang bertemu dengan Tommy. Namun keputusan akhir menyatakan bahwa Ricardo adalah pelakunya. Masalah semakin besar ya? Tabian kini melirik ke kiri dan ke kanan. Hujatan demi hujatan dilontarkan pada Ricardo. Sebagian kelas memperlihatkan kebencian dengan nyata. Semakin parah. Tabian menyimpulkan. “Tolong tenang, teman-teman. Aku belum selesai. Ricardo, silahkan terangkan pada mereka.” Ricardo berdiri dari belakang mejanya. Mulutnya tidak melebar seperti biasanya. Dadanya lapang, siap menerima olokan. “Silahkan kalian i

  • Vice Versa   Di Tarik Pulang

    Rabu, 06 Juli 2022 Daniarsyah Faldy Yunus. Nama pesaing Kak Juan cukup berlawanan dengan nama Juan Juandi yang mudah diingat. Tabian tidak pernah melihat batang hidung laki-laki bernama Daniarsyah ini termasuk dalam promosi eskul kemarin. Serius nih? Kalau Kak Juan sampai teriak-teriak pakai TOA. “Jangan dipandangin lama-lama. Nanti naksir,” goda seseorang. “Ka Juan?” “Mau pulang?” Tabian mengiyakan. “Ayo bareng.” Gedung utama mulai sepi. Sepanjang jalan dari lorong hingga halaman depan, hanya anggota osis yang terlihat. Mereka lalu lalang untuk mempersiapkan acara pemilihan ketua osis SMA Yudhis ke-10 yang sebentar lagi dilaksanakan. Jumat depan. “Hebat ya, masih semester tiga sudah terpilih jadi ketua osis,” puji Tabian asal. Ia mengamati reaksi Juan dari setiap perubahan pada raut wajahnya. Kening, alis, pupil mata, lekukan bibir, apapun itu. Tabian mencari setitik tanda. Juan tertawa kec

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status