Home / Lainnya / Vice Versa / Mengganggu dan Menggelitik

Share

Mengganggu dan Menggelitik

Author: Pandalica
last update Last Updated: 2021-09-27 11:53:44

Senin, 04 Juli 2022

Kiri, kanan. Kiri, kanan. Siswa dan siswi berjaga-jaga dalam menyebrang jalan. Mereka berhamburan hingga berlarian menuju gerbang. Penampang besi menyerupai alfabet terpampang di atas gerbang merangkai tulisan: SMA Yudhis. Tembok pagarnya seputih awan dan menjulang tinggi—bersaing dengan pepohonan.

“Mari kita saksikan penampilan dari ekskul karate!” Suara TOA menggaung ke seluruh penjuru halaman dan sayup-sayup terdengar hingga gerbang.

Dua hari pertama adalah kesempatan emas bagi setiap anggota ekstrakurikuler—disingkat ekskul—untuk promosi. Halaman depan telah dipadati para murid yang menonton atraksi. Meja berjajar di sisi luar lapangan sebagai tempat mendaftarkan diri.

Rayuan para kakak kelas tidak berhasil menggaet dirinya. Laki-laki jangkung dengan rambut hitam berponi. Ia berjalan menerobos kerumunan, tidak berminat dengan setiap taktik yang ada. Tawaran minuman gratis hingga anggota yang memiliki dewi kecantikan, gagal menarik perhatiannya.

Pilihan sudah ditetapkan jauh-jauh hari. Ia mendekati meja di pojok lapangan. Meja itu sedikit penghuni, hanya seorang pria kurus berwajah ramah yang menyambutnya. Sebuah spanduk di belakangnya bertuliskan ‘Private Course Club.

“Hm ... Tabian Putra? Nama yang bagus,” puji si penunggu meja setelah membaca formulir. “Kami menanti kehadiranmu hari Rabu ini ya. Terima kasih sudah mendaftar.”

Sama-sama. Segera antarkan aku pada kemenangan ya, Kak. Aku tidak mau membuang-buang waktu percuma. Batin Tabian. Ia menerjemahkan isi hatinya dengan anggukan kecil.

“Woah!”

Pekikan para penonton menarik perhatiannya. Ia mendongak. Dua laki-laki berseragam putih dan berikat pinggang ungu sedang mengawasi satu sama lain. Seni bela diri. Mereka berhasil menangkis tendangan dan tinju yang dilakukan secara bergantian. Ada gerakan yang gemulai maupun gerakan yang tajam.

Menarik.

Rute tercepat untuk sampai di kelas dengan melewati dua lorong. Tabian menatap lurus ke depan tanpa menoleh kiri dan kanan, tetapi ia tidak dapat berpaling dari satu hal. Sebuah layar kecil aneh yang menggantung di atas pintu tiap kelas, menampilkan sejumlah angka: 1000.

Apa maksudnya?

Ia terhenti di pintu masuk kelas X-1. Secara otomatis, ia memindai seluruh ruangan. Hampir tidak ada bangku dan meja yang tersisa. Ia melirik tempat yang diincarnya yaitu barisan paling depan dekat jendela. Sudah ada yang memiliki. Seorang cewek berkuncir satu dengan raut serius sedang membaca buku pelajaran Kimia.

Sial. Padahal—EH?!

Sebuah sentuhan di bahu kiri membuatnya tersentak. Ia melirik ke samping. Kali ini seorang cewek dengan potongan rambut bob. Matanya tampak berbinar seperti anjing yang meminta pelukan. Tangannya begitu kecil melekat pada bahu Tabian. Namun, tidak memudarkan parasnya yang menawan.

“Aku bisa mengantar kamu ke tempat yang kosong.”

Dalam dan lembut. Begitulah kesan pertama Tabian mendengar suara cewek itu. Akan tetapi, sesuatu menggelitik hatinya. Nada semacam itu sering ia dengar dari suatu tempat. Kamarnya sendiri.

Apa ia bermaksud? Tabian menggelengkan kepala saat itu juga, melenyapkan pikiran kotor yang melintas.

“Selamat, kamu mendapat tempat yang strategis.”

Mengapa menurutmu begitu? Tabian memandangi meja dihadapannya. Bukan karena ada coretan iseng yang terukir atau kaki bangku yang tidak utuh. Letaknya yang berada di tengah ruangan, mengganggu dirinya.

“Nama aku Intan. Kamu?”

Krik, krik, krik. Tabian menjawab dengan kerlingan sesaat. 

Seketika alis Intan bertaut dengan senyum kaku melengkapinya. Waktunya Intan untuk pergi. Ia melangkah mundur secara perlahan.

Tabian menghela napas. Pasrah. Sembari mendaratkan pinggulnya, ia mengawasi seisi kelas. Beberapa kelompok mulai terbentuk, setidaknya kelompok perempuan dan laki-laki. Tetapi ada juga yang menyendiri. Intan termasuk ke dalam kelompok perempuan yang asyik merumpi di meja dekat pintu.

Suara keras yang maskulin tahu-tahu menggelegar ke seluruh penjuru kelas. Asalnya dari cowok yang berdiri di depan pintu seperti satpam sedari tadi. Ia meneriaki teman sekelasnya sendiri. Laki-laki yang memiliki aura inferior. Si bodoh kelihatannya mencari gara-gara dengan menabrak si preman. Baju si preman sampai kotor dan basah dengan minuman soda.

Ekskul mading ya? Tebak Tabian. Ia mengingat minuman gratis yang ditawarkan kepada pendaftar baru.

“Ma-maaf.”

“Enak saja! Matamu dipakai dong! Percuma ada empat!”

“A-aku harus bagaimana agar kamu memaafkanku?”

Bukan hanya suaranya yang jantan. Tubuhnya yang kekar menunjukkan bahwa ia bukan orang sembarangan. Ia melotot, seolah ada api di bola matanya. Tangannya menarik kerah seragam si bodoh.

Sesuatu menggelitik Tabian kembali. Ia coba menggali ingatannya. Pose itu ... Tetapi ia benar-benar lupa pernah melihatnya dimana.

Sedetik bibir hitam si preman melengkung sebelum memamerkan giginya yang besar-besar. Ia telah mendapat ide yang menurutnya cemerlang. Hanya berasal dari otaknya yang mungkin tidak seberapa.

“Kita cukup tolong menolong dalam dua hari ini. Mudah bukan?”

“To-tolong ... me-menolong?”

“Jangan banyak tanya! Pergi!” usir si preman.

Si bodoh kelabakan. Tanpa sadar, ia berjalan mundur. Beberapa cewek melengkingkan suara, ternyata si bodoh menabrak mereka. Tontonan tersebut menghibur si preman. Ia menunjuk-nunjuk sambil memegangi perutnya. Terbahak puas.

Polusi suara. Apa tidak ada orang yang berani menegur bocah itu?

Si preman tiba-tiba memburu masuk kelas diikuti oleh beberapa murid lain. “Ring, ding-dong!” Bel berbunyi tiga kali. Bukan bunyi itu yang memicu mereka. Seorang wanita berseragam biru tua dengan rambut bergelung muncul.

Namanya Pratiwi alias Tiwi. Ia adalah wali kelas X-1 untuk satu tahun ke depan. Matanya menatap tajam mereka satu per satu. Sesekali ia mengernyit. Ia menghidu bau kencur dalam ruangan yang dipenuhi 25 orang itu.

“Saya mengajar matematika. Siapa yang suka dengannya?” Ia mengangkat tangannya sendiri sembari mengedarkan pandangan. “Ada?” Bu Tiwi mengubah pertanyaan. “Siapa yang tidak suka dengannya?” Ia kembali mengulangi gerakan yang persis sama. “Ada?”

Tidak ada yang membuka mulut.

“Kalian maunya apa?”

Semakin tidak ada yang ingin mengangkat suara.

Bu Tiwi sejenak menutup matanya. Ia menggeleng-geleng. Tidak habis pikir. Ia mendekati bangku paling depan, memotong jarak antara dirinya dengan mereka.

“Sekarang ....” Ia kini menatapi murid terdekat dengan lekat. “Siapa yang ingin bertanya?” Murid beruntung itu adalah si bodoh. Badannya otomatis meringkuk. Tidak berani membalas tatapan Bu Tiwi.

“Saya, Bu.” Cowok berambut cokelat tua mengacungkan tangan. Namanya Glen. “Tolong jelaskan tentang layar di depan pintu, Bu. Apa maksud dari angka seribu? Mengapa hal itu tidak ada di buku panduan sekolah?”

Bu Tiwi tersenyum miring. “Saya hanya akan menjawab dua pertanyaan pertama.”

Eh? Kenapa? Tabian menelengkan kepala.

“Setiap kelas memiliki poinnya masing-masing. Khusus angkatan baru memiliki poin seribu.” Bu Tiwi mendekati papan tulis dan menulis besar-besar angka tersebut. “Terserah kalian ingin peduli atau tidak. Tetapi ....” Ia kini memicingkan mata. “Dua kelas yang memiliki poin terendah di tiap akhir semester akan mendapat hukuman.”

Kelas mulai grasah-grusuh. Glen kembali bertanya tentang hal-hal yang akan memengaruhi poin kelas. Bu Tiwi menuliskan jawabannya di papan tulis.

Penilaian kelas meliputi: ulangan bulanan, ulangan jam khusus, attitude, kegiatan non-akademik, ujian semester, dan lain-lain. Pengurangan poin kelas dipengaruhi oleh setiap individu. Selain tidak tercapainya target minimal nilai ujian, poin dapat berkurang karena tindakan pelanggaran peraturan sekolah. Khususnya bullying.

Beberapa perempuan yang suka bergosip menatap si preman diam-diam sebagai tanda peringatan: ‘Awas kalau kau macam-macam.’ Si preman mengangkat bahu, tidak peduli. Tidak ada yang bisa mengaturnya kecuali dirinya sendiri.

“Aku tidak mem­bully siapa pun,” gumamnya. “Semua ada akibatnya.”

“Bu, ada hal yang tidak saya setujui.” Kali ini Glen berdiri. “Mengapa pelanggaran per orangan menjadi tanggung jawab kita semua?” Sebagian kelas mendukung Glen dengan suara-suara kecil. Jelas-jelas mereka enggan terlibat.

“Justru karena itulah penilaian terhadap kerja sama dapat diukur.” Bu Tiwi menutup ruang pertanyaan dengan perintah untuk memilih ketua kelas. “Bukan hal yang sulit ‘kan?” Ia memulai pelajaran dengan menuliskan sebuah pertanyaan: apa itu logika.

***

Tabian enggan mengetahuinya, namun nama si preman dan si bodoh disebut-sebut saat jam istirahat. Ricardo dan Iyas. Mudah ‘tuk menebak siapa dan siapa. Untungnya, orang paling seram sedang tidak ada di kelas mendengar gosip itu. Kalau tidak, siapa yang menjamin ia tidak akan membuat rusuh?

Perut keroncongannya menuntun Tabian ke kantin. Kios-kios tersusun rapi membentuk huruf U. Tidak ada kios tanpa pelanggan yang kelaparan. Penjual dan pembeli saling meneriakkan nama pesanan. Meja dan bangku bertebaran dengan rapi di tengah-tengah. Siap diisi oleh siapa pun yang cepat mendudukinya.

Buku, diamlah di sini.

Tabian pergi dengan kepercayaan diri, tidak ada yang akan menempati. Namun saat ia kembali, ada seorang laki-laki. Berkacamata dan sinar matanya seperti matahari. Tabian pernah melihatnya, tapi dimana? Ia memijat-mijat bibirnya, tapi tetap nihil. Tidak ada rekaman memori yang muncul dalam benaknya.

“Permisi, itu bukuku. Aku duduk disini.”

Laki-laki itu langsung berdiri setelah menyadari kehadian Tabian. Senyumnya merekah. Sepasang matanya melengkung.

Ada apa dengan orang ini?

“Boleh aku bergabung denganmu? Tidak ada tempat yang tersisa,” pinta laki-laki aneh itu.

“Oke.”

Laki-laki itu mengajak Tabian bertukar nama. Ia adalah Juan Juandi, kelas XI-5. Mengetahui nama Juan tetap tidak menstimulus ingatannya. Dirinya heran, mengapa ia sangat peduli? Bukan. Ia yakin ada sesuatu dalam diri Juan yang mengganggu dirinya, tetapi Tabian tidak tahu apa itu.

“Hai, Kak Juan.” Begitulah sapaan dari murid yang tidak sengaja—atau sengaja—berpapasan dengan Juan di meja Tabian.

Siapa dia sebenarnya?

Related chapters

  • Vice Versa   Rabu Ripuh

    Rabu, 06 Juli 2022 Pagi hingga siang di hari Rabu, waktunya jam khusus. Ke lima kelas angkatan kelas X membentuk kelompok belajar yang sudah ditetapkan. Informasi hanya diberikan melalui papan pengumuman yang ada di tiap lantai. Murid-murid membludak, berlomba-lomba mengecek calon teman barunya. Lorong-lorong kini lebih mirip gorong-gorong yang dipenuhi cicitan tikus. Tidak sedikit yang berlari-lari kecil menuju gedung pelaksanaan jam khusus. Padahal dekat, tinggal guling-guling dari gedung utama. Ruang kelasnya lebih kecil dari gedung sebelah. Hanya 5x5 meter. Saling berhadapan satu sama lain dan berjumlah empat belas. “Sepuluh orang tiap kelas? Pelajaran macam apa yang akan kita terima?” Anya menggerutu pada Intan. “Katanya beragam. Ada pelajaran musik, olahraga, ber—.” “Kata siapa?” potong Anya. “Kakak kelas.” “Siapa?” tandas Anya. Matanya penuh selidik, berusaha menafsir ucapan Intan. Tidak ada jawaban. “Aku

    Last Updated : 2021-09-27
  • Vice Versa   Kebas di Lapas

    Cor beton. Kasur baruku selama satu dekade ke depan. Kepalaku kini beralaskan botol mineral. Dingin dan sedikit lembab. Kadang-kadang ada yang bergerak-gerak di ujung kakiku saat kegelapan datang. Apa itu? Sudah tiga hari ku cari tahu, tetapi belum ketemu. Teman baruku hanya mengatakan bahwa itu hewan peliharaan. Milik seisi rumah.Esoknya aku sengaja terjaga karena ingin berkenalan dengan peliharaan itu. Dengkuran teman-temanku saling bersahutan satu sama lain. Andai saja ada kamera. Aku ingin mengabadikannya. Suara tetesan air dari keran bocor pun menggema. Aneh, padahal kamar mandi ada di ujung lorong.Mataku menari-nari di bawah remang lampu yang tidak seberapa. Hanya bohlam kuning tergantung di langit-langit yang menjaga kewarasanku dan kawan-kawanku dalam gelap. Dimana kamu, peliharaan? Keluarlah, aku ingin menyapamu kembali. Telapak kakiku merah-merah kamu buat tiap hari.“Cit! Cit! Cit!”Itu dia! Telinganya sangat lebar di antara jenis

    Last Updated : 2021-09-27
  • Vice Versa   Di Tarik Pulang

    Rabu, 06 Juli 2022 Daniarsyah Faldy Yunus. Nama pesaing Kak Juan cukup berlawanan dengan nama Juan Juandi yang mudah diingat. Tabian tidak pernah melihat batang hidung laki-laki bernama Daniarsyah ini termasuk dalam promosi eskul kemarin. Serius nih? Kalau Kak Juan sampai teriak-teriak pakai TOA. “Jangan dipandangin lama-lama. Nanti naksir,” goda seseorang. “Ka Juan?” “Mau pulang?” Tabian mengiyakan. “Ayo bareng.” Gedung utama mulai sepi. Sepanjang jalan dari lorong hingga halaman depan, hanya anggota osis yang terlihat. Mereka lalu lalang untuk mempersiapkan acara pemilihan ketua osis SMA Yudhis ke-10 yang sebentar lagi dilaksanakan. Jumat depan. “Hebat ya, masih semester tiga sudah terpilih jadi ketua osis,” puji Tabian asal. Ia mengamati reaksi Juan dari setiap perubahan pada raut wajahnya. Kening, alis, pupil mata, lekukan bibir, apapun itu. Tabian mencari setitik tanda. Juan tertawa kec

    Last Updated : 2021-09-28
  • Vice Versa   Penelusuran Sore

    Kamis, 14 Juli 2022 "Tadi sampai dimana?" tanya Tabian dengan wajah tanpa dosa. "Semua fokus!" perintah Glen dari depan kelas. Glen menyampaikan bahwa Ricardo telah terlibat dalam sebuah insiden. Ricardo dituduh telah melukai Tommy, anak kelas X-4. Tommy sekarang dirawat di rumah sakit akibat luka tusukan di perutnya. Satu-satunya saksi mata adalah Ricardo karena ia orang terakhir yang bertemu dengan Tommy. Namun keputusan akhir menyatakan bahwa Ricardo adalah pelakunya. Masalah semakin besar ya? Tabian kini melirik ke kiri dan ke kanan. Hujatan demi hujatan dilontarkan pada Ricardo. Sebagian kelas memperlihatkan kebencian dengan nyata. Semakin parah. Tabian menyimpulkan. “Tolong tenang, teman-teman. Aku belum selesai. Ricardo, silahkan terangkan pada mereka.” Ricardo berdiri dari belakang mejanya. Mulutnya tidak melebar seperti biasanya. Dadanya lapang, siap menerima olokan. “Silahkan kalian i

    Last Updated : 2021-09-29
  • Vice Versa   Langkah Terakhir

    Kamis, 14 Juli 2022 “Apa tujuanmu?” tantang Hanna. Tabian melirik sekilas dan kembali fokus dengan layar handphone. “Maksudnya?” “Tiba-tiba punya minat pada Ricardo,” selidik Hanna. Tabian menghela napas sejenak. “Anggap saja, aku tidak mau dapat hukuman karena poin kelas kita rendah.” “Aku tidak percaya.” “Itu urusanmu.” Tabian mulai menjauhi Hanna. Ia membungkuk dan mendekatkan wajah ke tanah sekitar TKP. Ia terdiam menganalisis sesuatu yang sepertinya tidak dapat dilihat oleh mata manusia sembari meraba tanah merah. Ia memicingkan mata tiba-tiba lalu berjongkok. Hanna tidak mau kalah. Sedari tadi ia telah mencatat segala sesuatu yang ditangkap panca indranya. Bidang tanah merah berukuran sekitar 10x5 meter, rerumputan liar yang menjulang tinggi hingga sebahu orang dewasa, dan tembok gedung tanpa jendela. Pagar besi memanjang hingga ujung lapangan sepak bola dan dibaliknya ada tanah kosong seperti habis dipangk

    Last Updated : 2021-09-29
  • Vice Versa   Para Penghuni Lapas

    Aku duduk dikelilingi oleh teman-teman baru yang berumur dua minggu. Tidak sedikit yang mengerutkan kening mendengar ceritaku barusan. Apa mereka juga belum mengerti taktik yang aku rencanakan? "Tabian." "Ada apa, Tuan Handoko?" Tuan Handoko yang memiliki badan paling kekar diantara para tahanan mulai bangkit dari zona nyaman. Lengan kanannya yang bertato gagak hitam bergerak-gerak seiring ia mengelus dagunya yang kasar akibat cukuran. Aku tidak sengaja berpapasan dengan Tuan Handoko kemarin, jadinya tahu bagaimana perjuangannya mencukur dengan silet setengah tumpul. "Seberapa cantik si Fisesa itu? Apakah dia seksi?" Ah, bodohnya aku. Seharusnya aku bisa menebak isi kepala Tuan Handoko. Ia dan kawan-kawannya lebih fokus pada teman-teman cewekku daripada cerita itu sendiri. Apa yang harus aku jawab agar Tuan Handoko merasa senang? Fisesa memang memiliki mata yang indah dengan kecokelatan. Tetapi, ia sulit didekati bahkan sebagai teman s

    Last Updated : 2021-09-30
  • Vice Versa   Sidang

    Senin, 20 Juli 2022 Bel pulang sekolah berdering menjadi tanda dimulainya persidangan. Para perwakilan masing-masing pihak terkait memasuki ruang rapat sekolah. Air muka mereka mengeras dan sulit berseri-seri. Masa depan seseorang sedang dipertaruhkan di sini. Tiga meja panjang dirangkai membentuk huruf U. Setiap sisinya diisi oleh perwakilan kelas X-1, kelas X-4, dan pimpinan sidang, yaitu Juan serta Nanda, sekretaris osis. Selain Juan, tidak ada yang tahu bahwa seseorang sedang meneliti. Kepala sekolah mengawasi dari balik jendela satu arah. Ruang rapat terhubung dengan bilik kerja kepala sekolah melalui jendela itu. Ia menyeduh kopi sambil menikmati tontonannya. Tanpa basa-basi, Juan membuka sidang dengan pembacaan beberapa peraturan. Hal paling penting adalah setiap kesaksian harus disertai dengan bukti, minimal konfirmasi dari dua orang. Pengecualian untuk konteks tertentu. “Sekarang saya persilahkan perwakilan Ricardo untuk memberi pembe

    Last Updated : 2021-09-30
  • Vice Versa   Dua Sisi Koin

    Rabu, 27 Juli 2022 Minggu lalu Tabian dan teman sekelasnya pada jam khusus diberi PR untuk merangkum novel karya Jostein Gaarder. Setiap anak mendapat bagian filsuf yang berbeda. Tabian pun berkenalan dengan murid Plato, yaitu Aristoteles. Dua minggu lalu tentang matematika, sekarang tentang bahasa. Apakah seperti ini pola mengajar sekolah Yudhis yang membuatnya begitu terkenal? Bagaimana dengan kelas lain? Sekolah Yudhis merupakan salah satu sekolah terbaik karena sebagian besar lulusannya mendapat undangan untuk melanjutkan studi baik di luar negeri maupun dalam negeri. Beberapa media khususnya yang berfokus pada pendidikan sering menyorot sekolah ini dalam berita. Para kritikus pun sering membahas sekolah Yudhis jika mengangkat topik sistem pendidikan di Indonesia. Seperti persidangan lalu yang ditangani dengan cepat dan tuntas. Berita tersebut sudah menyebar ke seluruh penjuru sekolah dengan versinya masing-masing. Ricardo tidak dihukum s

    Last Updated : 2021-10-02

Latest chapter

  • Vice Versa   Di Balik Topeng

    Senin, 01 Agustus 2022 Apa yang akan kalian lakukan jika dua perempuan muda dengan gerak-gerik aneh mencegat kalian ketika ingin makan siang? Glen memilih untuk mendengarkan. "Ada apa, Intan? Fisesa?" Intan menyenggol pinggang Fisesa."Glen, boleh minta waktunya sebentar? Ada yang mau Intan sampaikan." Mereka bertiga kemudian melingkari meja Fisesa. Glen berada di tengah-tengah. "Jadi begi--." "Glen? Ayo ke kantin!" Sekonyong-konyong Tabian muncul. Intan mengepalkan tangannya diam-diam. Ia berusaha tersenyum semanis mungkin. "Aku pinjam temanmu sebentar ya, Tabian." "Oh? Oke, aku tunggu," balas Tabian singkat. Ia mendaratkan tubuhnya tanpa beban di bangku miliknya. Fisesa dan Intan beradu pandang secara otomatis. Fisesa mengangguk untuk meyakinkan Intan. "Jadi begi--." "Intan~" panggil seorang laki-laki yang paling tidak diinginkan saat itu. Intan memutar bola matan

  • Vice Versa   Sambutan dan Terima Kasih

    Dear teman-teman pembaca, Halo, aku Pandalica. Terima kasih sudah mengikuti cerita Vice Versa hingga chapter ini ya. Aku mengapresiasi antusiasme teman-teman sekalian. Vice Versa berasal dari kata serapan bahasa Latin yang artinya 'dan sebaliknya.' Kata ini aku pilih sebagai judul novelku untuk mewakili petualangan Tabian dalam memecahkan misteri di sekolahnya. Bagaimana pendapat teman-teman dengan cerita Tabian? Aku tunggu ya masukan dan kritiknya. Karena penulis tidak dapat berkembang tanpa masukan dari para pembaca. Oh iya, outline cerita ini sudah selesai dari setahun yang lalu lho dan penulis sedang meramunya agar menjadi cerita yang menarik. Mohon doa dan dukungannya ya! Salam kasih, Pandalica

  • Vice Versa   Sebuah Alasan

    Jum'at, 29 Juli 2022 Fisesa adalah salah satu murid kelas X-1 yang langganan datang paling cepat. Ia mendapati Intan telah duduk di tempatnya dengan berbalut jaket abu-abu pagi itu. "Fisesa, kamu mau makan-makan gratis?" tanya Intan dengan mata berbinar. Cat kuku beningnya berkilauan dari balik lengan jaket, menambah kesan menggemaskan. "Terima kasih, tapi aku sudah punya." Fisesa menyodorkan buku agenda cokelatnya. Di sana terselip beberapa kupon makan dan struk belanja yang lupa dibuang. "Tapi inijapanese food lho." Sebuah kupon makan dengan gambar ramen dan sumpit menyembul tiba-tiba dari balik telapak tangan Intan. Bagaimana ia bisa tahu aku suka itu? Fisesa mendongak. Samar-samar ia dapat membaca sebuah kata: Ichibento. Nama kafe terkenal yang menyediakan makanan Jepang di daerah Tangerang. "Aku hanya ingin minta tolong satu hal." Intan menggigit bibir bawahnya perlahan dan menempelkan kedua ujung t

  • Vice Versa   Dua Sisi Koin

    Rabu, 27 Juli 2022 Minggu lalu Tabian dan teman sekelasnya pada jam khusus diberi PR untuk merangkum novel karya Jostein Gaarder. Setiap anak mendapat bagian filsuf yang berbeda. Tabian pun berkenalan dengan murid Plato, yaitu Aristoteles. Dua minggu lalu tentang matematika, sekarang tentang bahasa. Apakah seperti ini pola mengajar sekolah Yudhis yang membuatnya begitu terkenal? Bagaimana dengan kelas lain? Sekolah Yudhis merupakan salah satu sekolah terbaik karena sebagian besar lulusannya mendapat undangan untuk melanjutkan studi baik di luar negeri maupun dalam negeri. Beberapa media khususnya yang berfokus pada pendidikan sering menyorot sekolah ini dalam berita. Para kritikus pun sering membahas sekolah Yudhis jika mengangkat topik sistem pendidikan di Indonesia. Seperti persidangan lalu yang ditangani dengan cepat dan tuntas. Berita tersebut sudah menyebar ke seluruh penjuru sekolah dengan versinya masing-masing. Ricardo tidak dihukum s

  • Vice Versa   Sidang

    Senin, 20 Juli 2022 Bel pulang sekolah berdering menjadi tanda dimulainya persidangan. Para perwakilan masing-masing pihak terkait memasuki ruang rapat sekolah. Air muka mereka mengeras dan sulit berseri-seri. Masa depan seseorang sedang dipertaruhkan di sini. Tiga meja panjang dirangkai membentuk huruf U. Setiap sisinya diisi oleh perwakilan kelas X-1, kelas X-4, dan pimpinan sidang, yaitu Juan serta Nanda, sekretaris osis. Selain Juan, tidak ada yang tahu bahwa seseorang sedang meneliti. Kepala sekolah mengawasi dari balik jendela satu arah. Ruang rapat terhubung dengan bilik kerja kepala sekolah melalui jendela itu. Ia menyeduh kopi sambil menikmati tontonannya. Tanpa basa-basi, Juan membuka sidang dengan pembacaan beberapa peraturan. Hal paling penting adalah setiap kesaksian harus disertai dengan bukti, minimal konfirmasi dari dua orang. Pengecualian untuk konteks tertentu. “Sekarang saya persilahkan perwakilan Ricardo untuk memberi pembe

  • Vice Versa   Para Penghuni Lapas

    Aku duduk dikelilingi oleh teman-teman baru yang berumur dua minggu. Tidak sedikit yang mengerutkan kening mendengar ceritaku barusan. Apa mereka juga belum mengerti taktik yang aku rencanakan? "Tabian." "Ada apa, Tuan Handoko?" Tuan Handoko yang memiliki badan paling kekar diantara para tahanan mulai bangkit dari zona nyaman. Lengan kanannya yang bertato gagak hitam bergerak-gerak seiring ia mengelus dagunya yang kasar akibat cukuran. Aku tidak sengaja berpapasan dengan Tuan Handoko kemarin, jadinya tahu bagaimana perjuangannya mencukur dengan silet setengah tumpul. "Seberapa cantik si Fisesa itu? Apakah dia seksi?" Ah, bodohnya aku. Seharusnya aku bisa menebak isi kepala Tuan Handoko. Ia dan kawan-kawannya lebih fokus pada teman-teman cewekku daripada cerita itu sendiri. Apa yang harus aku jawab agar Tuan Handoko merasa senang? Fisesa memang memiliki mata yang indah dengan kecokelatan. Tetapi, ia sulit didekati bahkan sebagai teman s

  • Vice Versa   Langkah Terakhir

    Kamis, 14 Juli 2022 “Apa tujuanmu?” tantang Hanna. Tabian melirik sekilas dan kembali fokus dengan layar handphone. “Maksudnya?” “Tiba-tiba punya minat pada Ricardo,” selidik Hanna. Tabian menghela napas sejenak. “Anggap saja, aku tidak mau dapat hukuman karena poin kelas kita rendah.” “Aku tidak percaya.” “Itu urusanmu.” Tabian mulai menjauhi Hanna. Ia membungkuk dan mendekatkan wajah ke tanah sekitar TKP. Ia terdiam menganalisis sesuatu yang sepertinya tidak dapat dilihat oleh mata manusia sembari meraba tanah merah. Ia memicingkan mata tiba-tiba lalu berjongkok. Hanna tidak mau kalah. Sedari tadi ia telah mencatat segala sesuatu yang ditangkap panca indranya. Bidang tanah merah berukuran sekitar 10x5 meter, rerumputan liar yang menjulang tinggi hingga sebahu orang dewasa, dan tembok gedung tanpa jendela. Pagar besi memanjang hingga ujung lapangan sepak bola dan dibaliknya ada tanah kosong seperti habis dipangk

  • Vice Versa   Penelusuran Sore

    Kamis, 14 Juli 2022 "Tadi sampai dimana?" tanya Tabian dengan wajah tanpa dosa. "Semua fokus!" perintah Glen dari depan kelas. Glen menyampaikan bahwa Ricardo telah terlibat dalam sebuah insiden. Ricardo dituduh telah melukai Tommy, anak kelas X-4. Tommy sekarang dirawat di rumah sakit akibat luka tusukan di perutnya. Satu-satunya saksi mata adalah Ricardo karena ia orang terakhir yang bertemu dengan Tommy. Namun keputusan akhir menyatakan bahwa Ricardo adalah pelakunya. Masalah semakin besar ya? Tabian kini melirik ke kiri dan ke kanan. Hujatan demi hujatan dilontarkan pada Ricardo. Sebagian kelas memperlihatkan kebencian dengan nyata. Semakin parah. Tabian menyimpulkan. “Tolong tenang, teman-teman. Aku belum selesai. Ricardo, silahkan terangkan pada mereka.” Ricardo berdiri dari belakang mejanya. Mulutnya tidak melebar seperti biasanya. Dadanya lapang, siap menerima olokan. “Silahkan kalian i

  • Vice Versa   Di Tarik Pulang

    Rabu, 06 Juli 2022 Daniarsyah Faldy Yunus. Nama pesaing Kak Juan cukup berlawanan dengan nama Juan Juandi yang mudah diingat. Tabian tidak pernah melihat batang hidung laki-laki bernama Daniarsyah ini termasuk dalam promosi eskul kemarin. Serius nih? Kalau Kak Juan sampai teriak-teriak pakai TOA. “Jangan dipandangin lama-lama. Nanti naksir,” goda seseorang. “Ka Juan?” “Mau pulang?” Tabian mengiyakan. “Ayo bareng.” Gedung utama mulai sepi. Sepanjang jalan dari lorong hingga halaman depan, hanya anggota osis yang terlihat. Mereka lalu lalang untuk mempersiapkan acara pemilihan ketua osis SMA Yudhis ke-10 yang sebentar lagi dilaksanakan. Jumat depan. “Hebat ya, masih semester tiga sudah terpilih jadi ketua osis,” puji Tabian asal. Ia mengamati reaksi Juan dari setiap perubahan pada raut wajahnya. Kening, alis, pupil mata, lekukan bibir, apapun itu. Tabian mencari setitik tanda. Juan tertawa kec

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status