Home / Lain / Vice Versa / Rabu Ripuh

Share

Rabu Ripuh

Author: Pandalica
last update Last Updated: 2021-09-27 11:54:11

Rabu, 06 Juli 2022

Pagi hingga siang di hari Rabu, waktunya jam khusus. Ke lima kelas angkatan kelas X membentuk kelompok belajar yang sudah ditetapkan. Informasi hanya diberikan melalui papan pengumuman yang ada di tiap lantai. Murid-murid membludak, berlomba-lomba mengecek calon teman barunya. Lorong-lorong kini lebih mirip gorong-gorong yang dipenuhi cicitan tikus.

Tidak sedikit yang berlari-lari kecil menuju gedung pelaksanaan jam khusus. Padahal dekat, tinggal guling-guling dari gedung utama. Ruang kelasnya lebih kecil dari gedung sebelah. Hanya 5x5 meter. Saling berhadapan satu sama lain dan berjumlah empat belas.

“Sepuluh orang tiap kelas? Pelajaran macam apa yang akan kita terima?” Anya menggerutu pada Intan.

“Katanya beragam. Ada pelajaran musik, olahraga, ber—.”

“Kata siapa?” potong Anya.

“Kakak kelas.”

“Siapa?” tandas Anya. Matanya penuh selidik, berusaha menafsir ucapan Intan.

Tidak ada jawaban.

“Aku duluan ya, Anya. Takut telat. Dah!” Lagi-lagi ekspresi yang sama seperti yang diberikan pada Tabian. Kedua alis bertaut dengan senyum kaku melengkapinya. Anya yakin Intan menyembunyikan sesuatu.

Tabian melangkah perlahan melewati Anya sambil tolah-toleh. Pura-pura tidak tahu percakapan singkat antara mereka berdua. Kadang-kadang Tabian kesal dengan kemampuan mengupingnya. Setidaknya, ia bukan microphone yang akan membocorkan bisikan orang lain. Ia lebih mirip recorder yang dapat menyulam makna.

Tetapi bukan saatnya jadi pahlawan kesiangan! Ia harus segera menemukan kelasnya. Nomor 7.

Itu dia.

Kalau tidak ...

Tuh, kan.

Lagi-lagi, hampir seluruh kursi sudah ada yang memiliki.

Aku yang terlalu santai atau orang lain yang berlebihan?

Hanya tersisa satu. Letaknya di antara seorang siswa dan siswi yang tampak mengenal satu sama lain. Tawa mereka meledak—entah apa sebabnya—sejak Tabian muncul di ambang pintu.

Mengapa mereka tidak duduk bersebelahan? Bukankah posisi ini jadi sedikit canggung?

Lebih-lebih, mereka tetap mengobrol walaupun Tabian berada di sana. Tabian memutar bola mata diam-diam. Ia merogoh-rogoh tasnya, mencari camilan keripik singkong favoritnya. Cukup satu robekan besar dan Tabian bisa menikmati—.

“Aku Iwan.”

“Aku Lulu.”

—perkenalannya.

Sial. Mereka ngerjain aku ya?

Tabian mengepalkan tangannya. Bukannya ditelan, ia malah menghancurkan keripiknya menjadi serpihan-serpihan kecil.

Ternyata itu maksud mereka barusan menghitung mundur!

Mau tidak mau, Tabian membalas ajakan kenalan mereka. Benar-benar membalas mereka! Ia menawari camilannya dan ...

“Uhuk! Uhuk!”

“Lu, bagi minum dong! Pedes banget!”

“Aku duluan!”

Rasain. Ingat kata pepatah ... jangan sembarangan menerima makanan dari orang asing.

Tabian melahap camilannya dengan nikmat. Lidahnya sudah terlatih. Ia tidak akan kalah dengan cabai setan sekalipun. Lain halnya Iwan dan Lulu yang mengipasi lidah mereka dengan tangan. Wajah mereka memerah, kepanasan.

Mereka bodoh atau bagaimana? Nyala merah itu kan sudah memberi peringatan pada mereka: ‘Hati-hati, bisa bikin lidah mati.’ Ah, setidaknya kegondokan Tabian mereda. Siapa suruh macam-macam padanya?

Deg.

Sekelebat siluet membekukan Tabian.

Ia mengucek mata untuk meyakinkan diri.

Bukan apa-apa. Itu hanya gurunya. Hari Jaya.

“Kalian bebas memanggil saya Pak Hari atau Pak Jaya,” ucap pria berkamata persegi itu.

Sejak kapan pelajaran dimulai?

Tabian memijat-mijat bibirnya. Bola matanya bergerak-gerak cepat. Tidak ada. Tidak ada rekaman memori yang muncul. Ia coba memacu dengan meletakkan kedua telapak tangannya di telinga. Tetap nihil. Ia tidak ingat apa-apa.

 “Tidak semua murid memiliki kemampuan yang sama dalam mengingat nama.” Pak Hari menuliskannya di papan. “Kalian juga punya selera masing-masing.” Ia melanjutkan. Jarinya menari-nari sambil menunjuk mereka satu-satu. Tatapannya amat lekat. Seolah-olah, mereka semua sudah berteman dekat.

“Apa itu logika?”

Pertanyaan yang sama dengan Bu Tiwi. Aku bisa menjawabnya, tapi ...

“Apa itu logika matematika?”

 Aku tahu, tapi ... ! Siapa pun! Tolong jelaskan keanehan yang sedang ku rasakan sekarang. Aku tadi menertawakan pasangan menyebalkan ini dalam hati. Lalu ... ada hitam-hitam yang melintas. Sebentar ... itu apa sebenarnya?

Peluh bermunculan. Baju Tabian kebasahan dalam suhu ruangan. Hatinya berkecamuk tetapi ia cukup cerdas untuk menyembunyikannya. Penampakannya hanya seorang siswa yang sedang duduk manis menyimak ceramah guru. Meskipun begitu, hal itu bukan sesuatu yang baru.

“Kamu.”

Tabian tertegun. Pak Hari sudah berada di hadapannya menyodorkan sebotol air mineral. Tabian hanya dapat mengangguk kecil sebagai ganti ucapan terima kasih. Ia terlalu gugup. Belum siap.

Guru ini ...

“Salin catatan ke buku kalian. Saya akan segera kembali,” perintah Pak Hari.

Hening. Terlalu hening. Ini efek minuman dari Pak Hari atau memang anak-anak di kelas ini terlalu fokus hingga lupa bersuara? Tabian melirik Iwan dan Lulu. Bahkan mereka dengan lihai menyalin tulisan.

Tapi ini lebih baik.

Tabian mengelus dada dan mulai mencatat. Benar-benar lebih baik. Jantungnya mulai bersahabat dengan kelenjar keringatnya. Kewarasannya kembali.

“Jangan main-main ya!”

Suara yang familier sekonyong-konyong menggelegar memenuhi lorong.

Si polusi suara.

***

“Dia yang memulainya.” Ricardo membela diri.

Diskusi kelas X-1 sedang berlangsung, menyita waktu istirahat. Beberapa anak kasak-kusuk penuh keluh. Mereka berencana diam-diam meninggalkan ruangan kelas.

“Tolong teman-teman sabar ya. Bukan hanya kalian yang lapar,” sindir Glen, ketua kelas terpilih. Mereka berdecak, sebal. Sebagian malah heran, padahal mereka belum bergeser sedikit pun dari tempat duduk.

“Aku tidak peduli soal itu, Ricardo. Tolong jangan terpancing.” Glen melanjutkan petuahnya.

Ricardo melompat ke luar jendela, melarikan diri.

“Ricardo!”

Anak-anak yang kelaparan mengekor keluar ... melalui pintu.

Masih ada yang bertahan. Glen meminta pendapat mereka. Ada yang membela Ricardo, ada yang enggan. Cewek berkuncir satu yang selalu membaca buku pelajaran Kimia memberi saran. Namanya Hanna.

“Tidak perlu dekat-dekat dengan dia agar terhindar dari masalah,” kata Hanna dengan lantang. “Dia juga susah diatur ‘kan? Tunggu saja sampai kena batunya.” Ia menadahkan tangan dengan lebar sembari mengangkat bahu. Tatapannya setajam elang sekaligus sedatar lapangan.

“Kamu yakin hal itu akan membuatnya jera, Hanna?” tanya Anya memastikan. Ia dan teman-teman rumpinya bisik-bisik sedari tadi. Entah apa yang dibahas.

Hanna manggut-manggut. “Cepat atau lambat.”

Tabian menghela napas untuk sekian kalinya. Ia hanya mengamati. Siapa tahu ada yang bisa dinikmati. Tidak ada. Pemikiran mereka terlalu dangkal.

Kenapa sangat fokus pada Ricardo? Padahal sumber masalahnya adalah sistem poin. Aneh. Sumber kekuatiran kalian ... bukan ... tapi kamu.

***

 “Terima kasih atas kehadirannya semua! Mari kita beri sambutan hangat pada anggota baru P.C.C.!” Laki-laki yang menunggu meja tempo hari membuka acara. “Ijinkan aku memperkenalkan diri. Nama aku Virgo Sagitarius, kalian bisa memanggilku Virgo.”

Satu dari belasan anak baru mengangkat tangan tanpa diminta. “Oh! Ada apa gerangan?” Virgo antusias. “Sebentar. Aku tahu kamu mau bilang apa, anak manis.” Ia berpose seperti orang berpikir keras. Kedua telunjuknya di dekatkan ke pelipis. “Kamu pasti ingin bertanya tentang namaku yang punya dua zodiak ‘kan!” Ia mengacungkan jarinya dengan mantap.

“Mirip tapi bukan itu, Kak,” balas perempuan itu cepat. Kehebohan Virgo sama sekali tidak berefek. Hanna, si wajah datar.

 “Ah ... salah ya?” Virgo tidak mengubah rautnya sedikit pun. “Baiklah, silahkan!”

“Kenapa harus zodiak, Kak? Apa ada alasan tertentu?”

“Oh, itu!” Virgo tertawa kecil. Gigi kelincinya mengintip.

“Mamanya kakak peramal ya?” celetuk anak baru lain.

“Atau suka baca horoskop mingguan mungkin!” timpal sebelahnya.

Melihat tingkah Virgo sedari awal yang mirip badut dan menyenangkan, mendorong mereka untuk tidak segan-segan menggoda. Persepsi tersebut dikonfirmasi dengan cekikikan dari para anggota lama.

“Waduh. Imajinasi kalian sangat tinggi ya? Bagus, bagus. Seperti kata Eyang Einstein. Ada yang tahu apa itu?” Virgo menatap mereka satu demi satu, mencari seseorang yang berani memberi tahu.

“Paling pojok belakang yang sedang melihat ke luar jendela, coba jawab,” pinta Virgo.

Orang yang dimaksud adalah Fisesa. Ia disenggol oleh sebelahnya. Wajahnya seperti orang bodoh, kebingungan. Poninya tampak berantakan. Kasihan. Tidak ada yang memberinya kesempatan untuk mencerna pertanyaan. Tatapan seisi ruangan sangat menyeramkan dan menekan.

“I-itu ....” Fisesa gelagapan.

“Imajinasi lebih penting dari pengetahuan. Pengetahuan terbatas pada yang sekarang kita ketahui, sementara imajinasi mencakup keseluruhan dunia.” Hanna menjawabnya dengan lancar.

“Wah! Tepat sekali!” seru Virgo.

Hanna mengerling ke arah Fisesa yang sudah kembali melamun. Ia tersenyum sinis. Meremehkan. Sejak hari pertama berkenalan di kelas, dengan cepat ia tidak menyukai Fisesa. Menurutnya, persona yang menopengi Fisesa tidak akan cocok dengan miliknya. Bertolak belakang.

Virgo mengenalkan diri kembali dengan lebih serius. Ia adalah ketua dari Private Course Club disingkat P.C.C.. Namanya punya dua zodiak karena mamanya ngefans dengan Ian Somerhalder yang zodiaknya Sagitarius.

Tabian diam-diam menguap. Matanya berair. Satu jam seolah seharian. Ia berjalan gontai selepas pertemuan selesai. Sebuah potret yang sudah ia lihat dari kemarin selalu berhasil mencuri perhatiannya. Terpasang di mading dan hampir setiap belokan gedung. Di bawah potret itu tercantum sebuah nama dan kelas. Juan Juandi. XI-5.

Tidak ku sangka, dia calon ketua osis.

Related chapters

  • Vice Versa   Kebas di Lapas

    Cor beton. Kasur baruku selama satu dekade ke depan. Kepalaku kini beralaskan botol mineral. Dingin dan sedikit lembab. Kadang-kadang ada yang bergerak-gerak di ujung kakiku saat kegelapan datang. Apa itu? Sudah tiga hari ku cari tahu, tetapi belum ketemu. Teman baruku hanya mengatakan bahwa itu hewan peliharaan. Milik seisi rumah.Esoknya aku sengaja terjaga karena ingin berkenalan dengan peliharaan itu. Dengkuran teman-temanku saling bersahutan satu sama lain. Andai saja ada kamera. Aku ingin mengabadikannya. Suara tetesan air dari keran bocor pun menggema. Aneh, padahal kamar mandi ada di ujung lorong.Mataku menari-nari di bawah remang lampu yang tidak seberapa. Hanya bohlam kuning tergantung di langit-langit yang menjaga kewarasanku dan kawan-kawanku dalam gelap. Dimana kamu, peliharaan? Keluarlah, aku ingin menyapamu kembali. Telapak kakiku merah-merah kamu buat tiap hari.“Cit! Cit! Cit!”Itu dia! Telinganya sangat lebar di antara jenis

    Last Updated : 2021-09-27
  • Vice Versa   Di Tarik Pulang

    Rabu, 06 Juli 2022 Daniarsyah Faldy Yunus. Nama pesaing Kak Juan cukup berlawanan dengan nama Juan Juandi yang mudah diingat. Tabian tidak pernah melihat batang hidung laki-laki bernama Daniarsyah ini termasuk dalam promosi eskul kemarin. Serius nih? Kalau Kak Juan sampai teriak-teriak pakai TOA. “Jangan dipandangin lama-lama. Nanti naksir,” goda seseorang. “Ka Juan?” “Mau pulang?” Tabian mengiyakan. “Ayo bareng.” Gedung utama mulai sepi. Sepanjang jalan dari lorong hingga halaman depan, hanya anggota osis yang terlihat. Mereka lalu lalang untuk mempersiapkan acara pemilihan ketua osis SMA Yudhis ke-10 yang sebentar lagi dilaksanakan. Jumat depan. “Hebat ya, masih semester tiga sudah terpilih jadi ketua osis,” puji Tabian asal. Ia mengamati reaksi Juan dari setiap perubahan pada raut wajahnya. Kening, alis, pupil mata, lekukan bibir, apapun itu. Tabian mencari setitik tanda. Juan tertawa kec

    Last Updated : 2021-09-28
  • Vice Versa   Penelusuran Sore

    Kamis, 14 Juli 2022 "Tadi sampai dimana?" tanya Tabian dengan wajah tanpa dosa. "Semua fokus!" perintah Glen dari depan kelas. Glen menyampaikan bahwa Ricardo telah terlibat dalam sebuah insiden. Ricardo dituduh telah melukai Tommy, anak kelas X-4. Tommy sekarang dirawat di rumah sakit akibat luka tusukan di perutnya. Satu-satunya saksi mata adalah Ricardo karena ia orang terakhir yang bertemu dengan Tommy. Namun keputusan akhir menyatakan bahwa Ricardo adalah pelakunya. Masalah semakin besar ya? Tabian kini melirik ke kiri dan ke kanan. Hujatan demi hujatan dilontarkan pada Ricardo. Sebagian kelas memperlihatkan kebencian dengan nyata. Semakin parah. Tabian menyimpulkan. “Tolong tenang, teman-teman. Aku belum selesai. Ricardo, silahkan terangkan pada mereka.” Ricardo berdiri dari belakang mejanya. Mulutnya tidak melebar seperti biasanya. Dadanya lapang, siap menerima olokan. “Silahkan kalian i

    Last Updated : 2021-09-29
  • Vice Versa   Langkah Terakhir

    Kamis, 14 Juli 2022 “Apa tujuanmu?” tantang Hanna. Tabian melirik sekilas dan kembali fokus dengan layar handphone. “Maksudnya?” “Tiba-tiba punya minat pada Ricardo,” selidik Hanna. Tabian menghela napas sejenak. “Anggap saja, aku tidak mau dapat hukuman karena poin kelas kita rendah.” “Aku tidak percaya.” “Itu urusanmu.” Tabian mulai menjauhi Hanna. Ia membungkuk dan mendekatkan wajah ke tanah sekitar TKP. Ia terdiam menganalisis sesuatu yang sepertinya tidak dapat dilihat oleh mata manusia sembari meraba tanah merah. Ia memicingkan mata tiba-tiba lalu berjongkok. Hanna tidak mau kalah. Sedari tadi ia telah mencatat segala sesuatu yang ditangkap panca indranya. Bidang tanah merah berukuran sekitar 10x5 meter, rerumputan liar yang menjulang tinggi hingga sebahu orang dewasa, dan tembok gedung tanpa jendela. Pagar besi memanjang hingga ujung lapangan sepak bola dan dibaliknya ada tanah kosong seperti habis dipangk

    Last Updated : 2021-09-29
  • Vice Versa   Para Penghuni Lapas

    Aku duduk dikelilingi oleh teman-teman baru yang berumur dua minggu. Tidak sedikit yang mengerutkan kening mendengar ceritaku barusan. Apa mereka juga belum mengerti taktik yang aku rencanakan? "Tabian." "Ada apa, Tuan Handoko?" Tuan Handoko yang memiliki badan paling kekar diantara para tahanan mulai bangkit dari zona nyaman. Lengan kanannya yang bertato gagak hitam bergerak-gerak seiring ia mengelus dagunya yang kasar akibat cukuran. Aku tidak sengaja berpapasan dengan Tuan Handoko kemarin, jadinya tahu bagaimana perjuangannya mencukur dengan silet setengah tumpul. "Seberapa cantik si Fisesa itu? Apakah dia seksi?" Ah, bodohnya aku. Seharusnya aku bisa menebak isi kepala Tuan Handoko. Ia dan kawan-kawannya lebih fokus pada teman-teman cewekku daripada cerita itu sendiri. Apa yang harus aku jawab agar Tuan Handoko merasa senang? Fisesa memang memiliki mata yang indah dengan kecokelatan. Tetapi, ia sulit didekati bahkan sebagai teman s

    Last Updated : 2021-09-30
  • Vice Versa   Sidang

    Senin, 20 Juli 2022 Bel pulang sekolah berdering menjadi tanda dimulainya persidangan. Para perwakilan masing-masing pihak terkait memasuki ruang rapat sekolah. Air muka mereka mengeras dan sulit berseri-seri. Masa depan seseorang sedang dipertaruhkan di sini. Tiga meja panjang dirangkai membentuk huruf U. Setiap sisinya diisi oleh perwakilan kelas X-1, kelas X-4, dan pimpinan sidang, yaitu Juan serta Nanda, sekretaris osis. Selain Juan, tidak ada yang tahu bahwa seseorang sedang meneliti. Kepala sekolah mengawasi dari balik jendela satu arah. Ruang rapat terhubung dengan bilik kerja kepala sekolah melalui jendela itu. Ia menyeduh kopi sambil menikmati tontonannya. Tanpa basa-basi, Juan membuka sidang dengan pembacaan beberapa peraturan. Hal paling penting adalah setiap kesaksian harus disertai dengan bukti, minimal konfirmasi dari dua orang. Pengecualian untuk konteks tertentu. “Sekarang saya persilahkan perwakilan Ricardo untuk memberi pembe

    Last Updated : 2021-09-30
  • Vice Versa   Dua Sisi Koin

    Rabu, 27 Juli 2022 Minggu lalu Tabian dan teman sekelasnya pada jam khusus diberi PR untuk merangkum novel karya Jostein Gaarder. Setiap anak mendapat bagian filsuf yang berbeda. Tabian pun berkenalan dengan murid Plato, yaitu Aristoteles. Dua minggu lalu tentang matematika, sekarang tentang bahasa. Apakah seperti ini pola mengajar sekolah Yudhis yang membuatnya begitu terkenal? Bagaimana dengan kelas lain? Sekolah Yudhis merupakan salah satu sekolah terbaik karena sebagian besar lulusannya mendapat undangan untuk melanjutkan studi baik di luar negeri maupun dalam negeri. Beberapa media khususnya yang berfokus pada pendidikan sering menyorot sekolah ini dalam berita. Para kritikus pun sering membahas sekolah Yudhis jika mengangkat topik sistem pendidikan di Indonesia. Seperti persidangan lalu yang ditangani dengan cepat dan tuntas. Berita tersebut sudah menyebar ke seluruh penjuru sekolah dengan versinya masing-masing. Ricardo tidak dihukum s

    Last Updated : 2021-10-02
  • Vice Versa   Sebuah Alasan

    Jum'at, 29 Juli 2022 Fisesa adalah salah satu murid kelas X-1 yang langganan datang paling cepat. Ia mendapati Intan telah duduk di tempatnya dengan berbalut jaket abu-abu pagi itu. "Fisesa, kamu mau makan-makan gratis?" tanya Intan dengan mata berbinar. Cat kuku beningnya berkilauan dari balik lengan jaket, menambah kesan menggemaskan. "Terima kasih, tapi aku sudah punya." Fisesa menyodorkan buku agenda cokelatnya. Di sana terselip beberapa kupon makan dan struk belanja yang lupa dibuang. "Tapi inijapanese food lho." Sebuah kupon makan dengan gambar ramen dan sumpit menyembul tiba-tiba dari balik telapak tangan Intan. Bagaimana ia bisa tahu aku suka itu? Fisesa mendongak. Samar-samar ia dapat membaca sebuah kata: Ichibento. Nama kafe terkenal yang menyediakan makanan Jepang di daerah Tangerang. "Aku hanya ingin minta tolong satu hal." Intan menggigit bibir bawahnya perlahan dan menempelkan kedua ujung t

    Last Updated : 2021-10-02

Latest chapter

  • Vice Versa   Di Balik Topeng

    Senin, 01 Agustus 2022 Apa yang akan kalian lakukan jika dua perempuan muda dengan gerak-gerik aneh mencegat kalian ketika ingin makan siang? Glen memilih untuk mendengarkan. "Ada apa, Intan? Fisesa?" Intan menyenggol pinggang Fisesa."Glen, boleh minta waktunya sebentar? Ada yang mau Intan sampaikan." Mereka bertiga kemudian melingkari meja Fisesa. Glen berada di tengah-tengah. "Jadi begi--." "Glen? Ayo ke kantin!" Sekonyong-konyong Tabian muncul. Intan mengepalkan tangannya diam-diam. Ia berusaha tersenyum semanis mungkin. "Aku pinjam temanmu sebentar ya, Tabian." "Oh? Oke, aku tunggu," balas Tabian singkat. Ia mendaratkan tubuhnya tanpa beban di bangku miliknya. Fisesa dan Intan beradu pandang secara otomatis. Fisesa mengangguk untuk meyakinkan Intan. "Jadi begi--." "Intan~" panggil seorang laki-laki yang paling tidak diinginkan saat itu. Intan memutar bola matan

  • Vice Versa   Sambutan dan Terima Kasih

    Dear teman-teman pembaca, Halo, aku Pandalica. Terima kasih sudah mengikuti cerita Vice Versa hingga chapter ini ya. Aku mengapresiasi antusiasme teman-teman sekalian. Vice Versa berasal dari kata serapan bahasa Latin yang artinya 'dan sebaliknya.' Kata ini aku pilih sebagai judul novelku untuk mewakili petualangan Tabian dalam memecahkan misteri di sekolahnya. Bagaimana pendapat teman-teman dengan cerita Tabian? Aku tunggu ya masukan dan kritiknya. Karena penulis tidak dapat berkembang tanpa masukan dari para pembaca. Oh iya, outline cerita ini sudah selesai dari setahun yang lalu lho dan penulis sedang meramunya agar menjadi cerita yang menarik. Mohon doa dan dukungannya ya! Salam kasih, Pandalica

  • Vice Versa   Sebuah Alasan

    Jum'at, 29 Juli 2022 Fisesa adalah salah satu murid kelas X-1 yang langganan datang paling cepat. Ia mendapati Intan telah duduk di tempatnya dengan berbalut jaket abu-abu pagi itu. "Fisesa, kamu mau makan-makan gratis?" tanya Intan dengan mata berbinar. Cat kuku beningnya berkilauan dari balik lengan jaket, menambah kesan menggemaskan. "Terima kasih, tapi aku sudah punya." Fisesa menyodorkan buku agenda cokelatnya. Di sana terselip beberapa kupon makan dan struk belanja yang lupa dibuang. "Tapi inijapanese food lho." Sebuah kupon makan dengan gambar ramen dan sumpit menyembul tiba-tiba dari balik telapak tangan Intan. Bagaimana ia bisa tahu aku suka itu? Fisesa mendongak. Samar-samar ia dapat membaca sebuah kata: Ichibento. Nama kafe terkenal yang menyediakan makanan Jepang di daerah Tangerang. "Aku hanya ingin minta tolong satu hal." Intan menggigit bibir bawahnya perlahan dan menempelkan kedua ujung t

  • Vice Versa   Dua Sisi Koin

    Rabu, 27 Juli 2022 Minggu lalu Tabian dan teman sekelasnya pada jam khusus diberi PR untuk merangkum novel karya Jostein Gaarder. Setiap anak mendapat bagian filsuf yang berbeda. Tabian pun berkenalan dengan murid Plato, yaitu Aristoteles. Dua minggu lalu tentang matematika, sekarang tentang bahasa. Apakah seperti ini pola mengajar sekolah Yudhis yang membuatnya begitu terkenal? Bagaimana dengan kelas lain? Sekolah Yudhis merupakan salah satu sekolah terbaik karena sebagian besar lulusannya mendapat undangan untuk melanjutkan studi baik di luar negeri maupun dalam negeri. Beberapa media khususnya yang berfokus pada pendidikan sering menyorot sekolah ini dalam berita. Para kritikus pun sering membahas sekolah Yudhis jika mengangkat topik sistem pendidikan di Indonesia. Seperti persidangan lalu yang ditangani dengan cepat dan tuntas. Berita tersebut sudah menyebar ke seluruh penjuru sekolah dengan versinya masing-masing. Ricardo tidak dihukum s

  • Vice Versa   Sidang

    Senin, 20 Juli 2022 Bel pulang sekolah berdering menjadi tanda dimulainya persidangan. Para perwakilan masing-masing pihak terkait memasuki ruang rapat sekolah. Air muka mereka mengeras dan sulit berseri-seri. Masa depan seseorang sedang dipertaruhkan di sini. Tiga meja panjang dirangkai membentuk huruf U. Setiap sisinya diisi oleh perwakilan kelas X-1, kelas X-4, dan pimpinan sidang, yaitu Juan serta Nanda, sekretaris osis. Selain Juan, tidak ada yang tahu bahwa seseorang sedang meneliti. Kepala sekolah mengawasi dari balik jendela satu arah. Ruang rapat terhubung dengan bilik kerja kepala sekolah melalui jendela itu. Ia menyeduh kopi sambil menikmati tontonannya. Tanpa basa-basi, Juan membuka sidang dengan pembacaan beberapa peraturan. Hal paling penting adalah setiap kesaksian harus disertai dengan bukti, minimal konfirmasi dari dua orang. Pengecualian untuk konteks tertentu. “Sekarang saya persilahkan perwakilan Ricardo untuk memberi pembe

  • Vice Versa   Para Penghuni Lapas

    Aku duduk dikelilingi oleh teman-teman baru yang berumur dua minggu. Tidak sedikit yang mengerutkan kening mendengar ceritaku barusan. Apa mereka juga belum mengerti taktik yang aku rencanakan? "Tabian." "Ada apa, Tuan Handoko?" Tuan Handoko yang memiliki badan paling kekar diantara para tahanan mulai bangkit dari zona nyaman. Lengan kanannya yang bertato gagak hitam bergerak-gerak seiring ia mengelus dagunya yang kasar akibat cukuran. Aku tidak sengaja berpapasan dengan Tuan Handoko kemarin, jadinya tahu bagaimana perjuangannya mencukur dengan silet setengah tumpul. "Seberapa cantik si Fisesa itu? Apakah dia seksi?" Ah, bodohnya aku. Seharusnya aku bisa menebak isi kepala Tuan Handoko. Ia dan kawan-kawannya lebih fokus pada teman-teman cewekku daripada cerita itu sendiri. Apa yang harus aku jawab agar Tuan Handoko merasa senang? Fisesa memang memiliki mata yang indah dengan kecokelatan. Tetapi, ia sulit didekati bahkan sebagai teman s

  • Vice Versa   Langkah Terakhir

    Kamis, 14 Juli 2022 “Apa tujuanmu?” tantang Hanna. Tabian melirik sekilas dan kembali fokus dengan layar handphone. “Maksudnya?” “Tiba-tiba punya minat pada Ricardo,” selidik Hanna. Tabian menghela napas sejenak. “Anggap saja, aku tidak mau dapat hukuman karena poin kelas kita rendah.” “Aku tidak percaya.” “Itu urusanmu.” Tabian mulai menjauhi Hanna. Ia membungkuk dan mendekatkan wajah ke tanah sekitar TKP. Ia terdiam menganalisis sesuatu yang sepertinya tidak dapat dilihat oleh mata manusia sembari meraba tanah merah. Ia memicingkan mata tiba-tiba lalu berjongkok. Hanna tidak mau kalah. Sedari tadi ia telah mencatat segala sesuatu yang ditangkap panca indranya. Bidang tanah merah berukuran sekitar 10x5 meter, rerumputan liar yang menjulang tinggi hingga sebahu orang dewasa, dan tembok gedung tanpa jendela. Pagar besi memanjang hingga ujung lapangan sepak bola dan dibaliknya ada tanah kosong seperti habis dipangk

  • Vice Versa   Penelusuran Sore

    Kamis, 14 Juli 2022 "Tadi sampai dimana?" tanya Tabian dengan wajah tanpa dosa. "Semua fokus!" perintah Glen dari depan kelas. Glen menyampaikan bahwa Ricardo telah terlibat dalam sebuah insiden. Ricardo dituduh telah melukai Tommy, anak kelas X-4. Tommy sekarang dirawat di rumah sakit akibat luka tusukan di perutnya. Satu-satunya saksi mata adalah Ricardo karena ia orang terakhir yang bertemu dengan Tommy. Namun keputusan akhir menyatakan bahwa Ricardo adalah pelakunya. Masalah semakin besar ya? Tabian kini melirik ke kiri dan ke kanan. Hujatan demi hujatan dilontarkan pada Ricardo. Sebagian kelas memperlihatkan kebencian dengan nyata. Semakin parah. Tabian menyimpulkan. “Tolong tenang, teman-teman. Aku belum selesai. Ricardo, silahkan terangkan pada mereka.” Ricardo berdiri dari belakang mejanya. Mulutnya tidak melebar seperti biasanya. Dadanya lapang, siap menerima olokan. “Silahkan kalian i

  • Vice Versa   Di Tarik Pulang

    Rabu, 06 Juli 2022 Daniarsyah Faldy Yunus. Nama pesaing Kak Juan cukup berlawanan dengan nama Juan Juandi yang mudah diingat. Tabian tidak pernah melihat batang hidung laki-laki bernama Daniarsyah ini termasuk dalam promosi eskul kemarin. Serius nih? Kalau Kak Juan sampai teriak-teriak pakai TOA. “Jangan dipandangin lama-lama. Nanti naksir,” goda seseorang. “Ka Juan?” “Mau pulang?” Tabian mengiyakan. “Ayo bareng.” Gedung utama mulai sepi. Sepanjang jalan dari lorong hingga halaman depan, hanya anggota osis yang terlihat. Mereka lalu lalang untuk mempersiapkan acara pemilihan ketua osis SMA Yudhis ke-10 yang sebentar lagi dilaksanakan. Jumat depan. “Hebat ya, masih semester tiga sudah terpilih jadi ketua osis,” puji Tabian asal. Ia mengamati reaksi Juan dari setiap perubahan pada raut wajahnya. Kening, alis, pupil mata, lekukan bibir, apapun itu. Tabian mencari setitik tanda. Juan tertawa kec

DMCA.com Protection Status