Happy Reading . . . *** Aku yang saat ini sedang berada di dapur untuk mencuci beberapa perlatan bekas masak tadi, langsung mendengar suara pintu rumah yang terbuka lalu tertutup kembali secara tiba-tiba. Aku yang merasa penasaran akan siapa yang datang itu, hendak melangkah menuju pintu rumah untuk melihatnya. Namun pada saat aku baru saja mematikan aliran air yang mengalir dari keran wastafel tempat mencuci piring ini, aku pun langsung melihat keberadaan Bryce yang rupanya sudah pulang di saat langit di luar sana masih terang. Dengan masih mengenakan pakaian tugas rumah sakitnya itu, ia melangkah memasuki dapur dan menghampiri keberadaanku. "Bryce? Tidak biasanya kau pulang disaat hari masih terang seperti ini. Ini masih pukul enam, kau baik-baik saja?" Tanyaku yang tentu merasa bingung akan hal tidak biasa yang kembali pria itu lakukan. "Ya, tentu aku baik-baik saja." "Kau sedang sakit?" "Tidak. Aku baik-baik saja, Mandy." "Kau yakin?" "Ya, tentu saja. Hei, ada apa? Kenapa k
Happy Reading . . . *** "Kau yakin tidak apa-apa pergi dengan Renne saja? Aku masih bisa membatalkan rencanaku, Bryce." Tanyaku sambil memasukkan beberapa kotak bekal berisi makan siang yang sudah aku buat tadi ke dalam tas. "Tidak apa, Mandy. Kita sudah membicarakan permasalahan ini kemarin, bukan?" "Aku tidak ingin membuat siapapun merasa kecewa." "Aku tidak kecewa. Begitu pun juga dengan Renne. Aku sudah bertanya kepadanya tadi. Katanya, ia justru senang karena akan bertemu dengan Nana-nya yang sudah cukup lama tidak dijumpainya." "Lorraine akan benar-benar marah kepadaku, Bryce. Aku akan dianggap sebagai Mommy tidak bertanggung jawab dan-“ "Hei, Mommy tidak seperti itu." "Ia memang tidak seperti itu, tetapi hanya kepadamu dan Renne saja. Seakan-akan aku ini tidak dianggap sebagai menantunya saja." "Mandy..., kau tidak perlu takut. Di depan Mommy, aku yang akan menjadi pembela nomor satu untukmu." "Tetap saja, Lorraine tidak akan pernah baik kepadaku." Pembela apanya? Kau
Happy Reading . . . *** "Kau sungguh terlihat luar biasa, Mandy." "Benarkah?" "Tetap pertahankan posisimu pada cahaya itu, dan keluarkan improvisasi yang lainnya dari dirimu." Sudah cukup lama pemotretan ini berjalan, dan entah sudah ke berapa kalinya juga Becks menghasilkan foto diriku pada kameranya. Di sebuah gedung kosong yang sudah sangat lama sudah ditinggalkan terlihat dari struktur bangunan yang terlihat sebagian besarnya sudah rapuh. Namun Becks mengatakan bukan situasi yang terasa cukup menyeramkan yang ingin ia ambil, tetapi pencahayaan alami yang masuk melalui celah dan jendela bangunan adalah targetnya. Dan sebagai modelnya, tentu aku hanya bisa mengikuti perintah yang diucapkan oleh Becks saja. Dan di sebuah tangga melingkar yang menuju penghubung menuju lantai demi lantai bangunan tersebut, aku mencoba memberikan pose terbaikku di depan kamera Becks. Pencahayaan siang hari menjelang sore dan sedikit angin yang menyapu wajahku, memberikan efek alami dalam pemotretan
Happy Reading . . . *** Sebisa mungkin aku mencoba untuk menahan senyuman yang entah mengapa tidak bisa aku kendalikan dengan menghilangkannya dari bibirku. Dengan sesekali mengusap dan menggigit kecil bibirku ini, pikiranku pun tidak bisa terlepas dari hal yang sudah terjadi di antara diriku dan dirinya tadi siang. Ciuman yang memberikan banyak arti dan menimbulkan kesan yang begitu mendalam di dalam diriku itu seakan tidak ingin menghilang dari bayanganku. Oh, tidak! Apakah benar aku sedang jatuh cinta? Rasa ini, kembali aku rasakan, tetapi justru kepada orang lain. Jatuh cinta yang terasa salah, namun entah mengapa aku justru menginginkannya. "Mandy..." Suara panggilan itu langsung membangunkanku dari lamunan, dan aku pun tidak tersadar akan keberadaan Bryce yang rupanya sudah duduk di sofa tepat di sampingku. "Hei, kau sudah pulang?" Tanyaku dengan senyuman di wajah. "Ya, sejak tadi. Sejak aku yang memperhatikanmu sedang senyum-senyum sendirian." "Benarkah?" "Seberapa dala
Happy Reading . . . *** Menyiapkan sarapan saat pagi hari seperti ini sudahlah menjadi kewajiban untukku. Maupun Bryce tidak pergi bekerja sekalipun, aku tetap harus membuatkannya sarapan pagi. Bersamaan dengan dua telur mata sapi yang baru saja selesai aku buat, dan hendak aku pindahkan ke atas piring tiba-tiba saja sebuah pelukan dan kecupan singkat di pipi aku rasakan sehingga sedikit membuatku terkejut. "Bryce..., kau mengejutkanku." Protesku yang membuat sang pelaku hanya tertawa dan melangkah menuju meja makan. "Selamat pagi, aku hanya memberikanmu ciuman pagi saja." "Menyebalkan," balasku sambil melangkah menuju meja makan sambil membawa sepiring telur mata sapi yang sudah aku buat tadi. "Tetapi aku mencintaimu." Bryce pun langsung memeluk pinggangku setelah aku menaruh piring tersebut di atas meja tepat di hadapannya. Aku tahu ia sedang mencoba untuk membangun kembali sikap manis dan romantisnya kepadaku, tetapi sayangnya hal itu tetap tidak bisa meluluhkan perasaanku.
Happy Reading . . . *** Pandanganku tidak bisa berhenti meneliti setiap sudut apartemen milik Becks yang terlihat mewah dan begitu menarik untuk dilihat ini. Setelah aku dan Becks yang sudah selesai makan siang bersama tadi, ia pun mengajakku ke apartemennya karena ingin memperlihatkan kamera pertama miliknya kepadaku. Dan disinilah aku, di ruang tengah apartemen Becks aku menunggunya yang sedang mengambil kamera tersebut. "Maaf jika lama, Mandy. Aku sedikit lupa terakhir menaruhnya dimana. Jadi, aku harus mencari-carinya terlebih dahulu." "Tidak masalah,". "Apartemenmu sangat nyaman, Becks." Sambungku bersamaan dengan ia yang mendudukkan diri tepat di sampingku sambil terlihat mengotak-atik kamera di tangannya itu. "Kau suka berada di sini?" "Terasa nyaman saja." "Kau bisa mengunjunginya kapan pun itu kau ingin." "Kau ini, selalu saja mempersilakanku untuk memasuki setiap wilayah pribadimu kapan pun itu aku ingin? Memangnya kau tidak takut dengan aku yang bisa saja sebenarnya
Happy Reading . . . *** "Seharusnya kau malu dengan dirimu sendiri. Bagaimana bisa kau menjadi seorang istri yang baik, jika kau sendiri saja tidak bisa menunjukkannya? Dan kau, Bryce. Apa yang kau harapkan dari seorang istri yang tidak mengerti akan arti dari sebuah tanggung jawab? Baru disindir seperti itu saja sudah langsung pergi dari rumah seakan tidak memiliki sikap saja. Sepuluh tahun lebih kau menjalani pernikahanmu ini, tetapi sikapmu masih sama saja. Tidak pernah berubah seperti dahulu. Dimana..." Ya, ya, ya. Keluarkan saja semua keluh kesahmu yang selama ini sudah kau pendam karena memiliki menantu yang di matamu terlihat tidak berguna ini, Lorraine. Aku yang baru saja sampai di rumah setelah bertemu dengan Becks tadi, langsung disembur oleh kemarahan orangtua tercinta Bryce itu karena aku yang justru meninggalkan rumah disaat yang lain tidak ada yang memiliki rencana berpergian keluar. Dan Lorraine pun semakin marah karena aku yang meninggalkan Renne dan Bryce begitu s
Happy Reading . . . *** Dengan langkah cepat, aku memasuki sebuah cafe dan menghampiri sosok Ava yang sudah terlihat duduk di salah satu kursi di depan sana. Pagi ini aku memiliki janji temu dengannya untuk membahas masalahku yang sempat menyeret Ava ke dalamnya. Selain Ava yang juga sudah terus menerus mengejarku untuk dimintai penjelasan mengenai masalah itu, aku juga ingin memberitahu sekaligus menceritakan hal yang kemarin sempat terjadi pada diriku dan Becks. "Maafkan aku jika terlambat. Aku harus memastikan Lorraine pergi dari rumahku terlebih dahulu, dan Renne yang juga harus pergi ke sekolah." Ucapku sambil menduduki diri di kursi yang berhadapan dengan Ava. "Nenek sihir itu semalam menginap di rumahmu?" "Ya. Dia selalu khawatir dan ingin melindungi anak satu-satunya itu dari seorang wanita yang di matanya selalu terlihat tidak bertanggung jawab seperti diriku ini." "Sangat menyebalkan." Balas Ava dengan mencibir dan membuatku sedikit tersenyum karenanya. "Kau ingin pesa