Happy Reading . . . *** Aku menatap kosong ke arah luar jendela yang berada tidak jauh di sampingku ini, yang sepertinya mengarah kepada sebuah taman di luar sana. Sudah beberapa hari waktu berlalu semenjak aku yang terbangun dari masa koma singkatku itu. Aku yang sudah merasa semakin lebih baik dari hari ke hari, tetapi walaupun sesekali aku masih merasa nyeri di bagian kepala dan di bagian beberapa letak luka yang aku miliki ini, namun rupanya aku masih juga tidak diperbolehkan untuk keluar dari rumah sakit ini. Aku pun yang sudah merasa begitu bosan berada di ruangan ini selama berhari-hari, tidak termasuk masa koma yang aku alami kemarin, membuatku menjadi lebih banyak berdiam diri dan melamun. "Hei, selamat pagi. Apa kabarmu hari ini, Mandy?" Suara itu, datang bersamaan dengan terbukanya pintu ruangan ini yang menampilkan Becks yang kembali datang di pagi hari seperti biasanya, dengan sebuket bunga di tangannya. Hal baru yang entah kenapa belakang ini selalu Becks lakukan te
Happy Reading . . . *** Tiga minggu berlalu, total waktu yang sudah aku habiskan selama berada di rumah sakit dimana aku dirawat ini untuk menjalani pemulihan semenjak kecelakaan tersebut menimpaku. Hingga pada akhirnya, aku pun juga sudah diperbolehkan untuk keluar dari tempat yang sudah cukup menyiksaku selama berminggu-minggu ini. Dan kini, aku sedang bersiap-siap untuk keluar dari rumah sakit yang tentunya dengan bantuan dan keberadaan Becks di sini. Pria itu benar-benar sungguh tidak pernah meninggalkanku sendirian di tempat ini, kecuali ia memiliki pemotretan yang tidak mendesak sehingga tidak bisa ia tolak lagi. "Pakai mantelnya, di luar sedang sedikit dingin." Ucap Becks yang menghampiriku yang sedang duduk di tepi ranjang dan hendak memakaikan mantel yang ia bawa kepadaku."Apakah saat ini sudah memasuki musim dingin?" "Hampir." "Aku lupa bertanya. Apakah saat ini aku berada di Brooklyn? Karena hal terakhir yang aku ingat, aku tinggal di kota itu." "Saat ini kau berada
Happy Reading . . . *** Suara ketukan pintu yang sudah berkali-kali dengan samar-samar aku dengar dari luar sana dan mulai terasa menggangguku itu, membuatku dengan perlahan langsung membuka mata yang sebelumnya masih setengah sadar dari tidurku ini. "Mandy, apakah kau sudah terbangun?" Suara Becks, yang terdengar dari luar sana membuatku benar-benar terbangun dengan sepenuhnya. Aku yang memutuskan untuk meminta kepada pria itu agar kami bisa berpisah kamar saja, membuatku tentu menempati kamar lain di rumahnya ini karena bagiku hal seperti itulah yang terbaik untukku di situasi seperti ini. Aku ingin mulai menjaga jarak dengan pria itu, sekaligus jika bisa membuatnya sadar bahwa sudah seharusnya ia tidak lagi terus berpikir bahwa aku ini adalah miliknya. "Kau bisa masuk," balasku dengan sedikit berteriak dan langsung membuat pintu kamar ini terbuka bersamaan dengan Becks yang muncul di sana. "Hei, selamat pagi. Apa kau baru terbangun setelah mendengar suara ketukan pintuku? At
Happy Reading . . . *** Aku menatap kosong jalanan di luar sana melalui kaca jendela pintu mobil di sampingku ini. Pikiranku sejak tadi benar-benar tidak bisa terlepas dari ucapan Ava yang mengajakku untuk ikut dengannya pergi ke Paris. Tawaran menjadi asisten Ava, seperti peluang yang begitulah besar bagiku untuk bisa memulai kehidupan baru, dan harus benar-benar aku pertimbangkan dengan sangat baik-baik. Dan pemikiran seperti itulah yang sejak tadi membuatku melamun dan memikirkan kesempatan yang mungkin akan membawaku menuju kebahagiaan yang sesungguhnya, semenjak pertemuanku bersama dengan Ava tadi berakhir. "Hei, Mandy." Panggilan dengan genggaman tangan itu pun membuatku langsung tersadar dari lamunan. "Ya?" "Kau baik-baik saja?" "Ya. Memangnya ada apa?" "Tidak. Hanya saja, sejak dari cafe tadi kau lebih banyak terdiam. Memangnya, hal apa saja yang kau bicarakan dengan Ava tadi?" "Hanya beberapa hal yang aku lupakan saja darinya. Kehidupan barunya di Paris, pekerjaannya
Happy Reading . . . *** Aku menatap diriku di depan cermin untuk melihat penampilan diriku yang setiap hari dan setiap tahunnya seperti ini saja. Rambut panjangku ini, entah sudah berapa lama terakhir kali aku mengguntingnya. Panjangnya yang sudah mencapai pinggangku ini, membuatku bertaruh bahwa terakhir kali aku memendekkan rambutku sudah bertahun-tahun lamanya. Belum lagi bagian dalam rambutku terdapat sedikit potongan rambut yang tidak teratur, yang sengaja dihilangkan pada saat setelah kecelakaan tersebut, untuk menangani bagian kepalaku yang saat itu terkena benturan pada aspal jalanan. Sehingga aku pun memutuskan ingin menggunting rambutku menjadi sangat pendek, membuatku mengira-ngira sampai sependek apa potongan gaya rambut yang cocok untukku. Namun di saat aku yang baru saja sedang mengira, pintu kamar ini pun terbuka dan munculah Becks di sana yang sudah melangkah masuk menghampiriku. "Hei, apa yang kau lihat?" Tanya-nya kepadaku. "Rambutku. Aku ingin menggunting dan me
Happy Reading . . . *** Genggaman erat tangan Becks pada tangan kiriku yang tidak memegang kruk untuk membantu kaki kananku yang masih belum pulih untuk bisa berjalan dengan normal ini, seakan tidak ingin ia lepaskan sampai kapan pun. Genggaman tangan itu pun seakan memanduku melangkah memasuki sebuah restaurant di depan sana yang terlihat begitu eksklusif dan menggambarkan kemewahan luar biasa dari luar sini. "Kau sudah benar-benar merencanakan makan malam ini dengan sempurna, Becks?" Ucapku saat kami masih melangkah masuk menuju restaurant tersebut. "Kau sudah bisa menebaknya, huh?" "Bagaimana tidak? Hari ini kau sudah mengajakku ke salon, memberikanku gaun yang aku kenakan dengan luar biasa dan pasti tidaklah murah ini, dan sekarang kau membawaku ke restauran berbintang seperti ini. Dan sehabis ini, hal apalagi yang menjadi bagian dari kejutanmu itu, Becks?" "Kau bisa mendapatkannya nanti." "Jadi, kau masih memiliki kejutan untukku?" "Hhmm..., tebak dan pikirkanlah." "Kemb
Happy Reading . . . *** Aku menatap sebuah benda kecil yang sudah melingkar pada jari manis, di tangan kiriku ini. Rasanya sudah cukup lama aku tidak mengenakan benda seperti ini di jari tanganku. Bahkan pada saat aku memiki cincin pernikahan dulu pun aku memutuskan untuk tidak memakainya. Aku yang memang pada dasarnya tidak menyukai memakai hal-hal seperti itu pun, justru kini mendapatkan benda yang sejenis namun kali ini terlihat lebih mewah, bernilai tinggi, dan begitu berharga. Dan semalam, tanpa aku duga Becks baru saja melamarku. Ia begitu membuktikan betapa dirinya tidak ingin kehilanganku, sampai-sampai ia berani untuk melamarku di saat aku yang masih berpura-pura menderita amnesia ini. Dan kini, aku yang harus menjalani peranku atas jawaban yang sudah aku berikan semalam dimana aku menerima lamaran Becks, juga memperlihatkan kepada pria itu jika aku yang masih mencintainya. Walau sesungguhnya rasa itu seperti sudah tidak ada lagi di dalam diriku, dan tidak bisa aku rasakan
Happy Reading . . . *** [Los Angeles, California]~Aku membuka mata dengan perlahan, disaat merasakan cahaya matahari yang menembus melalui kaca jendela dan ternyata sudah menerangi ruangan ini, sehingga terasa begitu mengganggu tidurku. Perasaan hangat nan nyaman pun selalu aku rasakan disaat membuka mata, dan merasakan beban berat dari sebuah tangan besar yang berada di atas tubuhku. Dengan lembut pun aku mulai membelai setiap urat nadi sekaligus rambut-rambut halus yang terdapat pada sepanjang tangan ini. Merasakan betapa kokohnya tangan yang seakan melindungi diriku dari segala ancaman bahaya, sekaligus membuatku tidak bisa pergi dari pelukan sang pemilik tangan. Setelah puas merasakan urat nadi dan otot kencang dari sebuah tangan yang menggambarkan betapa gagah dan begitu berartinya menjaga bentuk idealitas tubuh sekaligus penampilan bagi sang pemilik, kini aku pun memiringkan kepala untuk melihat wajah yang bisa membuatku selalu tersenyum pada saat memandangi betapa sempurna