Happy Reading . . . *** Setelah menemani Renne hingga sampai tertidur, aku pun beranjak keluar dari dalam kamarnya dengan sepelan mungkin agar tidak sampai menimbulkan suara yang mengganggu. Hingga aku yang sudah berada di luar kamar, tiba-tiba saja aku pun sedikit dikejutkan oleh suara Bryce yang memanggilku di belakang sana. "Bisakah kita bicara lagi?" "Tentu saja." Bryce yang terlebih dahulu melangkah menuju ruang tengah, membuatku langsung bergegas mengikutinya. Lalu, aku pun mendudukkan diri di sofa yang berseberangan dengan sofa yang di duduki oleh Bryce. Tatapan kami yang bertemu, langsung membuat pria itu membuka pembicaraan di antara kami yang sudah aku duga tidak akan jauh dari permasalahan mengenai perpisahan. "Apa yang membuatmu sampai memutuskan ingin berpisah denganku, Mandy?" "Banyak hal yang membuatku sampai pada akhirnya memutuskan untuk mengambil keputusan itu." "Kau bisa mengatakannya." "Aku tidak ingin membuatmu merasa kecewa setelah mendengar semua alasan
Happy Reading . . . *** Aku memastikan sekali lagi seluruh barang-barang milikku yang berada di rumah Bryce ini, sudah aku masukkan ke dalam dua buah koper dan satu tas besar. Hal yang sudah terjadi beberapa hari lalu mengenai terungkapnya seluruh isi di dalam benak hatiku, dan juga mengenai hubungan bersama Becks yang diam-diam aku sembunyikan di belakang Bryce sudah diketahui olehnya, membuatku sudah memutuskan untuk keluar dari rumah ini seperti yang Becks sarankan saat itu. Becks yang juga menawarkan untuk tinggal bersama dengannya di apartemen pria itu, membuatku pada akhirnya memutuskan untuk mengikuti saran darinya itu, sambil menunggu jadwal pengajuan akan proses perceraianku yang akan masuk ke dalam pengadilan di minggu depan. Ya, tanpa menunggu lebih lama lagi setelah kejadian beberapa hari lalu itu, aku langsung menghubungi pengacara yang akan aku pakai jasanya untuk mendampingiku dalam proses perpisahan itu, agar pengajuan perceraianku bisa segera dimasukan ke dalam pen
Happy Reading . . . *** "Becks mengajakku untuk pindah dan tinggal bersama dengannya di Los Angeles." Ava yang baru saja meminum secangkir kopi miliknya itu terlihat sedikit mengernyitkan kening, setelah aku mengatakan hal yang seperti Becks katakan kepadaku kemarin. Seperti biasanya. Aku selalu membagikan setiap cerita dan segala isi hatiku ini terhadap setiap permasalahan yang sedang aku hadapi kepada sahabatku, Ava. Dan kini, di sebuah cafe tempat dimana aku sedang bertemu dengan Ava, aku hendak kembali menceritakan beberapa perihal yang sedang aku miliki ini. "Wow..., cukup mengejutkan." "Benar, bukan?" "Tetapi di sisi lain, hal itu terdengar bagus juga. Kau justru menjadi mendapatkan sebuah kepastian, di saat hidupmu sedang dihadapi oleh masalah seperti sekarang ini, Mandy." "Tetapi aku justru merasa tidak siap, Av. Pindah ke kota yang besar seperti itu bukanlah hal yang kecil dan mudah bagiku. Apalagi, kondisiku yang saat ini baru sedang dalam proses cerai dengan Bryce, m
Happy Reading . . . *** "Becks, dimanakah tempat biasanya jika kau ingin mencetak sebuah foto?" Tanyaku kepada Becks yang baru saja kembali menghampiriku di ruang tengah setelah ia mengambil sebotol bir di pantry. "Ada apa? Apa kau ingin mencetak foto?" "Minggu depan hari ulang tahun Renne. Aku sudah mempersiapkan hadiah untuknya, dan tinggal satu hal lagi yang harus aku lakukan untuk menyempurnakan hadiahku itu. Yaitu, mencetak foto Renne saat ia yang saat itu baru berusia satu minggu." "Sepertinya hadiah yang terdengar begitu indah dan istimewa. Apakah aku boleh mengetahuinya?" Tanyanya yang sudah mendudukkan diri di sampingku, dan merangkul bahuku untuk ditarik ke dalam pelukannya. "Hanya hadiah sederhana saja. Aku tidak bisa memberikan hadiah luar biasa dengan harga fantastis untuknya." "Aku yakin hadiah sederhana yang kau maksudkan itu justru lebih berharga dari pada barang-barang dengan harga fantastis di luar sana. Jadi, kau ingin memberikannya apa?" "Aku membeli sebuah
Happy Reading . . . *** Rasa beban yang seperti satu demi satu terangkat, aku rasakan bersamaan denganku yang melangkah keluar dari gedung pengadilan setelah baru saja aku selesai memberikan syarat dan dokumen perceraian yang dibutuhkan di sana, agar bisa segera dimulai prosesnya. Dan bertepatan dengan hari ini juga, Renne berulang tahun di usianya yang ke-tujuh tahun. Aku tidak berharap banyak akan diterima saat aku datang ke rumah Lorraine nanti, mengingat pasti wanita itu yang sudah mengetahui tentang perpisahanku dengan Bryce, dan rasa bencinya terhadapku itu pasti juga menjadi semakin bertambah besar. Namun niatku yang ingin datang ke rumah Lorraine hanya untuk Renne, jadi aku harus sedikit berkorban demi dapat bertemu dengan anakku itu di hari ulang tahunnya ini. Aku hanya ingin memberikan hadiah yang saat itu pernah aku janjikan kepada Renne, dan yang juga sudah aku persiapan dengan sepenuh hati sejak jauh-jauh hari hanya untuk Renne saja. Dan rasa takut untuk menghadapi Lo
Happy Reading . . . *** Ciuman yang bermula dengan tanpa diduga itu, kini justru semakin membuatku menjadi terpenjara dalam situasi yang tidak bisa aku mengerti ini. Bagaimana jadinya aku dan Bryce yang sebelumnya sedang berada di depan rumah Lorraine? Namun kini aku bisa berada di dalam rumah dengan tubuhku yang dihimpit oleh Bryce dengan dinding yang berada di belakangku. Belum lagi Bryce yang kini semakin aku biarkan, ia justru dengan tanpa permisi sudah mencumbu leherku dan membuka satu per satu kancing kemeja yang sedang aku kenakan ini. Dengan kesadaran yang tentunya masih menguasai diriku, aku pun berusaha untuk menghentikan hal yang pria ini lakukan terhadapku. "Bryce, hentikan." Pekikku sambil berusaha mendorong bahu pria itu agar bisa menjauh dari diriku. "Aku sangat merindukanmu, Mandy." Balasan Bryce dengan nada suara yang mulai terdengar dengan cukup jelas bahwa ia mulai terselimuti oleh api gairah, membuatku harus benar-benar menghentikan hal yang tidak boleh terjad
Happy Reading . . . *** Pelukan hangat sebagai bentuk perpisahan kecil ini pun aku berikan kepada Ava. Aku yang pada akhirnya memutuskan untuk meninggalkan Brooklyn, pada saat sore hari ini aku ingin bertemu dengan satu-satunya sahabat yang aku miliki untuk yang terakhir kalinya di Brooklyn sebelum keberangkatanku ke Los Angeles. Aku dan Becks yang mendapatkan jadwal penerbangan pada saat malam hari, membuatku memutuskan untuk sebisa mungkin memberitahu kepergianku yang terasa tiba-tiba ini sekaligus juga berpamitan dengan Ava di sebuah cafe. Rasanya cukup sulit berpisah dengan sang sahabat, walaupun alat komunikasi pun tidaklah susah. Enam jam lamanya perjalan dari Brooklyn menuju Los Angeles menggunakan jalur udara, memang rasanya bukanlah jarak yang terlalu jauh juga. Tetapi, entah kenapa beban dihatiku terasa begitu berat untuk meninggalkan Ava. Rasanya seperti berpisah dengan sahabat adalah hal tersulit dan terasa lebih berat, dari pada ditinggal oleh pasangan. "Jangan menang
Happy Reading . . . *** [Los Angeles, California | Masa Sekarang] ~ Aku membuka mata dengan perlahan disaat merasakan cahaya matahari yang menembus masuk melalui kaca jendela dan ternyata sudah menerangi ruangan ini yang sehingga terasa begitu mengganggu tidurku. Perasaan hangat nan nyaman pun selalu aku rasakan disaat membuka mata, bersamaan dengan beban berat dari sebuah tangan besar yang selalu aku rasakan karena pelukan di tubuhku. Dengan lembut pun aku mulai membelai setiap urat nadi sekaligus rambut-rambut halus yang terdapat pada sepanjang tangan ini. Merasakan betapa kokohnya tangan yang seakan melindungi diriku dari segala ancaman bahaya, sehingga membuatku tidak ingin pergi dari pelukan sang pemilik tangan. Setelah puas merasakan urat nadi dan otot kencang dari sebuah tangan yang menggambarkan betapa gagah dan begitu berartinya menjaga bentuk idealitas tubuh sekaligus penampilan bagi sang pemilik, kini aku pun memiringkan kepala untuk melihat wajah yang bisa membuatku s
Happy Reading . . . *** Aku menatap sebuah benda kecil yang sudah melingkar pada jari manis, di tangan kiriku ini. Rasanya sudah cukup lama aku tidak mengenakan benda seperti ini di jari tanganku. Bahkan pada saat aku memiki cincin pernikahan dulu pun aku memutuskan untuk tidak memakainya. Aku yang memang pada dasarnya tidak menyukai memakai hal-hal seperti itu pun, justru kini mendapatkan benda yang sejenis namun kali ini terlihat lebih mewah, bernilai tinggi, dan begitu berharga. Dan semalam, tanpa aku duga Becks baru saja melamarku. Ia begitu membuktikan betapa dirinya tidak ingin kehilanganku, sampai-sampai ia berani untuk melamarku di saat aku yang masih berpura-pura menderita amnesia ini. Dan kini, aku yang harus menjalani peranku atas jawaban yang sudah aku berikan semalam dimana aku menerima lamaran Becks, juga memperlihatkan kepada pria itu jika aku yang masih mencintainya. Walau sesungguhnya rasa itu seperti sudah tidak ada lagi di dalam diriku, dan tidak bisa aku rasakan
Happy Reading . . . *** Genggaman erat tangan Becks pada tangan kiriku yang tidak memegang kruk untuk membantu kaki kananku yang masih belum pulih untuk bisa berjalan dengan normal ini, seakan tidak ingin ia lepaskan sampai kapan pun. Genggaman tangan itu pun seakan memanduku melangkah memasuki sebuah restaurant di depan sana yang terlihat begitu eksklusif dan menggambarkan kemewahan luar biasa dari luar sini. "Kau sudah benar-benar merencanakan makan malam ini dengan sempurna, Becks?" Ucapku saat kami masih melangkah masuk menuju restaurant tersebut. "Kau sudah bisa menebaknya, huh?" "Bagaimana tidak? Hari ini kau sudah mengajakku ke salon, memberikanku gaun yang aku kenakan dengan luar biasa dan pasti tidaklah murah ini, dan sekarang kau membawaku ke restauran berbintang seperti ini. Dan sehabis ini, hal apalagi yang menjadi bagian dari kejutanmu itu, Becks?" "Kau bisa mendapatkannya nanti." "Jadi, kau masih memiliki kejutan untukku?" "Hhmm..., tebak dan pikirkanlah." "Kemb
Happy Reading . . . *** Aku menatap diriku di depan cermin untuk melihat penampilan diriku yang setiap hari dan setiap tahunnya seperti ini saja. Rambut panjangku ini, entah sudah berapa lama terakhir kali aku mengguntingnya. Panjangnya yang sudah mencapai pinggangku ini, membuatku bertaruh bahwa terakhir kali aku memendekkan rambutku sudah bertahun-tahun lamanya. Belum lagi bagian dalam rambutku terdapat sedikit potongan rambut yang tidak teratur, yang sengaja dihilangkan pada saat setelah kecelakaan tersebut, untuk menangani bagian kepalaku yang saat itu terkena benturan pada aspal jalanan. Sehingga aku pun memutuskan ingin menggunting rambutku menjadi sangat pendek, membuatku mengira-ngira sampai sependek apa potongan gaya rambut yang cocok untukku. Namun di saat aku yang baru saja sedang mengira, pintu kamar ini pun terbuka dan munculah Becks di sana yang sudah melangkah masuk menghampiriku. "Hei, apa yang kau lihat?" Tanya-nya kepadaku. "Rambutku. Aku ingin menggunting dan me
Happy Reading . . . *** Aku menatap kosong jalanan di luar sana melalui kaca jendela pintu mobil di sampingku ini. Pikiranku sejak tadi benar-benar tidak bisa terlepas dari ucapan Ava yang mengajakku untuk ikut dengannya pergi ke Paris. Tawaran menjadi asisten Ava, seperti peluang yang begitulah besar bagiku untuk bisa memulai kehidupan baru, dan harus benar-benar aku pertimbangkan dengan sangat baik-baik. Dan pemikiran seperti itulah yang sejak tadi membuatku melamun dan memikirkan kesempatan yang mungkin akan membawaku menuju kebahagiaan yang sesungguhnya, semenjak pertemuanku bersama dengan Ava tadi berakhir. "Hei, Mandy." Panggilan dengan genggaman tangan itu pun membuatku langsung tersadar dari lamunan. "Ya?" "Kau baik-baik saja?" "Ya. Memangnya ada apa?" "Tidak. Hanya saja, sejak dari cafe tadi kau lebih banyak terdiam. Memangnya, hal apa saja yang kau bicarakan dengan Ava tadi?" "Hanya beberapa hal yang aku lupakan saja darinya. Kehidupan barunya di Paris, pekerjaannya
Happy Reading . . . *** Suara ketukan pintu yang sudah berkali-kali dengan samar-samar aku dengar dari luar sana dan mulai terasa menggangguku itu, membuatku dengan perlahan langsung membuka mata yang sebelumnya masih setengah sadar dari tidurku ini. "Mandy, apakah kau sudah terbangun?" Suara Becks, yang terdengar dari luar sana membuatku benar-benar terbangun dengan sepenuhnya. Aku yang memutuskan untuk meminta kepada pria itu agar kami bisa berpisah kamar saja, membuatku tentu menempati kamar lain di rumahnya ini karena bagiku hal seperti itulah yang terbaik untukku di situasi seperti ini. Aku ingin mulai menjaga jarak dengan pria itu, sekaligus jika bisa membuatnya sadar bahwa sudah seharusnya ia tidak lagi terus berpikir bahwa aku ini adalah miliknya. "Kau bisa masuk," balasku dengan sedikit berteriak dan langsung membuat pintu kamar ini terbuka bersamaan dengan Becks yang muncul di sana. "Hei, selamat pagi. Apa kau baru terbangun setelah mendengar suara ketukan pintuku? At
Happy Reading . . . *** Tiga minggu berlalu, total waktu yang sudah aku habiskan selama berada di rumah sakit dimana aku dirawat ini untuk menjalani pemulihan semenjak kecelakaan tersebut menimpaku. Hingga pada akhirnya, aku pun juga sudah diperbolehkan untuk keluar dari tempat yang sudah cukup menyiksaku selama berminggu-minggu ini. Dan kini, aku sedang bersiap-siap untuk keluar dari rumah sakit yang tentunya dengan bantuan dan keberadaan Becks di sini. Pria itu benar-benar sungguh tidak pernah meninggalkanku sendirian di tempat ini, kecuali ia memiliki pemotretan yang tidak mendesak sehingga tidak bisa ia tolak lagi. "Pakai mantelnya, di luar sedang sedikit dingin." Ucap Becks yang menghampiriku yang sedang duduk di tepi ranjang dan hendak memakaikan mantel yang ia bawa kepadaku."Apakah saat ini sudah memasuki musim dingin?" "Hampir." "Aku lupa bertanya. Apakah saat ini aku berada di Brooklyn? Karena hal terakhir yang aku ingat, aku tinggal di kota itu." "Saat ini kau berada
Happy Reading . . . *** Aku menatap kosong ke arah luar jendela yang berada tidak jauh di sampingku ini, yang sepertinya mengarah kepada sebuah taman di luar sana. Sudah beberapa hari waktu berlalu semenjak aku yang terbangun dari masa koma singkatku itu. Aku yang sudah merasa semakin lebih baik dari hari ke hari, tetapi walaupun sesekali aku masih merasa nyeri di bagian kepala dan di bagian beberapa letak luka yang aku miliki ini, namun rupanya aku masih juga tidak diperbolehkan untuk keluar dari rumah sakit ini. Aku pun yang sudah merasa begitu bosan berada di ruangan ini selama berhari-hari, tidak termasuk masa koma yang aku alami kemarin, membuatku menjadi lebih banyak berdiam diri dan melamun. "Hei, selamat pagi. Apa kabarmu hari ini, Mandy?" Suara itu, datang bersamaan dengan terbukanya pintu ruangan ini yang menampilkan Becks yang kembali datang di pagi hari seperti biasanya, dengan sebuket bunga di tangannya. Hal baru yang entah kenapa belakang ini selalu Becks lakukan te
Happy Reading . . . *** Oh, tidak! Apa yang baru saja terjadi? Aku membuka kedua mataku dengan cepat, di saat diriku yang merasa seperti sehabis dikejutkan secara tiba-tiba. Namun kali ini, bukanlah langit-langit kamar Becks yang menyambut indra penglihatanku seperti biasanya. Tetapi sebuah langit-langit bernuansa putih dengan beberapa lampu yang menerangi ruangan ini. Tidak hanya penglihatanku saja yang aneh, tetapi pendengaranku pun juga menangkap suara-suara alat khas rumah sakit yang digunakan untuk mendeteksi detak jantung dan nadi seseorang. Tetapi belum selesai aku mengira-ngira akan hal yang sedang terjadi saat ini pada diriku, aku langsung merasakan betapa sakit dan rasa berdenyut yang begitu luar biasa pada kepalaku saat ini. Tanganku yang terasa begitu dingin akibat pendingin udara di ruangan ini, membuatku juga menjadi semakin merasa sulit untuk digerakan akibat rasa kaku pada sekujur tubuhku, cukup menghambatku yang ingin mencengkram kuat kepalaku berharap rasa sakit l
Happy Reading . . . *** Aku membuka mataku di saat aku merasakan cahaya matahari yang mulai menggangguku karena selalu menembus melalui jendela kamar ini. Aku melirik jam di atas meja yang berada di samping ranjang yang aku tempati ini, dan melihat waktu yang kini sudah menunjukkan pukul sembilan pagi. Dan itu tandanya, aku baru mengistirahatkan tubuhku selama empat jam lamanya. Sudah satu minggu waktu berlalu semenjak terbongkarnya rahasia yang selalu disembunyikan oleh pria itu, dan itu artinya sudah selama itu juga aku memutuskan untuk mogok bicara dengannya dan juga tentunya berusaha untuk menghindar dari pandangan Becks, walau aku tahu hal itu akan sangat sulit untuk dilakukan karena aku yang masih tinggal di rumahnya ini. Itu semua aku lakukan karena aku yang benar-benar sama sekali tidak diperbolehkan untuk pergi oleh pria itu. Aku yang kini seakan kembali seperti kehidupanku yang terdahulu dan mendapatkan perlakuan yang sama, dimana aku yang dikurung dan tidak boleh beranja