Happy Reading . . . *** Rasa beban yang seperti satu demi satu terangkat, aku rasakan bersamaan denganku yang melangkah keluar dari gedung pengadilan setelah baru saja aku selesai memberikan syarat dan dokumen perceraian yang dibutuhkan di sana, agar bisa segera dimulai prosesnya. Dan bertepatan dengan hari ini juga, Renne berulang tahun di usianya yang ke-tujuh tahun. Aku tidak berharap banyak akan diterima saat aku datang ke rumah Lorraine nanti, mengingat pasti wanita itu yang sudah mengetahui tentang perpisahanku dengan Bryce, dan rasa bencinya terhadapku itu pasti juga menjadi semakin bertambah besar. Namun niatku yang ingin datang ke rumah Lorraine hanya untuk Renne, jadi aku harus sedikit berkorban demi dapat bertemu dengan anakku itu di hari ulang tahunnya ini. Aku hanya ingin memberikan hadiah yang saat itu pernah aku janjikan kepada Renne, dan yang juga sudah aku persiapan dengan sepenuh hati sejak jauh-jauh hari hanya untuk Renne saja. Dan rasa takut untuk menghadapi Lo
Happy Reading . . . *** Ciuman yang bermula dengan tanpa diduga itu, kini justru semakin membuatku menjadi terpenjara dalam situasi yang tidak bisa aku mengerti ini. Bagaimana jadinya aku dan Bryce yang sebelumnya sedang berada di depan rumah Lorraine? Namun kini aku bisa berada di dalam rumah dengan tubuhku yang dihimpit oleh Bryce dengan dinding yang berada di belakangku. Belum lagi Bryce yang kini semakin aku biarkan, ia justru dengan tanpa permisi sudah mencumbu leherku dan membuka satu per satu kancing kemeja yang sedang aku kenakan ini. Dengan kesadaran yang tentunya masih menguasai diriku, aku pun berusaha untuk menghentikan hal yang pria ini lakukan terhadapku. "Bryce, hentikan." Pekikku sambil berusaha mendorong bahu pria itu agar bisa menjauh dari diriku. "Aku sangat merindukanmu, Mandy." Balasan Bryce dengan nada suara yang mulai terdengar dengan cukup jelas bahwa ia mulai terselimuti oleh api gairah, membuatku harus benar-benar menghentikan hal yang tidak boleh terjad
Happy Reading . . . *** Pelukan hangat sebagai bentuk perpisahan kecil ini pun aku berikan kepada Ava. Aku yang pada akhirnya memutuskan untuk meninggalkan Brooklyn, pada saat sore hari ini aku ingin bertemu dengan satu-satunya sahabat yang aku miliki untuk yang terakhir kalinya di Brooklyn sebelum keberangkatanku ke Los Angeles. Aku dan Becks yang mendapatkan jadwal penerbangan pada saat malam hari, membuatku memutuskan untuk sebisa mungkin memberitahu kepergianku yang terasa tiba-tiba ini sekaligus juga berpamitan dengan Ava di sebuah cafe. Rasanya cukup sulit berpisah dengan sang sahabat, walaupun alat komunikasi pun tidaklah susah. Enam jam lamanya perjalan dari Brooklyn menuju Los Angeles menggunakan jalur udara, memang rasanya bukanlah jarak yang terlalu jauh juga. Tetapi, entah kenapa beban dihatiku terasa begitu berat untuk meninggalkan Ava. Rasanya seperti berpisah dengan sahabat adalah hal tersulit dan terasa lebih berat, dari pada ditinggal oleh pasangan. "Jangan menang
Happy Reading . . . *** [Los Angeles, California | Masa Sekarang] ~ Aku membuka mata dengan perlahan disaat merasakan cahaya matahari yang menembus masuk melalui kaca jendela dan ternyata sudah menerangi ruangan ini yang sehingga terasa begitu mengganggu tidurku. Perasaan hangat nan nyaman pun selalu aku rasakan disaat membuka mata, bersamaan dengan beban berat dari sebuah tangan besar yang selalu aku rasakan karena pelukan di tubuhku. Dengan lembut pun aku mulai membelai setiap urat nadi sekaligus rambut-rambut halus yang terdapat pada sepanjang tangan ini. Merasakan betapa kokohnya tangan yang seakan melindungi diriku dari segala ancaman bahaya, sehingga membuatku tidak ingin pergi dari pelukan sang pemilik tangan. Setelah puas merasakan urat nadi dan otot kencang dari sebuah tangan yang menggambarkan betapa gagah dan begitu berartinya menjaga bentuk idealitas tubuh sekaligus penampilan bagi sang pemilik, kini aku pun memiringkan kepala untuk melihat wajah yang bisa membuatku s
Happy Reading . . . *** Aku memandang diriku di depan cermin yang kini sudah mengenakan gaun yang sudah Becks persiapkan untukku. Gaun tanpa lengan dengan panjangnya saja yang hanya mencapai setengah pahaku saja. Gaun bewarna hitam dengan hiasan manik-manik yang menghiasi di seluruh sisi gaunnya, seakan terlihat semakin begitu mencetak tubuhku. Sehingga aku yang merasa gaun ini begitu memeluk tubuhku, benar-benar begitu memperlihatkan lekuk tubuhku juga. Dipadukan dengan sepatu berhak tinggi standar dan bermodel sederhana hanya dengan dua tali saja, aku sengaja tidak merias wajahku terlalu mencolok. Agar gaun yang aku kenakan ini bagiku sesungguhnya sudah terlihat sangat nencolok, jadi aku memutuskan untuk tidak membuat riasan di wajahku sama mencoloknya agar tidak bisa membuat diriku yang mungkin saja akan menjadi pusat perhatian jika memiliki penampilan yang berlebihan. "Oh, wow... Siapakah wanita bertubuh seksi dan sangat luar biasa ini?" Tatapanku yang semula sedang berfokus
Happy Reading . . . *** Sambil menampilkan senyuman lebar, aku pun membalas lambaian tangan Becks yang berada di depan sana sedang melambaikan tangannya kepadaku. Dari kejauhan aku menunggu sambil memperhatikan Becks yang sedang melakukan pemotretan, dengan aku yang juga sedang berbincang dengan Ava melalui sambungan telepon. "Kau, tahu? Aku sangat membenci tempat dimana kau bekerja itu," protesku yang memang merasa kesal akan majalah itu yang selalu saja memberi Becks pekerjaan yang dipasangkan dengan model yang kebetulan adalah mantan kekasihnya. "Hei, tukang pencemburu! Itu hanyalah sebagai sebatas profesionalitas kerja saja, kau tahu?" "Aku tidak peduli itu profesional atau tidak, yang penting sampaikan saja pesanku kepada atasanmu untuk jangan memasangkan Becks dan mantan kekasihnya itu di dalam satu pekerjaan lagi. Sudah sejauh ini aku mengajak Becks untuk pindah dari Brooklyn, tetapi pada akhirnya tetap saja bertemu dengan wanita itu lagi, wanita itu lagi. Jadinya terdenga
Happy Reading . . . *** "Apa yang ada di dalam pikiranmu saat itu, Becks? Apakah hanya ada sosok Georgia saja yang ada di dalam pikiranmu itu?" Di meja makan ini, aku sudah tidak berselera untuk sarapan setelah Becks terus mencoba untuk memberikan penjelasan akan hal yang terjadi kemarin. Setelah meletakkan sendok dan garpu yang sebelumnya masing-masing kedua tanganku genggam, aku pun menatap Becks yang duduk di kursi meja makan berhadapan denganku untuk mulai mendengarkan penjelasan yang ingin dikatakan olehnya itu. "Berikan aku kesempatan untuk menjelaskan semuanya, okay? Aku ingin kau mengerti dan tidak salah paham." "Aku akan mendengarkan." "Georgia intoleran dengan laktosa, dan setahuku ia sangat alergi dengan produk olahan dari susu. Dan sebelum kejadian itu tiba, rupanya Georgia memakan salad yang terdapat keju di dalamnya. Aku yang melihat seseorang dalam keadaan yang tidak sadarkan diri akibat penyakit alerginya itu, pasti akan membuatku langsung menolongnya. Tidak hany
Happy Reading . . . *** "Hari ini aku akan melanjutkan pemotretan kemarin yang sempat tertunda. Dan tentunya bersama dengan Georgia juga. Apakah kau ingin menemaniku?" Tanya Becks yang membuatku langsung mengalihkan pandangan dari layar televisi, kepada pria itu yang baru saja melangkah keluar dari kamar mandi dan penampilannya yang sudah terlihat segar setelah ia yang baru saja selesai mandi. "Aku ingin di rumah saja." "Kau tidak ingin menemaniku? Di sana Georgia yang menjadi modelnya." "Iya, tadi kau sudah mengatakannya. Aku juga bisa mendengarnya dengan sangat jelas. Lagi pula, memangnya ada apa jika Georgia yang menjadi modelnya? Memang sudah seharusnya yang seperti itu, bukan?" "Kau yakin?" "Ya. Kau pergi saja bekerja, tidak perlu memikirkanku. Aku tidak akan kemana-mana." "Kau masih merasa kecewa terhadapku?" Tanya pria itu, namun kini ia yang sudah duduk di tepi ranjang dengan kedua tangannya yang langsung menggenggam tanganku erat. "Kita sudah menyelesaikan semuanya k