Happy Reading . . . *** Pelukanku pada Renne ini sungguh rasa tidak ingin aku lepaskan sampai kapan pun. Tidak hanya pelukan akan rasa rindu saja, tetapi aku juga melimpahkan rasa sayang dan rasa cinta yang tak terbatas terhadap anakku ini. Sejak semalam aku bertemu dengannya, hingga hari telah berganti menjadi pagi pun aku masih tidak berniat untuk melepaskan pelukanku terhadap Renne yang sejak beberapa saat lalu sudah terbangun dari tidurnya. Di atas ranjangnya yang kecil ini, aku membiarkan Renne menidurkan tubuhnya di atas tubuhku yang seakan juga tidak ingin melepaskan pelukannya terhadapku. Dan sepertinya, Renne sudah melupakan kemarahannya terhadapku pada saat pertemuan terakhir kami yang kurang lebih sudah terjadi pada satu bulan yang lalu. "Renne..." "Ya, Mom?" "Apakah Renne merindukan Mommy?" "Renne sangat merindukan Mommy. Kenapa Mommy tidak pernah datang menemui Renne?" "Maafkan Mommy, Sayang. Kemarin-kemarin Mommy sudah membuat Renne sedih dan kecewa.". "Tetapi Ren
Happy Reading . . . *** Setelah menemani Renne hingga sampai tertidur, aku pun beranjak keluar dari dalam kamarnya dengan sepelan mungkin agar tidak sampai menimbulkan suara yang mengganggu. Hingga aku yang sudah berada di luar kamar, tiba-tiba saja aku pun sedikit dikejutkan oleh suara Bryce yang memanggilku di belakang sana. "Bisakah kita bicara lagi?" "Tentu saja." Bryce yang terlebih dahulu melangkah menuju ruang tengah, membuatku langsung bergegas mengikutinya. Lalu, aku pun mendudukkan diri di sofa yang berseberangan dengan sofa yang di duduki oleh Bryce. Tatapan kami yang bertemu, langsung membuat pria itu membuka pembicaraan di antara kami yang sudah aku duga tidak akan jauh dari permasalahan mengenai perpisahan. "Apa yang membuatmu sampai memutuskan ingin berpisah denganku, Mandy?" "Banyak hal yang membuatku sampai pada akhirnya memutuskan untuk mengambil keputusan itu." "Kau bisa mengatakannya." "Aku tidak ingin membuatmu merasa kecewa setelah mendengar semua alasan
Happy Reading . . . *** Aku memastikan sekali lagi seluruh barang-barang milikku yang berada di rumah Bryce ini, sudah aku masukkan ke dalam dua buah koper dan satu tas besar. Hal yang sudah terjadi beberapa hari lalu mengenai terungkapnya seluruh isi di dalam benak hatiku, dan juga mengenai hubungan bersama Becks yang diam-diam aku sembunyikan di belakang Bryce sudah diketahui olehnya, membuatku sudah memutuskan untuk keluar dari rumah ini seperti yang Becks sarankan saat itu. Becks yang juga menawarkan untuk tinggal bersama dengannya di apartemen pria itu, membuatku pada akhirnya memutuskan untuk mengikuti saran darinya itu, sambil menunggu jadwal pengajuan akan proses perceraianku yang akan masuk ke dalam pengadilan di minggu depan. Ya, tanpa menunggu lebih lama lagi setelah kejadian beberapa hari lalu itu, aku langsung menghubungi pengacara yang akan aku pakai jasanya untuk mendampingiku dalam proses perpisahan itu, agar pengajuan perceraianku bisa segera dimasukan ke dalam pen
Happy Reading . . . *** "Becks mengajakku untuk pindah dan tinggal bersama dengannya di Los Angeles." Ava yang baru saja meminum secangkir kopi miliknya itu terlihat sedikit mengernyitkan kening, setelah aku mengatakan hal yang seperti Becks katakan kepadaku kemarin. Seperti biasanya. Aku selalu membagikan setiap cerita dan segala isi hatiku ini terhadap setiap permasalahan yang sedang aku hadapi kepada sahabatku, Ava. Dan kini, di sebuah cafe tempat dimana aku sedang bertemu dengan Ava, aku hendak kembali menceritakan beberapa perihal yang sedang aku miliki ini. "Wow..., cukup mengejutkan." "Benar, bukan?" "Tetapi di sisi lain, hal itu terdengar bagus juga. Kau justru menjadi mendapatkan sebuah kepastian, di saat hidupmu sedang dihadapi oleh masalah seperti sekarang ini, Mandy." "Tetapi aku justru merasa tidak siap, Av. Pindah ke kota yang besar seperti itu bukanlah hal yang kecil dan mudah bagiku. Apalagi, kondisiku yang saat ini baru sedang dalam proses cerai dengan Bryce, m
Happy Reading . . . *** "Becks, dimanakah tempat biasanya jika kau ingin mencetak sebuah foto?" Tanyaku kepada Becks yang baru saja kembali menghampiriku di ruang tengah setelah ia mengambil sebotol bir di pantry. "Ada apa? Apa kau ingin mencetak foto?" "Minggu depan hari ulang tahun Renne. Aku sudah mempersiapkan hadiah untuknya, dan tinggal satu hal lagi yang harus aku lakukan untuk menyempurnakan hadiahku itu. Yaitu, mencetak foto Renne saat ia yang saat itu baru berusia satu minggu." "Sepertinya hadiah yang terdengar begitu indah dan istimewa. Apakah aku boleh mengetahuinya?" Tanyanya yang sudah mendudukkan diri di sampingku, dan merangkul bahuku untuk ditarik ke dalam pelukannya. "Hanya hadiah sederhana saja. Aku tidak bisa memberikan hadiah luar biasa dengan harga fantastis untuknya." "Aku yakin hadiah sederhana yang kau maksudkan itu justru lebih berharga dari pada barang-barang dengan harga fantastis di luar sana. Jadi, kau ingin memberikannya apa?" "Aku membeli sebuah
Happy Reading . . . *** Rasa beban yang seperti satu demi satu terangkat, aku rasakan bersamaan denganku yang melangkah keluar dari gedung pengadilan setelah baru saja aku selesai memberikan syarat dan dokumen perceraian yang dibutuhkan di sana, agar bisa segera dimulai prosesnya. Dan bertepatan dengan hari ini juga, Renne berulang tahun di usianya yang ke-tujuh tahun. Aku tidak berharap banyak akan diterima saat aku datang ke rumah Lorraine nanti, mengingat pasti wanita itu yang sudah mengetahui tentang perpisahanku dengan Bryce, dan rasa bencinya terhadapku itu pasti juga menjadi semakin bertambah besar. Namun niatku yang ingin datang ke rumah Lorraine hanya untuk Renne, jadi aku harus sedikit berkorban demi dapat bertemu dengan anakku itu di hari ulang tahunnya ini. Aku hanya ingin memberikan hadiah yang saat itu pernah aku janjikan kepada Renne, dan yang juga sudah aku persiapan dengan sepenuh hati sejak jauh-jauh hari hanya untuk Renne saja. Dan rasa takut untuk menghadapi Lo
Happy Reading . . . *** Ciuman yang bermula dengan tanpa diduga itu, kini justru semakin membuatku menjadi terpenjara dalam situasi yang tidak bisa aku mengerti ini. Bagaimana jadinya aku dan Bryce yang sebelumnya sedang berada di depan rumah Lorraine? Namun kini aku bisa berada di dalam rumah dengan tubuhku yang dihimpit oleh Bryce dengan dinding yang berada di belakangku. Belum lagi Bryce yang kini semakin aku biarkan, ia justru dengan tanpa permisi sudah mencumbu leherku dan membuka satu per satu kancing kemeja yang sedang aku kenakan ini. Dengan kesadaran yang tentunya masih menguasai diriku, aku pun berusaha untuk menghentikan hal yang pria ini lakukan terhadapku. "Bryce, hentikan." Pekikku sambil berusaha mendorong bahu pria itu agar bisa menjauh dari diriku. "Aku sangat merindukanmu, Mandy." Balasan Bryce dengan nada suara yang mulai terdengar dengan cukup jelas bahwa ia mulai terselimuti oleh api gairah, membuatku harus benar-benar menghentikan hal yang tidak boleh terjad
Happy Reading . . . *** Pelukan hangat sebagai bentuk perpisahan kecil ini pun aku berikan kepada Ava. Aku yang pada akhirnya memutuskan untuk meninggalkan Brooklyn, pada saat sore hari ini aku ingin bertemu dengan satu-satunya sahabat yang aku miliki untuk yang terakhir kalinya di Brooklyn sebelum keberangkatanku ke Los Angeles. Aku dan Becks yang mendapatkan jadwal penerbangan pada saat malam hari, membuatku memutuskan untuk sebisa mungkin memberitahu kepergianku yang terasa tiba-tiba ini sekaligus juga berpamitan dengan Ava di sebuah cafe. Rasanya cukup sulit berpisah dengan sang sahabat, walaupun alat komunikasi pun tidaklah susah. Enam jam lamanya perjalan dari Brooklyn menuju Los Angeles menggunakan jalur udara, memang rasanya bukanlah jarak yang terlalu jauh juga. Tetapi, entah kenapa beban dihatiku terasa begitu berat untuk meninggalkan Ava. Rasanya seperti berpisah dengan sahabat adalah hal tersulit dan terasa lebih berat, dari pada ditinggal oleh pasangan. "Jangan menang