Share

BAGIAN 2: MEMAINKAN PERAN

Beberapa menit kemudian ojek yang ia kendarai sampai di depan kos-kosan yang ia sewa untuk merantau di Kota Jakarta dari Kota Bandung. Sesampainya di kamar, terlihat berbagai tas, hak tinggi, gaun dan aksesoris yang telah dipinjamkan Reva untuk kencan Anna hari ini.

“Ayo semangat Ann, tiga kali pertemuan saja dan kamu bisa mendapatkan uang tersebut,” pikirnya dalam hati.

Di sisi lain, Brandon yang kini telah sampai di lobby Restoran Chantel, segera masuk dan duduk di salah satu meja, meja tersebut terletak tepat di depan pemandangan laut Jakarta sore itu. Ia menunggu sambil memikirkan bagaimana sosok Reva yang akan ia temui nanti. Ia tak pernah berpikir akan menikah dan berkeluarga dengan seseorang melalui cara seperti ini.

Sepuluh menit berlalu, namun tanda-tanda kemunculan Reva tak kunjung ia rasakan. Brandon kembali mengecek jam tangannya. Tepat saat itu pintu lobby terbuka, Anna yang telah mengenakan gaun putih bermotif bunga, hak tinggi, tas bermerek serta aksesoris mahal pada tubuhnya segera masuk dan menanyakan mengenai keberadaan laki-laki bernama Brandon.

Sekujur kaki dan tangannya bergetar, ia sangat khawatir semuanya tak akan berjalan sesuai dengan rencana. Sesuai arahan pelayan restoran, Anna segera berjalan menuju meja di mana ada seorang laki-laki berjas hitam yang telah menunggunya.

Dengan seanggun mungkin Anna segera duduk, perlahan-lahan matanya berusaha menatap wajah Brandon, lalu kembali membuat tatapan sinis secara sengaja. Namun seketika Anna teringat sesuatu.

“Wajahnya tak asing…” pikir Anna.

“Halo Reva…” sapa Brandon, ia berusaha menatap dan memastikan jika orang dihadapannya bukanlah Reva, melainkan Anna, gadis yang ia temui di lorong rumah sakit hari ini. Alih-alih tak bersemangat saat bertemu teman kencannya, Brandon malah menjadi semakin bersemangat, karena ia tak perlu bersusah payah untuk menemui Anna agar ia dapat membalas budi pada gadis tersebut atas seluruh bantuan Ayahnya pada perusahaan keluarga Brandon.

“Oh halo, kau pasti Brandon bukan?” tanya Anna dengan nada datar, berusaha terlihat tak peduli.

“Iyaaa, ini silakan pesan dahulu, jangan sungkan untuk memesan apapun yang kau inginkan,” ujar Brandon, ia mencoba menutupi fakta jika dirinya sudah mengetahui jika wanita di hadapannya bukanlah Reva melainkan Anna.

Perlahan Anna mengambil menu yang terletak di atas meja, betapa terkejutnya ia saat matanya menelusuri harga beberapa menu yang tertera di situ. Hampir seluruh harga makanan berada di atas seratus ribu.

Tiba-tiba ia teringat sesuatu, laki-laki yang ada di hadapannya adalah lelaki yang sama dengan yang menabraknya di lorong rumah sakit hari ini.

“Astaga, j-jadi dia CEO yang menjadi pemilik perusahaan Rumah Sakit Sentral Medika? Matilah aku! Tetapi kejadian hari ini berlalu dengan cepat, dengan seragam yang kukenakan juga seharusnya ia tak akan mengingat wajahku,” pikir Anna.

Kencan tersebut baru berjalan lima menit namun sudah menimbulkan banyak beban pikiran di benak Anna.

Anna seketika berpikir keras agar bisa pergi dari tempat itu dan membuat Brandon kesal.

“Ahhh tak habis pikir, tidak ada menu yang aku sukai di sini,” ujar Anna sambil memasang wajah cemberut dan kesal, ia berharap setelah ini Brandon akan kesal dengan tingkah lakunya dan langsung memutuskan untuk membatalkan perjodohan ini.

“Mau makan di tempat lain?” tanya Brandon dengan santainya, tak ada tanda-tanda keberatan dari nadanya berbicara.

Beberapa saat kemudian kini Anna dan Brandon telah berada di Warung Padang yang terletak tepat di pinggir jalan.

“Nah ini dia tempat yang sering menjadi tempat langgananku,” ujar Anna bersemangat lalu bergegas mengambil piring dan memilih lauk sesukanya. Ia tahu cara ini akan ampuh untuk membuat Brandon kewalahan dengan sikapnya.

Saat gadis itu menoleh, ternyata Brandon sudah turut memilik lauk di piringnya, bahkan seluruh saat di total harga makanan di piring Brandon melampaui harga makanan pada piring Anna. Selama Brandon sibuk membayar di kasir, Anna menggunakan kesempatan itu untuk mencuci tangannya.

Anna dengan cepat segera duduk dan tak tanggung-tanggung makan dengan tangan kanannya. Brandon terdiam tak berkutik.

“Kalau kau tak suka, aku juga tak memaksa, kau bisa pergi,” ujar Anna sambil lanjut menyantap makanannya. Dengan cepat Brandon segera berdiri lalu pergi, Anna tersenyum. Namun hal yang terjadi malah di luar dugaannya, Brandon ternyata pergi hanya untuk mencuci tangannya lalu segera kembali dan turut menyantap makanan di piringnya.

Dua puluh menit pun berlalu, usai selesai makan, suasana kembali hening.

“Jadi bagaimana tanggapanmu? Setelah menikah nanti, aku akan lebih sering makan di sini,” ujar Anna dengan nada ngesoknya.

“Baguslah, aku suka wanita yang hemat,” ujar Brandon sambil tersenyum.

“Ahhh lagi-lagi gagal!” pikir Anna sambil memikirkan ide lain.

“Ada tempat lain yang mau kau kunjungi?” tanya Brandon sambil menatap Anna dalam-dalam. Anna membuang mukanya, tak ingin menatap pria itu. Matanya kini tertuju pada toko emas yang berada tepat di sebelah Warung Padang tempat mereka makan.

“Tempat apapun itu?” tanya Anna.

“Iyaaa,”

“Kebetulan bulan ini aku belum belanja perhiasan apapun, kau tak keberatan kan membiayai itu semua?” tanya Anna, dalam lubuk hatinya ia berharap agar pria di sampingnya semakin tak tahan dengan tingkah lakunya itu.

“Tentu, tak apa-apa, bukan masalah besar untukku,” ujar Brandon santai.

“Okeee, ayo ikut aku,” ujar Anna sambil berjalan ke toko emas terdekat sehingga tak membutuhkan waktu banyak.

Sesampainya di toko tersebut Anna berjalan-jalan mengitari toko sampai hampir sekitar satu jam, sebenarnya itu adalah kali pertamanya menginjakkan kaki di toko emas, mau tidak mau ia harus melakukan ini agar Brandon mau membatalkan perjodohan tersebut.

Alih-alih kesal, Brandon malah menunggu Anna dengan sabar memilih perhiasan yang ia inginkan, alasan ia tetap sabar melihat gadis di sampingnya bolak-balik tanpa memilih apapun adalah karena ia merasa nyaman berada di samping Anna, kehadiran gadis itu selalu dapat menarik perhatiannya.

Entah mengapa, Brandon kini malah terpaku pada heels yang membuat Anna semakin kesusahan untuk berjalan.

Brandon pun perlahan berjalan mendekat.

“Jadi bagaimana? Ada perhiasan yang kau sukai Reva?” bisik Brandon pada Anna, kini wajahnya hanya berjarak sekitar dua sentimeter dari telinga Anna.

Anna seketika panik mendengar pernyataan tersebut, lalu kembali berjalan menjauh.

“Hadeuh…sayangnya perhiasan di sini tak ada yang menarik perhatianku, dan kebanyakan sudah aku miliki,” ujar Anna.

Tiba-tiba seorang pelayan datang dan menawarkan satu perhiasan yang merupakan produk terlaris di toko mereka.

“Kalau yang ini, apakah kau suka Nona? Perhiasan ini banyak dipakai oleh para artis bersamaan dengan gaun keluaran terbatas yang kau pakai saat ini,” ujar pelayan tersebut sopan.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status