“Ayo semangat Ann, tiga kali pertemuan saja dan kamu bisa mendapatkan uang tersebut,” pikirnya dalam hati.
Di sisi lain, Brandon yang kini telah sampai di lobby Restoran Chantel, segera masuk dan duduk di salah satu meja, meja tersebut terletak tepat di depan pemandangan laut Jakarta sore itu. Ia menunggu sambil memikirkan bagaimana sosok Reva yang akan ia temui nanti. Ia tak pernah berpikir akan menikah dan berkeluarga dengan seseorang melalui cara seperti ini.
Sepuluh menit berlalu, namun tanda-tanda kemunculan Reva tak kunjung ia rasakan. Brandon kembali mengecek jam tangannya. Tepat saat itu pintu lobby terbuka, Anna yang telah mengenakan gaun putih bermotif bunga, hak tinggi, tas bermerek serta aksesoris mahal pada tubuhnya segera masuk dan menanyakan mengenai keberadaan laki-laki bernama Brandon.
Sekujur kaki dan tangannya bergetar, ia sangat khawatir semuanya tak akan berjalan sesuai dengan rencana. Sesuai arahan pelayan restoran, Anna segera berjalan menuju meja di mana ada seorang laki-laki berjas hitam yang telah menunggunya.
Dengan seanggun mungkin Anna segera duduk, perlahan-lahan matanya berusaha menatap wajah Brandon, lalu kembali membuat tatapan sinis secara sengaja. Namun seketika Anna teringat sesuatu.
“Wajahnya tak asing…” pikir Anna.
“Halo Reva…” sapa Brandon, ia berusaha menatap dan memastikan jika orang dihadapannya bukanlah Reva, melainkan Anna, gadis yang ia temui di lorong rumah sakit hari ini. Alih-alih tak bersemangat saat bertemu teman kencannya, Brandon malah menjadi semakin bersemangat, karena ia tak perlu bersusah payah untuk menemui Anna agar ia dapat membalas budi pada gadis tersebut atas seluruh bantuan Ayahnya pada perusahaan keluarga Brandon.
“Oh halo, kau pasti Brandon bukan?” tanya Anna dengan nada datar, berusaha terlihat tak peduli.
“Iyaaa, ini silakan pesan dahulu, jangan sungkan untuk memesan apapun yang kau inginkan,” ujar Brandon, ia mencoba menutupi fakta jika dirinya sudah mengetahui jika wanita di hadapannya bukanlah Reva melainkan Anna.
Perlahan Anna mengambil menu yang terletak di atas meja, betapa terkejutnya ia saat matanya menelusuri harga beberapa menu yang tertera di situ. Hampir seluruh harga makanan berada di atas seratus ribu.
Tiba-tiba ia teringat sesuatu, laki-laki yang ada di hadapannya adalah lelaki yang sama dengan yang menabraknya di lorong rumah sakit hari ini.
“Astaga, j-jadi dia CEO yang menjadi pemilik perusahaan Rumah Sakit Sentral Medika? Matilah aku! Tetapi kejadian hari ini berlalu dengan cepat, dengan seragam yang kukenakan juga seharusnya ia tak akan mengingat wajahku,” pikir Anna.
Kencan tersebut baru berjalan lima menit namun sudah menimbulkan banyak beban pikiran di benak Anna.
Anna seketika berpikir keras agar bisa pergi dari tempat itu dan membuat Brandon kesal.
“Ahhh tak habis pikir, tidak ada menu yang aku sukai di sini,” ujar Anna sambil memasang wajah cemberut dan kesal, ia berharap setelah ini Brandon akan kesal dengan tingkah lakunya dan langsung memutuskan untuk membatalkan perjodohan ini.
“Mau makan di tempat lain?” tanya Brandon dengan santainya, tak ada tanda-tanda keberatan dari nadanya berbicara.
Beberapa saat kemudian kini Anna dan Brandon telah berada di Warung Padang yang terletak tepat di pinggir jalan.
“Nah ini dia tempat yang sering menjadi tempat langgananku,” ujar Anna bersemangat lalu bergegas mengambil piring dan memilih lauk sesukanya. Ia tahu cara ini akan ampuh untuk membuat Brandon kewalahan dengan sikapnya.
Saat gadis itu menoleh, ternyata Brandon sudah turut memilik lauk di piringnya, bahkan seluruh saat di total harga makanan di piring Brandon melampaui harga makanan pada piring Anna. Selama Brandon sibuk membayar di kasir, Anna menggunakan kesempatan itu untuk mencuci tangannya.
Anna dengan cepat segera duduk dan tak tanggung-tanggung makan dengan tangan kanannya. Brandon terdiam tak berkutik.
“Kalau kau tak suka, aku juga tak memaksa, kau bisa pergi,” ujar Anna sambil lanjut menyantap makanannya. Dengan cepat Brandon segera berdiri lalu pergi, Anna tersenyum. Namun hal yang terjadi malah di luar dugaannya, Brandon ternyata pergi hanya untuk mencuci tangannya lalu segera kembali dan turut menyantap makanan di piringnya.
Dua puluh menit pun berlalu, usai selesai makan, suasana kembali hening.
“Jadi bagaimana tanggapanmu? Setelah menikah nanti, aku akan lebih sering makan di sini,” ujar Anna dengan nada ngesoknya.
“Baguslah, aku suka wanita yang hemat,” ujar Brandon sambil tersenyum.
“Ahhh lagi-lagi gagal!” pikir Anna sambil memikirkan ide lain.
“Ada tempat lain yang mau kau kunjungi?” tanya Brandon sambil menatap Anna dalam-dalam. Anna membuang mukanya, tak ingin menatap pria itu. Matanya kini tertuju pada toko emas yang berada tepat di sebelah Warung Padang tempat mereka makan.
“Tempat apapun itu?” tanya Anna.
“Iyaaa,”
“Kebetulan bulan ini aku belum belanja perhiasan apapun, kau tak keberatan kan membiayai itu semua?” tanya Anna, dalam lubuk hatinya ia berharap agar pria di sampingnya semakin tak tahan dengan tingkah lakunya itu.
“Tentu, tak apa-apa, bukan masalah besar untukku,” ujar Brandon santai.
“Okeee, ayo ikut aku,” ujar Anna sambil berjalan ke toko emas terdekat sehingga tak membutuhkan waktu banyak.
Sesampainya di toko tersebut Anna berjalan-jalan mengitari toko sampai hampir sekitar satu jam, sebenarnya itu adalah kali pertamanya menginjakkan kaki di toko emas, mau tidak mau ia harus melakukan ini agar Brandon mau membatalkan perjodohan tersebut.
Alih-alih kesal, Brandon malah menunggu Anna dengan sabar memilih perhiasan yang ia inginkan, alasan ia tetap sabar melihat gadis di sampingnya bolak-balik tanpa memilih apapun adalah karena ia merasa nyaman berada di samping Anna, kehadiran gadis itu selalu dapat menarik perhatiannya.
Entah mengapa, Brandon kini malah terpaku pada heels yang membuat Anna semakin kesusahan untuk berjalan.
Brandon pun perlahan berjalan mendekat.
“Jadi bagaimana? Ada perhiasan yang kau sukai Reva?” bisik Brandon pada Anna, kini wajahnya hanya berjarak sekitar dua sentimeter dari telinga Anna.
Anna seketika panik mendengar pernyataan tersebut, lalu kembali berjalan menjauh.
“Hadeuh…sayangnya perhiasan di sini tak ada yang menarik perhatianku, dan kebanyakan sudah aku miliki,” ujar Anna.
Tiba-tiba seorang pelayan datang dan menawarkan satu perhiasan yang merupakan produk terlaris di toko mereka.
“Kalau yang ini, apakah kau suka Nona? Perhiasan ini banyak dipakai oleh para artis bersamaan dengan gaun keluaran terbatas yang kau pakai saat ini,” ujar pelayan tersebut sopan.
“Oh tentu, namun sayangnya aku sudah membeli itu melalui toko lain kemarin,” ujar Anna sambil memaksakan senyumnya, lalu pelayan itu segera pergi.“Ayo kita pergi dari sini, ada tempat yang ingin aku kunjungi,” ujar Anna masih dengan nada ngesoknya itu, ia berpikiran untuk mengajak Brandon pergi ke pasar malam di Jakarta. Setelah gagal membuatnya kesal di toko tadi, Anna pun memutuskan untuk memakai ide terakhirnya.Sesampainya di pasar malam, Anna segera berlari menuju wahana bianglala lalu segera masuk ke dalam wahana itu diikuti dengan Brandon.“Hahaha, mana ada CEO yang mau harga dirinya direndahkan dengan menaikki bianglala, setelah ini ku jamin dia akan menyesal dan segera pergi!” pikir Anna.Angin tertiup lembut dari segala sisi, membuat rambut Anna beterbangan perlahan. Brandon yang berada di depannya seketika membenarkan sehelai rambut dan menyelipkannya pada telinga gadis tersebut.Anna terpaku, ia diam
Anna segera turun cepat-cepat sambil membawa sepatu haknya, dengan dingin ia berjalan pergi ke depan pintu gerbang rumah Reva tanpa menghiraukan Brandon yang masih berada di dalam mobil, tak lama kemudian Reva yang memakai masker terlihat berjalan keluar membukakan pintu gerbang rumahnya, lalu Anna segera masuk, dan akhirnya mobil milik Brandon pun pergi juga.“Apa? Dia bahkan rela pergi menemanimu naik bianglala?” tanya Reva, lalu ia segera tertawa terbahak-bahak membayangkan CEO tersebut pergi ke tempat umum seperti itu menggunakan jas formalnya.“Sudah aku lakukan seluruh cara agar membuatnya pergi, dia memang bukanlah pria sembarangan, apa yang sebenarnya dia inginkan?” tanya Anna kesal.“Entahlah, menurut informasi yang aku terima, seharusnya hari ini adalah kencan pertama dalam hidupnya, jadi mungkin itulah yang membuatnya sabar menghadapimu,” jelas Reva sambil sesekali sibuk memainkan handphonenya.“Dan sat
“Ku harap lain kali kau lebih berhati-hati,” ujar Brandon. “Terima kasih,” ujar Anna. “Reva, kebetulan sekali kita bertemu di sini, kau tampak berbeda dari biasanya,” ujar Brandon, berusaha mencairkan suasana. “Berbeda? Maksudmu?” tanya Anna yang semakin panik rahasianya dengan Reva akan terbongkar. “Iyaaa jauh lebih cantik dibandingkan sebelumnya,” ujar Brandon yang tak menyadari kini ia tersenyum menatap Anna. Baginya sangat susah untuk menemukan Anna, sejak pemandangan yang ia lihat sebelumnya saat Anna sedang bersama orang lain, Brandon tak memiliki niatan lagi untuk mendekati Anna, namun rupanya saat ia melihat gadis itu kembali, seketika ia mengubah keputusannya. “Oh, baiklah kalau begitu aku pergi duluan—“ Dengan cepat Brandon segera menahan tangan Anna. “Biar aku yang antar, bagaimana?” tanya Brandon. Mau tak mau Anna harus menerima tawaran tersebut, karena jika tidak, Brandon dapat mengikutinya lalu melihat sosok Reva
Malam harinya, mobil Gerry kini terlihat baru saja sampai di depan rumah Reva, gadis itu pun turun dengan riang seakan-akan dirinyalah manusia paling bahagia sesudah meghabiskan waktu dengan kekasihnya itu."Aku pulang..." ujar Reva dengan suara yang sedikit keras. Namun tak ada balasan dari seisi rumah. Rumah itu kosong, tak ada siapa-siapa di sana.Reva seketika sadar, pasti kedua orangtuanya saat ini sedang berada di perusahaan hingga larut malam nanti, hari ini adalah kesempatan bagi Reva untuk menghabiskan waktu bersama kedua orangtuanya itu. Bukannya bersenang-senang, ia malah tak sengaja bertemu dengan Brandon si CEO yang sangat menyebalkan menurutnya. Jika tidak bertemu Gerry, mungkin hari ini akan menjadi hari terburuk dalam hidupnya.Selain menerima banyak harta sejak kecil, kedua orangtuanya bahkan tak pernah memaksakan putri tunggalnya itu untuk bekerja
"Ada apa lagi?" tanya Anna kesal sambil menatap tajam ke arah Brandon. "Bisakah kau menunggu sebentar? Masih ada hal yang ingin aku bicarakan—" Seketika Anna memotong perkataan Brandon. "Begini ya, jika ada hal lain yang ingin kau tanyakan mengenai Reva, jangan menggunakan cara seperti ini, akan ada banyak orang yang berburuk sangka mengenai—" "Aku ke sini bukan untuk membicarakan Reva, tetapi untuk menemuimu..." ujar Brandon yang masih tak melepaskan genggamannya pada tangan Anna. "Untuk apa?" "Bukankah kau harus bertanggung jawab untuk ini?" "Bertanggung jawab? Apa maksudmu?" "Untuk perasaanku kepadamu, kau tak bisa pergi begitu saja—" "Tentu aku bisa, jangan harap karena kau adalah atasanku di sini, jadi kau bisa berharap aku akan melakukan hal sesuai dengan yang kau inginkan," ujar Anna sambil melepaskan genggaman tangan Brandon pada tangannya. "B-Bukan itu maksudku...sebegitunya kau membenciku hanya
Dengan cepat Anna yang duduk di sebelah kursi pengemudi segera memberikan kunci kamarnya pada Adik laki-lakinya yang duduk di bagian tengah mobil."Terima kasih Ka," ujar Raditya yang segera keluar dari mobil Brandon diikuti dengan Anna yang hendak membuka pintu mobil tersebut, namun perlahan menutup pintu itu kembali."E-Eum...terima kasih ya karena kau sudah mengantarkan kami, dan maaf jika kemarin kata-kataku terlalu berlebihan, memang benar faktanya jika aku rela menggantikan Reva karena ia menawariku sejumlah uang sebagai gantinya, namun sejujurnya aku tak pernah membencimu a-atau bahkan sengaja untuk menjauhimu..." ujar Anna yang kini terus menatap kedua tangannya, ia tak ingin melihat reaksi Brandon yang berada tepat di sampingnya."Aku mengerti, tak apa-apa, aku tak pernah menyalahkanmu atas semua ini, aku hanya merasa sedikit terganggu jika kau terus-menerus menjauhiku," ujar Brandon yang tampak malu-malu mengatakan hal tersebut."A-Apa ini ada h
Sementara Anna sedang sibuk dengan pekerjaannya, Reva kini terlihat sedang sibuk menonton drama serial melalui laptopnya, sambil sesekali mengecek telepon genggamnya, khawatir jika kekasihnya Gerry akan memberinya pesan."JBRENGGG!" tiba-tiba pintu kamarnya terbuka, terlihat sosok wanita anggun dengan pakaian mahal, aksesoris mewah pada pergelangan tangannya, juga model rambut curly seperti anak muda masuk dengan membawa telepon genggam di tangannya. Sosok tersebut tak lain adalah Ellen, Ibu Reva yang terlihat terburu-buru memasukki kamar putri sulungnya itu."Heuh...ada apa kali ini?" tanya Reva yng terdengar menghela napasnya sambil mematikan layar handphonenya dan segera menghentikan drama serial di laptopnya."Ibu punya kabar bagus untuk kamu!" ujar Ellen, tampak bersemangat."Kabar apa Bu?" tanya Reva."Tadi barusan kamu tau, Brandon menelepon Ayahmu dan bilang kalau dia ingin mengadakan kencan kedua denganmu lusa nanti," ujar Ellen, ia sangat
Keesokan harinya, seperti biasa Anna kembali bertugas di Rumah Sakit Sentral Medika, namun kali ini bedanya ia hanya ditugaskan untuk memeriksa data-data pasien saja."Ann, sini sini," ujar Jasmine yang kini memanggil Anna untuk mendekatinya."Ada apa ada apa?" tanya Anna bersemangat."K-Kamu tau kan putrinya Pak Nicholas?" tanya Jasmine sambil sesekali melihat sekitarnya, takut ada suster atau pegawai rumah sakit yang mendengarnya."Putri?" Anna kebingungan, setaunya anak Pak Nicholas hanyalah Brandon dan Jevon."Iyaaa, jadi dengar-dengar hari ini putrinya Pak Nicholas, kalau tidak salah namanya Victoria, dia mau bantu rumah sakit kita di bagian administrasi, sekaligus mewakilkan Pak Brandon untuk mengawasi data-data rumah sakit ini," ujar Jasmine bersemangat, karena pekerjaannya turut diringankan akibat keberadaan Victoria."Wah baguslah kalau begitu," ujar Anna.Sementara itu, Victoria Yoan Patra, kini terlihat sibuk melihat data-d