“Oh tentu, namun sayangnya aku sudah membeli itu melalui toko lain kemarin,” ujar Anna sambil memaksakan senyumnya, lalu pelayan itu segera pergi.
“Ayo kita pergi dari sini, ada tempat yang ingin aku kunjungi,” ujar Anna masih dengan nada ngesoknya itu, ia berpikiran untuk mengajak Brandon pergi ke pasar malam di Jakarta. Setelah gagal membuatnya kesal di toko tadi, Anna pun memutuskan untuk memakai ide terakhirnya.
Sesampainya di pasar malam, Anna segera berlari menuju wahana bianglala lalu segera masuk ke dalam wahana itu diikuti dengan Brandon.
“Hahaha, mana ada CEO yang mau harga dirinya direndahkan dengan menaikki bianglala, setelah ini ku jamin dia akan menyesal dan segera pergi!” pikir Anna.
Angin tertiup lembut dari segala sisi, membuat rambut Anna beterbangan perlahan. Brandon yang berada di depannya seketika membenarkan sehelai rambut dan menyelipkannya pada telinga gadis tersebut.
Anna terpaku, ia diam seribu bahasa. Lalu segera menyandarkan kepalanya ke sisi bianglala untuk menjauhi tangan Brandon, begitu juga Brandon segera menarik tangannya kembali, ia khawatir Anna tak akan merasa nyaman dengan kehadirannya.
Mata Anna perlahan-lahan menelusuri pemandangan Kota Jakarta malam itu, sejak lama ia tak pernah memanjakan dirinya seperti ini akibat tugas kuliah dan skripsi yang menumpuk selama masa kuliahnya, sehingga saat ini ia bisa merasakan kesenangan meskipun dengan orang yang baru ia temui
Tiba-tiba Anna memperhatikan bianglala yang berada tepat di sampingnya, sepertinya ada sosok yang ia kenal.
“Astaga! Itu Jasmine? Ahhh…pasti dia sedang berpegian dengan teman SMAnya, d-dia tak boleh melihat aku di sini berduaan dengan Brandon,” pikir Anna sambil menyipitkan matanya, berusaha memastikan jika benar gadis yang ada di situ merupakan Jasmine, teman satu kuliahnya yang berasal dari Jakarta.
Seketika bianglala yang dinaiki Anna dan Brandon berhenti, Anna tanpa menunggu lama segera berlari menjauhi Jasmine yang akan turun dari bianglala tepat setelah dirinya.
Brandon kebingungan melihat Anna yang tiba-tiba pergi meninggalkannya begitu saja.
“Reva tunggu!” ujar Brandon sambil mengejar Anna dari belakang.
Dengan sepatu hak tinggi yang belum biasa ia pakai, Anna tetap memaksakan diri untuk berlari sejauh mungkin dari kerumunan, ia tak ingin jika citra Brandon turun hanya karena berita mengenai dirinya yang sedang mengencani seorang gadis biasa sepertinya.
“BRUKKK!!!”
Tanpa Anna sadari di depannya terdapat batu besar yang membuat sepatu haknya tersangkut hingga kaki kanannya terkilir.
“AW!!!” ujar Anna yang mencoba menahan suaranya dengan paksa agar suaranya tak menarik perhatian orang-orang di sekitarnya.
“Reva!” suara Brandon terdengar memanggil Anna.
“Sini biar aku bantu,” ujar Brandon sambil membantu Anna bangkit.
“Tak perlu, aku bisa sendiri,” ujar Anna yang segera kembali memakai hak tingginya itu lalu berusaha berjalan pergi sambil tergopoh-gopoh.
Brandon semakin bingung sekaligus semakin tertarik dengan tingkah laku Anna, entah mengapa sosok yang ia lihat pagi ini dapat berubah seratus delapan puluh derajat seperti saat ini.
Brandon kembali mengikuti Anna dari belakang lalu segera mengangkat gadis itu. Anna terkejut dengan perlakuan baik Brandon padanya. Ia kira laki-laki itu sudah pergi meninggalkannya, namun rupanya ia masih bersikeras ingin melanjutkan kencan tersebut bahkan mengangkatnya untuk masuk ke dalam mobil, dia adalah seorang CEO perusahaan yang tak akan pernah bisa kau baca jalan pikirannya.
Dengan lembut Brandon melepaskan hak tinggi di kedua kaki Anna, dan menaruh kedua sepatu tersebut di bagian belakang mobil.
“Tunggu di sini sebentar,” ujar Brandon sebelum ia menutup sisi pintu mobil Anna.
Sambil menunggu Brandon kembali, Anna memutuskan untuk memperhatikan keadaan di sekitar mobil. Sepi, tidak ada orang di area tersebut. Akhirnya ia bisa menghela napas dengan tenang.
Beberapa menit kemudian Brandon kembali dengan membawa obat pertolongan pertama dan juga sebuah sandal yang entah dia dapatkan dari mana.
“Sini berikan padaku, aku bisa sendiri,” ujar Anna yang sudah tidak asing melihat obat-obatan tersebut di rumah sakit setiap harinya.
Brandon memperhatikan gadis di sampingnya membalut lukanya dengan baik.
Saat Anna hendak membersihkan luka lecetnya menggunakan alkohol.
“AUW!!!” tiba-tiba Anna mengernyit akibat rasa perih yang baru ia rasakan sejak lama. Brandon yang ada di sampingnya langsung mengambil alkohol tersebut dan memutuskan agar dirinya saja yang mengobati luka itu.
Anna memandangi wajah Brandon, ia berpikir jika sikap laki-laki itu tak terlalu buruk juga untuk seorang CEO yang biasa dikenal atas sikap angkuhnya.
“M-Mengapa kau selalu sabar dan bersedia membantuku?” tanya Anna tiba-tiba, ia mendadak lupa berbicara dengan nada ngesoknya itu.
“Tentu, mana mungkin aku membiarkan calon istriku terluka begitu saja,”
“Tetapi kau bisa saja pergi dan memilih gadis lain yang tak merepotkan sepertiku bukan?” tanya Anna yang masih berusaha keras agar Brandon membatalkan perjodohan itu.
“Tidak, kau tak merepotkan sama sekali, saat kita sudah menikah nanti, biaya yang ku keluarkan untuk gaya hidupmu tak akan sebanyak wanita-wanita di luar sana pada umumnya,” ujar Brandon sambil tersenyum, ia terpaksa harus berpura-pura menganggap gadis di depannya adalah Reva dan bukannya Anna, ia tak peduli, selama Anna berada di sisinya ia tak akan pernah memikirkan mengenai perjodohannya dengan Reva yang asli.
“Oh astaga aku lupa, tentu kau tak keberatan sama sekali secara kau akan mendapatkan banyak keuntungan setelah kita menikah nanti,” ujar Anna, sambil memperhatikan Brandon kini telah selesai menutupi lukanya dengan perban dan saat ini pria tersebut sedang memakaikan sandal pada kedua kaki Anna.
Usai Brandon mendengar perkataan Anna, ia pun menatap gadis itu, keduanya kini saling bertatapan, suasana hening seketika membuat jantung Brandon berdegup dengan kencang tanpa dirinya sadari.
“Reva, aku ingin kamu tahu, entah kau berasal dari keluarga paling kaya di Indonesia atau bahkan kau tak memiliki keluarga sekalipun, aku tak peduli, selama aku merasa nyaman dengan keberadaanmu, perjodohan ini akan terus berlangsung,” ujar Brandon lalu segera menutup sisi pintu mobil Anna perlahan.
Anna yang mendengar perkataan Brandon seketika terdiam, jauh dalam hatinya ia bingung apakah ia harus senang atau sedih setelah mendengarnya.
Selama perjalanan Anna hanya terdiam, ia terus-menerus mengingatkan dirinya sendiri untuk cepat-cepat mencari cara agar ia tak perlu bertemu dengan Brandon lagi, cepat atau lambat demi kelangsungan hidup keluarganya, ia harus mendapatkan uang tersebut.
Tak terasa ternyata mobil yang dikendarai oleh keduanya kini telah sampai di depan rumah Reva.
“Terima kasih,” ujar Anna singkat tanpa menatap Brandon yang berada di sebelahnya, ia masih ingin memberikan kesan buruk pada pria tersebut, namun Brandon malah tersenyum melihat tingkah laku gadis itu.
Anna segera turun cepat-cepat sambil membawa sepatu haknya, dengan dingin ia berjalan pergi ke depan pintu gerbang rumah Reva tanpa menghiraukan Brandon yang masih berada di dalam mobil, tak lama kemudian Reva yang memakai masker terlihat berjalan keluar membukakan pintu gerbang rumahnya, lalu Anna segera masuk, dan akhirnya mobil milik Brandon pun pergi juga.“Apa? Dia bahkan rela pergi menemanimu naik bianglala?” tanya Reva, lalu ia segera tertawa terbahak-bahak membayangkan CEO tersebut pergi ke tempat umum seperti itu menggunakan jas formalnya.“Sudah aku lakukan seluruh cara agar membuatnya pergi, dia memang bukanlah pria sembarangan, apa yang sebenarnya dia inginkan?” tanya Anna kesal.“Entahlah, menurut informasi yang aku terima, seharusnya hari ini adalah kencan pertama dalam hidupnya, jadi mungkin itulah yang membuatnya sabar menghadapimu,” jelas Reva sambil sesekali sibuk memainkan handphonenya.“Dan sat
“Ku harap lain kali kau lebih berhati-hati,” ujar Brandon. “Terima kasih,” ujar Anna. “Reva, kebetulan sekali kita bertemu di sini, kau tampak berbeda dari biasanya,” ujar Brandon, berusaha mencairkan suasana. “Berbeda? Maksudmu?” tanya Anna yang semakin panik rahasianya dengan Reva akan terbongkar. “Iyaaa jauh lebih cantik dibandingkan sebelumnya,” ujar Brandon yang tak menyadari kini ia tersenyum menatap Anna. Baginya sangat susah untuk menemukan Anna, sejak pemandangan yang ia lihat sebelumnya saat Anna sedang bersama orang lain, Brandon tak memiliki niatan lagi untuk mendekati Anna, namun rupanya saat ia melihat gadis itu kembali, seketika ia mengubah keputusannya. “Oh, baiklah kalau begitu aku pergi duluan—“ Dengan cepat Brandon segera menahan tangan Anna. “Biar aku yang antar, bagaimana?” tanya Brandon. Mau tak mau Anna harus menerima tawaran tersebut, karena jika tidak, Brandon dapat mengikutinya lalu melihat sosok Reva
Malam harinya, mobil Gerry kini terlihat baru saja sampai di depan rumah Reva, gadis itu pun turun dengan riang seakan-akan dirinyalah manusia paling bahagia sesudah meghabiskan waktu dengan kekasihnya itu."Aku pulang..." ujar Reva dengan suara yang sedikit keras. Namun tak ada balasan dari seisi rumah. Rumah itu kosong, tak ada siapa-siapa di sana.Reva seketika sadar, pasti kedua orangtuanya saat ini sedang berada di perusahaan hingga larut malam nanti, hari ini adalah kesempatan bagi Reva untuk menghabiskan waktu bersama kedua orangtuanya itu. Bukannya bersenang-senang, ia malah tak sengaja bertemu dengan Brandon si CEO yang sangat menyebalkan menurutnya. Jika tidak bertemu Gerry, mungkin hari ini akan menjadi hari terburuk dalam hidupnya.Selain menerima banyak harta sejak kecil, kedua orangtuanya bahkan tak pernah memaksakan putri tunggalnya itu untuk bekerja
"Ada apa lagi?" tanya Anna kesal sambil menatap tajam ke arah Brandon. "Bisakah kau menunggu sebentar? Masih ada hal yang ingin aku bicarakan—" Seketika Anna memotong perkataan Brandon. "Begini ya, jika ada hal lain yang ingin kau tanyakan mengenai Reva, jangan menggunakan cara seperti ini, akan ada banyak orang yang berburuk sangka mengenai—" "Aku ke sini bukan untuk membicarakan Reva, tetapi untuk menemuimu..." ujar Brandon yang masih tak melepaskan genggamannya pada tangan Anna. "Untuk apa?" "Bukankah kau harus bertanggung jawab untuk ini?" "Bertanggung jawab? Apa maksudmu?" "Untuk perasaanku kepadamu, kau tak bisa pergi begitu saja—" "Tentu aku bisa, jangan harap karena kau adalah atasanku di sini, jadi kau bisa berharap aku akan melakukan hal sesuai dengan yang kau inginkan," ujar Anna sambil melepaskan genggaman tangan Brandon pada tangannya. "B-Bukan itu maksudku...sebegitunya kau membenciku hanya
Dengan cepat Anna yang duduk di sebelah kursi pengemudi segera memberikan kunci kamarnya pada Adik laki-lakinya yang duduk di bagian tengah mobil."Terima kasih Ka," ujar Raditya yang segera keluar dari mobil Brandon diikuti dengan Anna yang hendak membuka pintu mobil tersebut, namun perlahan menutup pintu itu kembali."E-Eum...terima kasih ya karena kau sudah mengantarkan kami, dan maaf jika kemarin kata-kataku terlalu berlebihan, memang benar faktanya jika aku rela menggantikan Reva karena ia menawariku sejumlah uang sebagai gantinya, namun sejujurnya aku tak pernah membencimu a-atau bahkan sengaja untuk menjauhimu..." ujar Anna yang kini terus menatap kedua tangannya, ia tak ingin melihat reaksi Brandon yang berada tepat di sampingnya."Aku mengerti, tak apa-apa, aku tak pernah menyalahkanmu atas semua ini, aku hanya merasa sedikit terganggu jika kau terus-menerus menjauhiku," ujar Brandon yang tampak malu-malu mengatakan hal tersebut."A-Apa ini ada h
Sementara Anna sedang sibuk dengan pekerjaannya, Reva kini terlihat sedang sibuk menonton drama serial melalui laptopnya, sambil sesekali mengecek telepon genggamnya, khawatir jika kekasihnya Gerry akan memberinya pesan."JBRENGGG!" tiba-tiba pintu kamarnya terbuka, terlihat sosok wanita anggun dengan pakaian mahal, aksesoris mewah pada pergelangan tangannya, juga model rambut curly seperti anak muda masuk dengan membawa telepon genggam di tangannya. Sosok tersebut tak lain adalah Ellen, Ibu Reva yang terlihat terburu-buru memasukki kamar putri sulungnya itu."Heuh...ada apa kali ini?" tanya Reva yng terdengar menghela napasnya sambil mematikan layar handphonenya dan segera menghentikan drama serial di laptopnya."Ibu punya kabar bagus untuk kamu!" ujar Ellen, tampak bersemangat."Kabar apa Bu?" tanya Reva."Tadi barusan kamu tau, Brandon menelepon Ayahmu dan bilang kalau dia ingin mengadakan kencan kedua denganmu lusa nanti," ujar Ellen, ia sangat
Keesokan harinya, seperti biasa Anna kembali bertugas di Rumah Sakit Sentral Medika, namun kali ini bedanya ia hanya ditugaskan untuk memeriksa data-data pasien saja."Ann, sini sini," ujar Jasmine yang kini memanggil Anna untuk mendekatinya."Ada apa ada apa?" tanya Anna bersemangat."K-Kamu tau kan putrinya Pak Nicholas?" tanya Jasmine sambil sesekali melihat sekitarnya, takut ada suster atau pegawai rumah sakit yang mendengarnya."Putri?" Anna kebingungan, setaunya anak Pak Nicholas hanyalah Brandon dan Jevon."Iyaaa, jadi dengar-dengar hari ini putrinya Pak Nicholas, kalau tidak salah namanya Victoria, dia mau bantu rumah sakit kita di bagian administrasi, sekaligus mewakilkan Pak Brandon untuk mengawasi data-data rumah sakit ini," ujar Jasmine bersemangat, karena pekerjaannya turut diringankan akibat keberadaan Victoria."Wah baguslah kalau begitu," ujar Anna.Sementara itu, Victoria Yoan Patra, kini terlihat sibuk melihat data-d
Sepanjang perjalanan, Anna dan Brandon, keduanya terdiam, tak ada percakapan di antara mereka. Anna yang barusan saja menaruh handphonenya di samping tempat duduknya, memutuskan untuk mengambil handphonenya kembali. Namun di saat yang sama, Brandon juga sedang mencari-cari kotak tisu yang ada di sekitarnya."PLEK..." tangan Brandon tak sengaja menyentuh tangan Anna.Seketika Anna menatap ke arah Brandon, begitu juga sebaliknya, lalu dengan cepat Brandon segera melepaskan pegangannya itu dengan wajah sedikit memerah.Beberapa menit berlalu, akhirnya mobil BMW hitam itu sampai juga di tempat parkiran mall, dengan cara jalan elegannya, Brandon keluar dari mobil lalu membukakan pintu bagi Anna, padahal gadis itu tak memintanya namun Brandon inisiatif melakukan hal tersebut.Keduanya berjalan memasuki mall lalu menuju lantai paling atas dan sampai ke area bioskop, Brandon pun segera pergi ke mesin tiket terdekat dengan Anna di sampingnya, tanpa mengantri pesan