Sementara Anna sedang sibuk dengan pekerjaannya, Reva kini terlihat sedang sibuk menonton drama serial melalui laptopnya, sambil sesekali mengecek telepon genggamnya, khawatir jika kekasihnya Gerry akan memberinya pesan.
"JBRENGGG!" tiba-tiba pintu kamarnya terbuka, terlihat sosok wanita anggun dengan pakaian mahal, aksesoris mewah pada pergelangan tangannya, juga model rambut curly seperti anak muda masuk dengan membawa telepon genggam di tangannya. Sosok tersebut tak lain adalah Ellen, Ibu Reva yang terlihat terburu-buru memasukki kamar putri sulungnya itu.
"Heuh...ada apa kali ini?" tanya Reva yng terdengar menghela napasnya sambil mematikan layar handphonenya dan segera menghentikan drama serial di laptopnya.
"Ibu punya kabar bagus untuk kamu!" ujar Ellen, tampak bersemangat.
"Kabar apa Bu?" tanya Reva.
"Tadi barusan kamu tau, Brandon menelepon Ayahmu dan bilang kalau dia ingin mengadakan kencan kedua denganmu lusa nanti," ujar Ellen, ia sangat senang kini ada seseorang yang akhirnya ingin serius membina hubungan dengan putrinya itu.
"S-Serius Bu?" tanya Reva yang tak percaya hal ini akan terulang kembali, ia sangat percaya sebentar lagi ini akan berakhir karena Brandon nampaknya telah mengetahui semuanya.
"Iyaaaa Ibu serius, ini kabar bagus Va, artinya dia tertarik denganmu!" ujar Ellen.
"T-Tetapi masalahnya Bu, aku sama sekali tak terik dengan Brandon, tak ada satu pun hal yang kusukai darinya," ujar Reva yang masih bersih keras ingin lepas dari manusia bernama Brandon itu.
"Ah biasa, pertama kali dahulu Ibumu ini juga tak tertarik dengan Ayahmu, namun karena Ayahmu terus-terusan mengejar Ibu, ya Ibu akhirnya luluh juga dengannya," ujar Ibu Reva sambil mengingat-ngingat masa lalunya dahulu dengan Ayah Reva ketika mereka masih baru kenal satu sama lain.
Saat ini Reva ingin sekali memberitahu Ibunya jika dirinya sudah memiliki kekasih, orang yang ia pilih. Namun apa boleh buat, seketika ia teringat perkataan Gerry. Laki-laki tersebut bercerita jika ia belum siap jika harus bertunangan atau bahkan menikah dalam waktu dekat, ia saat ini sedang mengusahakan bisnisnya sendiri dan tak ingin bergantung begitu saja pada perusahaan milik keluarga Reva yang nanti akan dialihkan sebagian kendalinya pada siapa pun calon suami Reva, hanya pembatalan perjodohan ini yang bisa membuat Reva tenang.
"Sungguh Bu, apa tidak ada pilihan untukku membatalkan perjodohan ini?"
"Kau sebegitu tak suka dengannya Va?" tanya Ellen.
"Iyaaa Bu, Ibu mengerti kan maksudku, sekarang zaman sudah modern, aku tak akan bisa menemukan jodohku dengan cara yang sama seperti layaknya kalian dahulu,"
"T-Tetapi Ayahmu sudah telanjur menaruh ekspektasi yang tinggi terhadapmu Va, siapa lagi yang dapat dirinya percaya untuk menjaga kamu dan perusahaan keluarga kita nanti, jika bukan calon suamimu? Hanya itu harapan Ayahmu sebelum ia tua nanti, kau mengerti kan?" tanya Ellen sambil berusaha meyakinkan putrinya itu.
Reva terdiam, jika ia terus melanjukan percakapan ini, ia bisa-bisa dapat memberitahu hubungannya diam-diam dengan Gerry, jika Ayahnya tau, tak segan-segan ia akan melakukan segala cara untuk membuat Gerry segera menikahi dirinya, dan hal itu sangat bertentangan dengan keinginan Gerry sendiri.
"Baiklah Bu...akan aku coba," ujar Reva dengan nada pasrah, ia tahu sekarang ke mana ia harus pergi untuk meminta bantuan.
"TOK TOK TOK TOK!" tiba-tiba Anna yang sedang menyantap makan siangnya segera membuka pintu kamarnya.
"Ann, kita perlu membahas sesuatu," ujar sebuah sosok yang tak lain adalah Reva.
Dengan cepat Anna segera mempersilahkan Reva masuk.
"Ann gawat, gawat, gawat!" ujar Reva yang terlihat panik.
"Kenapa? Ada hubungannya dengan Brandon?" ujar Anna sambil lanjut menyantap makan siangnya.
"Iya, t-tadi barusan Ibuku memberitahuku kabar jika Brandon meminta agar kencan kedua cepat diadakan lusa nanti,"
"UHUKKK UHUKKK!" seketika Anna tersedak mendengar hal tersebut. Reva yang berada di depan Anna segera memberikan gadis itu botol air mineral yang berada di dekatnya. Anna kembali teringat ucapan Brandon yang bilang bahwa sebentar lagi ia akan mengurus segala hal mengenai kencan kedua mereka.
"CTINGGG!" tiba-tiba handphone Anna berbunyi, tampak terdapat pesan masuk dari nomor yang tak dikenal.
"Itu pasti nomor Brandon..." ujar Anna lalu cepat-cepat membalikkan handphonenya agar Reva tak melihat hal tersebut.
"Ann?" panggil Reva yang melihat temannya itu tiba-tiba terdiam.
"I-Iyaaa, jadi bagaimana rencana kita selanjutnya?" tanya Anna.
"Sepertinya kali ini aku kembali membutuhkan bantuanmu Ann, tak apa kan?" ujar Reva.
"Iyaaa, tak perlu merasa kerepotan Va, perjanjian kita sama-sama terpenuhi jika aku berhasil membuat Brandon membatalkannya bukan? Tenang saja ya..." ujar Anna yang mencoba terlihat kuat di hadapan sahabatnya itu.
"Terima kasih ya Ann, setelah ini semua berhasil aku akan pasti akan langsung memberikan uang yang kau perlukan, kau tak perlu khawatir," ujar Reva sambil memegang tangan Anna.
"Iyaaa aku mengerti, terima kasih ya Va," ujar Anna sambil tersenyum.
"Aku yang malah berterima kasih padamu Ann," ujar Reva lega.
"Oiya, sebelumnya setelah ku pikir-pikir ulang, Brandon sepertinya memiliki perasaan terhadapmu Ann," ujar Reva, mengingat jika Brandon sebelumnya bilang sesuatu mengenai perasaannya terhadap Anna.
"T-Tidak mungkin, dia pasti bercanda," ujar Anna.
"Ini kabar bagus Ann, artinya kau bisa dengan mudah mematahkan ekspektasi tingginya terhadapmu,"
"T-Tetapi apa jadinya jika semua yang kulakukan akan terlihat baik-baik saja di hadapannya?"
"Tidak, kau beritahu dia hal yang kau inginkan agar perjodohan itu segera dibatalkan, mudah bukan? Semua laki-laki pasti mau menuruti permintaan dari gadis yang ia sukai,"
"Ada benarnya juga...baiklah akan aku coba, semoga ini berhasil," ujar Anna, entah mengapa ia merasa ada sesuatu yang lain dalan hatinya, keinginan untuk melawan hal tersebut.
Hari itu diakhiri dengan Reva yang memberikan Anna alamat di mana dirinya dan Brandon akan bertemu. Saat Reva sudah pergi, Anna segera memeriksa handphonenya.
"Lusa aku jemput ya pukul dua belas siang, kau sudah mendengar kabarnya kan?" tanya Brandon pada pesan tersebut.
"Iya sudah, baiklah jika itu keinginanmu," ujar Anna lalu segera mematikan handphonenya dan cepat-cepat beranjak tidur.
Brandon yang kini berada di kamarnya terlihat menunggu balasan Anna yang akhirnya muncul juga. Ia tersenyum sambil memikirkan pertemuan pertamanya dengan gadis itu, tingkah laku dirinya juga tingkah laku Anna pada kencan pertama mereka.
Semuanya tampak seperti kebetulan, sejak dahulu ia menemukan berkas dengan nama Anna, ia tak dapat menyangka dapat bertemu dengan gadis tersebut secepat itu pada momen-momen yang tak terduga.
Brandon tersadar, mungkin inilah balasan dari semua yang Ayahnya lakukan dahulu, putranya kini perlahan-lahan mulai menyukai gadis yang adalah putri dari sahabat baiknya yang telah ia hianati dahulu. Ingat, roda tak selalu berada di atas, kapan pun juga ia dapat kembali ke bawah.
Keesokan harinya, seperti biasa Anna kembali bertugas di Rumah Sakit Sentral Medika, namun kali ini bedanya ia hanya ditugaskan untuk memeriksa data-data pasien saja."Ann, sini sini," ujar Jasmine yang kini memanggil Anna untuk mendekatinya."Ada apa ada apa?" tanya Anna bersemangat."K-Kamu tau kan putrinya Pak Nicholas?" tanya Jasmine sambil sesekali melihat sekitarnya, takut ada suster atau pegawai rumah sakit yang mendengarnya."Putri?" Anna kebingungan, setaunya anak Pak Nicholas hanyalah Brandon dan Jevon."Iyaaa, jadi dengar-dengar hari ini putrinya Pak Nicholas, kalau tidak salah namanya Victoria, dia mau bantu rumah sakit kita di bagian administrasi, sekaligus mewakilkan Pak Brandon untuk mengawasi data-data rumah sakit ini," ujar Jasmine bersemangat, karena pekerjaannya turut diringankan akibat keberadaan Victoria."Wah baguslah kalau begitu," ujar Anna.Sementara itu, Victoria Yoan Patra, kini terlihat sibuk melihat data-d
Sepanjang perjalanan, Anna dan Brandon, keduanya terdiam, tak ada percakapan di antara mereka. Anna yang barusan saja menaruh handphonenya di samping tempat duduknya, memutuskan untuk mengambil handphonenya kembali. Namun di saat yang sama, Brandon juga sedang mencari-cari kotak tisu yang ada di sekitarnya."PLEK..." tangan Brandon tak sengaja menyentuh tangan Anna.Seketika Anna menatap ke arah Brandon, begitu juga sebaliknya, lalu dengan cepat Brandon segera melepaskan pegangannya itu dengan wajah sedikit memerah.Beberapa menit berlalu, akhirnya mobil BMW hitam itu sampai juga di tempat parkiran mall, dengan cara jalan elegannya, Brandon keluar dari mobil lalu membukakan pintu bagi Anna, padahal gadis itu tak memintanya namun Brandon inisiatif melakukan hal tersebut.Keduanya berjalan memasuki mall lalu menuju lantai paling atas dan sampai ke area bioskop, Brandon pun segera pergi ke mesin tiket terdekat dengan Anna di sampingnya, tanpa mengantri pesan
"Satu...dua...tiga..." ujar Anna sambil mengambil beberapa foto dengan ponsel Brandon. Usai memfoto, Anna segera mengecek foto yang ia ambil, dengan cepat ia membuka aplikasi gallery di ponsel itu, betapa kagetnya ia saat seluruh foto pada ponsel Brandon hanya berisi dokumen-dokumen penting, tak ada satu pun foto dirinya atau keluarganya. Brandon yang berjalan mendekat ke arah Anna seketika panik, ia khawatir jika Anna melihat namanya dalam ponsel miliknya itu, sebab terakhir kali, Brandon menyuruh Jarvis untuk mengirim semua data mengenai Anna termasuk fioto-foto dokumen data diri milik Anna. "Terima kasih ya," ujar Brandon yang dengan gesit mengambil ponselnya dari tangan Anna. "Kau tipe orang yang jarang sekali berfoto ya?" tanya Anna yang keheranan karena masih ada orang-orang yang jarang mengabadikan momen seperti Brandon. "Iyaaa begitulah, kau bisa menilainya sendiri," ujar Brandon, mengingat keluarganya yang selalu sibuk dengan urusan p
Beberapa menit kemudian, mobil yang ditumpangi Anna dan Brandon akhirnya sampai juga di depan kos-kosan Anna. "Brandon..." panggil Anna. "Iyaaa, ada hal yang ingin kau sampaikan?" tanya Brandon yang masih berandai-andai, dirinya sangat ingin tahu apa yang sedari tadi berada dalam benak Anna. "Ada satu hal yang ingin kutanyakan padamu," ujar Anna yang mulai takut mengutarakan pertanyaannya setelah ini, bahkan ia sendiri tak sanggup menatap Brandon. "Iyaaaa, silakan..." tanya Brandon yang masih menatap Anna dengan tatapan tulus. "B-Bisakah kau membatalkan p-perjodohanmu dengan Reva?" tanya Anna, perasaannya semakin berkecamuk, untuk sesaat ia sangat menyesal telah mengatakannya. Brandon yang mendengar pertanyaan Anna merasa senang sekaligus bingung di saat yang bersamaan, ia berpikir mungkin Anna mengatakan itu karena dirinya sudah mulai menyukai Brandon atau hanya demi mendapatkan uang dari Reva dan pergi begitu saja. "Sebelum a
"Terima uang ini, kau berhak mendapatkannya Ann, aku sangat berterima kasih atas semua hal yang telah kau lakukan untuk membantuku." Tulis pesan tersebut. Anna seketika masih terpaku dengan nominal sepuluh juta yang terdapat pada rekeningnya, di saat yang bersamaan ia pun cukup senang, artinya tinggal lima juta lagi nominal yang harus ia kumpulkan. Saat jam bertugas selesai, Anna memutuskan untuk bertanya pada Jasmine mengenai cara menggantikan tugas jaga orang lain, lalu Jasmine pun mengundang Anna ke sebuah grup percakapan khusus untuk transaksi itu. Detik itu juga Anna berhasil mendapatkan tawaran menggantikan jam jaga selama tiga kali dengan perjanjian bayaran sebesar lima juta, yang artinya dalam beberapa hari kedepan, ia sudah dapat melunasi seluruh biaya akhir semesternya. "Semangat Ra, kamu pasti bisa!" pikir Anna, berusaha menyemangati dirinya, karena selama beberapa hari kedepan, ia akan berada di rumah sakit selama hampir dua puluh
"B-Brandon?" tanya Anna yang kebingungan. Seketika Brandon menoleh, ia tak menyadari jika sedari tadi Anna telah terbangun. "Ann kau sudah bangun?" tanya Brandon sambil segera menjauh dari ponsel Anna yang terletak tepat di atas meja sebelumnya. "Apa yang kau lakukan di sini?" tanya Anna, sejujurnya ia bingung apakah ia harus senang bertemu pria tersebut atau malah menyuruhnya pergi seketika. "Untuk apalagi jika bukan untuk menemuimu Ann," ujar Brandon, ia sangat berharap agar Anna tak mengusirnya keluar dari ruangan tersebut. "Jam berapa sekarang?" tanya Anna dalam hati sambil mengambil ponselnya untuk melihat jam. Betapa terkejut dirinya saat mengetahui bahwa ia telah tertidur akibat kelelahan dalam ruangan ini selama kurang lebih lima belas menit. Anna tahu, ia tak seharusnya bertemu kembali dengan Brandon, semua yang ia butuhkan sudah ia dapatkan hari ini, tak ada lagi alasan untuk bertemu pria tersebut. "Aku harus segera k
Tepat pukul dua di siang hari, Michael terlihat sedang menunggu kehadiran Anna, keduanya mendapatkan giliran jaga hari ini sampai nanti pukul sembilan malam, dan tak sengaja ia melihat tanda tangan Anna yang berada hampir di seluruh buku absen tugas jaga. “Ann!” panggil Michael yang melihat Anna kini baru saja sampai di lobby rumah sakit. “Hi! Sudah dari tadi kau di sini?” tanya Anna sambil bersiap-siap memakai jas dokternya. “Iya, kan jaga dari pagi tadi,” ujar Michael, nadanya bersemangat karena kini ia dapat bertugas kembali dengan Anna. “Oooo iyaaa iyaaa baru ingat aku,” ujar Anna sambil memeriksa data-data pasien. “Aku baru sadar, mengapa pembagian tugas jaga untukmu lebih banyak dibandingkan yang lainnya?" tanya Michael sambil menatap kembali ke arah Anna. "Oh soal itu, aku lupa menceritakan sesuatu kepadamu, jadi beberapa hari yang lalu aku memutuskan untuk menggantikan jadwal tugas anak-anak yang lain, dan melalui hal itu aku j
"Kau yakin Ann?" tanya Michael yang masih berusaha untuk menbantu Anna entah bagaimana pun caranya."Iyaaa Mic, lagian kau sudah membantuku sebelumnya, itu sangat lebih dari cukup..." ujar Anna."Baiklah...oh iya Ann, kau sudah dengar mengenai perayaan ulang tahun rumah sakit?" tanya Michael."Oh perayaan lusa nanti ya, iya aku sudah dengar sebelumnya," ujar Anna."Kau datang nanti?" tanya Michael, matanya menatap penuh ke arah Anna, berharap gadis itu datang ke acara tersebut."Entahlah...aku masih bingung memikirkan apakah hadir atau tidak..." ujar Anna, jauh dalam lubuk hatinya ia tak ingin datang akibat fakta jika Brandon juga pasti akan ada di perayaan tersebut, secara itu rumah sakit milik keluarganya."Kalau begitu kau temani aku saja di pesta itu, mereka menunjukku sebagai perwakilan dari dokter di angkatan kita ditambah perwakilan dari universitas atas kerja sama dengan pihak rumah sakit selama bertahun-tahun," jelas Michael.