"Ada apa lagi?" tanya Anna kesal sambil menatap tajam ke arah Brandon.
"Bisakah kau menunggu sebentar? Masih ada hal yang ingin aku bicarakan—"
Seketika Anna memotong perkataan Brandon.
"Begini ya, jika ada hal lain yang ingin kau tanyakan mengenai Reva, jangan menggunakan cara seperti ini, akan ada banyak orang yang berburuk sangka mengenai—"
"Aku ke sini bukan untuk membicarakan Reva, tetapi untuk menemuimu..." ujar Brandon yang masih tak melepaskan genggamannya pada tangan Anna.
"Untuk apa?"
"Bukankah kau harus bertanggung jawab untuk ini?"
"Bertanggung jawab? Apa maksudmu?"
"Untuk perasaanku kepadamu, kau tak bisa pergi begitu saja—"
"Tentu aku bisa, jangan harap karena kau adalah atasanku di sini, jadi kau bisa berharap aku akan melakukan hal sesuai dengan yang kau inginkan," ujar Anna sambil melepaskan genggaman tangan Brandon pada tangannya.
"B-Bukan itu maksudku...sebegitunya kau membenciku hanya untuk mendapatkan sejumlah uang dari Reva?" tanya Brandon.
"Kau bilang 'hanya'? Mungkin bagimu itu bukanlah hal yang penting, namun untukku itu...ah sudahlah kau juga tak akan mengerti apa yang kumaksud," ujar Anna sambil bergegas keluar dari ruangan tersebut.
"Ahhh...sial!" ujar Brandon yang tak menyangka percakapan mereka akan menjadi serumit ini.
Malam harinya, Anna yang baru terbangun dari tidurnya hendak keluar dari kamarnya untuk mengambil pakaian kering di lantai atas gedung kos-kosannya. Ketika ia hendak keluar, tiba-tiba tampak ada sebuah sandal yang seketika mengingatkannya pada sosok Brandon.
Anna mengingat-ngingat lagi perkataannya sore tadi pada Brandon, ia merasa perkataan tersebut tak seharusnya ia katakan pada atasannya terutama cepat atau lambat, pria tersebut akan menjadi tunangan sahabatnya sendiri.
"KRINGGG!!!" tiba-tiba handphone milik Anna berbunyi.
Anna pun segera mengangkat telepon tersebut dan seketika lega dapat mendengar suara Ibunya lagi, sang Ibu kali ini memberitahu putrinya jika dirinya ternyata memiliki pekerjaan dadakan esok hari untuk membantu sang Ayah sehingga dirinya hanya bisa mengantarkan Raditya, Adik Anna untuk mendaftar ulang pada sekolah barunya.
Jadi Ibu Anna pun meminta tolong pada putrinya tersebut untuk menjemput Raditya usai pekerjaan Anna di rumah sakit selesai, lalu Ibunya akan menjemput kembali sang Adik nanti di kos-kosan Anna.
Anna pun dengan senang hati melakukan permintaan Ibunya itu, ia bahkan tak sabar akan bertemu dengan Adiknya itu setelah satu tahun perpisahan akibat segala hal yang harus ia urus di Jakarta selama ini.
Hari pun berlalu, seperti biasa, Anna yang sudah selesai melakukan tugasnya di rumah sakit segera bergegas pamit pada teman-temannya lalu segera menunggu bus yang akan mengantarkannya pada sekolah asrama Raditya.
Sesampainya di sekolah asrama Raditya, ia dapat melihat ratusan siswa telah selesai mendaftar ulang bersama orangtua mereka, namun Anna tak kunjung melihat Adiknya keluar dari gedung tersebut.
Setelah menunggu sekitar lima menit, Anna akhirnya menatap dari jauh sosok Adiknya yang kini sedang berjalan mendekatinya bersama seorang teman di sampingnya.
"Ka Anna!!!" teriak Raditya sambil berlari memeluk Kakak perempuannya itu.
Sementara itu, Brandon yang sedang berada di kantornya tiba-tiba mendapatkan telepon dari nomor yang tak dikenal.
"Halo, dengan siapa ini?" tanya Brandon tegas.
"Ka, ini aku Jevon!" ujar sebuah suara anak laki-laki yang ia kenali sebagai Adiknya sendiri.
Brandon seketika sadar, pasti kedua orangtuanya terlalu sibuk menghabiskan kekayaan dengan sahabat-sahabat mereka, sampai-sampai mereka lupa menjemput sang anak bungsu yang saat ini sedang menelepon menggunakan handphone milik seseorang.
"Ada apa Pak?" tanya Jarvis yang sedari tadi memperhatikan raut wajah bosnya itu.
"Aku mau pergi ke luar sebentar untuk menjemput Jevon, kamu urus dahulu pekerjaan saya sementara di sini," ujar Brandon tegas.
Jevon yang baru selesai meminjam handphone Anna segera mengembalikan telepon tersebut pada pemiliknya.
"Terima kasih ya Ka..." ujar Jevon pada Anna, sekilas sebenarnya gadis itu merasa tak asing saat melihat wajah Jevon, teman Raditya.
"Iya sama-sama," ujar Anna sambil tersenyum menerima teleponnya dari tangan Jevon.
"Ka, kita akan menunggu Jevon sampai dia dijemput kan?" tanya Raditya pada Kakak perempuannya itu.
"Iyaaa tentu Dit," balas Anna yang terlihat senang, kini Adik laki-lakinya dengan cepat beradaptasi dengan lingkungan barunya, juga memiliki teman baru bahkan sebelum hari pertamanya di asrama dimulai.
Beberapa menit kemudian, sebuah mobil hitam bermerek BMW berhenti tepat di depan lobby gedung asrama.
Lalu turun seorang pria yang sudah sangat tidak asing di benak Anna yaitu Brandon.
“U-Untuk apa dia datang kemari?” pikir Anna kebingungan dalam hati.
“Dit, sepertinya aku sudah dijemput,” ujar Jevon.
“Oh serius? Mana jemputanmu?” tanya Raditya ingin tahu.
“Itu,” ketus Jevon sambil menunjuk ke arah Brandon yang kini telah berjalan ke arah Anna, Raditya dan Jevon.
“A-Anna? Kau pasti ke sini untuk menjemput Adikmu bukan?” tanya Brandon, sebelumnya ia telah mengamati dan memperhatikan wajah Anna yang sangat mirip dengan anak laki-laki di sebelahnya itu.
“Mengapa kau bisa ada di sini?” tanya Anna kebingungan, sedari kemarin ia sangat ingin menghindari Brandon, namun entah mengapa takdir seolah-olah selalu berusaha untuk mempertemukan keduanya di mana saja dan kapan saja.
“Jelas bisa, karena ada seseorang yang meneleponku dan ingin aku menjadi supirnya seharian ini,” ujar Brandon sambil menatap Jevon, Adik laki-laki yang selalu mengingatkannya akan sikapnya dahulu saat ia masih kecil.
“K-Kalian berdua sudah saling kenal?” tanya Jevon sampai-sampai alis kanannya naik satu.
Brandon segera berbisik pada Adik bungsunya itu namun dengan nada yang lumayan keras sehingga terdengar oleh Anna dan Raditya.
“Tentu…dia adalah gadis yang pergi kencan denganku sebelumnya, kau tahu kan?” ujar Brandon sambil menyeringai.
“Jadi Ka, selama ini kau sudah memiliki pacar? Mengapa kau tak pernah cerita?” tanya Raditya tak percaya, matanya terus-menerus mengamati bolak-balik ke arah Kakaknya lalu ke arah Brandon.
“B-Bukan begitu, kalian jangan langsung percaya ya…nah lebih baik sekarang kita balik duluan,” ujar Anna sambil menggandeng tangan Raditya, hendak pergi cepat-cepat dari tempat tersebut.
“Tunggu Ann, setidaknya biar aku antar kalian berdua kembali, bagaimana?” tanya Brandon.
Seketika Anna menatap ke arah Raditya, raut wajah Adiknya itu seketika berubah, ia kembali menatap ke arah Kakaknya agar setuju menerima tawaran Brandon tersebut.
“B-Baiklah,” ujar Anna.
Karena urutan jalan adalah rumah keluarga Brandon, kos-kosan Anna lalu gedung perusahaan. Brandon pun memutuskan untuk menyuruh Jevon turun terlebih dahulu di rumah mereka, lalu setelah ia langsung mengantar Anna serta Raditya agar ia bisa langsung pergi kembali menuju perusahaan.
Tak lama kemudian mobil BMW hitam itu sampai di depan gedung kos-kosan Anna.
Dengan cepat Anna yang duduk di sebelah kursi pengemudi segera memberikan kunci kamarnya pada Adik laki-lakinya yang duduk di bagian tengah mobil."Terima kasih Ka," ujar Raditya yang segera keluar dari mobil Brandon diikuti dengan Anna yang hendak membuka pintu mobil tersebut, namun perlahan menutup pintu itu kembali."E-Eum...terima kasih ya karena kau sudah mengantarkan kami, dan maaf jika kemarin kata-kataku terlalu berlebihan, memang benar faktanya jika aku rela menggantikan Reva karena ia menawariku sejumlah uang sebagai gantinya, namun sejujurnya aku tak pernah membencimu a-atau bahkan sengaja untuk menjauhimu..." ujar Anna yang kini terus menatap kedua tangannya, ia tak ingin melihat reaksi Brandon yang berada tepat di sampingnya."Aku mengerti, tak apa-apa, aku tak pernah menyalahkanmu atas semua ini, aku hanya merasa sedikit terganggu jika kau terus-menerus menjauhiku," ujar Brandon yang tampak malu-malu mengatakan hal tersebut."A-Apa ini ada h
Sementara Anna sedang sibuk dengan pekerjaannya, Reva kini terlihat sedang sibuk menonton drama serial melalui laptopnya, sambil sesekali mengecek telepon genggamnya, khawatir jika kekasihnya Gerry akan memberinya pesan."JBRENGGG!" tiba-tiba pintu kamarnya terbuka, terlihat sosok wanita anggun dengan pakaian mahal, aksesoris mewah pada pergelangan tangannya, juga model rambut curly seperti anak muda masuk dengan membawa telepon genggam di tangannya. Sosok tersebut tak lain adalah Ellen, Ibu Reva yang terlihat terburu-buru memasukki kamar putri sulungnya itu."Heuh...ada apa kali ini?" tanya Reva yng terdengar menghela napasnya sambil mematikan layar handphonenya dan segera menghentikan drama serial di laptopnya."Ibu punya kabar bagus untuk kamu!" ujar Ellen, tampak bersemangat."Kabar apa Bu?" tanya Reva."Tadi barusan kamu tau, Brandon menelepon Ayahmu dan bilang kalau dia ingin mengadakan kencan kedua denganmu lusa nanti," ujar Ellen, ia sangat
Keesokan harinya, seperti biasa Anna kembali bertugas di Rumah Sakit Sentral Medika, namun kali ini bedanya ia hanya ditugaskan untuk memeriksa data-data pasien saja."Ann, sini sini," ujar Jasmine yang kini memanggil Anna untuk mendekatinya."Ada apa ada apa?" tanya Anna bersemangat."K-Kamu tau kan putrinya Pak Nicholas?" tanya Jasmine sambil sesekali melihat sekitarnya, takut ada suster atau pegawai rumah sakit yang mendengarnya."Putri?" Anna kebingungan, setaunya anak Pak Nicholas hanyalah Brandon dan Jevon."Iyaaa, jadi dengar-dengar hari ini putrinya Pak Nicholas, kalau tidak salah namanya Victoria, dia mau bantu rumah sakit kita di bagian administrasi, sekaligus mewakilkan Pak Brandon untuk mengawasi data-data rumah sakit ini," ujar Jasmine bersemangat, karena pekerjaannya turut diringankan akibat keberadaan Victoria."Wah baguslah kalau begitu," ujar Anna.Sementara itu, Victoria Yoan Patra, kini terlihat sibuk melihat data-d
Sepanjang perjalanan, Anna dan Brandon, keduanya terdiam, tak ada percakapan di antara mereka. Anna yang barusan saja menaruh handphonenya di samping tempat duduknya, memutuskan untuk mengambil handphonenya kembali. Namun di saat yang sama, Brandon juga sedang mencari-cari kotak tisu yang ada di sekitarnya."PLEK..." tangan Brandon tak sengaja menyentuh tangan Anna.Seketika Anna menatap ke arah Brandon, begitu juga sebaliknya, lalu dengan cepat Brandon segera melepaskan pegangannya itu dengan wajah sedikit memerah.Beberapa menit berlalu, akhirnya mobil BMW hitam itu sampai juga di tempat parkiran mall, dengan cara jalan elegannya, Brandon keluar dari mobil lalu membukakan pintu bagi Anna, padahal gadis itu tak memintanya namun Brandon inisiatif melakukan hal tersebut.Keduanya berjalan memasuki mall lalu menuju lantai paling atas dan sampai ke area bioskop, Brandon pun segera pergi ke mesin tiket terdekat dengan Anna di sampingnya, tanpa mengantri pesan
"Satu...dua...tiga..." ujar Anna sambil mengambil beberapa foto dengan ponsel Brandon. Usai memfoto, Anna segera mengecek foto yang ia ambil, dengan cepat ia membuka aplikasi gallery di ponsel itu, betapa kagetnya ia saat seluruh foto pada ponsel Brandon hanya berisi dokumen-dokumen penting, tak ada satu pun foto dirinya atau keluarganya. Brandon yang berjalan mendekat ke arah Anna seketika panik, ia khawatir jika Anna melihat namanya dalam ponsel miliknya itu, sebab terakhir kali, Brandon menyuruh Jarvis untuk mengirim semua data mengenai Anna termasuk fioto-foto dokumen data diri milik Anna. "Terima kasih ya," ujar Brandon yang dengan gesit mengambil ponselnya dari tangan Anna. "Kau tipe orang yang jarang sekali berfoto ya?" tanya Anna yang keheranan karena masih ada orang-orang yang jarang mengabadikan momen seperti Brandon. "Iyaaa begitulah, kau bisa menilainya sendiri," ujar Brandon, mengingat keluarganya yang selalu sibuk dengan urusan p
Beberapa menit kemudian, mobil yang ditumpangi Anna dan Brandon akhirnya sampai juga di depan kos-kosan Anna. "Brandon..." panggil Anna. "Iyaaa, ada hal yang ingin kau sampaikan?" tanya Brandon yang masih berandai-andai, dirinya sangat ingin tahu apa yang sedari tadi berada dalam benak Anna. "Ada satu hal yang ingin kutanyakan padamu," ujar Anna yang mulai takut mengutarakan pertanyaannya setelah ini, bahkan ia sendiri tak sanggup menatap Brandon. "Iyaaaa, silakan..." tanya Brandon yang masih menatap Anna dengan tatapan tulus. "B-Bisakah kau membatalkan p-perjodohanmu dengan Reva?" tanya Anna, perasaannya semakin berkecamuk, untuk sesaat ia sangat menyesal telah mengatakannya. Brandon yang mendengar pertanyaan Anna merasa senang sekaligus bingung di saat yang bersamaan, ia berpikir mungkin Anna mengatakan itu karena dirinya sudah mulai menyukai Brandon atau hanya demi mendapatkan uang dari Reva dan pergi begitu saja. "Sebelum a
"Terima uang ini, kau berhak mendapatkannya Ann, aku sangat berterima kasih atas semua hal yang telah kau lakukan untuk membantuku." Tulis pesan tersebut. Anna seketika masih terpaku dengan nominal sepuluh juta yang terdapat pada rekeningnya, di saat yang bersamaan ia pun cukup senang, artinya tinggal lima juta lagi nominal yang harus ia kumpulkan. Saat jam bertugas selesai, Anna memutuskan untuk bertanya pada Jasmine mengenai cara menggantikan tugas jaga orang lain, lalu Jasmine pun mengundang Anna ke sebuah grup percakapan khusus untuk transaksi itu. Detik itu juga Anna berhasil mendapatkan tawaran menggantikan jam jaga selama tiga kali dengan perjanjian bayaran sebesar lima juta, yang artinya dalam beberapa hari kedepan, ia sudah dapat melunasi seluruh biaya akhir semesternya. "Semangat Ra, kamu pasti bisa!" pikir Anna, berusaha menyemangati dirinya, karena selama beberapa hari kedepan, ia akan berada di rumah sakit selama hampir dua puluh
"B-Brandon?" tanya Anna yang kebingungan. Seketika Brandon menoleh, ia tak menyadari jika sedari tadi Anna telah terbangun. "Ann kau sudah bangun?" tanya Brandon sambil segera menjauh dari ponsel Anna yang terletak tepat di atas meja sebelumnya. "Apa yang kau lakukan di sini?" tanya Anna, sejujurnya ia bingung apakah ia harus senang bertemu pria tersebut atau malah menyuruhnya pergi seketika. "Untuk apalagi jika bukan untuk menemuimu Ann," ujar Brandon, ia sangat berharap agar Anna tak mengusirnya keluar dari ruangan tersebut. "Jam berapa sekarang?" tanya Anna dalam hati sambil mengambil ponselnya untuk melihat jam. Betapa terkejut dirinya saat mengetahui bahwa ia telah tertidur akibat kelelahan dalam ruangan ini selama kurang lebih lima belas menit. Anna tahu, ia tak seharusnya bertemu kembali dengan Brandon, semua yang ia butuhkan sudah ia dapatkan hari ini, tak ada lagi alasan untuk bertemu pria tersebut. "Aku harus segera k