“Ayolah Ann…kau kan sahabat terbaikku sejak lama,” ujar Reva sambil memohon pada sahabatnya itu dan memegang erat tangannya dengan tatapan memelas.
“Ahhh t-tetapi bagaimana jika rencana ini gagal?” tanya Anna, mukanya mulai terlihat cemas setelah mendengar permohonan Reva, gadis yang selalu ia anggap seperti saudara kandungnya sendiri.
Kedua gadis itu saat ini sibuk mendiskusikan sesuatu di dalam kamar megah milik Reva, putri tunggal pengusaha kaya raya itu, yang digadang-gadang akan segera dijodohkan dengan anak pemilik perusahaan rumah sakit terbesar di Indonesia, bernama Brandon Athaya Putra. Namun sayangnya gadis itu sudah memiliki seseorang yang ia cintai tanpa sepengetahuan kedua orangtuanya.
“Tenang saja, kau hanya cukup menemuinya untuk kencan selama tiga kali, namun pada pertemuan pertama buat dia tak ingin menemuimu lagi, dan selesai!” ujar Reva bersemangat, sampai-sampai tak menyadari sahabatnya kini semakin terlihat khawatir dibandingkan sebelumnya.
“…” Anna terdiam, sejatinya ia ingin sekali membantu sahabat karibnya yang sedang terdesak itu, namun ia sendiri saat ini sedang berada dalam posisi yang tidak aman. Beasiswa ekslusif yang ia dapatkan beberapa tahun yang lalu untuk memasuki universitas impiannya, kini baru saja dicabut karena nilainya yang tak memenuhi standar akibat dirinya yang sibuk bekerja di luar jam kuliah untuk membiayai keluarganya.
“Gerry tahu soal ini?” tanya Anna, ia ingin tahu apakah kekasih Reva sudah mengetahui mengenai hal ini.
“I-Itu dia Ann, aku ingin perjodohan ini dibatalkan sehingga Gerry tak akan berprasangka buruk terhadapku,” ujar Reva yang kembali terlihat cemas. Anna juga semakin terlihat cemas melihat reaksi sahabatnya itu.
Reva seketika teringat, sahabatnya itu kini sudah menyandang gelar sarjanah kedokteran, ia memiliki kehidupannya sendiri yang jauh lebih rumit, dan saat ini dimintai tolong oleh sahabatnya yang bahkan hidup hanya dengan mengandalkan duit orangtuanya sepanjang waktu.
“Ada apa Ann? Sedang ada masalah ya di tempat kuliah?” tanya Reva, berusaha membuat sahabatnya kembali untuk membicarakan permasalahan kuliahnya dan beralih dari permasalahan yang seharusnya ia hadapi sendiri.
“Sedikit…hanya masalah biaya kok, bukan hal yang penting,” ujar Anna sambil memaksakan senyuman lebarnya di hadapan Reva.
“Butuh biaya berapa Ann?” tanya Reva.
“E-Eh jangan-jangan, lebih baik kita bicarakan hal yang lain—“
“Tak apa Ann, aku ingin tahu, berapa jumlah yang kau butuhkan?” tanya Reva lagi.
“Eum…sekitar lima belas juta…” ujar Anna, merasa tak enakan memberitahukan hal tersebut.
Tiba-tiba Reva tersenyum, ada sesuatu yang muncul dalam benaknya.
“Ann, aku punya ide…jika kau bersedia membantuku, aku akan membantumu juga untuk mendapatkan uang, sesuai dengan kebutuhanmu, bagaimana?”
Beberapa hari kemudian, Anna yang baru memulai kegiatan magangnya sebagai dokter muda di Rumah Sakit Sentral Medika, kini terlihat sedang sibuk mengurusi beberapa data pasien.
Tiba-tiba tampak teman seperjuangan Anna, Jasmine, berlari dengan wajah khawatir menuju posisi Anna.
“Ann Ann, Gawat! Cepat bantu pasien di ruangan tiga A, keadaannya kritis sekarang, mereka butuh cadangan darah AB yang banyak!” ujar Jasmine pada temannya yang bertugas menjaga kunci-kunci ruangan hari itu.
Anna mengerti, dengan cepat gadis itu membuka etalase mini berisi puluhan kunci dan mengambil salah satu kunci tersebut. Ia segera berlari menyusuri lorong rumah sakit dan hendak melewati belokan untuk sampai di ruangan tempat cadangan darah disimpan.
“BRUKKK!!!” seketika ada sesuatu yang menabrak Anna begitu pun sebaliknya, sampai membuat kuncinya terjatuh di lantai. Perlahan-lahan ia menoleh. Tampak seorang pemuda dengan jas hitam serta dasi merah pada lehernya, berdiri tepat di depannya. Itu adalah Brandon, pemilik perusahaan yang menaungi rumah sakit ini. Namun sayangnya Anna yang merupakan pendatang baru tak pernah mengetahui mengenai informasi tersebut.
Brandon dengan cepat segera mengambil kunci yang berada di lantai lalu memberikannya pada gadis yang ada di hadapannya lalu membaca nama yang tertera pada name tagnya yaitu Anna Zaela Cantika, tepat sebelum gadis itu pergi.
“Terima kasih,” ujar Anna sambil menatap pria di depannya, menerima kunci tersebut, lalu bergegas pergi. Dalam waktu singkat, Brandon sempat menatap wajah Anna dan seketika terpana dengan kecantikan dokter muda tersebut.
“Nama yang tidak asing,” pikir Brandon, lalu pria itu segera masuk ke dalam mobilnya dan memerintahkan asistennya, Jarvis, untuk mencari seluruh informasi mengenai gadis bernama Anna Zaela Cantika.
Beberapa saat kemudian, Jarvis mendatangi ruangan pribadi Brandon. Ia telah mencari seluruh informasi mengenai gadis bernama Anna tersebut. Pada awalnya ia sangat bingung, karena bosnya tak pernah menyuruhnya untuk mencari informasi seseorang se-detail itu.
Jarvis menjelaskan jika gadis bernama Anna Zaela Cantika adalah putri sulung dari Bapak Calvin Antoni Patika, Ayahnya dahulu pernah membantu perusahaan Ayah Brandon, Nicholas Amidi Chakra, saat sedang berada di ujung tanduk, namun semenjak omzet perusahaan kembali naik, Nicholas memutuskan untuk mengambil alih perusahaan atas namanya sendiri. Dan putri sahabatnya tadi saat ini sedang bekerja magang sebagai calon dokter di Rumah Sakit milik keluarga Brandon.
“Pantas saja nama itu, aku pernah membacanya dalam arsipan dokumen Ayah, di situ disebutkan jika teman seperjuangannya memiliki kaitan dengan gadis bernama Anna, mereka adalah Ayah dan anak,” pikir Brandon.
“Oke kerja bagus, kamu boleh pergi sekarang,” ujar Brandon pada Jarvis. Ia masih merasakan ada sesuatu yang mengganjal dalam pikirannya, lebih tepatnya perasaan bersalah. Ia bisa menikmati seluruh hak perusahaan karena berkat bantuan Ayah Anna. Namun sang Ayah malah tak pernah sedikit pun menyinggung nama Bapak Calvin.
“Oh iya Pak,” ujar Jarvis yang tiba-tiba teringat jadwal Brandon bosnya setelah ini.
“Ada apa Jarvis?”
“Setelah ini Bapak ada janji kencan dengan Reva, putri Bapak Surya dan Ibu Partricia pukul lima sore di Restoran Chantel,” ujar Jarvis, seketika Brandon segera mengecek jam tangannya, jam kini menunjukkan pukul enam tiga puluh sore.
“Okeee okeee saya akan segera ke bawah sebentar lagi…” ujar Brandon sambil menghela napas dalam-dalam, jauh dalam lubuk hatinya ia tak ingin mengikuti kencan tersebut jika bukan karena permohonan kedua orangtuanya yang sangat ingin cepat-cepat memiliki menantu.
Sementara itu Anna di sisi lain sedang bersiap-siap membereskan barang-barangnya, ia hendak pergi untuk mengikuti kencan sesuai arahan Reva.
“Wah buru-buru sekali ya?” tanya Michael, teman seperjuangan Anna yang kebetulan juga sedang berada satu sesi jaga rumah sakit dengan gadis tersebut.
“Iyaaa…” ujar Anna sambil sesekali mengecek handphonenya karena terdapat puluhan pesan dari Reva.
“Ada acara ya?” tanya Michael peduli, kedua matanya terus terpaku pada Anna.
“Iyaaa ni kebetulan lagi ada acara…kalau begitu aku duluan ya,” ujar Anna, matanya terlihat lelah setelah seharian mengurusi dokumen-dokumen pasien hari itu.
Beberapa menit kemudian ojek yang ia kendarai sampai di depan kos-kosan yang ia sewa untuk merantau di Kota Jakarta dari Kota Bandung. Sesampainya di kamar, terlihat berbagai tas, hak tinggi, gaun dan aksesoris yang telah dipinjamkan Reva untuk kencan Anna hari ini.“Ayo semangat Ann, tiga kali pertemuan saja dan kamu bisa mendapatkan uang tersebut,” pikirnya dalam hati.Di sisi lain, Brandon yang kini telah sampai di lobby Restoran Chantel, segera masuk dan duduk di salah satu meja, meja tersebut terletak tepat di depan pemandangan laut Jakarta sore itu. Ia menunggu sambil memikirkan bagaimana sosok Reva yang akan ia temui nanti. Ia tak pernah berpikir akan menikah dan berkeluarga dengan seseorang melalui cara seperti ini.Sepuluh menit berlalu, namun tanda-tanda kemunculan Reva tak kunjung ia rasakan. Brandon kembali mengecek jam tangannya. Tepat saat itu pintu lobby terbuka, Anna yang telah mengenak
“Oh tentu, namun sayangnya aku sudah membeli itu melalui toko lain kemarin,” ujar Anna sambil memaksakan senyumnya, lalu pelayan itu segera pergi.“Ayo kita pergi dari sini, ada tempat yang ingin aku kunjungi,” ujar Anna masih dengan nada ngesoknya itu, ia berpikiran untuk mengajak Brandon pergi ke pasar malam di Jakarta. Setelah gagal membuatnya kesal di toko tadi, Anna pun memutuskan untuk memakai ide terakhirnya.Sesampainya di pasar malam, Anna segera berlari menuju wahana bianglala lalu segera masuk ke dalam wahana itu diikuti dengan Brandon.“Hahaha, mana ada CEO yang mau harga dirinya direndahkan dengan menaikki bianglala, setelah ini ku jamin dia akan menyesal dan segera pergi!” pikir Anna.Angin tertiup lembut dari segala sisi, membuat rambut Anna beterbangan perlahan. Brandon yang berada di depannya seketika membenarkan sehelai rambut dan menyelipkannya pada telinga gadis tersebut.Anna terpaku, ia diam
Anna segera turun cepat-cepat sambil membawa sepatu haknya, dengan dingin ia berjalan pergi ke depan pintu gerbang rumah Reva tanpa menghiraukan Brandon yang masih berada di dalam mobil, tak lama kemudian Reva yang memakai masker terlihat berjalan keluar membukakan pintu gerbang rumahnya, lalu Anna segera masuk, dan akhirnya mobil milik Brandon pun pergi juga.“Apa? Dia bahkan rela pergi menemanimu naik bianglala?” tanya Reva, lalu ia segera tertawa terbahak-bahak membayangkan CEO tersebut pergi ke tempat umum seperti itu menggunakan jas formalnya.“Sudah aku lakukan seluruh cara agar membuatnya pergi, dia memang bukanlah pria sembarangan, apa yang sebenarnya dia inginkan?” tanya Anna kesal.“Entahlah, menurut informasi yang aku terima, seharusnya hari ini adalah kencan pertama dalam hidupnya, jadi mungkin itulah yang membuatnya sabar menghadapimu,” jelas Reva sambil sesekali sibuk memainkan handphonenya.“Dan sat
“Ku harap lain kali kau lebih berhati-hati,” ujar Brandon. “Terima kasih,” ujar Anna. “Reva, kebetulan sekali kita bertemu di sini, kau tampak berbeda dari biasanya,” ujar Brandon, berusaha mencairkan suasana. “Berbeda? Maksudmu?” tanya Anna yang semakin panik rahasianya dengan Reva akan terbongkar. “Iyaaa jauh lebih cantik dibandingkan sebelumnya,” ujar Brandon yang tak menyadari kini ia tersenyum menatap Anna. Baginya sangat susah untuk menemukan Anna, sejak pemandangan yang ia lihat sebelumnya saat Anna sedang bersama orang lain, Brandon tak memiliki niatan lagi untuk mendekati Anna, namun rupanya saat ia melihat gadis itu kembali, seketika ia mengubah keputusannya. “Oh, baiklah kalau begitu aku pergi duluan—“ Dengan cepat Brandon segera menahan tangan Anna. “Biar aku yang antar, bagaimana?” tanya Brandon. Mau tak mau Anna harus menerima tawaran tersebut, karena jika tidak, Brandon dapat mengikutinya lalu melihat sosok Reva
Malam harinya, mobil Gerry kini terlihat baru saja sampai di depan rumah Reva, gadis itu pun turun dengan riang seakan-akan dirinyalah manusia paling bahagia sesudah meghabiskan waktu dengan kekasihnya itu."Aku pulang..." ujar Reva dengan suara yang sedikit keras. Namun tak ada balasan dari seisi rumah. Rumah itu kosong, tak ada siapa-siapa di sana.Reva seketika sadar, pasti kedua orangtuanya saat ini sedang berada di perusahaan hingga larut malam nanti, hari ini adalah kesempatan bagi Reva untuk menghabiskan waktu bersama kedua orangtuanya itu. Bukannya bersenang-senang, ia malah tak sengaja bertemu dengan Brandon si CEO yang sangat menyebalkan menurutnya. Jika tidak bertemu Gerry, mungkin hari ini akan menjadi hari terburuk dalam hidupnya.Selain menerima banyak harta sejak kecil, kedua orangtuanya bahkan tak pernah memaksakan putri tunggalnya itu untuk bekerja
"Ada apa lagi?" tanya Anna kesal sambil menatap tajam ke arah Brandon. "Bisakah kau menunggu sebentar? Masih ada hal yang ingin aku bicarakan—" Seketika Anna memotong perkataan Brandon. "Begini ya, jika ada hal lain yang ingin kau tanyakan mengenai Reva, jangan menggunakan cara seperti ini, akan ada banyak orang yang berburuk sangka mengenai—" "Aku ke sini bukan untuk membicarakan Reva, tetapi untuk menemuimu..." ujar Brandon yang masih tak melepaskan genggamannya pada tangan Anna. "Untuk apa?" "Bukankah kau harus bertanggung jawab untuk ini?" "Bertanggung jawab? Apa maksudmu?" "Untuk perasaanku kepadamu, kau tak bisa pergi begitu saja—" "Tentu aku bisa, jangan harap karena kau adalah atasanku di sini, jadi kau bisa berharap aku akan melakukan hal sesuai dengan yang kau inginkan," ujar Anna sambil melepaskan genggaman tangan Brandon pada tangannya. "B-Bukan itu maksudku...sebegitunya kau membenciku hanya
Dengan cepat Anna yang duduk di sebelah kursi pengemudi segera memberikan kunci kamarnya pada Adik laki-lakinya yang duduk di bagian tengah mobil."Terima kasih Ka," ujar Raditya yang segera keluar dari mobil Brandon diikuti dengan Anna yang hendak membuka pintu mobil tersebut, namun perlahan menutup pintu itu kembali."E-Eum...terima kasih ya karena kau sudah mengantarkan kami, dan maaf jika kemarin kata-kataku terlalu berlebihan, memang benar faktanya jika aku rela menggantikan Reva karena ia menawariku sejumlah uang sebagai gantinya, namun sejujurnya aku tak pernah membencimu a-atau bahkan sengaja untuk menjauhimu..." ujar Anna yang kini terus menatap kedua tangannya, ia tak ingin melihat reaksi Brandon yang berada tepat di sampingnya."Aku mengerti, tak apa-apa, aku tak pernah menyalahkanmu atas semua ini, aku hanya merasa sedikit terganggu jika kau terus-menerus menjauhiku," ujar Brandon yang tampak malu-malu mengatakan hal tersebut."A-Apa ini ada h
Sementara Anna sedang sibuk dengan pekerjaannya, Reva kini terlihat sedang sibuk menonton drama serial melalui laptopnya, sambil sesekali mengecek telepon genggamnya, khawatir jika kekasihnya Gerry akan memberinya pesan."JBRENGGG!" tiba-tiba pintu kamarnya terbuka, terlihat sosok wanita anggun dengan pakaian mahal, aksesoris mewah pada pergelangan tangannya, juga model rambut curly seperti anak muda masuk dengan membawa telepon genggam di tangannya. Sosok tersebut tak lain adalah Ellen, Ibu Reva yang terlihat terburu-buru memasukki kamar putri sulungnya itu."Heuh...ada apa kali ini?" tanya Reva yng terdengar menghela napasnya sambil mematikan layar handphonenya dan segera menghentikan drama serial di laptopnya."Ibu punya kabar bagus untuk kamu!" ujar Ellen, tampak bersemangat."Kabar apa Bu?" tanya Reva."Tadi barusan kamu tau, Brandon menelepon Ayahmu dan bilang kalau dia ingin mengadakan kencan kedua denganmu lusa nanti," ujar Ellen, ia sangat