Share

Part 4

Author: Azuretanaya
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

Setibanya di Lav Coffee, Felix segera menanyakan keberadaan orang yang ingin ditemuinya. Felix mengangguk setelah mendengar jawaban salah seorang karyawan yang memang ditugaskan untuk menunggu kedatangannya, kemudian ia pun dibimbing menuju lantai dua. Sambil menaiki satu per satu anak tangga, ia melihat pengunjung mulai berdatangan dan menduduki kursi-kursi yang tadinya kosong.

“Silakan masuk, Pak,” ujar karyawan tadi dengan ramah dan sopan setelah menggeser pintu kaca di hadapannya.

“Terima kasih,” balas Felix tidak kalah ramah. Tidak lupa ia juga menyunggingkan senyum tipisnya.

“Tumben bukan Lenna yang menemanimu?” tanya pemilik Lav Coffee tanpa basa-basi setelah melihat Felix berada di dalam ruangannya.

“Sekretarisku sedang banyak tugas yang harus segera diselesaikan,” Felix menjawab setelah duduk, tanpa menunggu dipersilakan terlebih dulu oleh pemilik ruangan. Selain menjadi salah satu klien setianya, Lavenia juga merupakan adik dari sahabatnya, sehingga keformalan di antara keduanya tidak terlalu berlaku.

“Sampai kapan kamu akan betah berdiri di situ, Wis?” Lavenia menegur Wisnu yang masih berdiri di depannya. “Duduklah. Santai saja, aku tidak sekaku Hans,” imbuhnya sambil terkekeh.

Wisnu hanya menyengir ketika menyadari Lavenia dapat membaca ketakutan yang terlintas di dalam benaknya. “Terima kasih, Bu,” ujarnya sopan. Wisnu mengakui jika Lavenia memang jauh lebih ramah dan santai dibandingkan Hans saat mereka berinteraksi.

“Ngomong-ngomong, kalian mau minum apa?” tanya Lavenia kepada Felix dan Wisnu. “Sebelum aku memberi tahu kalian mengenai konsep yang diinginkan oleh Catharina Queen dan kita terlibat pembahasan serius,” imbuhnya.

“Espresso,” tanpa banyak berpikir Felix langsung menyampaikan minuman kesukaannya.

“Samakan saja dengan minuman Pak Felix, Bu,” Wisnu menimpali dengan sopan.

Lavenia mengangguk. “Kalian tunggu sebentar ya.” Ia berdiri dari duduknya, kemudian menghampiri meja kerjanya untuk menghubungi salah seorang karyawannya.

***

Helena melemaskan jari-jari tangannya yang sedari tadi menari lincah di atas keyboard. Pekerjaan yang menunggunya dan tersusun rapi di atas meja kerjanya, baru setengah bisa ia kerjakan. Sambil menyandarkan punggungnya yang ikut menegang, Helena melihat jam di pergelangan tangannya. Angka yang ditunjuk oleh jarum pendek pada jam tangannya menandakan sebentar lagi tiba waktunya untuk makan siang.

Ketika ingin melanjutkan kembali sisa pekerjaannya, Helena menoleh saat telinganya mendengar suara pantofel seseorang bergesekan dengan permukaan lantai di tempatnya berada. Saking seriusnya berkutat dengan komputer, ia sampai melupakan keberadaan sang atasan yang sedang menemui klien di luar kantor.

“Ada titipan dari Ve.” Felix meletakkan paper bag berisi minuman macchiato kesukaan Helena.

“Terima kasih, Pak,” ucap Helena, walau sebenarnya ucapan terima kasih lebih tepat ditujukan kepada Lavenia yang berbaik hati memberinya minuman kesukaannya. “Ibu Lavenia memang baik hati, sangat berbeda dengan kakaknya yang angkuh. Padahal mereka bersaudara, tapi sifat keduanya jauh berbeda. Bagaikan langit dan bumi,” gumamnya pelan.

“Jika Hans mendengar gumamanmu, aku tidak yakin bisa menyelamatkanmu dari amarahnya.” Felix menggelengkan kepala setelah mendengar gumaman Helena tentang sahabatnya.

“Tidak apa, Pak. Asalkan Bapak tidak memecat saya saja dari sini.” Menyadari sikap Felix yang lebih bersahabat dibandingkan saat pagi hari, Helena pun sedikit berani menggunakan nada bercanda dalam membalas perkataan atasannya. “Oh ya, Bapak mau saya pesankan apa untuk makan siang?” tanyanya kepada Felix yang hendak melangkahkan kaki memasuki ruang kerjanya.

“Kita makan siang bersama di luar. Mengenai tempatnya, aku yang akan memilih,” jawab Felix dan menatap wajah Helena. “Sepuluh menit lagi kita berangkat,” beri tahunya setelah melihat jam yang melingkari pergelangan tangannya.

“Baik, Pak,” Helena menjawab sambil menganggukkan kepalanya. “Sekali lagi terima kasih, Pak, sudah menjadi perpanjangan tangan atas titipan minuman dari Bu Lavenia,” imbuhnya tulus. 

“Temani aku nanti malam sebagai bentuk rasa terima kasihmu.” Felix menyeringai dan mengedipkan sebelah matanya, kemudian berlalu meninggalkan Helena.

Seketika Helena memutar bola matanya. “Sepertinya suasana hatinya sudah benar-benar membaik,” batinnya menggerutu saat menatap Felix yang sudah memasuki ruang kerja pribadinya.

Mumpung masih ada waktu, Helena pun memanfaatkannya untuk kembali melanjutkan pekerjaannya sambil menikmati macchiato titipan Lavenia.

***

Sesuai agendanya usai makan siang yang disampaikan tadi oleh Helena, Felix mempunyai pertemuan dengan pihak YD Furniture di kantornya sendiri. Interaksinya dengan Helena pun telah kembali normal seperti sebelumnya.

Felix mengakhiri pertemuannya dengan Deanita yang merupakan perwakilan dari pihak YD Furniture setelah mereka berbincang kurang lebih satu setengah jam. Felix menggiring Deanita menuju pintu ruangan, mengingat kliennya tersebut juga merupakan kekasih dari sahabatnya.

Melihat meja sekretarisnya tidak berpenghuni, Felix pun memutuskan untuk menunggu pemiliknya datang.

“Dari mana?” Felix bertanya saat melihat kedatangan Helena.

“Dari toilet, Pak,” Helena menjawabnya sambil mengusap perutnya. “Pertemuannya sudah selesai, Pak?” tanyanya karena atasannya sedang menyandarkan pinggul di tepi meja kerja miliknya.

Felix hanya mengangguk tanpa melepaskan tatapannya pada Helena. “Kamu jangan lupa datang ke apartemenku setelah jam kantor bubar. Hangatkan ranjangku malam ini,” pintanya dan mengedipkan sebelah matanya.

Helena hanya menanggapi permintaan Felix dengan helaan napas. Ia tersenyum dalam hati ketika mengingat sesuatu yang sangat penting. “Berarti besok saya absen, Pak?” tanyanya memastikan.

Seperti kebiasaannya setelah melayani nafsu Felix di ranjang, besoknya Helena pasti absen datang ke kantor. Hal tersebut disebabkan karena Felix menikmati tubuhnya berkali-kali sehingga membuat Helena kelelahan. Berhubung besok bertepatan dengan jadwal Mayra cuci darah, jadi ia akan memanfaatkan keadaannya tersebut untuk menemani sang adik di rumah sakit. Selain itu Felix juga tidak akan memotong gajinya akibat absen ke kantor, sebab ia sudah menggantinya dengan melayani kebutuhan biologis laki-laki tersebut di ranjang.

“Memangnya kamu bisa konsentrasi bekerja setelah aku menguras tenagamu dari malam hingga dini hari?” Felix terkekeh saat melihat wajah Helena memerah karena pertanyaannya.

“Aku selalu kehabisan tenaga dan terkapar setelah melayani kebutuhan biologismu,” Helena memberanikan diri membalas perkataan Felix yang frontal.

Felix tertawa. “Hal tersebut disebabkan karena kamu selalu berhasil membuat ranjangku panas dan tentunya sangat memberiku kepuasan,” ujarnya. “Andai perjanjian sialan tersebut tidak ada, saat ini juga aku pasti sudah menyeretmu ke ruanganku dan segera menyentuhmu,” imbuhnya frustrasi karena lekukan tubuh Helena telah terbayang-bayang dalam benaknya.

Felix terpaksa menyetujui perjanjian yang diajukan oleh Helena mengenai ketiadaan aktivitas bercinta saat mereka sedang berada di kantor. Ia hanya berhak atas tubuh Helena saat mereka berada di apartemen atau luar kantor.

Kini giliran Helena yang terbahak. Ia menertawakan perkataan sekaligus raut frustrasi wajah Felix. “Aku hanya tidak ingin ruang kerjamu beralih fungsi menjadi tempat penyaluran hasrat,” balasnya. “Selain itu, aku juga tidak ingin mengotori ruanganmu dengan cairan yang kita produksi,” sambungnya. Helena semakin tertawa saat Felix membesarkan pupil matanya setelah mendengar kalimat balasan darinya.

“Shit!” Felix mengumpat dan menatap Helena yang tertawa renyah dengan tajam. Perkataan Helena mampu membangkitkan pusat gairahnya yang tadinya masih tidur lelap. “Sekarang kamu bisa tertawa sepuasnya, tapi nanti aku pasti akan membuatmu mendesah dan merintih tiada henti,” ucapnya memberi peringatan.

Tanpa menunggu tanggapan Helena, Felix bergegas kembali ke ruangannya. Ia harus menidurkan benda pusakanya terlebih dulu di kamar mandi pribadi yang ada di dalam ruangannya, sebelum menyelesaikan sisa pekerjaannya.

Helena menggeleng-gelengkan kepala dan terkekeh melihat Felix yang tergesa-gesa berjalan menuju ruangan pribadinya. Sejak menjadi penghangat ranjang Felix, mulutnya sudah terbiasa berkata atau membalas ucapan laki-laki tersebut secara vulgar. Helena tidak munafik, selain dirinya memperoleh uang, ia juga mendapat kepuasan saat berhubungan badan dengan Felix. Menurutnya menjadi penghangat ranjang Felix lebih terhormat dibandingkan menyandang predikat sebagai simpanan laki-laki beristri.

***

Sejak pembicaraannya tadi dengan Helena, Felix menjadi sulit berkonsentrasi saat melanjutkan pekerjaannya. Beberapa kali ia mendesah frustrasi sekaligus menggelengkan kepala, berharap bayangan dan lenguhan Helena enyah dari pikirannya. Tadi pun ia terpaksa menidurkan sang adik kesayangan menggunakan tangannya sendiri di kamar mandi pribadinya.

“Shit!” Felix mengumpat ketika lenguhan Helena yang berada di bawah tindihan tubuhnya terus saja terngiang-ngiang di telinganya.

Dengan kasar Felix menekan interkom yang ada di atas meja kerjanya. “Rapikan meja kerjamu. Kita pulang sekarang!” perintahnya kepada Helena tanpa berbasa-basi.

Usai berbicara dengan Helena di interkom, Felix langsung merapikan meja kerjanya. Ia akan membawa sisa pekerjaannya ke apartemen. Jika bukan karena terpaksa, Felix tidak suka menyelesaikan sisa pekerjaannya di apartemen, sebab hal itu sangat mengganggu waktu istirahatnya.

Di luar ruangan, Helena hanya menghela napas setelah mendengarkan perintah yang Felix berikan melalui interkom. Ia tidak mengetahui hal yang mendasari Felix merngajaknya pulang sebelum jam kantor berakhir. Untung saja pekerjaannya hari ini sudah selesai ia kerjakan, padahal masih ada waktu setengah jam lagi sebelum jam kantor bubar. Usai merapikan meja kerjanya, Helena menyandarkan punggungnya pada kursi sambil mengambil ponselnya.

Melihat pintu ruangan Felix dibuka dari dalam, Helena kembali memasukkan ponselnya ke clutch. Ia berdiri dari duduknya dan merapikan setelan kerjanya.

“Tumben mengajakku pulang sebelum jam kantor bubar, Fel?” Helena menyuarakan pertanyaan di benaknya setelah Felix berdiri di depan meja kerjanya.

Felix menatap lekat Helena sebelum memberikan jawabannya. “Aku sudah tidak bisa menahannya,” ucapnya tanpa menutupi tujuannya pulang lebih dulu.

Helena mengerutkan keningnya karena kurang bisa mengerti maksud jawaban Felix. “Menahan apa?” tanyanya gamang dengan ekspresi bingung.

“Memasuki liang senggamamu yang hangat,” Felix menjawabnya dengan frontal sambil menunjuk bagian bawah perut Helena menggunakan matanya.

Walau CCTV di lantai ruangan Felix dan Helena berada terpantau terpisah dengan area lain, tapi ia tetap menjaga tindakannya. CCTV yang terpasang di area kerja Helena dan ruangannya, ia pantau sendiri.

Secara refleks Helena merapatkan pahanya karena ucapan frontal Felix. Bukan hanya pupil matanya yang membesar karena ucapan frontal tersebut, melainkan ia sangat yakin bahwa pipinya pun kini mulai merona. Tanpa sadar Helena malah mengarahkan tatapannya pada letak pusat gairah Felix.

“Kamu bisa melihatnya dengan jelas, Len? Ternyata ia sudah mulai bangun,” ujar Felix saat menyadari arah tatapan mata Helena. “Aku yakin lembahmu juga sudah basah,” tebaknya sambil mencondongkan kepalanya ke arah telinga Helena.

“Ayo kita pulang.” Helena langsung mengambil clutch-nya tanpa menanggapi terlebih dulu tebakan Felix. Laki-laki tersebut sangat tepat menebak kondisi area pribadinya. Kini ia merasa sangat kurang nyaman karena area intimnya mulai lembap, seperti yang Felix duga.

“Mau bermain kilat di mobil? Selama ini kita belum pernah mencobanya di mobil,” Felix menawarkan kepada Helena setelah mereka berada di dalam lift pribadi. “Sepertinya kita berdua sudah sama-sama tidak bisa menahannya,” Felix berbisik di telinga Helena. Bahkan, ia mulai menyentuh daun telinga wanita tersebut.

 “Jangan aneh-aneh, Fel. Bahaya jika nanti ada yang melihat,” Helena menanggapi sambil menahan napas karena ulah lidah Felix di telinganya. Ia mempertahankan kewarasannya dalam memilih tempat untuk melayani kebutuhan biologis Felix. “Lagi pula kita pulang mengendarai mobil masing-masing,” imbuhnya.

“Shit!” umpat Felix setelah mengingat tadi mereka datang menggunakan mobil masing-masing.

Helena mengulum senyum karena berhasil semakin membuat Felix tersiksa oleh gairahnya sendiri. Ia mengembuskan napas kasar setelah lift berbunyi yang menandakan bahwa mereka sudah tiba di lantai satu.

Wajah Felix datar bercampur kesal setelah ia dan Helena keluar dari lift. Helena menghampiri meja resepsionis setelah tiba di lobi, untuk memberitahukan bahwa dirinya dan Felix akan pulang. Selesai dengan urusannya, ia bergegas ke basement mengambil mobilnya dan menyusul Felix yang telah lebih dulu menuju apartemennya.

***

Sesampainya di dalam apartemen, Felix langsung memeluk pinggang Helena dari belakang. Felix mengumpulkan rambut Helena yang tergerai dan menyampirkannya ke samping, agar ia bisa lebih mudah mengecup ceruk leher milik wanita tersebut.

“Fel, aku mau minum dulu,” pinta Helena sambil menahan desahan karena kini lidah Felix mulai bermain di lehernya. Helena mengerang karena Felix menyesap kuat lehernya setelah ia meminta izin untuk ke dapur mengambil air.

“Mau minum air dari mulutku?” tanya Felix iseng di sela aktivitasnya.

“Lebih enak minum langsung dari gelas,” jawab Helena cepat saat Felix menghentikan aksi lidahnya. Ia bergegas menuju dapur setelah Felix melepaskan pelukan pada pinggang rampingnya.

Felix terkekeh mendengar jawaban Helena. Sambil membiarkan Helena ke dapur untuk mengambil air minum, ia pun memutuskan pergi ke kamar pribadinya. Ia ingin melepaskan setelan kerjanya terlebih dulu sebelum membiarkan Helena melucuti sisanya.

Setelah mengobati dahaganya dengan segelas air mineral dingin, Helena menyusul Felix ke kamar. Tiba di dalam kamar, Helena melihat Felix baru saja keluar dari kamar mandi. Laki-laki tersebut sudah bertelanjang dada, sedangkan bagian bawah tubuhnya hanya tertutup boxer brief. Melihat keadaan Felix saat ini membuat dewi jalang yang tadi masih tertidur di dalam tubuh Helena perlahan mulai bangun. Terlebih saat melihat sesuatu yang menonjol dengan jelas di antara paha Felix. Tanpa mengalihkan tatapannya dari Felix yang bergeming di depan pintu kamar mandi, Helena berjalan mendekat.

Felix menyeringai saat melihat kabut gairah mulai menyelimuti mata Helena. Ia tetap bergeming pada posisinya dan membiarkan Helena semakin mendekat ke arahnya. Darahnya berdesir saat tangan Helena terulur dan menyentuh dada bidangnya dengan penuh kehati-hatian. Tanpa aba-aba Felix menarik tengkuk Helena, kemudian menyambar bibirnya dan beraksi dengan rakus.

Bersamaan dengan tangan Helena yang telah berpindah ke lehernya, Felix mulai melesakkan lidahnya untuk mengabsen deretan gigi wanita tersebut. Ia pun melingkarkan tangannya pada pinggang Helena. Suara decapan lidah mereka memenuhi kamar tidur Felix yang hening. Tanpa menghentikan kegiatan mulut mereka, Felix mulai menggiring Helena menuju ranjang.

Dengan lembut Felix mendorong tubuh Helena agar punggungnya menyentuh permukaan kasur yang dingin setelah sampai di pinggir ranjang. Felix sengaja membiarkan kedua kaki Helena menggantung di pinggir ranjang. Tanpa membuang waktu tangan Felix pun langsung beraksi menyentuh salah satu area sensitif pada tubuh Helena.

“Aku ingin menikmati mereka terlebih dulu.” Felix menyudahi aksi mulutnya setelah menyadari Helena mulai kesulitan bernapas.

“Lakukanlah,” Helena mempersilakan dengan napas masih terengah. “Nikmatilah sepuasmu,” sambungnya saat tangan Felix mulai melucuti pakaian atasnya.

Related chapters

  • Unexpected   Part 5

    Helena terbangun dari tidurnya saat merasa perutnya keroncongan. Sebelum bangun dari posisi berbaringnya, dengan perlahan ia mengangkat tangan Felix yang bertengger di pinggangnya, kemudian memindahkannya ke atas kasur. Ia tersenyum saat menatap mata Felix terpejam rapat dan wajahnya yang terlihat damai. Mereka ketiduran setelah menuntaskan ronde kedua permainannya. Karena mereka melewatkan waktu makan malamnya, kini perut Helena pun dilanda kelaparan.Setelah turun dari ranjang dengan hati-hati agar Felix tidak terbangun, Helena langsung memungut pakaiannya yang berserakan di lantai sebelum menuju kamar mandi untuk menyegarkan wajahnya. Helena terpaksa menutupi tubuh telanjangnya dengan kemeja yang tadi Felix kenakan di kantor, mumpung baju tersebut belum dimasukkan ke keranjang cucian kotor. Sebelum keluar kamar dan menuju dapur, Helena menyelimuti tubuh polos Felix.Tanpa membuang waktu Helena langsung menyiapkan bahan-bahan yang diperlukan untuk membuat sebuah masaka

  • Unexpected   Part 6

    Setelah Helena pulang usai menemaninya makan malam, Felix malas berada di apartemen sendirian, jadi ia memutuskan mengunjungi kelab malam untuk mencari hiburan. Sebenarnya sejak menjadikan Helena sebagai penghangat ranjangnya, Felix hampir tidak pernah lagi mendatangi kelab malam, meski hanya untuk sekadar menikmati minuman beralkohol. Namun, untuk malam ini akan menjadi pengecualian bagi dirinya.Saat tiba di basement apartemennya, Felix melihat mobil Hans yang hendak parkir. Ia menghela napas saat melihat kantong plastik yang ada di tangan Hans, setelah sahabatnya tersebut keluar dari mobil. Malam ini ia terpaksa harus membatalkan niatnya untuk mencari hiburan di tempat yang dipenuhi oleh dentuman musik, para wanita sexy dan berbagai minuman beralkohol.“Mau ke mana, Hans?” Felix pura-pura menanyakan tujuan Hans yang kini berjalan menghampirinya.“Tentu saja ke rumah keduaku,” Hans menjawabnya tanpa ragu.Pupil mata Felix melebar mendengar jawaban seenaknya

  • Unexpected   Part 7

    Mata Helena berkaca-kaca saat sertifikat rumahnya kembali berada dalam genggaman tangannya. Jika saja rumah tersebut bukan satu-satunya harta peninggalan milik sang ayah, maka ia tidak perlu repot-repot mengumpulkan uang untuk menebusnya. Selain menjadi harta peninggalan sang ayah, rumah tersebut juga banyak menyimpan kenangan manis bersama orang tuanya ketika mereka masih hidup. Walau tidak besar, tapi rumah tersebut sangat berarti dalam hidupnya.Helena meminta kepada Mayra dan Bi Mira untuk mulai mengemas barang masing-masing, sebab minggu depan ia akan mengajak mereka pindah ke rumah yang sudah ditebusnya tersebut. Walau mereka akan pindah, tapi Helena tidak berniat memberi tahu Felix. Semasih bekerja pada Felix ia tidak akan meninggalkan apartemen yang diberikan oleh laki-laki tersebut sebagai hadiah kesepakatan mereka.“Len, besok Bibi mau membersihkan rumah sebelum minggu depan kita tempati.” Bi Mira meletakkan pisang goreng yang masih panas dan secangkir teh di a

  • Unexpected   Part 8

    Helena menatap Felix penuh tanya saat mereka bersiap untuk makan malam. Sejak pulang dari kantor, Felix hanya diam dan langsung menuju kamar tidurnya. Ketika dipanggil untuk makan malam setelah ia selesai memasak, Felix baru keluar kamar sambil menampilkan ekspresi datar. Saat Helena mengajaknya berbicara atau berinteraksi, Felix hanya memberikan tanggapan singkat. Ketika ditanya pun, laki-laki tersebut terlihat malas sekaligus sangat enggan untuk menjawabnya. Walau menyantap masakannya dengan lahap, tapi laki-laki di hadapannya hanya membisu. Sambil mengamati, dalam diam Helena meraba-raba kesalahan yang telah diperbuatnya terhadap Felix.Selama makan malam berlangsung, hanya denting sendok yang terdengar. Bahkan, hingga makanan di piring masing-masing habis, Felix tetap mempertahankan kebungkamannya. Seharusnya malam ini Helena menemani Felix tidur, tapi berhubung sikap laki-laki tersebut seolah tidak menganggap keberadaannya, jadi ia putuskan akan pulang ke rumahnya sendiri

  • Unexpected   Part 9

    Walau rasa khawatir dan panik memenuhi benaknya, tapi Helena berusaha keras agar tetap terlihat tenang, mengingat saat ini dirinya masih berada di kantor. Ia tidak ingin gelagatnya dicurigai oleh Felix, sehingga membuat laki-laki tersebut bertanya-tanya. Helena meninggalkan meja kerjanya dan bergegas menuju toilet untuk menenangkan diri agar bisa menemukan alasan yang masuk akal, sebab ia ingin pulang lebih awal.Saat melihat pantulan wajah pucatnya di cermin besar yang ada di dalam toilet, tiba-tiba sebuah ide terbesit di benaknya. Helena terpaksa akan mengarang sebuah kebohongan tentang dirinya agar Felix percaya dan langsung memberinya izin pulang lebih cepat. Setelah meyakinkan diri, ia mengembuskan napasnya sedikit keras sebelum menemui Felix di ruang kerjanya.Helena memasuki ruangan Felix setelah ketukan pintunya direspons. Ia melihat Felix sedang serius menatap layar komputernya. “Fel,” panggilnya dengan nada pelan yang disengaja.Mendengar suara Helena yan

  • Unexpected   Part 10

    Helena mulai merasa tubuhnya remuk. Selama sepuluh hari ini ia benar-benar harus pintar membagi waktu. Antara bekerja, menjaga Mayra di rumah sakit, dan melakukan kewajibannya di apartemen Felix, termasuk melayani laki-laki tersebut di ranjang. Berhubung kondisi Mayra belum sepenuhnya stabil, makanya Helena memutuskan agar sang adik tetap dirawat di rumah sakit supaya selalu mendapat pemantauan dari tim medis. Demi staminanya agar tetap terjaga, Helena mengonsumsi suplemen setelah Wira menyarankan kepadanya untuk memeriksakan diri.Sepulangnya dari kantor Helena tidak ke apartemen Felix seperti hari-hari biasanya untuk menyiapkan makan malam atau menghangatkan ranjang laki-laki tersebut. Hari ini Felix diundang makan malam oleh Nyonya Narathama, yang tidak lain adalah ibu kandung Hans di kediaman pribadinya. Oleh karena itu, tanpa membuang waktu, Helena langsung menuju rumah sakit untuk menggantikan Bi Mira menjaga Mayra. Sampai saat ini Helena sengaja merahasiakan kondisi san

  • Unexpected   Part 11

    Helena tidak tahu harus berkata apa ketika mendengar kabar baik yang disampaikan oleh Wira melalui telepon. Netranya berkaca-kaca dan tenggorokannya tercekat karena saking bahagianya, seolah-olah ia menemukan sumber mata air di padang pasir yang tandus. Kini ia membenarkan sekaligus memercayai peribahasa yang mengatakan bahwa akan ada pelangi setelah hujan. Dulu ia menganggap peribahasa tersebut hanyalah perkataan orang bijak yang mencoba bersikap tegar dalam menghadapi kenyataan hidupnya. Doa yang setiap saat dipanjatkannya, kini mulai bersambut. Kesabaran yang selalu dipupuknya dalam menanti pun, sebentar lagi akan membuahkan hasil.Sepulangnya dari apartemen Felix, Helena akan ke rumah Wira untuk bertemu dengan seseorang yang berbaik hati ingin membantu kesembuhan adiknya. Selama sebulan ini sejak Mayra keluar dari rumah sakit, Helena selalu memikirkan kondisi sang adik untuk ke depannya. Namun, beban pikirannya tersebut kini sedikit terangkat karena kabar yang Wira beri ta

  • Unexpected   Part 12

    Walau Helena sangat senang karena kabar menggembirakan yang diterima kemarin dari Wira dan Diandra, tapi pagi ini ia berusaha terlihat biasa saja saat berhadapan dengan Felix. Helena sudah menyusun rencana agar nanti Felix memberinya izin keluar kantor setelah jam makan siang usai. Nanti ia berniat mendatangi rumah sakit untuk membicarakan mengenai jadwal operasi yang akan dijalani Mayra.“Fel,” Helena memanggil Felix yang telah menghabiskan sarapannya. “Fel, nanti usai jam makan siang aku boleh izin meninggalkan kantor sebentar?” tanyanya setelah Felix menatapnya dan memberikan isyarat untuk melanjutkan.“Mau ke mana?” Felix mengernyit sekaligus menyipitkan matanya.“Aku mau membawa adikku ke rumah sakit. Kemarin malam adikku demam,” Helena berdusta.Dalam hati Helena berulang kali menggumamkan kata maaf, ia terpaksa membawa-bawa nama Mayra agar Felix memberinya izin, walau tujuan utamanya ke rumah sakit memang untuk kepentingan sang adik. Helena terpaksa ke

Latest chapter

  • Unexpected   Extra Part 4 - Finished

    Pendingin yang menyala seolah tidak berfungsi karena tubuh dua orang di dalam kamar tetap basah oleh keringat. Sejak dibangun, kamarnya memang dirancang kedap suara agar aktivitas di dalamnya tidak terdengar dari luar. Felix masih bergerak aktif dalam meraih pelepasannya yang terakhir di malam ini, mengingat ia sudah berhasil membuat Helena mengerang nikmat sejak beberapa jam lalu. Dengan sekali sentakan kuat, cairan hangatnya kembali menyirami rahim Helena. Bersamaan dengan itu, Helena pun kembali berhasil mendapatkan pelepasannya yang entah sudah berapa kali. Ia berharap aktivitas panasnya bersama sang istri saat ini kembali berhasil memberikan seorang adik untuk Liam selain Evelyn, apalagi putrinya tersebut sudah berusia dua tahun.Felix menoleh ke arah Helena saat mereka berusaha menormalkan deru napasnya yang terengah-engah di puncak aktivitas panasnya. “Lagi?” tanyanya iseng.“Jika besok aku tidak bisa berjalan gara-gara meladenimu, kamu yang ha

  • Unexpected   Extra Part 3

    Felix dan Helena sangat antusias menyambut kelahiran bayi mereka yang diprediksikan tiga minggu lagi. Berbagai macam keperluan untuk bayi pun sudah mereka siapkan bersama, malah Felix yang lebih bersemangat mengajak Helena berbelanja. Berhubung mereka belum mengetahui jenis kelamin bayinya, keduanya sepakat membeli segala keperluan yang berwarna netral agar bisa digunakan untuk anak laki-laki ataupun perempuan. Sebenarnya bukan karena sang bayi yang masih ingin menyembunyikan jenis kelaminnya dari orang tuanya, hanya saja mereka sengaja tidak menanyakannya kepada dokter. Asalkan anak mereka sehat dan nantinya lahir normal serta tanpa kekurangan apa pun, keduanya tidak terlalu mempermasalahkan jenis kelaminnya. Apalagi Felix sudah menyiapkan dua buah nama untuk anaknya tersebut.Berhubung rumah masa depannya bersama keluarga kecilnya sudah selesai dibangun, Felix dan Helena pun mengadakan syukuran sederhana. Untuk memeriahkan acaranya, mereka mengundang keluarga

  • Unexpected   Extra Part 2

    Kerutan menghiasi kening Felix saat mendapati Helena melamun di atas ranjang setelah ia keluar dari kamar mandi. Sejak dalam perjalanan pulang tadi, Felix merasa Helena menjadi lebih pendiam. Awalnya ia menduga jika istrinya tersebut kelelahan karena ikut melayani para konsumen yang mendatangi salonnya. Namun setelah melihat sikap Helena kini, sepertinya dugaannya tersebut keliru.Felix bergegas menaiki ranjang, kemudian dengan cepat mengecup pipi Helena agar istrinya tersebut tersadar dari lamunannya. Tindakannya berhasil. Helena menoleh ke arahnya, sehingga kini mereka saling berhadapan.“Sedang memikirkan apa, hm? Dari tadi aku perhatikan kamu melamun,” Felix bertanya sambil mengusap pipi sekaligus menyelami sorot mata Helena.Helena tersenyum tipis sambil menikmati usapan lembut pada pipinya. “Tunggu sebentar ya,” pintanya sebelum menuruni ranjang. Setelah kakinya menyentuh lantai, ia berjalan

  • Unexpected   Extra Part 1

    Walau Helena sudah resmi berstatus sebagai istrinya sejak tiga bulan lalu dan semua kebutuhan finansialnya kini telah menjadi tanggung jawabnya, tapi Felix tidak pernah melarang wanita tersebut untuk bekerja. Bukannya Felix keberatan atau tidak sanggup membiayai pengeluaran Helena, melainkan karena ia tahu bahwa istrinya tersebut mempunyai jiwa pekerja keras dan tidak suka berpangku tangan. Meski demikian, Felix tetap mengingatkan Helena agar tidak terlalu lelah dengan kegiatannya, mengingat saat ini mereka sedang merencanakan memiliki momongan. Felix sangat bersyukur karena Helena menyetujui idenya yang tidak ingin menunda memiliki anak.Felix sempat kecewa karena sepulangnya mereka dari berbulan madu, Helena tidak menunjukkan tanda-tanda kehamilan. Bahkan, setelah mereka tiga bulan menikah, benihnya di dalam rahim sang istri belum juga berhasil tumbuh dan berkembang. Meski kecewa, tapi Felix selalu bersikap biasa saja di hadapan Helena. Ia tidak ingin membuat Helena merasa

  • Unexpected   Part 67 - The End

    Hari bersejarah dalam hidup Helena dan Felix akhirnya terlewati secara bertahap sekaligus lancar. Usai melakukan pemberkatan tadi pagi di gereja sekaligus mengikrarkan janji suci yang disaksikan oleh keluarga dan para sahabatnya, kini mereka sudah resmi menjadi pasangan suami istri. Acara tadi pagi diwarnai oleh tangis bahagia dan haru, mengingat yang mengantar Helena ke altar bukan ayahnya sendiri, melainkan Dennisꟷpapanya Diandra.Kini Helena mulai merasakan kakinya pegal karena ia berdiri terlalu lama, apalagi bobot tubuhnya ditopang oleh sepasanghigh heelsyang cukup tinggi. Walau tamu yang menghadiri acara resepsi pernikahannya cukup banyak, tapi ia tidak mengenal mereka semua karena orang-orang tersebut diundang oleh Felix dan mertuanya.Walau betisnya pegal dan mulai berdenyut nyeri, tapi Helena merasa lega karena pada akhirnya semua tahapan acara pernikahannya selesai tanpa hambatan apa pun. Kini ia dan Felix sudah berada di dalam kamar peng

  • Unexpected   Part 66

    Para karyawan di perusahaan Felix sangat terkejut sekaligus turut bahagia ketika mendapat undangan resepsi pernikahan dari sang atasan. Akan tetapi, keterkejutan kembali mereka rasakan saat melihat nama calon pengantin wanita yang akan bersanding nanti dengan sang atasan, terutama Wisnu. Laki-laki tersebut sangat tidak menyangka jika ternyata Felix akan menikah dengan salah satu rekan kerjanya dulu, yang juga merupakan mantan sekretaris sang atasan sendiri. Awalnya Wisnu menduga kedatangan Helena beberapa kali ke kantor Felix, karena wanita cantik tersebut masih menjalin hubungan baik dengan sang atasan, walau sudah tidak lagi menjadi bagian dari perusahaan. Walau kini Helena akan menjadi istri sang atasan, tapi Wisnu tetap bahagia mendengar kabar tentang pernikahan mereka dan pasti datang pada acara resepsi tersebut.Keterkejutan Wisnu tidak berpengaruh pada Shinta, sebab ia sudah mengetahuinya terlebih dulu. Sejak pertemuannya yang tanpa disengaja dengan Helen

  • Unexpected   Part 65

    Helena menutup mulutnya saat tiba-tiba Felix berlutut di depannya sambil mengulurkan kotak kecil yang berisi sebuah cincin berwarna putih. Ia tidak menyangka jika malam ini Felix kembali menyatakan niatnya dan memintanya untuk mendampingi hidupnya selama napasnya berembus. Ia tidak bisa menghalau matanya yang mulai memanas, hingga akhirnya meneteskan cairan bening. Perasaan haru pun kini sudah menyesaki rongga dadanya. Saat ini untuk kedua kalinya ia melihat Felix berlutut di hadapannya. Jika dulu Felix berlutut karena semua kesalahan yang telah diperbuatnya dan memohon diberi kesempatan, tapi kini laki-laki tersebut memintanya agar bersedia menjadi pendamping hidupnya.“Len, aku sadar jika diriku bukanlah laki-laki sempurna yang pernah kamu kenal atau inginkan menjadi pendampingmu, tapi perasaan dan cintaku sungguh tulus padamu. Aku berjanji padamu akan selalu belajar memantaskan diri selama bersanding denganmu. Aku sangat berharap kamu bersedia menerima

  • Unexpected   Part 64

    Hubungan Felix dengan Lisa sudah membaik dan kembali seperti semula. Itu pun atas campur tangan Helena dalam memberikan penjelasan kepada sang calon kakak ipar. Felix juga sudah memberhentikan Mariska dua minggu setelah Lisa mengetahui bahwa dirinya mempekerjakan perempuan tersebut. Selain tidak mau membuat Lisa semakin marah dan membencinya atas keberadaan Mariska di kantornya, alasan lain yang mendukungnya karena wanita tersebut kembali berulah sekaligus mengabaikan tegurannya. Mariska kembali menggunakan pakaian kekurangan bahan dan ketat saat menginjakkan kaki di kantornya, sehingga lekukan tubuhnya terpampang jelas. Tentu saja tindakan wanita tersebut menimbulkan banyak desas-desus dan spekulasi negatif di antara para karyawan lainnya. Awalnya Felix ingin memberhentikan Mariska secara terhormat, tapi berhubung tingkah dan tindakan wanita tersebut seperti itu, maka ia pun tanpa basa-basi langsung memecatnya. Selain untuk mematahkan desas-desus dan spekulasi negatif yang sudah te

  • Unexpected   Part 63

    Dengan tidak bersemangat Felix menyesap jus jeruk yang dibuatkan Helena untuknya. Kini ia sedang berada di teras belakang rumah Helena dan mendudukihammockmilik wanita tersebut. Ia sudah menuruti saran Helena yang dikirimkan melalui pesan singkat siang tadi, dengan pura-pura tidak mengetahui keberadaan Lisa. Namun, saat datang tadi, ia melihat Lisa sedang mengajari Mayra di ruang keluarga. Ia pun pura-pura memasang ekspresi wajah terkejut saat bertatapan dengan sang kakak. Setelah Lisa melihat kedatangannya, kakaknya tersebut langsung mengajak Mayra ke kamar untuk melanjutkan acara belajarnya.“Sudah makan?” tanya Helena sambil menatap Felix yang wajahnya sangat kusut. Penampilan laki-laki tersebut saat ini lusuh, sangat berbeda dari biasanya.Felix mengalihkan tatapannya ke arah Helena, kemudian menggeleng pelan. “Tidak ada nafsu makan,” jawabnya lesu. “Aku pusing, Len,” adunya sambil

DMCA.com Protection Status