Helena menatap Felix penuh tanya saat mereka bersiap untuk makan malam. Sejak pulang dari kantor, Felix hanya diam dan langsung menuju kamar tidurnya. Ketika dipanggil untuk makan malam setelah ia selesai memasak, Felix baru keluar kamar sambil menampilkan ekspresi datar. Saat Helena mengajaknya berbicara atau berinteraksi, Felix hanya memberikan tanggapan singkat. Ketika ditanya pun, laki-laki tersebut terlihat malas sekaligus sangat enggan untuk menjawabnya. Walau menyantap masakannya dengan lahap, tapi laki-laki di hadapannya hanya membisu. Sambil mengamati, dalam diam Helena meraba-raba kesalahan yang telah diperbuatnya terhadap Felix.
Selama makan malam berlangsung, hanya denting sendok yang terdengar. Bahkan, hingga makanan di piring masing-masing habis, Felix tetap mempertahankan kebungkamannya. Seharusnya malam ini Helena menemani Felix tidur, tapi berhubung sikap laki-laki tersebut seolah tidak menganggap keberadaannya, jadi ia putuskan akan pulang ke rumahnya sendiri.
“Fel, aku sudah menyelesaikan pekerjaanku. Aku mau izin pulang,” Helena berpamitan pada Felix yang berdiri di balkon apartemen setelah ia usai mencuci peralatan makan mereka dan membersihkan dapur. Lama tidak mendapat tanggapan setelah berdiri di belakang tubuh Felix, akhirnya Helena memutuskan untuk langsung pergi.
Dari sudut matanya Felix melihat pergerakan Helena. Ia langsung berbalik, kemudian menggeser pintu balkon dengan kasar agar tertutup. “Siapa yang mengizinkanmu keluar dari apartemen ini?” tanyanya dingin.
Langkah kaki Helena seketika melayang saat mendengar laki-laki yang sejak tadi mengabaikannya akhirnya melontarkan kalimat panjang. “Tapi ….” Helena tidak bisa mengatakan kalimatnya secara utuh karena Felix telah lebih dulu memotong ucapannya. Ia hanya menatap heran wajah Felix yang tanpa ekspresi.
“Bukannya malam ini kamu harus tidur di sini untuk menghangatkan ranjangku?” Felix berjalan melewati Helena yang masih berdiri dan menatapnya penuh tanya.
Menyadari suasana hati Felix kurang bersahabat, Helena berinisiatif untuk memperbaikinya walau ia sendiri tidak mengetahui pasti penyebabnya. Helena mengembuskan napasnya perlahan dan meyakinkan diri sebelum memutuskan menyusul Felix.
Dengan menanggalkan rasa malunya, Helena langsung melingkarkan kedua lengannya pada pinggang Felix dari belakang, sehingga membuat laki-laki tersebut seketika menghentikan langkah kakinya. Helena juga menyandarkan kepalanya pada punggung kokoh milik laki-laki tersebut.
“Malam ini aku memang mempunyai kewajiban menghangatkan ranjangmu, tapi sepertinya kamu sedang tidak nenginginkanku,” Helena berucap lembut. “Jika kamu mengabaikan keberadaanku, buat apa juga aku berada di sini?” imbuhnya.
Sambil mencium dalam-dalam aroma khas tubuh Felix, Helena juga membuat pola melingkar pada perut rata milik laki-laki yang sedang dipeluknya itu.
Felix mengetatkan rahang saat jari-jari lentik Helena bergerak seduktif di sekitar perutnya. Benaknya langsung menyanggah semua perkataan yang keluar dari mulut wanita di belakang punggungnya tersebut. Tangannya terkepal saat merasakan benda lunak yang tersembunyi di antara kedua paha dalamnya mulai mengeras, hanya karena sentuhan ringan jari-jari Helena pada perutnya.
“Shit! Hanya karena sentuhan ringan jari-jari Helena saja sudah berhasil membangunkannya,” batin Felix mengumpat.
Merasakan tubuh Felix menunjukkan reaksi seperti yang diinginkannya, Helena pun tersenyum menang di balik punggung laki-laki tersebut. Inisiatifnya untuk memperbaiki suasana hati Felix ternyata tidak sia-sia.
“Punggungmu sungguh nyaman,” puji Helena dan mengecup ringan punggung yang dipeluknya. “Aroma tubuhmu juga sangat menenangkan,” sambungnya.
Tidak kuasa atas perlakuan Helena, Felix langsung membalikkan tubuhnya. Mereka kini saling berhadapan. Tanpa aba-aba, Felix membungkam mulut Helena. Lidahnya mulai melesak memenuhi rongga mulut wanita yang sedari tadi dianggap menggodanya.
“Milikku ingin terbenam di dalam tubuhmu malam ini. Milikku juga ingin menggali kehangatan yang tersimpan di dalam tubuhmu. Aku ingin meraih pelepasan bersamamu,” Felix berkata serak setelah berhenti menyerang bibir Helena.
“Kalau begitu lakukanlah. Aku milikmu malam ini,” balas Helena di sela-sela menormalkan deru napasnya. “Aktivitas ranjang selalu berhasil memperbaiki suasana hatinya,” ucapnya dalam hati sambil menatap Felix dengan sorot mata sayu.
Felix langsung mengangkat tubuh Helena. Ia memberi isyarat kepada wanita tersebut untuk melingkarkan kedua tungkainya di pinggangnya agar tidak terjatuh. Sambil berjalan menuju kamar pribadinya, Felix kembali meraup bibir Helena dan mengajaknya untuk berperang lidah.
***
Mata Felix terbuka saat tersadar sedang tidak memeluk tubuh seseorang. Felix menyalakan lampu yang ada di atas nakas samping ranjangnya agar penglihatannya lebih jelas. Saat mendengar suara air dari dalam kamar mandinya, Felix menghela napas lega. Ia mengubah posisinya menjadi duduk bersandar pada headboard sambil menanti Helena keluar dari kamar mandi. Felix hanya menutupi bagian bawah tubuhnya dengan selimut, sebab ia tidak menggunakan sehelai benang pun saat tidur.
“Kenapa bangun, Fel?” Helena yang baru keluar dari kamar mandi bertanya saat melihat Felix duduk bersandar pada headboard.
“Aku terbangun karena orang yang berada di dekapanku menghilang,” Felix menjawabnya sambil menatap Helena yang telah mengenakan piyama tidurnya.
Helena hanya menanggapinya dengan senyuman saat menaiki ranjang. “Ayo kita tidur lagi,” ajaknya setelah membaringkan tubuhnya di samping Felix.
“Jam berapa sekarang?” Felix meletakkan tangannya di atas kepala Helena, kemudian membelai rambutnya dengan lembut.
“Jam tiga,” walau mulai memejamkan mata, Helena tetap menjawab. Ia menikmati belaian tangan Felix di rambutnya. “Ayo kita tidur lagi,” ajaknya kembali saat tidak merasakan pergerakan ranjang di sampingnya.
“Mau mengulang permainan tadi?” Felix bertanya sambil menurunkan tangannya ke arah dada Helena. Setelah menemukan benda kenyal yang dicarinya, ia pun mulai memainkannya dengan pelan dan lembut.
“Aku lelah dan masih ngantuk, Fel,” tolak Helena secara lembut. Tanpa membuka mata ia menahan tangan Felix yang terus mencoba merangsangnya.
Meski pencahayaan di kamarnya tidak terlalu terang, tapi Felix dapat melihat raut wajah Helena yang sedikit kelelahan. Ia akhirnya membaringkan tubuhnya saat Helena memindahkan tangannya dari dada wanita tersebut, kemudian memeluknya.
“Lepaskan piyama tidurmu,” pinta Felix. “Lepas sendiri atau perlu bantuan,” bisiknya.
Helena membuka kembali matanya yang tadi telah terpejam. Tanpa membalas perkataan Felix, ia bangun dan segera menanggalkan semua pakaian yang melekat di tubuhnya. “Puas?!” decaknya kesal saat melihat Felix tersenyum menang. “Cepat tidur!” perintahnya setelah menarik selimut hingga dadanya.
Merasa ada yang memerhatikan tidurnya, mau tidak mau membuat Helena membuka mata kembali dan menoleh. Ia mengernyit saat Felix menatapnya dengan lekat. “Kenapa kamu menatapku seperti itu, Fel?” Helena menyuarakan pertanyaan yang ada di benaknya.
“Ke mana kamu pindahkan Bibi dan adikmu?” tanya Felix tanpa basa-basi. Ia terkejut saat mengetahui keluarga Helena sudah pindah dari apartemen pemberiannya.
Helena terkejut mendengar pertanyaan yang Felix ajukan. “Cepat atau lambat pada akhirnya Felix akan mengetahuinya juga,” batinnya. “Dari mana kamu tahu, Fel?” tanyanya setenang mungkin.
“Salah satu resepsionis di gedung apartemenmu adalah temanku. Ia memberitahuku karena tidak pernah melihat adik dan bibimu lagi,” jawab Felix berdusta. Felix sengaja membayar resepsionis tersebut untuk memantau kegiatan Helena dan keluarganya selama tinggal di unit apartemen yang ia belikan. “Jawab pertanyaanku tadi,” tuntutnya.
“Aku memindahkan mereka ke rumahku yang dulu, Fel. Aku sudah menebus rumah tersebut,” Helena menjawabnya dengan jujur.
“Kenapa tidak kamu jual saja rumah itu? Lagi pula kalian juga tetap bisa tinggal di apartemen yang aku berikan,” ucap Felix sedikit protes.
Helena tidak tersinggung, malah ia terkekeh mendengar tanggapan Felix. “Hanya rumah itu harta peninggalan orang tuaku, Fel. Aku tidak mungkin menjualnya,” balasnya. “Lagi pula lingkungan di sana lebih bagus untuk adik dan bibiku. Di sana mereka juga tidak akan merasa bosan, karena bisa bergaul dengan orang sekitar,” imbuhnya meski ia menyangsikan ucapannya sendiri.
“Berarti apartemen yang aku berikan padamu itu sekarang dalam keadaan kosong?” selidik Felix dengan ekspresi masam.
Helena menggeleng. “Aku masih tinggal di sana untuk menghemat waktu ke kantor atau ke apartemenmu. Jarak dari rumahku ke apartemenmu atau kantor lumayan jauh,” dustanya. Helena hanya tidak ingin Mayra dan Bi Mira suatu saat bertemu dengan Felix, begitu juga sebaliknya.
“Baguslah,” jawab Felix singkat. “Kalau begitu, lain kali kita bisa melakukan aktivitas ranjang di apartemenmu. Anggap saja ganti suasana biar tidak bosan,” imbuhnya sambil mengerling nakal.
Helena memutar bola matanya malas saat mendengar ide yang dicetuskan Felix. “Memangnya kamu sudah mulai bosan?” selidiknya asal.
“Untuk saat ini masih tetap memuaskan, apalagi jika kamu berada di a ….” Kalimat Felix terputus karena telapak tangan Helena sudah membungkamnya.
Tiba-tiba Helena mengingat sesuatu. Ia menyipitkan matanya saat menatap Felix. “Fel, apakah penyebab sikap dinginmu tadi karena aku tidak memberitahumu mengenai kepindahan adik dan bibiku dari apartemenmu?” tebaknya hati-hati.
Felix menghela napas seraya menelentangkan tubuhnya. “Tebakanmu menjadi salah satu alasanku,” jawabnya sebelum menguap.
“Apa alasan lainnya?” tanya Helena tidak sabar. Ia mengangkat sebagian tubuhnya kemudian menumpukan dagunya di atas dada bidang Felix.
“Kamu harus menjaga jarak dengan karyawan laki-laki di kantor,” jawab Felix tegas dan penuh peringatan. “Terutama dari Wisnu,” imbuhnya. Felix pernah memergoki Helena makan siang bersama Wisnu dan rekan kerjanya yang lain saat ia sedang ada urusan di luar.
“Cemburu?” Helena menyelidik dan menahan senyum.
Felix memberikan tatapan tajam kepada Helena. Tanpa aba-aba, ia langsung membalik tubuh wanita yang menumpukan dagu di dadanya. “Bukankah tadi kamu mengatakan lelah dan masih mengantuk, tapi kenapa hingga sekarang belum tidur juga?” Felix menyipitkan matanya. “Masih mau tidur atau melanjutkan pergulatan tadi?” sambungnya dan menyeringai.
“Tidur,” jawab Helena cepat. Ia langsung menghindar saat Felix ingin meraup bibirnya.
Felix tersenyum menang karena berhasil menyudahi obrolan tidak pentingnya. Ia berbaring dengan benar, kemudian menarik tubuh Helena dan mendekapnya dari belakang.
“Fel,” tegur Helena dan menoleh ke belakang saat tangan Felix mengangkat sebelah kakinya.
“Biarkan ia berada di lembah hangatmu hingga kita bangun,” Felix berbisik dan mengabaikan teguran Helena. Dengan sekali entakan ia membenamkan bukti gairahnya ke pusat tubuh Helena dari belakang.
Helena melenguh lantang karena tersentak oleh keperkasaan Felix. Meski terasa aneh karena ada yang mengganjal bagian bawahnya, tapi Helena berusaha untuk memejamkan matanya.
***
Usai mengawali hari liburnya dengan melanjutkan kegiatan panasnya kemarin malam, kini Felix mengajak Helena jogging mengitari taman yang berada tidak jauh dari gedung apartemennya. Felix menahan senyum saat melihat wajah cemberut Helena karena tadi tidur nyenyaknya diusik oleh bukti gairahnya yang masih terbenam sempurna di lembah hangat wanita tersebut. Ia sudah menjadi maniak karena merasa tidak pernah puas menikmati tubuh Helena. Semua yang melekat pada tubuh Helena kini sudah menjadi candunya.
“Ayo, Len,” ajak Felix sambil menggamit tangan Helena agar langkahnya sejajar.
“Aku lelah, Fel,” Helena berkata jujur dan langsung berjongkok.
Seharusnya tadi pagi Helena ingat jika Felix masih membenamkan bukti gairahnya pada pusat tubuhnya, dan tidak mendesah saat hendak bangun. Jika ia ingat, bukti gairah Felix pasti tidak akan menegang di dalam tubuhnya dan langsung menggempurnya penuh semangat serta tanpa ampun.
“Kalau begitu kamu duduk di sana saja, aku mau mengitari taman beberapa putaran lagi,” pinta Felix sambil menunjuk bangku panjang yang ada di luar taman. Ia merasa kasihan melihat wajah lelah Helena. “Ayo bangun.” Felix mengacak rambut Helena yang masih berjongkok.
Helena berdiri menuruti perintah Felix. Ia berjalan menuju bangku panjang yang tadi ditunjukkan oleh Felix, sementara laki-laki tersebut kembali melanjutkan acara jogging-nya setelah menyerahkan botol air mineralnya.
“Perhatian sekali suaminya, Mbak,” celetuk seseorang setelah salah satu objek yang sejak tadi diamatinya duduk.
Helena menolehkan kepalanya ke samping saat tiba-tiba mendengar suara. Ia tersenyum canggung pada seorang perempuan yang diperkirakan seusia dengannya tengah menatapnya. “Maaf. Mbak, bicara dengan saya?” tanyanya sopan dan memastikan.
Perempuan tersebut mengangguk tanpa memudarkan senyum tipis di bibirnya. “Laki-laki itu pasti sangat menyayangi, Mbak,” duganya dan menunjuk Felix yang tengah menyeka keringatnya dengan handuk di lehernya.
Helena mengerutkan kening dan mengikuti arah pandang perempuan asing yang kini duduk di sampingnya. “Laki-laki mana yang Mbak maksud?” tanyanya memastikan.
“Yang sedang melilitkan handuk di telapak tangannya,” perempuan tersebut menjawab tanpa mengalihkan tatapannya dari Felix.
“Apakah perempuan ini mengenal Felix?” batin Helena bertanya. “Atau hanya asal duga?” imbuhnya dalam hati.
“Mbak sangat beruntung menjadi istrinya,” perempuan tersebut kembali bersuara setelah menoleh ke arah Helena dan tersenyum tipis.
Entah dorongan dari mana, Helena langsung memberikan jawaban singkat, “Sangat beruntung.”
Mendengar jawaban singkat Helena, perempuan tersebut langsung merasakan denyutan nyeri dalam hatinya. Ia ingin menggali informasi lebih banyak, tapi takut Helena menaruh curiga. Tanpa terkesan terburu-buru dan tetap bersikap tenang, perempuan tersebut berdiri dari duduknya. Ia tidak ingin tertangkap basah, apalagi setelah melihat Felix mengedarkan tatapannya ke arah Helena.
“Maaf, Mbak, saya pergi sekarang. Saya khawatir adik saya sudah menunggu lama,” kilahnya.
Helena mengangguk pelan. “Silakan, Mbak,” balasnya sopan.
“Sudah selesai?” Helena bertanya kepada Felix yang sudah berdiri di hadapannya sambil berkacak pinggang, setelah beberapa menit wanita yang tidak dikenalnya tersebut undur diri.
“Siapa perempuan yang tadi duduk di sebelahmu?” tanya Felix sebelum menerima botol air mineral yang diulurkan oleh Helena.
Helena mengendikkan bahu. “Aku tidak mengenalnya. Lagi pula baru tadi aku bertemu. Bahkan, kita tidak sempat berkenalan,” jawabnya jujur. “Ia bukan laki-laki, Fel,” imbuhnya menekankan.
Helena menahan senyum saat mengingat ucapan Felix kemarin malam yang memintanya menjaga jarak dari kaum laki-laki.
“Kenapa dengan ekspresi wajahmu?” selidik Felix setelah mengamati ekspresi wajah Helena.
“Aku hanya mengingat perkataanmu kemarin malam tentang menjaga jarak,” jawab Helena sambil terkekeh.
Felix langsung melemparkan handuk yang tadi digunakannya menyeka keringat ke wajah Helena setelah mendengar kekehannya. Tanpa mengeluarkan sepatah kata, Felix meninggalkan Helena.
Bukannya kesal, Helena malah tertawa melihat tindakan Felix. Sambil membawa handuk yang tadi dilempar ke wajahnya oleh Felix, Helena menyusul laki-laki tersebut.
Walau rasa khawatir dan panik memenuhi benaknya, tapi Helena berusaha keras agar tetap terlihat tenang, mengingat saat ini dirinya masih berada di kantor. Ia tidak ingin gelagatnya dicurigai oleh Felix, sehingga membuat laki-laki tersebut bertanya-tanya. Helena meninggalkan meja kerjanya dan bergegas menuju toilet untuk menenangkan diri agar bisa menemukan alasan yang masuk akal, sebab ia ingin pulang lebih awal.Saat melihat pantulan wajah pucatnya di cermin besar yang ada di dalam toilet, tiba-tiba sebuah ide terbesit di benaknya. Helena terpaksa akan mengarang sebuah kebohongan tentang dirinya agar Felix percaya dan langsung memberinya izin pulang lebih cepat. Setelah meyakinkan diri, ia mengembuskan napasnya sedikit keras sebelum menemui Felix di ruang kerjanya.Helena memasuki ruangan Felix setelah ketukan pintunya direspons. Ia melihat Felix sedang serius menatap layar komputernya. “Fel,” panggilnya dengan nada pelan yang disengaja.Mendengar suara Helena yan
Helena mulai merasa tubuhnya remuk. Selama sepuluh hari ini ia benar-benar harus pintar membagi waktu. Antara bekerja, menjaga Mayra di rumah sakit, dan melakukan kewajibannya di apartemen Felix, termasuk melayani laki-laki tersebut di ranjang. Berhubung kondisi Mayra belum sepenuhnya stabil, makanya Helena memutuskan agar sang adik tetap dirawat di rumah sakit supaya selalu mendapat pemantauan dari tim medis. Demi staminanya agar tetap terjaga, Helena mengonsumsi suplemen setelah Wira menyarankan kepadanya untuk memeriksakan diri.Sepulangnya dari kantor Helena tidak ke apartemen Felix seperti hari-hari biasanya untuk menyiapkan makan malam atau menghangatkan ranjang laki-laki tersebut. Hari ini Felix diundang makan malam oleh Nyonya Narathama, yang tidak lain adalah ibu kandung Hans di kediaman pribadinya. Oleh karena itu, tanpa membuang waktu, Helena langsung menuju rumah sakit untuk menggantikan Bi Mira menjaga Mayra. Sampai saat ini Helena sengaja merahasiakan kondisi san
Helena tidak tahu harus berkata apa ketika mendengar kabar baik yang disampaikan oleh Wira melalui telepon. Netranya berkaca-kaca dan tenggorokannya tercekat karena saking bahagianya, seolah-olah ia menemukan sumber mata air di padang pasir yang tandus. Kini ia membenarkan sekaligus memercayai peribahasa yang mengatakan bahwa akan ada pelangi setelah hujan. Dulu ia menganggap peribahasa tersebut hanyalah perkataan orang bijak yang mencoba bersikap tegar dalam menghadapi kenyataan hidupnya. Doa yang setiap saat dipanjatkannya, kini mulai bersambut. Kesabaran yang selalu dipupuknya dalam menanti pun, sebentar lagi akan membuahkan hasil.Sepulangnya dari apartemen Felix, Helena akan ke rumah Wira untuk bertemu dengan seseorang yang berbaik hati ingin membantu kesembuhan adiknya. Selama sebulan ini sejak Mayra keluar dari rumah sakit, Helena selalu memikirkan kondisi sang adik untuk ke depannya. Namun, beban pikirannya tersebut kini sedikit terangkat karena kabar yang Wira beri ta
Walau Helena sangat senang karena kabar menggembirakan yang diterima kemarin dari Wira dan Diandra, tapi pagi ini ia berusaha terlihat biasa saja saat berhadapan dengan Felix. Helena sudah menyusun rencana agar nanti Felix memberinya izin keluar kantor setelah jam makan siang usai. Nanti ia berniat mendatangi rumah sakit untuk membicarakan mengenai jadwal operasi yang akan dijalani Mayra.“Fel,” Helena memanggil Felix yang telah menghabiskan sarapannya. “Fel, nanti usai jam makan siang aku boleh izin meninggalkan kantor sebentar?” tanyanya setelah Felix menatapnya dan memberikan isyarat untuk melanjutkan.“Mau ke mana?” Felix mengernyit sekaligus menyipitkan matanya.“Aku mau membawa adikku ke rumah sakit. Kemarin malam adikku demam,” Helena berdusta.Dalam hati Helena berulang kali menggumamkan kata maaf, ia terpaksa membawa-bawa nama Mayra agar Felix memberinya izin, walau tujuan utamanya ke rumah sakit memang untuk kepentingan sang adik. Helena terpaksa ke
Waktu terasa sangat cepat berlalu. Tanpa disadari sudah tiga bulan operasi pencangkokkan ginjal yang dijalani Diandra dan Mayra terlewati. Walau saat itu cukup menegangkan, tapi prosesnya berjalan dengan lancar. Helena tidak sendiri, ada Wira, Sonya, dan Bi Mira yang selalu setia bersamanya saat menunggu berlangsungnya operasi. Bahkan, ketiganya sangat berperan aktif dalam menjaga sekaligus mendampingi Diandra dan Mayra sewaktu menjalani masa pemulihan.Meski merasa tanggung jawabnya diringankan oleh keberadaan ketiga orang tersebut, tapi tidak membuat Helena lepas tangan. Sebisa mungkin ia selalu menyempatkan diri agar berada di antara Diandra dan Mayra, tanpa melupakan kewajibannya terhadap Felix. Helena benar-benar dituntut pintar dalam membagi waktu yang dimilikinya, agar semua tanggung jawab dan kewajibannya bisa terpenuhi.Kini, baik Diandra maupun Mayra diharuskan rajin mendatangi rumah sakit untuk melakukan kontrol pascaoperasi cangkok ginjal yang mereka pernah l
Berhubung hari ini merupakan ulang tahunnya, nanti malam Felix akan membuat perayaan sederhana di kafe bersama beberapa sahabat dekatnya yang tadi telah dihubunginya. Walau perayaannya sangat sederhana, tapi demi kelancaran acaranya nanti malam, ia memutuskan untuk tidak mengikutsertakan Helena di dalamnya. Alasan utamanya tentu saja untuk menghindari berbagai macam ucapan miring yang akan dialamatkan kepada Helena oleh mulut sahabat-sahabatnya, terutama Hans. Ia sengaja tidak memberi tahu Helena mengenai hari ulang tahunnya. Sebagai gantinya, besok lusa ia berencana mengajak Helena menginap di hotel sekaligus makan malam romantis. Dengan kata lain, ia akan merayakan hari ulang tahunnya secara istimewa hanya berdua bersama Helena.“Masuk,” Felix memberi perintah kepada seseorang yang mengetuk pintu ruangannya dari luar. “Len, nanti malam aku ada acara bersama teman-temanku, jadi kamu tidak perlu memasak untukku. Setelah jam kantor bubar, aku akan mengantarmu mengambil mobilmu
Tubuh Helena kaku. Kakinya pun terasa sangat sulit digerakkan, seolah sedang tertancap paku besar. Isakan pilu seseorang di sampingnya membuat telinganya berdegung nyeri. Cairan bening dari matanya tanpa diinstruksi menetes kian deras. Ia sangat berharap, yang saat ini dilihatnya hanyalah sebuah mimpi buruk dalam tidurnya. Laki-laki yang tanpa pamrih menolongnya kini tengah terbaring sambil memejamkan matanya sangat rapat di atas brankar dengan tubuh dipenuhi kabel. Dokter mengatakan Wira koma karena cedera berat pada kepalanya akibat benturan keras.“Dee, kita keluar ya,” ajak Helena lirih, mengingat kini Wira tengah menempati ruang ICU.Meski sangat berat, Diandra pun menurut. Ia membiarkan Helena menarik tubuhnya agar menjauh dari pinggir brankar tempat Wira terbaring.Di luar ruang ICU, Helena sangat terkejut saat melihat Sonya bersama salah seorang klien tetap di perusahaan tempatnya bekerja. Ternyata keterkejutan bukan hanya dirasakan olehnya semata, melainka
Semenjak pertemuannya dengan Felix kurang lebih dua bulan lalu, Priska menjadi lebih banyak melamun dan menangis. Bahkan, Priska lebih sering mengurung dirinya di dalam kamar jika sedang tidak bekerja. Bukan karena bertemu Felix membuat Priska menjadi seperti ini, melainkan serentetan kata-kata tajam yang dilontarkan oleh mulut laki-laki tersebut. Tindakannya tersebut berimbas pada kesehatannya yang kian menurun, tapi tetap disembunyikan dari keluarganya. Ternyata perubahan Priska memancing rasa penasaran dua orang wanita yang juga ikut tinggal bersamanya, terutama sang adik.“Lupakan saja Felix, yang penting kamu sudah menyampaikan niatmu untuk meminta maaf,” pinta Mariska yang baru saja memasuki kamar Priska. “Mending sekarang kamu cari laki-laki lain daripada terus meratapi masa lalu,” sarannya. “Pernah mencampakkan, pasti lama-lama akan dicampakkan juga,” batinnya menambahkan.Priska tidak menolak atau mengiyakan saran Mariska. U
Pendingin yang menyala seolah tidak berfungsi karena tubuh dua orang di dalam kamar tetap basah oleh keringat. Sejak dibangun, kamarnya memang dirancang kedap suara agar aktivitas di dalamnya tidak terdengar dari luar. Felix masih bergerak aktif dalam meraih pelepasannya yang terakhir di malam ini, mengingat ia sudah berhasil membuat Helena mengerang nikmat sejak beberapa jam lalu. Dengan sekali sentakan kuat, cairan hangatnya kembali menyirami rahim Helena. Bersamaan dengan itu, Helena pun kembali berhasil mendapatkan pelepasannya yang entah sudah berapa kali. Ia berharap aktivitas panasnya bersama sang istri saat ini kembali berhasil memberikan seorang adik untuk Liam selain Evelyn, apalagi putrinya tersebut sudah berusia dua tahun.Felix menoleh ke arah Helena saat mereka berusaha menormalkan deru napasnya yang terengah-engah di puncak aktivitas panasnya. “Lagi?” tanyanya iseng.“Jika besok aku tidak bisa berjalan gara-gara meladenimu, kamu yang ha
Felix dan Helena sangat antusias menyambut kelahiran bayi mereka yang diprediksikan tiga minggu lagi. Berbagai macam keperluan untuk bayi pun sudah mereka siapkan bersama, malah Felix yang lebih bersemangat mengajak Helena berbelanja. Berhubung mereka belum mengetahui jenis kelamin bayinya, keduanya sepakat membeli segala keperluan yang berwarna netral agar bisa digunakan untuk anak laki-laki ataupun perempuan. Sebenarnya bukan karena sang bayi yang masih ingin menyembunyikan jenis kelaminnya dari orang tuanya, hanya saja mereka sengaja tidak menanyakannya kepada dokter. Asalkan anak mereka sehat dan nantinya lahir normal serta tanpa kekurangan apa pun, keduanya tidak terlalu mempermasalahkan jenis kelaminnya. Apalagi Felix sudah menyiapkan dua buah nama untuk anaknya tersebut.Berhubung rumah masa depannya bersama keluarga kecilnya sudah selesai dibangun, Felix dan Helena pun mengadakan syukuran sederhana. Untuk memeriahkan acaranya, mereka mengundang keluarga
Kerutan menghiasi kening Felix saat mendapati Helena melamun di atas ranjang setelah ia keluar dari kamar mandi. Sejak dalam perjalanan pulang tadi, Felix merasa Helena menjadi lebih pendiam. Awalnya ia menduga jika istrinya tersebut kelelahan karena ikut melayani para konsumen yang mendatangi salonnya. Namun setelah melihat sikap Helena kini, sepertinya dugaannya tersebut keliru.Felix bergegas menaiki ranjang, kemudian dengan cepat mengecup pipi Helena agar istrinya tersebut tersadar dari lamunannya. Tindakannya berhasil. Helena menoleh ke arahnya, sehingga kini mereka saling berhadapan.“Sedang memikirkan apa, hm? Dari tadi aku perhatikan kamu melamun,” Felix bertanya sambil mengusap pipi sekaligus menyelami sorot mata Helena.Helena tersenyum tipis sambil menikmati usapan lembut pada pipinya. “Tunggu sebentar ya,” pintanya sebelum menuruni ranjang. Setelah kakinya menyentuh lantai, ia berjalan
Walau Helena sudah resmi berstatus sebagai istrinya sejak tiga bulan lalu dan semua kebutuhan finansialnya kini telah menjadi tanggung jawabnya, tapi Felix tidak pernah melarang wanita tersebut untuk bekerja. Bukannya Felix keberatan atau tidak sanggup membiayai pengeluaran Helena, melainkan karena ia tahu bahwa istrinya tersebut mempunyai jiwa pekerja keras dan tidak suka berpangku tangan. Meski demikian, Felix tetap mengingatkan Helena agar tidak terlalu lelah dengan kegiatannya, mengingat saat ini mereka sedang merencanakan memiliki momongan. Felix sangat bersyukur karena Helena menyetujui idenya yang tidak ingin menunda memiliki anak.Felix sempat kecewa karena sepulangnya mereka dari berbulan madu, Helena tidak menunjukkan tanda-tanda kehamilan. Bahkan, setelah mereka tiga bulan menikah, benihnya di dalam rahim sang istri belum juga berhasil tumbuh dan berkembang. Meski kecewa, tapi Felix selalu bersikap biasa saja di hadapan Helena. Ia tidak ingin membuat Helena merasa
Hari bersejarah dalam hidup Helena dan Felix akhirnya terlewati secara bertahap sekaligus lancar. Usai melakukan pemberkatan tadi pagi di gereja sekaligus mengikrarkan janji suci yang disaksikan oleh keluarga dan para sahabatnya, kini mereka sudah resmi menjadi pasangan suami istri. Acara tadi pagi diwarnai oleh tangis bahagia dan haru, mengingat yang mengantar Helena ke altar bukan ayahnya sendiri, melainkan Dennisꟷpapanya Diandra.Kini Helena mulai merasakan kakinya pegal karena ia berdiri terlalu lama, apalagi bobot tubuhnya ditopang oleh sepasanghigh heelsyang cukup tinggi. Walau tamu yang menghadiri acara resepsi pernikahannya cukup banyak, tapi ia tidak mengenal mereka semua karena orang-orang tersebut diundang oleh Felix dan mertuanya.Walau betisnya pegal dan mulai berdenyut nyeri, tapi Helena merasa lega karena pada akhirnya semua tahapan acara pernikahannya selesai tanpa hambatan apa pun. Kini ia dan Felix sudah berada di dalam kamar peng
Para karyawan di perusahaan Felix sangat terkejut sekaligus turut bahagia ketika mendapat undangan resepsi pernikahan dari sang atasan. Akan tetapi, keterkejutan kembali mereka rasakan saat melihat nama calon pengantin wanita yang akan bersanding nanti dengan sang atasan, terutama Wisnu. Laki-laki tersebut sangat tidak menyangka jika ternyata Felix akan menikah dengan salah satu rekan kerjanya dulu, yang juga merupakan mantan sekretaris sang atasan sendiri. Awalnya Wisnu menduga kedatangan Helena beberapa kali ke kantor Felix, karena wanita cantik tersebut masih menjalin hubungan baik dengan sang atasan, walau sudah tidak lagi menjadi bagian dari perusahaan. Walau kini Helena akan menjadi istri sang atasan, tapi Wisnu tetap bahagia mendengar kabar tentang pernikahan mereka dan pasti datang pada acara resepsi tersebut.Keterkejutan Wisnu tidak berpengaruh pada Shinta, sebab ia sudah mengetahuinya terlebih dulu. Sejak pertemuannya yang tanpa disengaja dengan Helen
Helena menutup mulutnya saat tiba-tiba Felix berlutut di depannya sambil mengulurkan kotak kecil yang berisi sebuah cincin berwarna putih. Ia tidak menyangka jika malam ini Felix kembali menyatakan niatnya dan memintanya untuk mendampingi hidupnya selama napasnya berembus. Ia tidak bisa menghalau matanya yang mulai memanas, hingga akhirnya meneteskan cairan bening. Perasaan haru pun kini sudah menyesaki rongga dadanya. Saat ini untuk kedua kalinya ia melihat Felix berlutut di hadapannya. Jika dulu Felix berlutut karena semua kesalahan yang telah diperbuatnya dan memohon diberi kesempatan, tapi kini laki-laki tersebut memintanya agar bersedia menjadi pendamping hidupnya.“Len, aku sadar jika diriku bukanlah laki-laki sempurna yang pernah kamu kenal atau inginkan menjadi pendampingmu, tapi perasaan dan cintaku sungguh tulus padamu. Aku berjanji padamu akan selalu belajar memantaskan diri selama bersanding denganmu. Aku sangat berharap kamu bersedia menerima
Hubungan Felix dengan Lisa sudah membaik dan kembali seperti semula. Itu pun atas campur tangan Helena dalam memberikan penjelasan kepada sang calon kakak ipar. Felix juga sudah memberhentikan Mariska dua minggu setelah Lisa mengetahui bahwa dirinya mempekerjakan perempuan tersebut. Selain tidak mau membuat Lisa semakin marah dan membencinya atas keberadaan Mariska di kantornya, alasan lain yang mendukungnya karena wanita tersebut kembali berulah sekaligus mengabaikan tegurannya. Mariska kembali menggunakan pakaian kekurangan bahan dan ketat saat menginjakkan kaki di kantornya, sehingga lekukan tubuhnya terpampang jelas. Tentu saja tindakan wanita tersebut menimbulkan banyak desas-desus dan spekulasi negatif di antara para karyawan lainnya. Awalnya Felix ingin memberhentikan Mariska secara terhormat, tapi berhubung tingkah dan tindakan wanita tersebut seperti itu, maka ia pun tanpa basa-basi langsung memecatnya. Selain untuk mematahkan desas-desus dan spekulasi negatif yang sudah te
Dengan tidak bersemangat Felix menyesap jus jeruk yang dibuatkan Helena untuknya. Kini ia sedang berada di teras belakang rumah Helena dan mendudukihammockmilik wanita tersebut. Ia sudah menuruti saran Helena yang dikirimkan melalui pesan singkat siang tadi, dengan pura-pura tidak mengetahui keberadaan Lisa. Namun, saat datang tadi, ia melihat Lisa sedang mengajari Mayra di ruang keluarga. Ia pun pura-pura memasang ekspresi wajah terkejut saat bertatapan dengan sang kakak. Setelah Lisa melihat kedatangannya, kakaknya tersebut langsung mengajak Mayra ke kamar untuk melanjutkan acara belajarnya.“Sudah makan?” tanya Helena sambil menatap Felix yang wajahnya sangat kusut. Penampilan laki-laki tersebut saat ini lusuh, sangat berbeda dari biasanya.Felix mengalihkan tatapannya ke arah Helena, kemudian menggeleng pelan. “Tidak ada nafsu makan,” jawabnya lesu. “Aku pusing, Len,” adunya sambil