Helena mulai merasa tubuhnya remuk. Selama sepuluh hari ini ia benar-benar harus pintar membagi waktu. Antara bekerja, menjaga Mayra di rumah sakit, dan melakukan kewajibannya di apartemen Felix, termasuk melayani laki-laki tersebut di ranjang. Berhubung kondisi Mayra belum sepenuhnya stabil, makanya Helena memutuskan agar sang adik tetap dirawat di rumah sakit supaya selalu mendapat pemantauan dari tim medis. Demi staminanya agar tetap terjaga, Helena mengonsumsi suplemen setelah Wira menyarankan kepadanya untuk memeriksakan diri.
Sepulangnya dari kantor Helena tidak ke apartemen Felix seperti hari-hari biasanya untuk menyiapkan makan malam atau menghangatkan ranjang laki-laki tersebut. Hari ini Felix diundang makan malam oleh Nyonya Narathama, yang tidak lain adalah ibu kandung Hans di kediaman pribadinya. Oleh karena itu, tanpa membuang waktu, Helena langsung menuju rumah sakit untuk menggantikan Bi Mira menjaga Mayra. Sampai saat ini Helena sengaja merahasiakan kondisi sang adik dari Felix, sebab menurutnya laki-laki tersebut tidak berhak mengetahui kehidupan keluarganya lebih dalam. Cukup masalah sang ibu tiri yang secara sengaja menjualnya saja diketahui oleh Felix.
“Len,” Diandra memanggil Helena yang tengah duduk sambil memejamkan mata di bangku tunggu di depan ruang perawatan Mayra.
Helena menoleh pelan ketika mendengar suara yang memanggil namanya. Ia tersenyum saat Diandra telah berdiri di sampingnya sambil menenteng sebuah paper bag. “Bi Mira sudah sampai rumah, Dee?” tanyanya setelah Diandra duduk di sampingnya.
Diandra mengangguk. “Aku sudah meminta beliau agar langsung beristirahat usai makan malam. Bi Mira pasti lelah setelah hampir seharian menjaga dan menemani Mayra di rumah sakit,” jawabnya.
Setelah Wira dan Sonya memberinya izin, akhirnya sejak seminggu lalu Diandra pindah ke rumah Helena. Ia sangat beruntung karena Bi Mira juga antusias menyambut kedatangannya.
“Kamu tadi masak apa?” tanya Helena ingin tahu.
Bi Mira mengatakan jika Diandra sangat ringan tangan. Pekerjaan rumah seperti menyapu, mengepel, dan memasak lebih sering dikerjakan oleh Diandra jika perempuan tersebut sedang tidak kuliah. Apalagi kini Bi Mira lebih sering menghabiskan waktunya di rumah sakit untuk menjaga Mayra, keberadaan Diandra jelas sangat membantu sekaligus meringankan beban wanita paruh baya tersebut.
“Aku hanya membuat semur ayam dicampur kentang untuk makan malam. Aku juga sudah membawakannya untukmu.” Diandra memperlihatkan paper bag yang sejak tadi masih setia dipegangnya. “Tapi sebelumnya aku minta maaf, jika rasa masakanku tidak seenak buatan Bi Mira atau kamu,” imbuhnya merendah.
Helena tertawa renyah mendengar perkataan merendah Diandra. “Rasa masakanku juga tidak selalu enak, Dee. Kadang hambar atau keasinan,” timpalnya. “Nanti kita makan malam bersama ya,” ajaknya.
Diandra menyetujui ajakan Helena, sebab ia juga belum makan malam. “Oh ya, Mayra tidur?” tanyanya. “Benarkah Mayra besok mau menjalani cuci darah, Len? Aku tahu dari Kak Wira tadi,” tanyanya kembali.
“Benar, Dee.” Meski menjawab pertanyaan Diandra dengan nada tenang, tapi ekspresi sedih Helena tidak bisa disembunyikan dari wajahnya. “Kasihan Mayra, ia sudah sangat ingin keluar dari rumah sakit dan kembali bersekolah, tapi sayang keadaannya sedang tidak memungkinkan,” sambungnya yang diikuti helaan napas.
“Len, apakah Mayra akan selamanya menjalani cuci darah?” tanya Diandra penuh rasa iba.
Helena mengangguk lemah. “Selama belum mendapatkan donor ginjal, Mayra seumur hidup akan menjalani cuci darah, Dee,” jelasnya nelangsa. “Meski tidak ada hubungan darah yang mengikat kami, tapi aku sangat menyayanginya dan sudah menganggapnya seperti adik kandungku sendiri. Aku berjanji pada diriku sendiri akan mencarikan donor ginjal untuknya, agar ia bisa sembuh dan beraktivitas seperti sedia kala,” imbuhnya.
Perkataan Helena membuat Diandra terkejut sekaligus mengerutkan kening. ”Maksudmu?” tanyanya tidak paham.
“Mayra adalah anak dari ibu tiriku bersama mantan suaminya. Setelah ayahku meninggal, ia pergi entah ke mana dan meninggalkan Mayra begitu saja,” Helena menceritakan sedikit mengenai kebenaran hubungannya dengan Mayra kepada Diandra. “Bahkan, tanpa sepengetahuanku, wanita yang tidak pantas disebut ibu itu tega menjualku untuk melunasi utang-utangnya sekaligus memenuhi hasrat berjudinya,” batinnya menambahkan.
Selain terkejut, Diandra terharu mendengar secuil kisah pahit Helena. Ia merangkul pundak Helena sebagai bentuk rasa simpatinya. “Aku yakin Mayra pasti mendapatkan donor ginjal dan bisa sembuh, Len,” ujarnya menyemangati.
“Terima kasih, Dee.” Helena menyusut sudut matanya yang mulai basah. “Ngomong-ngomong, apakah kamu sudah memasukkan lamaran ke butik yang aku beri tahukan tempo hari?” tanyanya mengalihkan topik pembicaraan.
Diandra mengangguk penuh antusias. “Kemarin lusa aku mendatangi butik tersebut dan tadi pagi Bu Santhi menghubungiku. Besok aku diminta datang kembali. Beliau ingin membicarakan mengenai desain-desain gaun malam yang aku buat dan serahkan padanya,” tuturnya dengan mata berbinar.
Helena ikut senang mendengar penuturan Diandra. Ia pun mengacungkan dua jempol tangannya. “Sepertinya pihak butik mulai tertarik dengan karya-karyamu, Dee,” pujinya.
“Semoga saja, Len. Aku masih perlu banyak belajar dari Bu Santhi yang sudah berpengalaman di bidang fashion. Semoga nanti beliau bisa membimbingku dalam menghasilkan sebuah karya. Dengan kata lain, di butik tersebut aku bisa bekerja sambil belajar,” ungkap Diandra penuh harap.
“Pasti, Dee. Dari yang aku dengar, katanya Bu Santhi itu orangnya ramah dan tidak pelit ilmu,” ucap Helena. “Ingat traktirannya ya kalau kamu sudah pasti diterima di butik tersebut,” sambungnya bercanda.
“Tenang saja,” Diandra membalasnya sambil terkekeh. “Len, ayo ke dalam. Aku mau melihat Mayra, siapa tahu ia sudah bangun,” ajaknya.
Helena mengangguk dan mengikuti Diandra berdiri. “Oh ya, Dee, saat kamu pulang nanti pakai mobilku saja,” suruhnya sebelum membuka pintu ruang rawat Mayra.
Diandra menggeleng sambil tersenyum. “Aku nanti pulang bareng Kak Wira,” tolaknya halus. “Jika jam bertugasnya sudah selesai, Kak Wira bilang mau menyusulku ke sini sebelum kita pulang,” beri tahunya.
“Aku lupa jika hari ini Wira ada shift sore,” ucap Helena sambil tertawa pelan. “May, Kak Dee datang menjengukmu,” beri tahunya kepada Mayra yang ternyata sudah bangun setelah ia dan Diandra memasuki ruangan.
“Hai, May,” Diandra menyapa Mayra dengan riang dan melambaikan tangannya.
Mayra yang tengah duduk dan menyandarkan punggungnya pada kepala ranjang tersenyum mendengar sapaan Diandra. Ia membalas sapaan Diandra dengan ikut melambaikan tangannya. Ia sangat senang karena Diandra kembali menjenguknya.
“Sama siapa, Kak?” Mayra bertanya setelah Diandra berdiri di sisi ranjangnya.
“Sendiri, May,” Diandra menjawab setelah menyempatkan diri mengecup kening dan pipi Mayra.
Melihat interaksi Diandra kepada Mayra, membuat Helena senang sekaligus terharu. Selain Wira dan Sonya, kini Helena mendapat seorang sahabat baru lagi yaitu Diandra. Ia sangat bersyukur karena dipertemukan dengan orang-orang yang tanpa pamrih bersahabat sekaligus bersedia menolongnya.
Walau Helena belum mengetahui jelas mengenai alasan Diandra pergi dari rumah orang tuanya dan lebih memilih menyewa tempat tinggal sendiri, tapi ia tidak berniat menguliknya. Ia yakin Diandra pasti mempunyai alasan khusus, sehingga ia memutuskan pergi dari rumah orang tuanya. Sama seperti dirinya yang mempunyai alasan khusus bersedia menjadi wanita penghangat ranjang Felix hingga detik ini.
***
Jika saja bukan Nyonya Narathama langsung yang mengundangnya untuk makan malam bersama, Felix pasti sudah melayangkan penolakan. Ia akan lebih memilih merilekskan otot-otot sarafnya yang tegang di apartemen setelah lelah beraktivitas di kantor, apalagi Helena selalu siap sedia menemaninya. Felix tidak mungkin menolak undangan makan malam dari wanita yang sudah dianggapnya seperti ibunya sendiri.
Jika bukan karena campur tangan dari wanita tersebut, perusahaan yang Felix dirikan tidak akan berkembang pesat seperti sekarang. Felix tidak memungkiri jika persahabatannya dengan Hans turut andil terhadap kemajuan perusahaannya dalam mendapatkan klien-klien baru, mengingat banyaknya koneksi yang dimiliki oleh sahabatnya tersebut.
Ternyata bukan hanya Felix saja yang diundang untuk makan malam bersama keluarga Narathama, melainkan kekasih dari sahabatnya sendiri juga ikut hadir. Makan malam di satu meja beramai-ramai seperti saat ini, langsung mengingatkan Felix akan keluarganya yang berada di negara seberang. Sudah lumayan lama ia tidak pulang ke tanah kelahirannya untuk bertemu sekaligus bercengkerama dengan keluarganya. Mereka saling menanyakan kabar dan berinteraksi hanya melalui telepon atau video call, terutama dengan orang tuanya. Setelah tumpukan pekerjaannya menipis, ia berjanji akan mengunjungi keluarganya tersebut.
Felix tersadar dari pikirannya saat mendengar Allona memintanya untuk mencicipi menu udang bakar yang terhidang di atas meja. “Terima kasih, Tante,” ucapnya setelah mengambil beberapa ekor udang yang menggugah selera.
“Fel, kenapa kamu tidak mengajak Lenna ke sini untuk makan malam bersama kita? Lagi pula acara makan malam ini bukan bersifat formal. Hanya makan malam biasa,” Lavenia bertanya setelah menelan makanan di mulutnya.
“Lenna?” Allona menatap Felix lekat. Ia tertarik dengan pertanyaan yang diajukan oleh putrinya. Sebab, sudah lama ia tidak mendengar Felix mempunyai teman dekat wanita lagi.
“Helena, Ma. Sekretarisnya Felix,” Lavenia mewakili Felix menjawab pertanyaan yang diajukan ibunya.
Allonna manggut-manggut setelah mengingat sosok wanita yang dimaksud putrinya. “Jadi kalian berpacaran?” tuntutnya pada Felix.
“Tidak, Tante,” Felix menyanggahnya dengan cepat. “Helena hanya sekretarisku saja, Tante,” imbuhnya menegaskan. Ia memberikan tatapan penuh peringatan kepada Lavenia, tapi adik sahabatnya tersebut malah membalasnya dengan senyuman.
“Selain cantik, Tante lihat Helena gadis yang baik dan ramah. Tante ikut senang jika kalian nantinya menjadi pasangan kekasih.” Allona tersenyum dan memberi dukungannya.
“Sebaiknya Mama tidak berspekulasi terlalu tinggi terhadap seseorang, apalagi hanya menilainya dari tampilan luarnya semata,” Hans menyeletuk sambil menatap sang ibu dan adiknya bergantian. “Aku yakin Felix akan menjadikan perempuan baik-baik sebagai kekasihnya.” Hans mengalihkan tatapannya ke arah Felix dan tersenyum penuh arti.
“Berarti menurutmu, Helena bukan gadis yang tepat untuk menjadi kekasih Felix?” Deanita yang sedari tadi menjadi pendengar, kini ikut menimpali. Ia merasa ambigu dengan ucapan Hans mengenai Helena. Ia selalu merasa janggal atas sikap atau reaksi kekasihnya tersebut setiap merespons sesuatu yang ada hubungannya dengan Helena.
“Tentu saja tidak. Lagi pula Felix juga tidak menghendaki wanita seperti Helena menjadi kekasihnya. Bukankah perkataanku benar, Fel?” Hans menatap Felix tanpa memedulikan reaksi tiga orang wanita di sekitarnya. “Kamu tidak pantas mencemburui wanita seperti Helena, Dea. Level sekaligus derajat kalian sangat jauh berbeda,” imbuhnya kepada Deanita. Hans seolah bisa membaca apa yang tengah terlintas di benak kekasihnya tersebut.
Andai tidak sedang berada di rumah orang, sudah pasti Felix akan memberikan pelajaran pada mulut kurang ajar Hans yang tidak tahu tempat. Walau Felix menyetujui perkataan Hans, tapi tetap saja situasi dan kondisinya saat ini sangat tidak tepat untuk membahas mengenai hubungannya dengan Helena.
“Interaksiku dan Lenna hanya sebatas hubungan antara atasan dengan bawahan saja, Ve. Sejauh ini hubungan kami juga masih profersional,” Felix berdusta dan menebar senyum, seolah memberikan klarifikasi. Dari sudut matanya ia dapat melihat Hans menyeringai setelah mendengar klarifikasinya yang penuh dusta.
“Tidak baik menghakimi seseorang seperti itu, Hans,” Allona menegur sekaligus mengingatkan putra sulungnya. “Setiap orang mempunyai cara tersendiri dalam memberikan penilaian. Begitu juga dengan kriteria dalam mencari kekasih atau pasangan. Apa yang menurutmu tidak tepat, belum tentu berlaku juga bagi Felix,” imbuhnya menasihati.
Hans hanya mengendikkan bahu tak acuh menanggapi nasihat panjang lebar yang ibunya lontarkan. Ia lebih memilih melanjutkan menyuap makanan di piringnya daripada membuka suara. “Jika Mama mengetahui pekerjaan Helena yang sebenarnya, apakah Mama akan tetap memberikan penilaian seperti itu?” batinnya bertanya.
Melihat sikap apatis putranya, Allona hanya menggelengkan kepala. “Kamu sudah Tante anggap sebagai anak sendiri, Fel. Jadi, apa pun yang terbaik untukmu, Tante tetap akan mendukungnya,” ucapnya kepada Felix sebagai bentuk dukungannya.
“Terima kasih, Tante,” Felix menanggapinya dan mengangguk.
“Ayo lanjutkan lagi makan kalian,” pinta Allona setelah acara makan mereka terjeda oleh perkataan sarkasme Hans.
Sambil mengindahkan ucapan sang ibu, diam-diam Lavenia mengamati secara bergantian wajah tiga orang di hadapannya. “Apakah diam-diam Hans juga mempunyai perasaan terhadap Lenna, padahal jelas-jelas ia sudah menjadi kekasih Dea?” batinnya menerka. “Kenapa aku jadi menyangsikan semua perkataan yang dilontarkan oleh Felix?” sambungnya.
***
Diandra meneguk sirup segar yang dibuatkan Sonya untuknya. Tadi setelah mobil yang dikemudikan Wira meninggalkan rumah sakit, Diandra meminta kepada kekasihnya tersebut untuk tidak langsung mengantarnya ke rumah Helena. Ia ingin membicarakan sekaligus meminta pendapat kepada Sonya dan Wira mengenai keinginannya yang tadi langsung terlintas ketika melihat wajah damai Mayra.
“Dee, kemarin aku bertemu Dea dan kekasihnya di bengkel mobil,” beri tahu Sonya setelah duduk di depan sahabatnya. “Dea menanyakan keadaanmu dan aku memberitahunya bahwa kamu baik-baik saja,” sambungnya hati-hati.
Diandra mengangguk. “Sebenarnya aku dan Dea tidak pernah ada masalah. Hanya karena sikap orang tua kami yang pilih kasih membuatku malas berinteraksi dengannya. Apalagi sekarang kekasihnya itu selalu saja ikut campur, sehingga membuatku semakin malas,” ucapnya menahan kesal.
“Mungkin kekasihnya hanya bermaksud melindungi Dea dari seranganmu. Sepertinya kekasih Dea mengira kamu sangat membahayakan.” Sonya tertawa renyah ketika melihat Diandra mendengkus dan melotot ke arahnya.
“Kalian sedang membahas apa? Sepertinya seru sekali,” interupsi Wira yang sudah terlihat segar dan mengenakan pakaian santai.
“Bukan sesuatu yang penting, Kak,” jawab Diandra sambil memberikan isyarat kepada Sonya agar tidak melanjutkannya. “Kak, ada hal yang ingin aku bicarakan dan tanyakan padamu,” Diandra mengalihkan topik setelah Wira duduk di sampingnya.
“Silahkan, Nona.” Wira mengacak gemas rambut Diandra. Ia menatap Sonya untuk mencari tahu, tapi sepupunya tersebut hanya mengendikkan bahu.
“Aku ingin mendonorkan satu ginjalku untuk Mayra. Tidak ada yang memaksaku melakukan ini,” beri tahu Diandra tanpa basa-basi.
Wira dan Sonya terkejut mendengar perkataan Diandra yang di luar dugaannya. Keduanya kompak menatap Diandra intens.
“Hey, kalian jangan menatapku horor seperti itu,” tegur Diandra dan terkekeh.
“Dee, kamu sedang tidak mabuk?” Sonya memastikan tanpa mengubah tatapannya, sebab ia sangat mengetahui Diandra akan berbicara ngelantur hanya saat mabuk.
“Aku masih belum ingin dipecat jadi pacarnya,” Diandra menjawab sambil melirik Wira di sebelahnya yang masih setia menatapnya.
“Aku dan Kak Wira pernah ingin mendonorkan ginjal kepada Mayra. Setelah melakukan serangkaian pemeriksaan dan mengetahui hasilnya, ternyata ginjal kami tidak cocok,” ungkap Sonya sedih. “Jika kamu benar-benar ingin mendonorkan salah satu ginjalmu, aku harap semoga kali ini Mayra beruntung,” tambahnya.
Diandra menanggapi perkataan Sonya dengan anggukan. Ia kembali menolehkan kepalanya ke samping dan menemukan tatapan Wira belum berubah. “Hentikan tatapanmu itu.” Merasa jengah, akhirnya Diandra menutup mata Wira menggunakan kedua tangannya.
Wira menurunkan tangan Diandra yang digunakan untuk menghalangi tatapannya. “Kamu sudah yakin dengan keputusanmu?” Wira bertanya serius sambil menyelipkan helaian rambut Diandra ke belakang telinganya. Ia tidak malu menunjukkan perhatiannya kepada Diandra di hadapan Sonya.
Diandra mengangguk yakin. Ia sudah memikirkan matang-matang keputusannya. “Sebelum mengetahui ginjalku cocok untuk Mayra, aku minta kalian jangan memberi tahu Lenna dulu,” pintanya.
Setelah melihat ketulusan dan keyakinan yang terpancar dari sorot mata kekasihnya, Wira pun tersenyum menyetujui. Ia menarik tengkuk Diandra, kemudian mengecup keningnya dengan lembut. “Katakan padaku jika kamu sudah siap menjalani pemeriksaan untuk mengetahui kondisi kesehatanmu dan kecocokan ginjalmu dengan Mayra,” ujarnya.
“Besok pun aku siap untuk menjalani pemeriksaan,” ucap Diandra yakin. Ia menikmati perlakuan lembut Wira.
“Semoga niat baikmu ini bersambut ya, Sayang,” ungkap Wira dan kembali mengecup kening Diandra. Ia langsung membawa Diandra ke dalam pelukannya.
Sonya yang sedari tadi menyaksikan kemesraan sepasang sejoli di hadapannya pun mengembuskan napasnya dengan kasar. “Hey, aku masih ada di sini. Tolong jangan jadikan aku obat nyamuk,” protesnya dengan ekspresi wajah cemberut.
Diandra tertawa melihat ekspresi wajah Sonya, sedangkan Wira hanya mengulas senyum. Dengan sengaja dan berani, ia malah mengecup singkat bibir Wira sehingga membuat mata Sonya melotot.
Helena tidak tahu harus berkata apa ketika mendengar kabar baik yang disampaikan oleh Wira melalui telepon. Netranya berkaca-kaca dan tenggorokannya tercekat karena saking bahagianya, seolah-olah ia menemukan sumber mata air di padang pasir yang tandus. Kini ia membenarkan sekaligus memercayai peribahasa yang mengatakan bahwa akan ada pelangi setelah hujan. Dulu ia menganggap peribahasa tersebut hanyalah perkataan orang bijak yang mencoba bersikap tegar dalam menghadapi kenyataan hidupnya. Doa yang setiap saat dipanjatkannya, kini mulai bersambut. Kesabaran yang selalu dipupuknya dalam menanti pun, sebentar lagi akan membuahkan hasil.Sepulangnya dari apartemen Felix, Helena akan ke rumah Wira untuk bertemu dengan seseorang yang berbaik hati ingin membantu kesembuhan adiknya. Selama sebulan ini sejak Mayra keluar dari rumah sakit, Helena selalu memikirkan kondisi sang adik untuk ke depannya. Namun, beban pikirannya tersebut kini sedikit terangkat karena kabar yang Wira beri ta
Walau Helena sangat senang karena kabar menggembirakan yang diterima kemarin dari Wira dan Diandra, tapi pagi ini ia berusaha terlihat biasa saja saat berhadapan dengan Felix. Helena sudah menyusun rencana agar nanti Felix memberinya izin keluar kantor setelah jam makan siang usai. Nanti ia berniat mendatangi rumah sakit untuk membicarakan mengenai jadwal operasi yang akan dijalani Mayra.“Fel,” Helena memanggil Felix yang telah menghabiskan sarapannya. “Fel, nanti usai jam makan siang aku boleh izin meninggalkan kantor sebentar?” tanyanya setelah Felix menatapnya dan memberikan isyarat untuk melanjutkan.“Mau ke mana?” Felix mengernyit sekaligus menyipitkan matanya.“Aku mau membawa adikku ke rumah sakit. Kemarin malam adikku demam,” Helena berdusta.Dalam hati Helena berulang kali menggumamkan kata maaf, ia terpaksa membawa-bawa nama Mayra agar Felix memberinya izin, walau tujuan utamanya ke rumah sakit memang untuk kepentingan sang adik. Helena terpaksa ke
Waktu terasa sangat cepat berlalu. Tanpa disadari sudah tiga bulan operasi pencangkokkan ginjal yang dijalani Diandra dan Mayra terlewati. Walau saat itu cukup menegangkan, tapi prosesnya berjalan dengan lancar. Helena tidak sendiri, ada Wira, Sonya, dan Bi Mira yang selalu setia bersamanya saat menunggu berlangsungnya operasi. Bahkan, ketiganya sangat berperan aktif dalam menjaga sekaligus mendampingi Diandra dan Mayra sewaktu menjalani masa pemulihan.Meski merasa tanggung jawabnya diringankan oleh keberadaan ketiga orang tersebut, tapi tidak membuat Helena lepas tangan. Sebisa mungkin ia selalu menyempatkan diri agar berada di antara Diandra dan Mayra, tanpa melupakan kewajibannya terhadap Felix. Helena benar-benar dituntut pintar dalam membagi waktu yang dimilikinya, agar semua tanggung jawab dan kewajibannya bisa terpenuhi.Kini, baik Diandra maupun Mayra diharuskan rajin mendatangi rumah sakit untuk melakukan kontrol pascaoperasi cangkok ginjal yang mereka pernah l
Berhubung hari ini merupakan ulang tahunnya, nanti malam Felix akan membuat perayaan sederhana di kafe bersama beberapa sahabat dekatnya yang tadi telah dihubunginya. Walau perayaannya sangat sederhana, tapi demi kelancaran acaranya nanti malam, ia memutuskan untuk tidak mengikutsertakan Helena di dalamnya. Alasan utamanya tentu saja untuk menghindari berbagai macam ucapan miring yang akan dialamatkan kepada Helena oleh mulut sahabat-sahabatnya, terutama Hans. Ia sengaja tidak memberi tahu Helena mengenai hari ulang tahunnya. Sebagai gantinya, besok lusa ia berencana mengajak Helena menginap di hotel sekaligus makan malam romantis. Dengan kata lain, ia akan merayakan hari ulang tahunnya secara istimewa hanya berdua bersama Helena.“Masuk,” Felix memberi perintah kepada seseorang yang mengetuk pintu ruangannya dari luar. “Len, nanti malam aku ada acara bersama teman-temanku, jadi kamu tidak perlu memasak untukku. Setelah jam kantor bubar, aku akan mengantarmu mengambil mobilmu
Tubuh Helena kaku. Kakinya pun terasa sangat sulit digerakkan, seolah sedang tertancap paku besar. Isakan pilu seseorang di sampingnya membuat telinganya berdegung nyeri. Cairan bening dari matanya tanpa diinstruksi menetes kian deras. Ia sangat berharap, yang saat ini dilihatnya hanyalah sebuah mimpi buruk dalam tidurnya. Laki-laki yang tanpa pamrih menolongnya kini tengah terbaring sambil memejamkan matanya sangat rapat di atas brankar dengan tubuh dipenuhi kabel. Dokter mengatakan Wira koma karena cedera berat pada kepalanya akibat benturan keras.“Dee, kita keluar ya,” ajak Helena lirih, mengingat kini Wira tengah menempati ruang ICU.Meski sangat berat, Diandra pun menurut. Ia membiarkan Helena menarik tubuhnya agar menjauh dari pinggir brankar tempat Wira terbaring.Di luar ruang ICU, Helena sangat terkejut saat melihat Sonya bersama salah seorang klien tetap di perusahaan tempatnya bekerja. Ternyata keterkejutan bukan hanya dirasakan olehnya semata, melainka
Semenjak pertemuannya dengan Felix kurang lebih dua bulan lalu, Priska menjadi lebih banyak melamun dan menangis. Bahkan, Priska lebih sering mengurung dirinya di dalam kamar jika sedang tidak bekerja. Bukan karena bertemu Felix membuat Priska menjadi seperti ini, melainkan serentetan kata-kata tajam yang dilontarkan oleh mulut laki-laki tersebut. Tindakannya tersebut berimbas pada kesehatannya yang kian menurun, tapi tetap disembunyikan dari keluarganya. Ternyata perubahan Priska memancing rasa penasaran dua orang wanita yang juga ikut tinggal bersamanya, terutama sang adik.“Lupakan saja Felix, yang penting kamu sudah menyampaikan niatmu untuk meminta maaf,” pinta Mariska yang baru saja memasuki kamar Priska. “Mending sekarang kamu cari laki-laki lain daripada terus meratapi masa lalu,” sarannya. “Pernah mencampakkan, pasti lama-lama akan dicampakkan juga,” batinnya menambahkan.Priska tidak menolak atau mengiyakan saran Mariska. U
Sisa akhir pekannya Felix habiskan di kediaman Narathama. Karena merasa bosan berada di apartemen seorang diri, jadi Felix memutuskan mendatangi rumah sahabatnya tersebut sebelum jam makan siang tiba. Selain ingin menumpang makan siang, ia juga butuh teman mengobrol. Kedatangannya di kediaman Narathama selalu disambut hangat orang-orang yang tinggal di sana, terutama oleh Allona selaku nyonya rumah.Saat ini Felix dan Hans sedang duduk sambil mengobrol di gazebo yang ada di samping kolam renang. Bahkan untuk menemani acara mengobrol mereka, Allona sengaja membawakan risoles dan minuman dingin. Di area sekitar kolam renang, termasuk gazebo merupakan tempat favorit Felix saat berkunjung ke kediaman Narathama. Tempatnya teduh sehingga sangat cocok dijadikan area bersantai dan melepaskan kepenatan.“Hans, berapa kamu memberikan uang kepada keluarga orang yang terlibat insiden kecelakaan denganmu?” tanya Felix iseng. Ia memang sudah mengetahui jika Hans dan keluarga korban ya
Helena terpaku mendengar Diandra mengutarakan rencananya tentang keadilan atas terenggutnya nyawa Wira secara tragis. Helena tidak pernah membayangkan bahwa Diandra mampu menyusun rencana yang tergolong nekat sekaligus penuh risiko tersebut. Jika Diandra benar-benar mengeksekusi rencananya itu, maka sahabatnya tersebut tidak hanya akan berurusan dengan Hans, melainkan hubungan persaudaraannya bersama Deanita dipastikan hancur. Yang lebih parah, Diandra akan semakin dibenci oleh keluarganya sendiri, terutama orang tuanya.Helena telah mengetahui mengenai alasan utama Diandra pergi dari rumah, tentu saja sahabatnya tersebut yang menceritakannya sendiri secara sukarela. Ternyata sahabatnya tersebut sejak kecil telah diperlakukan secara tidak adil oleh orang tuanya sendiri, terutama sang ibu. Bahkan, kehadiran sang sahabat cenderung tidak diperhitungkan di dalam rumah yang menjadi tempatnya berteduh dulu.“Dee, kamu juga harus memikirkan risikonya dengan matang,” Helena berk
Pendingin yang menyala seolah tidak berfungsi karena tubuh dua orang di dalam kamar tetap basah oleh keringat. Sejak dibangun, kamarnya memang dirancang kedap suara agar aktivitas di dalamnya tidak terdengar dari luar. Felix masih bergerak aktif dalam meraih pelepasannya yang terakhir di malam ini, mengingat ia sudah berhasil membuat Helena mengerang nikmat sejak beberapa jam lalu. Dengan sekali sentakan kuat, cairan hangatnya kembali menyirami rahim Helena. Bersamaan dengan itu, Helena pun kembali berhasil mendapatkan pelepasannya yang entah sudah berapa kali. Ia berharap aktivitas panasnya bersama sang istri saat ini kembali berhasil memberikan seorang adik untuk Liam selain Evelyn, apalagi putrinya tersebut sudah berusia dua tahun.Felix menoleh ke arah Helena saat mereka berusaha menormalkan deru napasnya yang terengah-engah di puncak aktivitas panasnya. “Lagi?” tanyanya iseng.“Jika besok aku tidak bisa berjalan gara-gara meladenimu, kamu yang ha
Felix dan Helena sangat antusias menyambut kelahiran bayi mereka yang diprediksikan tiga minggu lagi. Berbagai macam keperluan untuk bayi pun sudah mereka siapkan bersama, malah Felix yang lebih bersemangat mengajak Helena berbelanja. Berhubung mereka belum mengetahui jenis kelamin bayinya, keduanya sepakat membeli segala keperluan yang berwarna netral agar bisa digunakan untuk anak laki-laki ataupun perempuan. Sebenarnya bukan karena sang bayi yang masih ingin menyembunyikan jenis kelaminnya dari orang tuanya, hanya saja mereka sengaja tidak menanyakannya kepada dokter. Asalkan anak mereka sehat dan nantinya lahir normal serta tanpa kekurangan apa pun, keduanya tidak terlalu mempermasalahkan jenis kelaminnya. Apalagi Felix sudah menyiapkan dua buah nama untuk anaknya tersebut.Berhubung rumah masa depannya bersama keluarga kecilnya sudah selesai dibangun, Felix dan Helena pun mengadakan syukuran sederhana. Untuk memeriahkan acaranya, mereka mengundang keluarga
Kerutan menghiasi kening Felix saat mendapati Helena melamun di atas ranjang setelah ia keluar dari kamar mandi. Sejak dalam perjalanan pulang tadi, Felix merasa Helena menjadi lebih pendiam. Awalnya ia menduga jika istrinya tersebut kelelahan karena ikut melayani para konsumen yang mendatangi salonnya. Namun setelah melihat sikap Helena kini, sepertinya dugaannya tersebut keliru.Felix bergegas menaiki ranjang, kemudian dengan cepat mengecup pipi Helena agar istrinya tersebut tersadar dari lamunannya. Tindakannya berhasil. Helena menoleh ke arahnya, sehingga kini mereka saling berhadapan.“Sedang memikirkan apa, hm? Dari tadi aku perhatikan kamu melamun,” Felix bertanya sambil mengusap pipi sekaligus menyelami sorot mata Helena.Helena tersenyum tipis sambil menikmati usapan lembut pada pipinya. “Tunggu sebentar ya,” pintanya sebelum menuruni ranjang. Setelah kakinya menyentuh lantai, ia berjalan
Walau Helena sudah resmi berstatus sebagai istrinya sejak tiga bulan lalu dan semua kebutuhan finansialnya kini telah menjadi tanggung jawabnya, tapi Felix tidak pernah melarang wanita tersebut untuk bekerja. Bukannya Felix keberatan atau tidak sanggup membiayai pengeluaran Helena, melainkan karena ia tahu bahwa istrinya tersebut mempunyai jiwa pekerja keras dan tidak suka berpangku tangan. Meski demikian, Felix tetap mengingatkan Helena agar tidak terlalu lelah dengan kegiatannya, mengingat saat ini mereka sedang merencanakan memiliki momongan. Felix sangat bersyukur karena Helena menyetujui idenya yang tidak ingin menunda memiliki anak.Felix sempat kecewa karena sepulangnya mereka dari berbulan madu, Helena tidak menunjukkan tanda-tanda kehamilan. Bahkan, setelah mereka tiga bulan menikah, benihnya di dalam rahim sang istri belum juga berhasil tumbuh dan berkembang. Meski kecewa, tapi Felix selalu bersikap biasa saja di hadapan Helena. Ia tidak ingin membuat Helena merasa
Hari bersejarah dalam hidup Helena dan Felix akhirnya terlewati secara bertahap sekaligus lancar. Usai melakukan pemberkatan tadi pagi di gereja sekaligus mengikrarkan janji suci yang disaksikan oleh keluarga dan para sahabatnya, kini mereka sudah resmi menjadi pasangan suami istri. Acara tadi pagi diwarnai oleh tangis bahagia dan haru, mengingat yang mengantar Helena ke altar bukan ayahnya sendiri, melainkan Dennisꟷpapanya Diandra.Kini Helena mulai merasakan kakinya pegal karena ia berdiri terlalu lama, apalagi bobot tubuhnya ditopang oleh sepasanghigh heelsyang cukup tinggi. Walau tamu yang menghadiri acara resepsi pernikahannya cukup banyak, tapi ia tidak mengenal mereka semua karena orang-orang tersebut diundang oleh Felix dan mertuanya.Walau betisnya pegal dan mulai berdenyut nyeri, tapi Helena merasa lega karena pada akhirnya semua tahapan acara pernikahannya selesai tanpa hambatan apa pun. Kini ia dan Felix sudah berada di dalam kamar peng
Para karyawan di perusahaan Felix sangat terkejut sekaligus turut bahagia ketika mendapat undangan resepsi pernikahan dari sang atasan. Akan tetapi, keterkejutan kembali mereka rasakan saat melihat nama calon pengantin wanita yang akan bersanding nanti dengan sang atasan, terutama Wisnu. Laki-laki tersebut sangat tidak menyangka jika ternyata Felix akan menikah dengan salah satu rekan kerjanya dulu, yang juga merupakan mantan sekretaris sang atasan sendiri. Awalnya Wisnu menduga kedatangan Helena beberapa kali ke kantor Felix, karena wanita cantik tersebut masih menjalin hubungan baik dengan sang atasan, walau sudah tidak lagi menjadi bagian dari perusahaan. Walau kini Helena akan menjadi istri sang atasan, tapi Wisnu tetap bahagia mendengar kabar tentang pernikahan mereka dan pasti datang pada acara resepsi tersebut.Keterkejutan Wisnu tidak berpengaruh pada Shinta, sebab ia sudah mengetahuinya terlebih dulu. Sejak pertemuannya yang tanpa disengaja dengan Helen
Helena menutup mulutnya saat tiba-tiba Felix berlutut di depannya sambil mengulurkan kotak kecil yang berisi sebuah cincin berwarna putih. Ia tidak menyangka jika malam ini Felix kembali menyatakan niatnya dan memintanya untuk mendampingi hidupnya selama napasnya berembus. Ia tidak bisa menghalau matanya yang mulai memanas, hingga akhirnya meneteskan cairan bening. Perasaan haru pun kini sudah menyesaki rongga dadanya. Saat ini untuk kedua kalinya ia melihat Felix berlutut di hadapannya. Jika dulu Felix berlutut karena semua kesalahan yang telah diperbuatnya dan memohon diberi kesempatan, tapi kini laki-laki tersebut memintanya agar bersedia menjadi pendamping hidupnya.“Len, aku sadar jika diriku bukanlah laki-laki sempurna yang pernah kamu kenal atau inginkan menjadi pendampingmu, tapi perasaan dan cintaku sungguh tulus padamu. Aku berjanji padamu akan selalu belajar memantaskan diri selama bersanding denganmu. Aku sangat berharap kamu bersedia menerima
Hubungan Felix dengan Lisa sudah membaik dan kembali seperti semula. Itu pun atas campur tangan Helena dalam memberikan penjelasan kepada sang calon kakak ipar. Felix juga sudah memberhentikan Mariska dua minggu setelah Lisa mengetahui bahwa dirinya mempekerjakan perempuan tersebut. Selain tidak mau membuat Lisa semakin marah dan membencinya atas keberadaan Mariska di kantornya, alasan lain yang mendukungnya karena wanita tersebut kembali berulah sekaligus mengabaikan tegurannya. Mariska kembali menggunakan pakaian kekurangan bahan dan ketat saat menginjakkan kaki di kantornya, sehingga lekukan tubuhnya terpampang jelas. Tentu saja tindakan wanita tersebut menimbulkan banyak desas-desus dan spekulasi negatif di antara para karyawan lainnya. Awalnya Felix ingin memberhentikan Mariska secara terhormat, tapi berhubung tingkah dan tindakan wanita tersebut seperti itu, maka ia pun tanpa basa-basi langsung memecatnya. Selain untuk mematahkan desas-desus dan spekulasi negatif yang sudah te
Dengan tidak bersemangat Felix menyesap jus jeruk yang dibuatkan Helena untuknya. Kini ia sedang berada di teras belakang rumah Helena dan mendudukihammockmilik wanita tersebut. Ia sudah menuruti saran Helena yang dikirimkan melalui pesan singkat siang tadi, dengan pura-pura tidak mengetahui keberadaan Lisa. Namun, saat datang tadi, ia melihat Lisa sedang mengajari Mayra di ruang keluarga. Ia pun pura-pura memasang ekspresi wajah terkejut saat bertatapan dengan sang kakak. Setelah Lisa melihat kedatangannya, kakaknya tersebut langsung mengajak Mayra ke kamar untuk melanjutkan acara belajarnya.“Sudah makan?” tanya Helena sambil menatap Felix yang wajahnya sangat kusut. Penampilan laki-laki tersebut saat ini lusuh, sangat berbeda dari biasanya.Felix mengalihkan tatapannya ke arah Helena, kemudian menggeleng pelan. “Tidak ada nafsu makan,” jawabnya lesu. “Aku pusing, Len,” adunya sambil