Aca akhirnya sampai juga di rumah yang akan ia tempati sekarang. Wanita itu melihat bangunan rumah yang ada di hadapannya dengan tatapan sendu.
Rumah yang ada di hadapannya sekarang adalah rumah milik Ibunya yang hilang ketika Aca berumur 13 tahun. Aca terus melamun sampai Bi Dewi menepuk bahu Aca dengan keras agar Aca tersadar dari lamunannya. “Non Aca enggak apa-apa?” Tanya Bi Dewi lembut. “Enggak apa-apa kok, Bi. Ayo kita masuk ke dalam, maaf ya Bi, rumahnya cuma seadanya aja.” Wanita itu berpura-pura menjadi seseorang yang baik-baik saja, padahal saat ini kondisinya benar-benar sedang dalam keadaan sangat terpuruk. “Non, enggak apa-apa, ini rumah sudah lebih dari cukup untuk dua orang.” Kata Bi Dewi yang membuat Aca tersenyum getir. Aca mengambil kunci rumah dari dalam dompetnya, dan segera membuka pintu rumahnya yang sudah bertahun-tahun tidak ia tempati. Untung saja rumah kecil yang sekarang sedang ditempati tidaklah kotor, karena sebelum kematian Rhodeus, Aca sering menyewa orang untuk membersihkan rumah mendiang Ibunya itu. Bi Dewi langsung teringat jika Aca belum makan apa pun sejak kematian Ayahnya. Bi Dewi menghela napasnya lega, “Untung saja saya ingat bawa ini semua.” Bi Dewi tersenyum sumringah. Bi Dewi membawa semua persediaan makanan dari rumah lama ke rumah Aca yang baru. “Bi, di rumah ini cuma ada dua kamar, maaf ya Bi. Kamarnya kecil-kecil, enggak kaya yang di rumah Papa.” Kata Aca sambil tersenyum getir. “Eh, enggak apa-apa Non. Non istirahat aja ya, saya mau masak dulu. Nanti kita makan sama-sama ya.” Perkataan Bi Dewi membuat Aca menjadi sedih kembali. Begitu baiknya Bi Dewi dalam merawat Aca. “Loh emang ada bahan makanannya, Bi? Saya kan belum beli.” Aca memandang Bi Dewi dengan tatapan bingung. “Tenang saja, saya bawa semua bahan makanan yang ada di rumah lama, Non. Persediaan ini cukup untuk dua sampai tiga bulan kok, Non.” Jawab Bi Dewi yang membuat Aca mengerti. Jika Bi Dewi tidak membawa bahan makanannya, mungkin sekarang mereka akan kelaparan. “Bi, terima kasih, ya.” Kata Aca, kemudian Aca memeluk Bi Dewi. “Iya, Non, Bibi juga terima kasih, karena Non Aca, masih bertahan sampai sekarang.” Kata Bi Dewi. Aca melepas pelukannya, kemudian ia masuk ke dalam kamar. Aca tiba-tiba keluar dari kamar dan berpamitan kepada Bi Dewi untuk mencari udara segar. “Bi, nanti kalau udah matang, Bi Dewi makan dulu aja ya, nggak usah tunggu aku. Mungkin aku bakalan pergi lama.” Kata Aca. “Non, jangan pergi dulu, di rumah dulu aja, ya.” Kata Bi Dewi khawatir, wanita berumur 60 tahun itu takut jika Aca kenapa-kenapa. “Bibi tenang aja, Aca bisa jaga diri kok.” Aca menenangkan Bi Dewi. Akhirnya Bi Dewi menyerah dan membiarkan Aca untuk pergi. Jika Aca sudah berkata ia akan baik-baik saja, maka Bi Dewi percaya. Sebenarnya Aca akan pergi ke kuburan Rhodeus. Wanita itu sudah sangat rindu untuk bertemu dengan Ayahnya. “Kalau gitu, Aca pergi dulu, Bi.” Kemudian Aca pergi meninggalkan Bi Dewi sendirian. ***** Saat ini Aca sedang berdiri di depan makam milik Ayahnya. Wanita itu duduk di bebatuan sambil mencabuti tanaman kecil yang ada di sebelahnya. “Pa, bangun, Aca butuh Papa.” Kata Aca, air matanya mengalir. Aca tidak tahu jika sedari tadi dirinya sedang diperhatikan oleh seorang pria tinggi yang menggunakan kacamata hitam dan juga masker hitam. “Pa, di sana gimana rasanya? Aca mau mati aja, Pa. Aca enggak kuat.” Kata Aca, air matanya semakin deras membasahi pipinya yang kemerahan. Tiba-tiba saja ada yang menyodorkan buket bunga di hadapan Aca. Aca langsung menengadahkan kepalanya ke atas dan melihat seorang pria menggunakan kacamata dan juga masker hitam. “Maaf, ini apa ya?” Tanya Aca. Jelas-jelas itu sebuah bunga, tapi Aca masih menanyakan hal itu. “Buat kamu.” Kata pria di hadapannya. “Buat saya?” Tanya Aca lagi. “Iya, kamu nggak bawa apa-apa untuk Papa kamu kan, ini saya kasih untuk kamu.” Kata pria di hadapan Aca. “Kok tahu, kalau dia Papa saya?” Tanya Aca sambil mengusap air matanya. “Dari tadi kamu nangis, sambil panggil-panggil Papa kamu, jadi saya tahu kalau dia Papa kamu.” Kata pria di hadapannya, tangannya belum kembali ke tempat semula, dia masih menyodorkan bunga ke arah Aca. Aca menerima buket bunga yang diberikan oleh pria di hadapannya. “Terima kasih?” Aca menanyakan nama pria yang ada di hadapannya untuk mengucapkan terima kasih. “Namaku Daren.” Kata pria yang ternyata bernama Daren. “Terima kasih, Daren.” Kata Aca. Aca tidak tahu menahu wajah pria yang bernama Daren itu. Setelah Daren memberikan bunga miliknya, ia langsung meninggalkan Aca pergi. Aca tersenyum, ternyata masih banyak orang baik yang ada di dunia ini. “Pa, maaf ya, tadi Aca bilang yang enggak-enggak. Aca janji, kalau Aca pasti akan bangkit lagi. Papa yang tenang ya di sana. Aca pergi dulu, nanti Aca akan sempat-sempatkan untuk datang ke sini.” Wanita itu akhirnya pergi meninggalkan makam milik Ayahnya. Setelah Aca pergi menjauhi makam, Daren tiba-tiba memandangi Aca dari kejauhan, pria itu melepas kacamata hitam dan maskernya. “Ternyata masih ada bidadari di dunia ini.” Kata Daren sambil tersenyum lebar. Daren menepuk keningnya, “Pakai acara lupa tanya namanya lagi, ya sudah lah, aku pasti akan cari kamu, wanita cantik.” Kata Daren sambil tersenyum bahagia.Seminggu setelah kematian Rhodeus, Aca kembali bersemangat. Wanita itu sudah menerima keadaan dirinya dengan lapang dada. Dia tahu, tidak baik jika ia terus berlarut-larut dalam kesedihan. Boleh-boleh saja menangis jika rindu, tapi tidak setiap hari. Itu akan merusak kehidupan Aca nantinya. Aca mendapat undangan reuni dari Mawar, teman dekatnya saat di SMA. Wanita itu bimbang, dia bingung akan datang ke acara reuni atau tidak. Terlebih di sekolahnya, ada wanita yang bernama Putri, teman yang paling dia hindari. Karena dulu Putri suka membully dirinya. Aca pergi ke dapur untuk menemui Bi Dewi, dia ingin berkonsultasi dengan Dewi. “Bi, aku harus pergi nggak ya, ke acara reuni?” Tanya Aca. Bi Dewi tahu, jika Aca sudah merasa baikan. “Enggak apa-apa dateng aja Non, daripada di rumah terus.” Jawab Bi Dewi.“Tapi aku nggak mau ketemu sama Putri, dia orangnya rese, pasti nanti aku bakalan dikatain.” Kata Aca sambil memanyunkan bibirnya. “Lawan aja kalau dia apa-apain Non. Jangan mau
Hari ini Aca akan melamar pekerjaan di perusahaan tempat Mawar bekerja. Kemarin Mawar telah mengirim alamat email perusahaan kepada Aca. Nama perusahaannya adalah Raffles Madrasi.Padahal baru satu hari, tapi hari ini dia sudah dipanggil untuk interview kerja. Aca sudah bersiap-siap untuk mengubah hidupnya, pengalaman pertama kali bekerja membuat dirinya sedikit gugup.Walaupun belum diterima, tapi dia sudah sangat mantap untuk pekerjaan ini. Aca memakai ojek untuk mengantarnya ke Perusahaan Raffles Madrasi. Dia sebenarnya ingin berjalan kaki, tapi dia takut badannya akan bau setelah sampai di perusahaan. Aca memakai baju kemeja berwarna biru dan juga rok span selutut berwarna putih. “Pak, ke Raffles Madrasi ya.” Kata Aca kepada tukang ojek di hadapannya.“Siap, Neng, mari berangkat.” Aca naik di belakang dan berangkat menuju perusahaan Raffles.“Neng karyawan di situ?” Tanya tukang ojek yang suaranya tidak terlalu jelas di telinga Aca.“Hah, iya kenapa Pak?” Tanya Aca karena d
“Oke baik semuanya, silakan perkenalkan diri kalian satu per satu, setelah itu saya akan memberikan pertanyaan kepada kalian.” Kata Andrew, nama Andrew diketahui oleh Aca, karena Aca melihat name desk di bagian depan meja. Aca tidak mengetahui nama orang yang ada di sebelah Andrew karena tidak ada papan nama di hadapannya. Setelah semuanya selesai memperkenalkan diri, kini bagian Aca memperkenalkan namanya, “Perkenalkan, nama saya, Acala Anastasya, saya biasa dipanggil Aca, terima kasih.” Kata Aca dengan singkat, dia sangat gugup, makanya dia hanya menjawabnya dengan singkat. “Oke baik, A C A, Aca.” Kata pria di sebelah Andrew mengeja nama Aca. “Oke, semuanya, terima kasih karena sudah memperkenalkan diri, saya akan menanyakan perihal kenapa kalian mau bekerja di perusahaan Raffles Madrasi, apa alasan kalian melamar pekerjaan di sini? Dimulai dari Cinta, dan terakhir Aca, silakan.” Kata Andrew dengan tatapan tajam. Cinta menjawab pertanyaan dari Andrew, “Saya ingin bekerja di s
“Eunghh.” Suara desahan terdengar di telinga Aca. Wanita itu sekarang sedang berada di dalam toilet perusahaan. “Sayang, eunghhh....” Lagi-lagi suara desahan terdengar, membuat Aca jadi bergidik ngeri mendengarnya.Apakah telinga Aca tidak salah dengar? Kenapa bisa mereka berdua melakukan hal tidak senonoh itu di dalam toilet perusahaan.“Jangan berhenti, ehmmmeh.” Suaranya semakin berani. Aca dengan cepat keluar dari dalam toilet. “Gila, enggak ngotak! Berani-beraninya melakukan hal seperti itu di tempat umum!” Ucap Aca kesal.Ini adalah hari pertama Aca bekerja, tapi dia sudah mendapatkan hal yang tidak menyenangkan. Mawar melihat Aca yang sedang berjalan dengan ekspresi kesal. Dengan cepat ia menghampiri Aca.“Kamu kenapa, Ca?” Mawar bertanya dengan lembut. Aca tersenyum kikuk, dia menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. “Gimana jelasinnya ya.” Ucap Aca kebingungan.“Kenapa, Ca?” Mawar sangat penasaran dengan sesuatu yang sedang disembunyikan oleh Aca.“Tadi aku dengar suara
Dua hari sejak kematian Rhodeus, Ayah dari seorang wanita cantik bermanik coklat, dengan rambut panjang dan kulit putih mulusnya itu masih memandang hampa ke segala arah. Ditinggal untuk selama-lamanya oleh orang tua yang paling dicintai adalah hal yang sangat menyakitkan. Apalagi sekarang Acala Anastasya sudah tidak memiliki apa-apa. Sebentar lagi rumahnya akan disita oleh bank, karena Ayahnya meninggal dengan meninggalkan banyak hutang. Untung saja Aca masih memiliki sebuah rumah kecil atas namanya, jadi Aca tidak akan kelimpungan mencari rumah baru untuk tinggal. “Non Aca, kita makan dulu ya.” Pinta Bi Dewi pada Aca. “Nanti aja, Bi. Saya lagi nggak nafsu makan.” Aca menolak dengan suara lembutnya. “Tapi Non Aca belum makan dari kemarin, makan dulu ya, sedikit aja.” Dewi merasa khawatir dengan Aca yang belum makan dan minum apa pun sejak kemarin. Aca adalah seorang wanita berumur 23 tahun. Dia memiliki kepribadian yang baik dan sangat lemah lembut. “Nanti aku pasti makan