Dua hari sejak kematian Rhodeus, Ayah dari seorang wanita cantik bermanik coklat, dengan rambut panjang dan kulit putih mulusnya itu masih memandang hampa ke segala arah. Ditinggal untuk selama-lamanya oleh orang tua yang paling dicintai adalah hal yang sangat menyakitkan.
Apalagi sekarang Acala Anastasya sudah tidak memiliki apa-apa. Sebentar lagi rumahnya akan disita oleh bank, karena Ayahnya meninggal dengan meninggalkan banyak hutang. Untung saja Aca masih memiliki sebuah rumah kecil atas namanya, jadi Aca tidak akan kelimpungan mencari rumah baru untuk tinggal. “Non Aca, kita makan dulu ya.” Pinta Bi Dewi pada Aca. “Nanti aja, Bi. Saya lagi nggak nafsu makan.” Aca menolak dengan suara lembutnya. “Tapi Non Aca belum makan dari kemarin, makan dulu ya, sedikit aja.” Dewi merasa khawatir dengan Aca yang belum makan dan minum apa pun sejak kemarin. Aca adalah seorang wanita berumur 23 tahun. Dia memiliki kepribadian yang baik dan sangat lemah lembut. “Nanti aku pasti makan kok, Bi.” Jawab Aca dengan lesu. “Ya udah kalau gitu, Bibi pergi dulu ya, Non. Kalau ada apa-apa panggil Bibi aja ya, saya ada di depan.” Kata Bi Dewi sambil membelai lembut rambut Aca. Aca mengangguk, air matanya kembali menetes dari kedua matanya yang indah. “Seandainya malam itu aku nggak pergi, dan tetap tungguin Papa, pasti aku juga bakalan ikut mati, aku enggak bakalan sendirian kaya gini.” Rhodeus meninggal karena dibunuh oleh rekan kerjanya yang sudah sangat ia percayai. Aca pikir jika malam itu ia menemani Ayahnya bertemu dengan Deru, pasti Deru juga akan ikut membunuhnya. “Aku pasti akan balas dendam ke kamu, Deru.” Kata Aca sambil mengepalkan kedua tangannya erat. Sebenarnya Deru sudah masuk penjara, tapi Aca masih belum puas jika belum melihat orang yang membunuh Ayahnya itu menderita. Aca berjalan ke arah kamarnya, sebentar lagi kehidupan barunya akan dimulai. “Selamat tinggal rumahku, di lain kesempatan, aku pasti akan ambil kamu kembali.” Kata Aca dengan senyuman manisnya. Rumah yang sekarang ia tempati adalah rumah besar dan juga sangat mewah. Tiba-tiba saja Dewi menghampiri Aca dan berkata, “Non Aca, di depan sudah ada pihak bank yang nyariin, Non.” “Suruh masuk aja, Bi. Nanti aku ke depan.” Jawab Aca. Bi Dewi mengangguk tanda mengerti. Dia pergi meninggalkan Aca seorang diri. Aca berusaha menenangkan dirinya, dia mencoba mengatur napasnya yang sudah sesak. Dia memberanikan diri untuk bertemu dengan pihak bank yang selama ini orang tuanya hindari. Aca berjalan keluar dari kamarnya dan pergi ke ruang tamu. Aca melihat 4 orang sedang berada di ruang tamunya sekarang, dua orang wanita yang kemungkinan adalah pihak bank, dan 1 orang wanita muda yang kemungkinan adalah seorang istri dari pria di hadapannya yang akan membeli rumahnya sekarang. “Selamat pagi, Ibu Aca.” Sapa salah satu wanita dari pihak bank. “Pagi, silahkan duduk.” Kata Aca mempersilahkan semua orang yang ada di situ untuk duduk. “Kita to the point aja ya sekarang, ini rumah sudah dibeli sama tunangan saya.” Kata seorang wanita dengan tatapan sinisnya kepada Aca. “Terus?” Tanya Aca dengan tatapan datar. “Ya kamu harus segera keluar dari rumah ini, rumah ini kan sudah dilelang, sudah dibeli sama tunangan saya, kamu sudah tidak berhak untuk tinggal di sini.” Kata wanita di hadapan Aca dengan kesal. “Kasih saya waktu satu minggu lagi untuk pindah dari sini, saya perlu waktu untuk memindahkan barang-barang yang ada di sini.” Kata Aca dengan memelas. “Mohon maaf Ibu Aca, tapi di dalam surat lelang, rumah dan juga segala isi yang ada di dalam rumah ini, itu sudah disita.” Kata orang yang diketahui bernama Angel, Aca membaca name tag yang ada di dada pihak bank tersebut. “Kok gitu? Tapi kan isi rumah ini semuanya milik pribadi.” Jawab Aca tidak percaya. “Iya Ibu Aca, sudah keputusan pihak bank, karena hutang Pak Rhodeus bisa lunas jika isi dalam rumahnya ikut diambil.” Kata Angel lagi. “Nggak bisa gitu dong, dari awal tidak ada pemberitahuan seperti itu kepada saya.” Kata Aca kukuh dengan perkataannya. “Alah, nggak usah banyak bacot, mending lu keluar deh dari sini, ini bukan rumah lu lagi.” Kata wanita yang menjadi tunangan orang yang membeli rumahnya. “Kasih saya waktu, satu hari lagi aja, buat saya tinggal di sini.” Aca masih belum rela jika hari ini dia harus pergi dengan tidak membawa apa-apa. Pria yang membeli rumahnya tidak berkata apa-apa, pria itu hanya memijat keningnya terus menerus, membuat Aca menatap pria itu dengan tatapan memelas. “Pak, saya mohon, beri saya waktu satu hari saja.” Kata Aca sambil mengatupkan kedua tangannya meminta pertolongan. “Aduh, kamu minta tolong juga enggak bakalan diladeni sama tunangan saya, lebih baik kamu pergi sekarang, sebelum saya panggil polisi.” Kata wanita di hadapan Aca dengan berkacak pinggang. Aca akhirnya menyerah, dia memutuskan untuk pergi dari rumah itu sekarang. “Kasih saya waktu beberapa menit untuk ambil barang-barang di kamar saya seperti baju dll.” Kata Aca. “Oke silakan.” Aca berjalan ke kamarnya dan menangis, “Kenapa hidupku jadi begini?” Aca mengemas semua barang-barang yang ia punya, dia bisa membawa semua barang yang ada di kamarnya itu, seperti baju, tas, sepatu, make up dan yang ia punya. “Non Aca, saya boleh tinggal bareng sama Non Aca?” Kata Bi Dewi dengan suara parau, ternyata Bi Dewi juga menangis karena melihat Aca diperlakukan tidak baik oleh orang lain. “Tapi Bi, saya sudah nggak bisa gaji Bibi lagi.” Kata Aca. “Enggak apa-apa Non, yang penting saya hidup sama Non Aca aja enggak apa-apa, Non Aca sama saya dari kecil, saya juga enggak punya keluarga, saya mau rawat Non.” Kata Bi Dewi yang membuat Aca tambah menangis. “Bi Dewi baik banget, makasih banyak, Bi, udah mau menemani Aca sampai sekarang.” Aca dan Dewi berpelukan, Aca benar-benar terharu karena Dewi tidak meninggalkan Aca sendirian. Setelah selesai berkemas, Aca keluar bersama Bi Dewi menemui orang-orang yang ada di ruang tamu. “Udah kan? Silakan pergi dari sini.” Kata wanita itu sambil tersenyum sinis. “Iya saya pergi sekarang, terima kasih.” Jawab Aca. “Kasihan ya kamu, udah jadi gelandangan sekarang.” Kata wanita itu dengan tatapan menghina. “Walaupun saya jadi gelandangan, tapi ucapan saya tidak kampungan seperti kamu.” Jawab Aca dengan senyuman manisnya. Sebelum pergi, Aca melihat mata pria yang ada di hadapannya dengan tajam dan Pria di hadapannya hanya membalasnya dengan senyuman lebar.Aca akhirnya sampai juga di rumah yang akan ia tempati sekarang. Wanita itu melihat bangunan rumah yang ada di hadapannya dengan tatapan sendu. Rumah yang ada di hadapannya sekarang adalah rumah milik Ibunya yang hilang ketika Aca berumur 13 tahun.Aca terus melamun sampai Bi Dewi menepuk bahu Aca dengan keras agar Aca tersadar dari lamunannya. “Non Aca enggak apa-apa?” Tanya Bi Dewi lembut.“Enggak apa-apa kok, Bi. Ayo kita masuk ke dalam, maaf ya Bi, rumahnya cuma seadanya aja.” Wanita itu berpura-pura menjadi seseorang yang baik-baik saja, padahal saat ini kondisinya benar-benar sedang dalam keadaan sangat terpuruk. “Non, enggak apa-apa, ini rumah sudah lebih dari cukup untuk dua orang.” Kata Bi Dewi yang membuat Aca tersenyum getir. Aca mengambil kunci rumah dari dalam dompetnya, dan segera membuka pintu rumahnya yang sudah bertahun-tahun tidak ia tempati.Untung saja rumah kecil yang sekarang sedang ditempati tidaklah kotor, karena sebelum kematian Rhodeus, Aca sering menyew
Seminggu setelah kematian Rhodeus, Aca kembali bersemangat. Wanita itu sudah menerima keadaan dirinya dengan lapang dada. Dia tahu, tidak baik jika ia terus berlarut-larut dalam kesedihan. Boleh-boleh saja menangis jika rindu, tapi tidak setiap hari. Itu akan merusak kehidupan Aca nantinya. Aca mendapat undangan reuni dari Mawar, teman dekatnya saat di SMA. Wanita itu bimbang, dia bingung akan datang ke acara reuni atau tidak. Terlebih di sekolahnya, ada wanita yang bernama Putri, teman yang paling dia hindari. Karena dulu Putri suka membully dirinya. Aca pergi ke dapur untuk menemui Bi Dewi, dia ingin berkonsultasi dengan Dewi. “Bi, aku harus pergi nggak ya, ke acara reuni?” Tanya Aca. Bi Dewi tahu, jika Aca sudah merasa baikan. “Enggak apa-apa dateng aja Non, daripada di rumah terus.” Jawab Bi Dewi.“Tapi aku nggak mau ketemu sama Putri, dia orangnya rese, pasti nanti aku bakalan dikatain.” Kata Aca sambil memanyunkan bibirnya. “Lawan aja kalau dia apa-apain Non. Jangan mau
Hari ini Aca akan melamar pekerjaan di perusahaan tempat Mawar bekerja. Kemarin Mawar telah mengirim alamat email perusahaan kepada Aca. Nama perusahaannya adalah Raffles Madrasi.Padahal baru satu hari, tapi hari ini dia sudah dipanggil untuk interview kerja. Aca sudah bersiap-siap untuk mengubah hidupnya, pengalaman pertama kali bekerja membuat dirinya sedikit gugup.Walaupun belum diterima, tapi dia sudah sangat mantap untuk pekerjaan ini. Aca memakai ojek untuk mengantarnya ke Perusahaan Raffles Madrasi. Dia sebenarnya ingin berjalan kaki, tapi dia takut badannya akan bau setelah sampai di perusahaan. Aca memakai baju kemeja berwarna biru dan juga rok span selutut berwarna putih. “Pak, ke Raffles Madrasi ya.” Kata Aca kepada tukang ojek di hadapannya.“Siap, Neng, mari berangkat.” Aca naik di belakang dan berangkat menuju perusahaan Raffles.“Neng karyawan di situ?” Tanya tukang ojek yang suaranya tidak terlalu jelas di telinga Aca.“Hah, iya kenapa Pak?” Tanya Aca karena d
“Oke baik semuanya, silakan perkenalkan diri kalian satu per satu, setelah itu saya akan memberikan pertanyaan kepada kalian.” Kata Andrew, nama Andrew diketahui oleh Aca, karena Aca melihat name desk di bagian depan meja. Aca tidak mengetahui nama orang yang ada di sebelah Andrew karena tidak ada papan nama di hadapannya. Setelah semuanya selesai memperkenalkan diri, kini bagian Aca memperkenalkan namanya, “Perkenalkan, nama saya, Acala Anastasya, saya biasa dipanggil Aca, terima kasih.” Kata Aca dengan singkat, dia sangat gugup, makanya dia hanya menjawabnya dengan singkat. “Oke baik, A C A, Aca.” Kata pria di sebelah Andrew mengeja nama Aca. “Oke, semuanya, terima kasih karena sudah memperkenalkan diri, saya akan menanyakan perihal kenapa kalian mau bekerja di perusahaan Raffles Madrasi, apa alasan kalian melamar pekerjaan di sini? Dimulai dari Cinta, dan terakhir Aca, silakan.” Kata Andrew dengan tatapan tajam. Cinta menjawab pertanyaan dari Andrew, “Saya ingin bekerja di s
“Eunghh.” Suara desahan terdengar di telinga Aca. Wanita itu sekarang sedang berada di dalam toilet perusahaan. “Sayang, eunghhh....” Lagi-lagi suara desahan terdengar, membuat Aca jadi bergidik ngeri mendengarnya.Apakah telinga Aca tidak salah dengar? Kenapa bisa mereka berdua melakukan hal tidak senonoh itu di dalam toilet perusahaan.“Jangan berhenti, ehmmmeh.” Suaranya semakin berani. Aca dengan cepat keluar dari dalam toilet. “Gila, enggak ngotak! Berani-beraninya melakukan hal seperti itu di tempat umum!” Ucap Aca kesal.Ini adalah hari pertama Aca bekerja, tapi dia sudah mendapatkan hal yang tidak menyenangkan. Mawar melihat Aca yang sedang berjalan dengan ekspresi kesal. Dengan cepat ia menghampiri Aca.“Kamu kenapa, Ca?” Mawar bertanya dengan lembut. Aca tersenyum kikuk, dia menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. “Gimana jelasinnya ya.” Ucap Aca kebingungan.“Kenapa, Ca?” Mawar sangat penasaran dengan sesuatu yang sedang disembunyikan oleh Aca.“Tadi aku dengar suara
“Eunghh.” Suara desahan terdengar di telinga Aca. Wanita itu sekarang sedang berada di dalam toilet perusahaan. “Sayang, eunghhh....” Lagi-lagi suara desahan terdengar, membuat Aca jadi bergidik ngeri mendengarnya.Apakah telinga Aca tidak salah dengar? Kenapa bisa mereka berdua melakukan hal tidak senonoh itu di dalam toilet perusahaan.“Jangan berhenti, ehmmmeh.” Suaranya semakin berani. Aca dengan cepat keluar dari dalam toilet. “Gila, enggak ngotak! Berani-beraninya melakukan hal seperti itu di tempat umum!” Ucap Aca kesal.Ini adalah hari pertama Aca bekerja, tapi dia sudah mendapatkan hal yang tidak menyenangkan. Mawar melihat Aca yang sedang berjalan dengan ekspresi kesal. Dengan cepat ia menghampiri Aca.“Kamu kenapa, Ca?” Mawar bertanya dengan lembut. Aca tersenyum kikuk, dia menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. “Gimana jelasinnya ya.” Ucap Aca kebingungan.“Kenapa, Ca?” Mawar sangat penasaran dengan sesuatu yang sedang disembunyikan oleh Aca.“Tadi aku dengar suara
“Oke baik semuanya, silakan perkenalkan diri kalian satu per satu, setelah itu saya akan memberikan pertanyaan kepada kalian.” Kata Andrew, nama Andrew diketahui oleh Aca, karena Aca melihat name desk di bagian depan meja. Aca tidak mengetahui nama orang yang ada di sebelah Andrew karena tidak ada papan nama di hadapannya. Setelah semuanya selesai memperkenalkan diri, kini bagian Aca memperkenalkan namanya, “Perkenalkan, nama saya, Acala Anastasya, saya biasa dipanggil Aca, terima kasih.” Kata Aca dengan singkat, dia sangat gugup, makanya dia hanya menjawabnya dengan singkat. “Oke baik, A C A, Aca.” Kata pria di sebelah Andrew mengeja nama Aca. “Oke, semuanya, terima kasih karena sudah memperkenalkan diri, saya akan menanyakan perihal kenapa kalian mau bekerja di perusahaan Raffles Madrasi, apa alasan kalian melamar pekerjaan di sini? Dimulai dari Cinta, dan terakhir Aca, silakan.” Kata Andrew dengan tatapan tajam. Cinta menjawab pertanyaan dari Andrew, “Saya ingin bekerja di s
Hari ini Aca akan melamar pekerjaan di perusahaan tempat Mawar bekerja. Kemarin Mawar telah mengirim alamat email perusahaan kepada Aca. Nama perusahaannya adalah Raffles Madrasi.Padahal baru satu hari, tapi hari ini dia sudah dipanggil untuk interview kerja. Aca sudah bersiap-siap untuk mengubah hidupnya, pengalaman pertama kali bekerja membuat dirinya sedikit gugup.Walaupun belum diterima, tapi dia sudah sangat mantap untuk pekerjaan ini. Aca memakai ojek untuk mengantarnya ke Perusahaan Raffles Madrasi. Dia sebenarnya ingin berjalan kaki, tapi dia takut badannya akan bau setelah sampai di perusahaan. Aca memakai baju kemeja berwarna biru dan juga rok span selutut berwarna putih. “Pak, ke Raffles Madrasi ya.” Kata Aca kepada tukang ojek di hadapannya.“Siap, Neng, mari berangkat.” Aca naik di belakang dan berangkat menuju perusahaan Raffles.“Neng karyawan di situ?” Tanya tukang ojek yang suaranya tidak terlalu jelas di telinga Aca.“Hah, iya kenapa Pak?” Tanya Aca karena d
Seminggu setelah kematian Rhodeus, Aca kembali bersemangat. Wanita itu sudah menerima keadaan dirinya dengan lapang dada. Dia tahu, tidak baik jika ia terus berlarut-larut dalam kesedihan. Boleh-boleh saja menangis jika rindu, tapi tidak setiap hari. Itu akan merusak kehidupan Aca nantinya. Aca mendapat undangan reuni dari Mawar, teman dekatnya saat di SMA. Wanita itu bimbang, dia bingung akan datang ke acara reuni atau tidak. Terlebih di sekolahnya, ada wanita yang bernama Putri, teman yang paling dia hindari. Karena dulu Putri suka membully dirinya. Aca pergi ke dapur untuk menemui Bi Dewi, dia ingin berkonsultasi dengan Dewi. “Bi, aku harus pergi nggak ya, ke acara reuni?” Tanya Aca. Bi Dewi tahu, jika Aca sudah merasa baikan. “Enggak apa-apa dateng aja Non, daripada di rumah terus.” Jawab Bi Dewi.“Tapi aku nggak mau ketemu sama Putri, dia orangnya rese, pasti nanti aku bakalan dikatain.” Kata Aca sambil memanyunkan bibirnya. “Lawan aja kalau dia apa-apain Non. Jangan mau
Aca akhirnya sampai juga di rumah yang akan ia tempati sekarang. Wanita itu melihat bangunan rumah yang ada di hadapannya dengan tatapan sendu. Rumah yang ada di hadapannya sekarang adalah rumah milik Ibunya yang hilang ketika Aca berumur 13 tahun.Aca terus melamun sampai Bi Dewi menepuk bahu Aca dengan keras agar Aca tersadar dari lamunannya. “Non Aca enggak apa-apa?” Tanya Bi Dewi lembut.“Enggak apa-apa kok, Bi. Ayo kita masuk ke dalam, maaf ya Bi, rumahnya cuma seadanya aja.” Wanita itu berpura-pura menjadi seseorang yang baik-baik saja, padahal saat ini kondisinya benar-benar sedang dalam keadaan sangat terpuruk. “Non, enggak apa-apa, ini rumah sudah lebih dari cukup untuk dua orang.” Kata Bi Dewi yang membuat Aca tersenyum getir. Aca mengambil kunci rumah dari dalam dompetnya, dan segera membuka pintu rumahnya yang sudah bertahun-tahun tidak ia tempati.Untung saja rumah kecil yang sekarang sedang ditempati tidaklah kotor, karena sebelum kematian Rhodeus, Aca sering menyew
Dua hari sejak kematian Rhodeus, Ayah dari seorang wanita cantik bermanik coklat, dengan rambut panjang dan kulit putih mulusnya itu masih memandang hampa ke segala arah. Ditinggal untuk selama-lamanya oleh orang tua yang paling dicintai adalah hal yang sangat menyakitkan. Apalagi sekarang Acala Anastasya sudah tidak memiliki apa-apa. Sebentar lagi rumahnya akan disita oleh bank, karena Ayahnya meninggal dengan meninggalkan banyak hutang. Untung saja Aca masih memiliki sebuah rumah kecil atas namanya, jadi Aca tidak akan kelimpungan mencari rumah baru untuk tinggal. “Non Aca, kita makan dulu ya.” Pinta Bi Dewi pada Aca. “Nanti aja, Bi. Saya lagi nggak nafsu makan.” Aca menolak dengan suara lembutnya. “Tapi Non Aca belum makan dari kemarin, makan dulu ya, sedikit aja.” Dewi merasa khawatir dengan Aca yang belum makan dan minum apa pun sejak kemarin. Aca adalah seorang wanita berumur 23 tahun. Dia memiliki kepribadian yang baik dan sangat lemah lembut. “Nanti aku pasti makan