Seminggu setelah kematian Rhodeus, Aca kembali bersemangat. Wanita itu sudah menerima keadaan dirinya dengan lapang dada. Dia tahu, tidak baik jika ia terus berlarut-larut dalam kesedihan.
Boleh-boleh saja menangis jika rindu, tapi tidak setiap hari. Itu akan merusak kehidupan Aca nantinya. Aca mendapat undangan reuni dari Mawar, teman dekatnya saat di SMA. Wanita itu bimbang, dia bingung akan datang ke acara reuni atau tidak. Terlebih di sekolahnya, ada wanita yang bernama Putri, teman yang paling dia hindari. Karena dulu Putri suka membully dirinya. Aca pergi ke dapur untuk menemui Bi Dewi, dia ingin berkonsultasi dengan Dewi. “Bi, aku harus pergi nggak ya, ke acara reuni?” Tanya Aca. Bi Dewi tahu, jika Aca sudah merasa baikan. “Enggak apa-apa dateng aja Non, daripada di rumah terus.” Jawab Bi Dewi. “Tapi aku nggak mau ketemu sama Putri, dia orangnya rese, pasti nanti aku bakalan dikatain.” Kata Aca sambil memanyunkan bibirnya. “Lawan aja kalau dia apa-apain Non. Jangan mau kalah sama cewek centil begitu.” Kata Bi Dewi yang membuat Aca tertawa. Bi Dewi senang jika Aca sudah kembali seperti dulu. “Iya juga, aku tinggal lawan aja ya.” Jawab Aca sambil bersemangat. Dia sebenarnya dari dulu tidak melawan bukan karena takut, tapi karena dia tidak mau ada masalah saja dalam hidupnya. “Iya lawan aja. Kalau perlu siram pakai air.” Kata Bi Dewi sambil memperagakan gaya bertarungnya. “Makasih ya Bi. Kalau gitu aku siap-siap dulu, Bi.” Jawab Aca. Aca akan berjalan ke kamarnya, tapi langsung berbalik lagi dan berbicara dengan Bi Dewi. “Bi Dewi, tolong jangan panggil aku Non lagi ya. Panggil aku Aca aja. Aku mohon ya.” Kata Aca sambil mengayun-ayunkan tangan Bi Dewi. “Oke kalau gitu, Aca. Jangan lupa lawan Putri ya.” Kata Bi Dewi dengan ceria. “Siap komandan!” Aca langsung pergi ke dalam kamar dan bersiap-siap untuk pergi ke acara reuni sekolahnya. ***** Aca hanya tampil seadanya, memakai sepatu putih, dress putih selutut, dan tas selempang kecil berwarna hitam. Dia tidak mau heboh, apalagi dia sedang dalam keadaan berduka. Banyak pasang mata yang saat ini sedang memandangi Aca. Dari dulu Aca adalah wanita yang banyak disukai oleh lawan jenis yang ada di sekolahnya. Berita tentang Aca yang jatuh miskin sudah menyebar ke seantero sekolah. “Aca!!” Mawar memanggil Aca dari kejauhan. “Syukurlah.” Aca bersyukur karena Mawar datang di waktu yang tepat. Jika tidak, Aca akan sendirian tidak ada teman di acara reuni ini. “Ca, udah lama banget nggak ketemu, gimana kabarnya? Aku turut berduka cita ya, Ca.” Kata Mawar dengan senyuman kecil di bibirnya. “Aku baik-baik saja, War. Makasih banyak atas ucapannya.” Kata Aca sambil memeluk Mawar. Mawar tiba-tiba menangis saat dipeluk oleh Aca. Dia turut prihatin atas apa yang terjadi kepada Aca. Tidak disangka jika temannya itu akan kehilangan kekayaan dan juga Ayahnya. “Ada anak miskin dateng, masih berani datang juga ya.” Kata Putri yang tiba-tiba datang entah dari mana. Aca hanya diam membisu, dia tidak meladeni omongan Putri yang tidak tahu diri itu. “Kalau aku jadi kamu nih, Ca. Aku pasti nggak akan mau datang menampakkan wajahku ke semua orang, malu dong. Ayah mati karena hutang banyak terus jatuh miskin lagi.” Putri tertawa selebar-lebarnya. Wanita itu benar-benar menghina Aca. Aca saat ini tidak lagi memiliki uang, jadi dia tidak mau membuat masalah dengan siapa pun “Mawar, kita pergi aja yuk dari sini.” Aca mengajak Mawar untuk pergi, karena dia sudah tidak nyaman berada di dekat Putri. “Aca-Aca, dari dulu kamu itu nggak berani sama aku ya?” Putri lagi-lagi menantang Aca. Sedikit cerita, sebenarnya Putri dulu juga adalah seorang sahabat Aca. Putri benar-benar berubah setelah pacar Putri menyukai Aca. Padahal Aca tidak tahu menahu soal itu. Sampai saat ini, Putri menaruh dendam kepada Aca. Pacar Putri memfitnah Aca menyukai dirinya, padahal Aca tidak menyukai orang milik Putri sama sekali. “Aca kok diem aja sih?” Tangan Putri ingin menyiram air ke atas kepala Aca, tapi Mawar langsung mencegahnya. “Put, kamu sadar nggak sih, kelakuanmu itu udah enggak bener. Emang mantan pacarmu dulu suka sama Aca itu salah Aca? Emang pacarmu aja yang kegatelan!” Mawar sudah tidak tahan dengan perlakuan putri terhadap Aca. “Hah, aku nggak salah denger? Mantanku gatel?” Tanya Putri. “Iya, bukan salah Aca.” Kata Mawar lagi membela Aca. “Hahaha, udah jelas-jelas temanmu itu yang gatel, sok kecantikan, sok jadi orang baik yang nggak pernah marah.” Kata Putri. “Udah?” Tanya Aca. “Akhirnya berani ngomong juga.” Kata Putri dengan seringai di bibirnya. Aca pergi menggandeng tangan Mawar, dia tidak memperdulikan lagi keberadaan Putri, wanita itu ingin hidup damai. Biar nanti semuanya akan terbuka sendiri kebenarannya, tidak sekarang. “Ca, kok kamu diem aja sih diperlakukan kaya gitu? Kamu bisa sabar banget gitu loh. Aku kalau jadi kamu udah pasti ngamuk sih.” Kata Mawar yang membuat Aca tersenyum lembut. “Aku nggak perlu lakukan itu, War. Itu Cuma buang-buang tenaga, buat apa aku bales kalau dia sendiri enggak tahu kebenarannya. Kalau aku bales, dianya nanti tambah seneng, bukannya jadi diem.” Jawab Aca yang membuat Mawar mengangguk-anggukkan kepalanya tanda mengerti. “Iya juga sih, Ca. Buat apa kita buang-buang waktu buat orang yang begitu. Tapi kalau diingat-ingat, sayang banget ya, padahal dulu kita bertiga deket banget loh, eh cuma karena satu setan aja jadi rusak begini.” Kata Mawar sambil mengingat-ingat saat mereka masih SMA. “Namanya juga nasi sudah menjadi bubur, mungkin suatu saat semuanya akan terbongkar, siapa yang salah dan siapa yang benar.” Kata Aca. “Iya, Ca. Aku aja sama dia kan satu perusahaan, dia terus-terusan gangguin aku.” Kata Mawar. “Kalian berdua satu perusahaan?” Tanya Aca kaget. “Iya, Ca. Kita berdua satu perusahaan, aku masuk duluan.” Kata Mawar yang membuat Aca berpikir keras. “Ngomong-ngomong soal kerja, kamu bisa bantu aku enggak?” Tanya Aca pada Mawar. “Bantuin apa, Ca?” Tanya Mawar ingin tahu. “Kebetulan aku lagi cari kerjaan, di tempat kamu ada lowongan?” Tanya Aca dengan ekspresi wajah yang berharap. “Ada, kamu mau kerja?” Tanya Mawar. “Iya, War. Aku udah nggak punya apa-apa lagi. Aku terpaksa harus kerja. Kira-kira lowongan kerjanya apa ya?” Tanya Aca. “Sama sih kaya aku jadi Admin,” Jawab Mawar. “Enggak apa-apa kalau gitu, gimana cara ngelamar kerjanya?” Tanya Aca. “Kamu yakin mau kerja di tempatku, Ca?” Kata Mawar dengan tatapan bimbang. “Kenapa emang, War? Kok gitu wajahnya?” Tanya Aca ingin tahu. “Masuk di sana susah banget, Ca.” Kata Mawar dengan ekspresi menakutkan. “Emang iya?” Tanya Aca lagi. “Iya, Ca. Terus kalau kamu keterima, bakalan kaya kerja di neraka.” Kata Mawar sambil mengingat-ingat kejadian yang ada di kantornya. “Kenapa bisa kaya kerja di neraka, War? Emang beneran semenakutkan itu?” Tanya Aca tidak percaya. “Iya, atasanku suka bully karyawannya yang cantik, apalagi ada Putri di sana. Nanti hidupmu akan tambah kaya di neraka, Ca. Aku mau satu kantor sama kamu, tapi aku cuma nggak mau kamu disiksa terus-terusan.” Kata Mawar sambil memegang kedua tangan Aca. “Enggak apa-apa, Mawar. Kamu tenang aja, kalau nanti aku diterima, aku pasti akan berhati-hati di sana.” Jawab Aca dengan antusias. “Oke, Ca, kalau gitu, semoga aja kamu keterima ya, dan kita bisa bekerja bersama.” Kata Mawar dengan senyuman manis. “Iya, Mawar, makasih banyak, ya.” Aca dan Mawar menghabiskan waktunya bersama, setelah sekian lama tidak berjumpa.Hari ini Aca akan melamar pekerjaan di perusahaan tempat Mawar bekerja. Kemarin Mawar telah mengirim alamat email perusahaan kepada Aca. Nama perusahaannya adalah Raffles Madrasi.Padahal baru satu hari, tapi hari ini dia sudah dipanggil untuk interview kerja. Aca sudah bersiap-siap untuk mengubah hidupnya, pengalaman pertama kali bekerja membuat dirinya sedikit gugup.Walaupun belum diterima, tapi dia sudah sangat mantap untuk pekerjaan ini. Aca memakai ojek untuk mengantarnya ke Perusahaan Raffles Madrasi. Dia sebenarnya ingin berjalan kaki, tapi dia takut badannya akan bau setelah sampai di perusahaan. Aca memakai baju kemeja berwarna biru dan juga rok span selutut berwarna putih. “Pak, ke Raffles Madrasi ya.” Kata Aca kepada tukang ojek di hadapannya.“Siap, Neng, mari berangkat.” Aca naik di belakang dan berangkat menuju perusahaan Raffles.“Neng karyawan di situ?” Tanya tukang ojek yang suaranya tidak terlalu jelas di telinga Aca.“Hah, iya kenapa Pak?” Tanya Aca karena d
“Oke baik semuanya, silakan perkenalkan diri kalian satu per satu, setelah itu saya akan memberikan pertanyaan kepada kalian.” Kata Andrew, nama Andrew diketahui oleh Aca, karena Aca melihat name desk di bagian depan meja. Aca tidak mengetahui nama orang yang ada di sebelah Andrew karena tidak ada papan nama di hadapannya. Setelah semuanya selesai memperkenalkan diri, kini bagian Aca memperkenalkan namanya, “Perkenalkan, nama saya, Acala Anastasya, saya biasa dipanggil Aca, terima kasih.” Kata Aca dengan singkat, dia sangat gugup, makanya dia hanya menjawabnya dengan singkat. “Oke baik, A C A, Aca.” Kata pria di sebelah Andrew mengeja nama Aca. “Oke, semuanya, terima kasih karena sudah memperkenalkan diri, saya akan menanyakan perihal kenapa kalian mau bekerja di perusahaan Raffles Madrasi, apa alasan kalian melamar pekerjaan di sini? Dimulai dari Cinta, dan terakhir Aca, silakan.” Kata Andrew dengan tatapan tajam. Cinta menjawab pertanyaan dari Andrew, “Saya ingin bekerja di s
“Eunghh.” Suara desahan terdengar di telinga Aca. Wanita itu sekarang sedang berada di dalam toilet perusahaan. “Sayang, eunghhh....” Lagi-lagi suara desahan terdengar, membuat Aca jadi bergidik ngeri mendengarnya.Apakah telinga Aca tidak salah dengar? Kenapa bisa mereka berdua melakukan hal tidak senonoh itu di dalam toilet perusahaan.“Jangan berhenti, ehmmmeh.” Suaranya semakin berani. Aca dengan cepat keluar dari dalam toilet. “Gila, enggak ngotak! Berani-beraninya melakukan hal seperti itu di tempat umum!” Ucap Aca kesal.Ini adalah hari pertama Aca bekerja, tapi dia sudah mendapatkan hal yang tidak menyenangkan. Mawar melihat Aca yang sedang berjalan dengan ekspresi kesal. Dengan cepat ia menghampiri Aca.“Kamu kenapa, Ca?” Mawar bertanya dengan lembut. Aca tersenyum kikuk, dia menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. “Gimana jelasinnya ya.” Ucap Aca kebingungan.“Kenapa, Ca?” Mawar sangat penasaran dengan sesuatu yang sedang disembunyikan oleh Aca.“Tadi aku dengar suara
Dua hari sejak kematian Rhodeus, Ayah dari seorang wanita cantik bermanik coklat, dengan rambut panjang dan kulit putih mulusnya itu masih memandang hampa ke segala arah. Ditinggal untuk selama-lamanya oleh orang tua yang paling dicintai adalah hal yang sangat menyakitkan. Apalagi sekarang Acala Anastasya sudah tidak memiliki apa-apa. Sebentar lagi rumahnya akan disita oleh bank, karena Ayahnya meninggal dengan meninggalkan banyak hutang. Untung saja Aca masih memiliki sebuah rumah kecil atas namanya, jadi Aca tidak akan kelimpungan mencari rumah baru untuk tinggal. “Non Aca, kita makan dulu ya.” Pinta Bi Dewi pada Aca. “Nanti aja, Bi. Saya lagi nggak nafsu makan.” Aca menolak dengan suara lembutnya. “Tapi Non Aca belum makan dari kemarin, makan dulu ya, sedikit aja.” Dewi merasa khawatir dengan Aca yang belum makan dan minum apa pun sejak kemarin. Aca adalah seorang wanita berumur 23 tahun. Dia memiliki kepribadian yang baik dan sangat lemah lembut. “Nanti aku pasti makan
Aca akhirnya sampai juga di rumah yang akan ia tempati sekarang. Wanita itu melihat bangunan rumah yang ada di hadapannya dengan tatapan sendu. Rumah yang ada di hadapannya sekarang adalah rumah milik Ibunya yang hilang ketika Aca berumur 13 tahun.Aca terus melamun sampai Bi Dewi menepuk bahu Aca dengan keras agar Aca tersadar dari lamunannya. “Non Aca enggak apa-apa?” Tanya Bi Dewi lembut.“Enggak apa-apa kok, Bi. Ayo kita masuk ke dalam, maaf ya Bi, rumahnya cuma seadanya aja.” Wanita itu berpura-pura menjadi seseorang yang baik-baik saja, padahal saat ini kondisinya benar-benar sedang dalam keadaan sangat terpuruk. “Non, enggak apa-apa, ini rumah sudah lebih dari cukup untuk dua orang.” Kata Bi Dewi yang membuat Aca tersenyum getir. Aca mengambil kunci rumah dari dalam dompetnya, dan segera membuka pintu rumahnya yang sudah bertahun-tahun tidak ia tempati.Untung saja rumah kecil yang sekarang sedang ditempati tidaklah kotor, karena sebelum kematian Rhodeus, Aca sering menyew
“Eunghh.” Suara desahan terdengar di telinga Aca. Wanita itu sekarang sedang berada di dalam toilet perusahaan. “Sayang, eunghhh....” Lagi-lagi suara desahan terdengar, membuat Aca jadi bergidik ngeri mendengarnya.Apakah telinga Aca tidak salah dengar? Kenapa bisa mereka berdua melakukan hal tidak senonoh itu di dalam toilet perusahaan.“Jangan berhenti, ehmmmeh.” Suaranya semakin berani. Aca dengan cepat keluar dari dalam toilet. “Gila, enggak ngotak! Berani-beraninya melakukan hal seperti itu di tempat umum!” Ucap Aca kesal.Ini adalah hari pertama Aca bekerja, tapi dia sudah mendapatkan hal yang tidak menyenangkan. Mawar melihat Aca yang sedang berjalan dengan ekspresi kesal. Dengan cepat ia menghampiri Aca.“Kamu kenapa, Ca?” Mawar bertanya dengan lembut. Aca tersenyum kikuk, dia menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. “Gimana jelasinnya ya.” Ucap Aca kebingungan.“Kenapa, Ca?” Mawar sangat penasaran dengan sesuatu yang sedang disembunyikan oleh Aca.“Tadi aku dengar suara
“Oke baik semuanya, silakan perkenalkan diri kalian satu per satu, setelah itu saya akan memberikan pertanyaan kepada kalian.” Kata Andrew, nama Andrew diketahui oleh Aca, karena Aca melihat name desk di bagian depan meja. Aca tidak mengetahui nama orang yang ada di sebelah Andrew karena tidak ada papan nama di hadapannya. Setelah semuanya selesai memperkenalkan diri, kini bagian Aca memperkenalkan namanya, “Perkenalkan, nama saya, Acala Anastasya, saya biasa dipanggil Aca, terima kasih.” Kata Aca dengan singkat, dia sangat gugup, makanya dia hanya menjawabnya dengan singkat. “Oke baik, A C A, Aca.” Kata pria di sebelah Andrew mengeja nama Aca. “Oke, semuanya, terima kasih karena sudah memperkenalkan diri, saya akan menanyakan perihal kenapa kalian mau bekerja di perusahaan Raffles Madrasi, apa alasan kalian melamar pekerjaan di sini? Dimulai dari Cinta, dan terakhir Aca, silakan.” Kata Andrew dengan tatapan tajam. Cinta menjawab pertanyaan dari Andrew, “Saya ingin bekerja di s
Hari ini Aca akan melamar pekerjaan di perusahaan tempat Mawar bekerja. Kemarin Mawar telah mengirim alamat email perusahaan kepada Aca. Nama perusahaannya adalah Raffles Madrasi.Padahal baru satu hari, tapi hari ini dia sudah dipanggil untuk interview kerja. Aca sudah bersiap-siap untuk mengubah hidupnya, pengalaman pertama kali bekerja membuat dirinya sedikit gugup.Walaupun belum diterima, tapi dia sudah sangat mantap untuk pekerjaan ini. Aca memakai ojek untuk mengantarnya ke Perusahaan Raffles Madrasi. Dia sebenarnya ingin berjalan kaki, tapi dia takut badannya akan bau setelah sampai di perusahaan. Aca memakai baju kemeja berwarna biru dan juga rok span selutut berwarna putih. “Pak, ke Raffles Madrasi ya.” Kata Aca kepada tukang ojek di hadapannya.“Siap, Neng, mari berangkat.” Aca naik di belakang dan berangkat menuju perusahaan Raffles.“Neng karyawan di situ?” Tanya tukang ojek yang suaranya tidak terlalu jelas di telinga Aca.“Hah, iya kenapa Pak?” Tanya Aca karena d
Seminggu setelah kematian Rhodeus, Aca kembali bersemangat. Wanita itu sudah menerima keadaan dirinya dengan lapang dada. Dia tahu, tidak baik jika ia terus berlarut-larut dalam kesedihan. Boleh-boleh saja menangis jika rindu, tapi tidak setiap hari. Itu akan merusak kehidupan Aca nantinya. Aca mendapat undangan reuni dari Mawar, teman dekatnya saat di SMA. Wanita itu bimbang, dia bingung akan datang ke acara reuni atau tidak. Terlebih di sekolahnya, ada wanita yang bernama Putri, teman yang paling dia hindari. Karena dulu Putri suka membully dirinya. Aca pergi ke dapur untuk menemui Bi Dewi, dia ingin berkonsultasi dengan Dewi. “Bi, aku harus pergi nggak ya, ke acara reuni?” Tanya Aca. Bi Dewi tahu, jika Aca sudah merasa baikan. “Enggak apa-apa dateng aja Non, daripada di rumah terus.” Jawab Bi Dewi.“Tapi aku nggak mau ketemu sama Putri, dia orangnya rese, pasti nanti aku bakalan dikatain.” Kata Aca sambil memanyunkan bibirnya. “Lawan aja kalau dia apa-apain Non. Jangan mau
Aca akhirnya sampai juga di rumah yang akan ia tempati sekarang. Wanita itu melihat bangunan rumah yang ada di hadapannya dengan tatapan sendu. Rumah yang ada di hadapannya sekarang adalah rumah milik Ibunya yang hilang ketika Aca berumur 13 tahun.Aca terus melamun sampai Bi Dewi menepuk bahu Aca dengan keras agar Aca tersadar dari lamunannya. “Non Aca enggak apa-apa?” Tanya Bi Dewi lembut.“Enggak apa-apa kok, Bi. Ayo kita masuk ke dalam, maaf ya Bi, rumahnya cuma seadanya aja.” Wanita itu berpura-pura menjadi seseorang yang baik-baik saja, padahal saat ini kondisinya benar-benar sedang dalam keadaan sangat terpuruk. “Non, enggak apa-apa, ini rumah sudah lebih dari cukup untuk dua orang.” Kata Bi Dewi yang membuat Aca tersenyum getir. Aca mengambil kunci rumah dari dalam dompetnya, dan segera membuka pintu rumahnya yang sudah bertahun-tahun tidak ia tempati.Untung saja rumah kecil yang sekarang sedang ditempati tidaklah kotor, karena sebelum kematian Rhodeus, Aca sering menyew
Dua hari sejak kematian Rhodeus, Ayah dari seorang wanita cantik bermanik coklat, dengan rambut panjang dan kulit putih mulusnya itu masih memandang hampa ke segala arah. Ditinggal untuk selama-lamanya oleh orang tua yang paling dicintai adalah hal yang sangat menyakitkan. Apalagi sekarang Acala Anastasya sudah tidak memiliki apa-apa. Sebentar lagi rumahnya akan disita oleh bank, karena Ayahnya meninggal dengan meninggalkan banyak hutang. Untung saja Aca masih memiliki sebuah rumah kecil atas namanya, jadi Aca tidak akan kelimpungan mencari rumah baru untuk tinggal. “Non Aca, kita makan dulu ya.” Pinta Bi Dewi pada Aca. “Nanti aja, Bi. Saya lagi nggak nafsu makan.” Aca menolak dengan suara lembutnya. “Tapi Non Aca belum makan dari kemarin, makan dulu ya, sedikit aja.” Dewi merasa khawatir dengan Aca yang belum makan dan minum apa pun sejak kemarin. Aca adalah seorang wanita berumur 23 tahun. Dia memiliki kepribadian yang baik dan sangat lemah lembut. “Nanti aku pasti makan