Hari ini Aca akan melamar pekerjaan di perusahaan tempat Mawar bekerja.
Kemarin Mawar telah mengirim alamat email perusahaan kepada Aca. Nama perusahaannya adalah Raffles Madrasi. Padahal baru satu hari, tapi hari ini dia sudah dipanggil untuk interview kerja. Aca sudah bersiap-siap untuk mengubah hidupnya, pengalaman pertama kali bekerja membuat dirinya sedikit gugup. Walaupun belum diterima, tapi dia sudah sangat mantap untuk pekerjaan ini. Aca memakai ojek untuk mengantarnya ke Perusahaan Raffles Madrasi. Dia sebenarnya ingin berjalan kaki, tapi dia takut badannya akan bau setelah sampai di perusahaan. Aca memakai baju kemeja berwarna biru dan juga rok span selutut berwarna putih. “Pak, ke Raffles Madrasi ya.” Kata Aca kepada tukang ojek di hadapannya. “Siap, Neng, mari berangkat.” Aca naik di belakang dan berangkat menuju perusahaan Raffles. “Neng karyawan di situ?” Tanya tukang ojek yang suaranya tidak terlalu jelas di telinga Aca. “Hah, iya kenapa Pak?” Tanya Aca karena dia tidak mendengar jelas suara tukang ojek. “Oh, kalau kerja di situ enak atuh Neng, gajinya besar.” Tanya tukang ojek yang suaranya juga tidak jelas lagi. “Iya Pak.” Aca hanya iya iya saja, karena dia tidak mendengar ucapan tukang ojek di hadapannya. Hati Aca saat ini sangat gugup rasanya, ini pertama kalinya interview. “Gimana ya, semoga aja nggak apa-apa deh.” Kata Aca pada dirinya sendiri. “Kenapa Neng, Neng ngomong sama Bapak?” Tanya tukang ojek yang membuat Aca tertawa. Memang benar jika berbicara di atas motor yang sedang berjalan itu tidak akan seratus persen mendengar suara satu sama lain. “Enggak apa-apa, Pak.” Jawab Aca sambil tertawa. Kegugupan Aca sedikit mereda karena ulah tukang ojek yang sedang mengantarnya. Aca sudah sampai di depan Perusahaan Raffles Madrasi. “Besar banget ya, Neng. Semangat ya Neng kerjanya, doain biar anak saya juga bisa kerja di sini.” Kata Pak Ojek yang membuat Aca tersenyum manis. Dia sendiri juga belum bekerja di perusahaan ini, semoga saja dia diterima di sini, agar bisa menghidupi dirinya dan juga Bi Dewi. Aca berjalan masuk ke dalam lobby perusahaan, dia menemui seorang Satpam yang sedang berjaga di depan. “Maaf, Ibu mau cari apa ya?” Tanya Pak Satpam kepada Aca. “Ehm, saya mau melamar pekerjaan, Pak.” Kata Aca dengan suara pelan. “Apakah sudah ada pemanggilan? Karena tidak sembarang orang yang boleh masuk ke sini.” Kata Pak Satpam yang membuat Aca menelan ludahnya kasar. Aca mau mengeluarkan ponselnya untuk memberikan bukti bahwa dirinya sudah dipanggil untuk interview, tapi ternyata kebodohan Aca terjadi, wanita itu lupa membawa ponselnya karena dia gugup untuk datang ke sini. “Pak, Maaf saya lupa bawa ponsel, panggilan interview saya ada di ponsel.” Kata Aca dengan nada gelisah. “Waduh, Bu. Maaf kalau gitu saya nggak bisa biarin Ibu masuk ke sini. Lebih baik Ibu pulang saja.” Kata Satpam dengan suara tegas. Memang ini adalah kelalaian Aca yang lupa membawa ponsel, dia tidak tahu jika harus menunjukkan bukti untuk masuk ke perusahaan. “Pak, kasih saya kesempatan sekali saja, saya benar-benar lupa bawa ponsel.” Kata Aca. “Mohon maaf, ini sudah kebijakan perusahaan, sekali tidak bisa, tetap tidak bisa.” Kata Pak Satpam. Rasanya Aca ingin menangis, wanita itu benar-benar merutuki dirinya yang bodoh itu. Tiba-tiba suara klakson mobil terdengar, Satpam yang tadinya sedang berdiri di hadapan Aca langsung berlari menghampiri mobil yang ada di belakang Aca. Aca minggir ke samping dan melihat Satpam yang sedang berbicara dengan orang yang ada di dalam mobil. “Baiklah, mungkin aku nggak berjodoh dengan perusahaan ini,” Kata Aca yang sudah pasrah dengan keadaan. Aca ingin pergi tapi tiba-tiba satpam yang tadi tidak membolehkan Aca masuk langsung menghentikan Aca. “Bu, maaf, Ibu tadi mau interview kan, silahkan masuk Bu.” Kata Pak Satpam yang membuat Aca kebingungan. “Saya beneran boleh masuk?” Tanya Aca. “Iya, silahkan Bu, di lantai 5 ya.” Aca masih bingung kenapa dia akhirnya diperbolehkan untuk masuk. Walaupun dia kebingungan, tapi akhirnya dia masuk ke dalam dan menuju ke lantai 5 perusahaan Raffles Madrasi. Hati Aca sangat gugup, karena kebodohannya tadi, membuat wanita berparas cantik itu semakin tidak karuan. Setelah sampai di lantai lima, Aca melihat tiga orang yang sedang menunggu untuk dipanggil masuk ke dalam ruangan interview. Batin Aca lega karena ternyata dia tidak terlambat untuk interview di sini. Aca saat ini tidak bertemu dengan Mawar karena temannya itu tiba-tiba jatuh sakit. Seharusnya saat ini Mawar mendampingi dirinya. Tapi karena sakit, Mawar jadi tidak bekerja hari ini. Ada satu wanita yang keluar dari tempat interview sambil menangis. Hal itu membuat Aca dan juga para calon karyawan yang lain bergidik ngeri melihatnya. Apakah memang seburuk itu sistem seleksi di perusahaan ini? Ada seorang wanita yang keluar dari dalam ruangan dan menatap para calon karyawan satu persatu. “Untuk nama yang saya panggil, silahkan masuk ke dalam ruangan, Antoni, Rangga, Cinta, dan juga Acala, silahkan masuk.” Jantung Aca semakin berdetak, dia kira akan dipanggil satu per satu, ternyata sekaligus semuanya yang sedang menunggu di luar. Aca dan tiga orang lainnya dipersilahkan untuk duduk di kursi yang telah disediakan. Ada dua orang pria yang akan melakukan seleksi interview hari ini, Aca kaget bukan main karena salah satunya adalah seorang pria yang membeli rumahnya tempo lalu. Satu pria yang lainnya, wanita itu tidak mengenalnya. Tapi pria yang tidak Aca kenal itu tersenyum memandangi Aca. Wanita itu jadi bergidik ngeri melihatnya. “Mampus, kalau gini caranya, aku nggak bakalan keterima. Kenapa aku nggak cari tau dulu sih tentang perusahaan ini.” Kata Aca di dalam hati. Wanita itu lagi-lagi merutuki dirinya.“Oke baik semuanya, silakan perkenalkan diri kalian satu per satu, setelah itu saya akan memberikan pertanyaan kepada kalian.” Kata Andrew, nama Andrew diketahui oleh Aca, karena Aca melihat name desk di bagian depan meja. Aca tidak mengetahui nama orang yang ada di sebelah Andrew karena tidak ada papan nama di hadapannya. Setelah semuanya selesai memperkenalkan diri, kini bagian Aca memperkenalkan namanya, “Perkenalkan, nama saya, Acala Anastasya, saya biasa dipanggil Aca, terima kasih.” Kata Aca dengan singkat, dia sangat gugup, makanya dia hanya menjawabnya dengan singkat. “Oke baik, A C A, Aca.” Kata pria di sebelah Andrew mengeja nama Aca. “Oke, semuanya, terima kasih karena sudah memperkenalkan diri, saya akan menanyakan perihal kenapa kalian mau bekerja di perusahaan Raffles Madrasi, apa alasan kalian melamar pekerjaan di sini? Dimulai dari Cinta, dan terakhir Aca, silakan.” Kata Andrew dengan tatapan tajam. Cinta menjawab pertanyaan dari Andrew, “Saya ingin bekerja di s
“Eunghh.” Suara desahan terdengar di telinga Aca. Wanita itu sekarang sedang berada di dalam toilet perusahaan. “Sayang, eunghhh....” Lagi-lagi suara desahan terdengar, membuat Aca jadi bergidik ngeri mendengarnya.Apakah telinga Aca tidak salah dengar? Kenapa bisa mereka berdua melakukan hal tidak senonoh itu di dalam toilet perusahaan.“Jangan berhenti, ehmmmeh.” Suaranya semakin berani. Aca dengan cepat keluar dari dalam toilet. “Gila, enggak ngotak! Berani-beraninya melakukan hal seperti itu di tempat umum!” Ucap Aca kesal.Ini adalah hari pertama Aca bekerja, tapi dia sudah mendapatkan hal yang tidak menyenangkan. Mawar melihat Aca yang sedang berjalan dengan ekspresi kesal. Dengan cepat ia menghampiri Aca.“Kamu kenapa, Ca?” Mawar bertanya dengan lembut. Aca tersenyum kikuk, dia menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. “Gimana jelasinnya ya.” Ucap Aca kebingungan.“Kenapa, Ca?” Mawar sangat penasaran dengan sesuatu yang sedang disembunyikan oleh Aca.“Tadi aku dengar suara
Dua hari sejak kematian Rhodeus, Ayah dari seorang wanita cantik bermanik coklat, dengan rambut panjang dan kulit putih mulusnya itu masih memandang hampa ke segala arah. Ditinggal untuk selama-lamanya oleh orang tua yang paling dicintai adalah hal yang sangat menyakitkan. Apalagi sekarang Acala Anastasya sudah tidak memiliki apa-apa. Sebentar lagi rumahnya akan disita oleh bank, karena Ayahnya meninggal dengan meninggalkan banyak hutang. Untung saja Aca masih memiliki sebuah rumah kecil atas namanya, jadi Aca tidak akan kelimpungan mencari rumah baru untuk tinggal. “Non Aca, kita makan dulu ya.” Pinta Bi Dewi pada Aca. “Nanti aja, Bi. Saya lagi nggak nafsu makan.” Aca menolak dengan suara lembutnya. “Tapi Non Aca belum makan dari kemarin, makan dulu ya, sedikit aja.” Dewi merasa khawatir dengan Aca yang belum makan dan minum apa pun sejak kemarin. Aca adalah seorang wanita berumur 23 tahun. Dia memiliki kepribadian yang baik dan sangat lemah lembut. “Nanti aku pasti makan
Aca akhirnya sampai juga di rumah yang akan ia tempati sekarang. Wanita itu melihat bangunan rumah yang ada di hadapannya dengan tatapan sendu. Rumah yang ada di hadapannya sekarang adalah rumah milik Ibunya yang hilang ketika Aca berumur 13 tahun.Aca terus melamun sampai Bi Dewi menepuk bahu Aca dengan keras agar Aca tersadar dari lamunannya. “Non Aca enggak apa-apa?” Tanya Bi Dewi lembut.“Enggak apa-apa kok, Bi. Ayo kita masuk ke dalam, maaf ya Bi, rumahnya cuma seadanya aja.” Wanita itu berpura-pura menjadi seseorang yang baik-baik saja, padahal saat ini kondisinya benar-benar sedang dalam keadaan sangat terpuruk. “Non, enggak apa-apa, ini rumah sudah lebih dari cukup untuk dua orang.” Kata Bi Dewi yang membuat Aca tersenyum getir. Aca mengambil kunci rumah dari dalam dompetnya, dan segera membuka pintu rumahnya yang sudah bertahun-tahun tidak ia tempati.Untung saja rumah kecil yang sekarang sedang ditempati tidaklah kotor, karena sebelum kematian Rhodeus, Aca sering menyew
Seminggu setelah kematian Rhodeus, Aca kembali bersemangat. Wanita itu sudah menerima keadaan dirinya dengan lapang dada. Dia tahu, tidak baik jika ia terus berlarut-larut dalam kesedihan. Boleh-boleh saja menangis jika rindu, tapi tidak setiap hari. Itu akan merusak kehidupan Aca nantinya. Aca mendapat undangan reuni dari Mawar, teman dekatnya saat di SMA. Wanita itu bimbang, dia bingung akan datang ke acara reuni atau tidak. Terlebih di sekolahnya, ada wanita yang bernama Putri, teman yang paling dia hindari. Karena dulu Putri suka membully dirinya. Aca pergi ke dapur untuk menemui Bi Dewi, dia ingin berkonsultasi dengan Dewi. “Bi, aku harus pergi nggak ya, ke acara reuni?” Tanya Aca. Bi Dewi tahu, jika Aca sudah merasa baikan. “Enggak apa-apa dateng aja Non, daripada di rumah terus.” Jawab Bi Dewi.“Tapi aku nggak mau ketemu sama Putri, dia orangnya rese, pasti nanti aku bakalan dikatain.” Kata Aca sambil memanyunkan bibirnya. “Lawan aja kalau dia apa-apain Non. Jangan mau