"Scene ciuman di ceritamu itu kurang feel. Hambar. Nggak ada rasanya." Satria melepas kacamata yang ia pakai. "Pernah ciuman nggak sih?" Maudi mengerjap. "Hah?" "Belum pernah?" sahut Satria lagi, tak terlalu terkejut. Laki-laki tinggi itu kemudian berdiri, mendekati Maudi. "Mau saya ajarin? Biar jago?" Maudi mendelik, mundur. "Wong gemblung!" "Cemen amat, ciuman doang, nggak akan sakit." - Maudi adalah seorang pengangguran berumur dua puluh lima tahun. Diusianya yang sudah termasuk tua, Maudi harus mengambil keputusan besar dengan pergi dari rumah untuk merantau mencari pekerjaan. Di Jakarta. Semua tak semulus bayangan Maudi. Buruk. Hingga kemudian ia bertemu dengan seseorang tak terduga. Satria. Putra sulung dari orang yang membuat Maudi memutuskan untuk pergi dari rumah. Anak pertama dari tetangga nyinyir yang selalu jadi musuh berdebat Maudi.
View MoreKehidupan pernikahan persis dengan apa yang pernah Maudi bayangkan. Tidak perlu bertanya jauh-jauh, Maudi sudah bisa memahami hanya dengan mendengar keluh kesah teman-teman yang lebih dulu menikah.Dan sekarang. Giliran Maudi yang mengalami itu.Jangan kira dalam cerita romansa yang ada cuma adegan mesra-mesra. Nyatanya kehidupan nyata lebih mencolok dari picisan kata cinta.Indah? Tentu ada indahnya juga, namanya juga hidup. Maudi bahkan berani bilang kalau ia tak pernah sebahagia ini sebelumnya.Ngomong-ngomong, Maudi sudah menjadi seorang ibu.Maksudnya, ibu sungguhan. Mengandung dan melahirkan. Enam bulan lalu Maudi melahirkan seorang putri cantik dari perutnya. Adiknya Calum.Tak lama setelah menikah, Maudi langsung hamil, maka dari itu tidak ada masa pacaran setelah menikah. Yang ada cuma morning sickness, emosional rollercoaster, ngidam dan kaki yang bengkak.Satria begitu memanjakan Maudi. Apalagi saat hamil. Rasanya Maudi seperti kembali jadi anak k
Musim di Indonesia sudah tidak lagi menentu. Kendati masih sama hanya hujan dan gersang tetapi kedatangan dua musim itu tak lagi pada jadwal yang diketahui bumi.Seingat Maudi tadi siang, waktu resepsi pernikahannya digelar, suhu bumi yang ia pijak tak jauh berbeda dengan panasnya gurun sahara. Tidak ada yang menyangka saat malam tiba justru dingin serta rintik hujan melanda.Protes? Oh jangan salah, Maudi bukan sedang protes. Ia hanya ingin bicara bahwa jangan pernah percaya apa kata ramalan cuaca.Hujan ini bagus.Bagus, sangat bagus malah.Ada yang lupa? Ini malam pengantin Maudi dan Satria.Malam pertama dan hujan, apa ada yang lebih bagus daripada itu?Mungkin ada.Berkumpul bersama teman saat hujan di hari pernikahan mungkin terasa amat menyenangkan bagi pengantin laki-laki. Terbukti dengan Maudi yang masih tertidur sendiri meski jam di dinding sudah menunju angka dua belas. Sudah tengah malam! Padahal suasana sedang mendukung tetapi dia malah asik nong
Percaya pada takdir.Mungkin hanya itu yang bisa Maudi sampaikan setelah menjalani kisah yang panjang ini.Karena berdasarkan pengalaman. Mau seberapa jauh langkah berjalan, arahnya takdir yang menentukan.Berniat pergi ke Utara, malah sampai di selatan. Berlari menuju timur, tiba-tiba sudah ada di barat.Tetapi apapun itu hasilnya, yang Maudi tau, takdir membawa hasil paling baik dari yang pernah dibayangkan.Seperti sekarang ini.Dua tahun merupakan waktu yang cukup lama.Usia Maudi bertambah begitu saja, sekarang sudah dua tujuh, semakin dewasa dalam pikiran dan seluruh aspek hidup.Dua tahun ini, banyak yang berubah dari Maudi. Dalam sifat maupun kepercayaan terhadap sesuatu. Juga naik turun hubungan percintaan dengan Satria.Maudi diberi waktu untuk melakukan hal yang belum pernah dia lakukan sebelumnya. Pergi jalan-jalan ke berbagai tempat, memikirkan soal cita-cita dan tujuan hidup, mempunyai teman baru, tak jarang Sera menyeret Maudi untuk
Jujur itu aman. Tetapi beberapa hal memang lebih baik disimpan sebagai rahasia selamanya daripada membuka sebuah kejujuran pias.Dulu sekali, ketika Maudi belum tau bahwa Calum bukanlah anak biologis Satria, Maudi tidak jauh berbeda dari orang kebanyakan, ia tidak bisa untuk tidak menghakimi, lebih-lebih menganggap hidup manusia sejenis Satria terlampau bodoh dan sia-sia.Hal sejenis itu terlampau normal dan tak bisa dihindari untuk ukuran manusia yang pikirannya belum terbuka.Saat itu Maudi terlalu nyaman dengan dirinya sendiri, hanya menatap dunia dari arah pandangnya sendiri, belum mengerti kalau dunia bukan cuma tentang dia, dan dunia punya pandangan lain selain dari pandangan matanya.Dan hal itu terlampau wajar.Karena saat itu Maudi tidak tau, dan saat itu Maudi tidak ingin tau.Tetapi sekarang? Cerita sudah lain jalan. Mata Maudi yang semula hanya mantap satu arah lurus ke depan sekarang sudah mendapat penerangan. Maudi tau bahwa ia tidak boleh
Sudah dua orang mengatakan kalimat yang persis sama itu pada Maudi. Yang pertama adalah Bintang dan yang kedua itu Sera.Dan Maudi yakin ia tidak sebodoh itu kalau sampai harus mendengar kalimat tersebut untuk ketiga kalinya. Maudi juga paham bagaimana perasaan yang disebut cinta itu bekerja. Meski awam Maudi mengerti betapa perasaan tidak bisa dibohongi.'Jangan tolak Satria kalau kamu memang suka', Maudi sudah menolaknya, karena awalnya Maudi pikir jatuh cinta itu pilihan. Waktu itu saat hidup masih amat rumit Maudi berpikir kalau menerima perasaan Satria hanya akan menambah masalah di hidupnya jadi daripada begitu Maudi memilih untuk tidak.Maudi belum mengerti kalau hati tidak bisa didikte. Perlu waktu yang cukup lama bagi Maudi untuk paham bahwasanya mau sekuat apa kita menghindar kalau memang sudah ada perasaan, kalau hati sudah menentukan arah, maka sudah, mau pergi menghindar ke mana pun, mau bilang tidak seribu kali pun, jawabannya tetap sam.Dan Maudi baru
Maudi langsung melesat kabur sebelum pembicaraan mengenai 'pacar' Satria bersama ibu semakin jauh, tentunya setelah menghadapi krisis kepercayaan yang dahsyat, berkat kemampuan kompor Mario, ibu makin yakin kalau anak gadisnya yang terkenal nolep ini adalah tersangka dalam bahan gossip belakangan.Dan tentunya, Maudi tidak bisa lagi untuk mengelak, dia nol sekali kalau sedang panik, apa lagi jika dipojokkan, membuka mulut pun Maudi tergagap saking gugupnya. Jadi daripada dihakimi oleh ibu dan membuat kebahagiaan di dalam hidup Mario menikat, lebih baik Maudi kabur saja.Maudi tau ia tidak bisa sepenuhnya kabur, karena mereka masih satu rumah, dan mau dibilang bagaimana pun juga, permasalahan cinta Maudi, yang mana bersama Satia, merupakan hal serius yang harus dibicarakan. Jadi daripada kabur, mungkin lebih tepat mengatakan kalau Maudi menenangkan diri sejenak sebelum menerima tekanan yang lebih besar.Karena Maudi yakin, berubahnya sikap Bu Sarah belakangan, berubahnya
Ingat apa yang terakhir kali terjadi?Maudi mengalami hal yang menurutnya mencurigakan. Oh yes, tentu, apa lagi kalau bukan soal Bu Sarah dan anak perempuannya.Nyinyir soal apa lagi, Mod?Jangan berperasangka buruk duluan, pasti ada hal janggal kenapa Maudi menganggap mereka mencurigakan, bukan?Benar. Karena belakangan, Bu Sarah yang suka mengomentari apapun yang Maudi lakukan, Bu Sarah yang selalu menganggap semua hal yang dilakukan Maudi salah, tiba-tiba saja dia berubah menjadi lebih kalem.Begitu baik, sampai-sampai Maudi curiga.Ada apa ini?Belum lagi soal Sera. Dia juga sama anehnya. Kemarin waktu malam minggu, Maudi mengobrol dengan Rean saat lelaki itu menunggu Sera selesai berdanan, dan Sera melihatnya. Tetapi dia tidak memulai perdebatan seperti biasa, dia tidak menuduh Maudi mau merebut kekasihnya, dia tidak nyindir-nyindir Maudi dengan kalimat kecut dan itu luar biasa bagi Maudi.Kenapa mereka ini? Kenapa insyafnya barengan.
Sepertinya Maudi memang sudah gila.Hm benar, topik bicara kali ini masih sama dengan topik bicara yang kemarin. Sibuknya pikiran Maudi pun masih berputar pada hal yang sama.Memang benar kata orang, kalau jatuh cinta, kalau patah hati, dan kalau sedang bingung karena perasaan merah muda itu pastinya semua hal yang semula normal menjadi berantakan.Sebelumnya Maudi tidak pernah, menanyakan kemana dan apa alasan seseorang pergi, ia juga tidak pernah mengintip dari balik jendela kala seseorang dari lingkungannya meninggalkan rumah, tolong catat baik tidak pernah sekalipun, bahkan saat kakak Maudi pergi dari rumah Maudi tidak pernah merasa berat dalam hati.Tetapi apa ini. Maudi sampai kebingungan parah, ia seperti bukan dirinya sendiri.Mulai dari saat malam itu, saat Satria bilang bahwa dia akan segera kembali ke Jakarta, Maudi tidak yakin kenapa dirinya sedikit keberatan mendengar kabar itu. Padahal jelas, Maudi tidak ada hak sedikitpun untuk merasa demikian
Maudi pernah mendengar tentang pengalaman seseorang pasal 'firasat wanita tidak pernah salah'. Ya, benar. Biasanya firasat tersebut identik dengan baik buruknya sifat sang lelaki, dan juga firasat tentang bagaimana hati seseorang berubah.Tetapi kali ini, sepertinya firasat Maudi sebagai seorang perempuan dapat diakui. Bukan, Maudi tidak mendapat berita mengejutkan seperti; Satria cuma nyepik kamu, dia nggak serius dan cuma buat bercanda aja.Bukan seperti ini. Firasatnya kali ini merupakan firasat soal bisnis lelaki itu.Maudi sendiri terkejut.Ia tak tau harus berpikir yang mana terlebih dahulu, senang karena berasil menjadi seorang cenayang atau ikut sedih Satria dikibuli teman bisnisnya.Padahal wajah teman Satria tidak ada raut kriminalnya. Inilah orang selalu bersikeras jangan memandang seseorang dari fisik luarnya saja."Ditunda?" pekik Maudi tak percaya.Niat awal cuma menanyakan soal pekerjaan yang Satria tawarkan waktu itu, karena ibu ter
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments