Waktu itu, Maudi disuruh menunggu di ruang tunggu hotel lebih dahulu sementara Satria meneruskan pekerjaannya. Mengurus seminar yang sedang berlangsung dan sudah ditinggal cukup lama.
Maudi menunggu sekitar tiga puluh menit lamanya, hingga matanya memerah menahan kantuk. Lalu setelah Satria kembali Maudi tak menunda untuk bangun dari duduk. Antusias, berterimakasih.Mengampit tas travelnya, menenteng sepatu tinggi ditangan dan berjalan tanpa alas kaki.Melihatnya Satria menghembuskan napas sekilas, mana ada sih gadis perawan dewasa begini tingkahnya. Satria berjalan menuju resepsionis. Meminta satu slipper hotel. Dan memberikannya pada Maudi untuk dipakai.Maudi pun hanya memakainya tanpa banyak cakap.Setelah itu, mereka pergi, Satria menggunakan motor lelaki, bukan ninja seperti punya Rean, tapi motor lelaki yang badannya tidak terlalu besar. Maudi tau namanya, tapi ia lupa. Ah iya. Motor macan.Yang jelas. Motor ini membuat Maudi kesulitan. Jelas sajMaudi terbangun dari tidur saat siang sudah menjadi raja.Semalam Maudi tidak bisa tidur, entah kenapa, padahal biasanya kalau memang badan sudah lelah Maudi akan dengan gampang jatuh terlelap. Tetapi karena kemelut pikiran yang tak berujung dan juga Jakarta yang panas membuat Maudi tak mau memejam.Kalau kemarin Maudi masih bisa tidur ditempat Dona karena setidaknya ada bantuan kipas angin, hari ini, tidak ada, ia hanya mendapatkan sedikit angin dari sobekan kardus bekas, dan tentu saja tidak membantu, terbukti dengan baju Maudi yang basah oleh keringat seperti habis jogging pagi-pagi.Ketika Maudi bangun Satria sudah tidak ada. Pria itu sudah pergi ke kantor sepertinya, mengingat jam di dinding sudah menunjukan waktu yang cukup siang.Maudi pun bergegas menuju kamar mandi, ia yang biasanya mandi hanya saat hendak keluar sekarang harus mandi sesaat setelah bangun tidur karena badannya bau asam.Selesai mandi Maudi baru melihatnya. Saat kakinya baru keluar dari pintu
"Besok?"Dua mata Maudi mengedip cepat, jemari kurus gadis itu saling berpaut lengkap dengan kegugupan hakiki.Maudi sedang melaksanakan rencananya, meski tau bahwa sesuatu yang dimulai dengan kebohongan tidak akan pernah berakhir dengan baik, tetap saja Maudi tergoda untuk berbohong. Sebenarnya buka tergoda juga, Maudi terpaksa. Ia tidak akan berbohong kalau tidak sedang kepepet kok.Maudi berdehem kecil. Ia mengangguk sembari menatap Satria yang sedang duduk di depannya."Iya, temenku bilang besok baru bisa buat pindahan. Soalnya kerja shif dia," balas Maudi.Maudi meminta Satria untuk mengijinkannya numpang tidur di kosan ini satu hari lagi sebelum Maudi menemukan solusi atas nasibnya sendiri.Tentu saja yang dikatakan Maudi barusan adalah sebuah kebohongan. Karena terang saja, semua teman Maudi yang sepertinya bisa diandalkan tiba-tiba sekali tidak punya kesempatan membantu, mereka semua sibuk dengan pekerjaan dan juga ada yang sudah punya roomate.
Maudi mengikuti kemana Satria pergi. Tak memperdulikan guyonan tak lucu pasal ginjal dari mulut lelaki ini.Seingatnya Satria menyambar kunci motor sebelum berdiri beberapa saat lalu, jadi Maudi pikir tempat Abang nasi gorengnya akan jauh, tapi ternyata hanya diujung gang, yang bahkan bisa sampai hanya dengan jalan kaki.Entah apa motivasi Satria hingga mau-maunya mengeluarkan motor dari tempat parkir dan memilih pergi dengan motor.Maudi turun dari motor Satria. Menunggu lelaki itu selesai menyetandar dan mematikan mesin motornya.Lalu saat Satria turun dari motor dan mendekati gerobak Abang tukang nasi goreng Maudi pun hanya mengekor."Larisan ya?" kata Satria pada si Abang tukang nasi goreng, Maudi tak benar-benar menghiraukan, ia hanya melempar pandangan kearah lain, melihat-lihat sekitar.Setelah berapa saat pertanyaan itu terdengar dari si Abang tukang nasi goreng.Maudi mendengarnya, ia pun melirik, tersenyum tipis."Siapa bro?" tanya t
"Rencana event Author terhebat udah fix?"Satria yang sedari tadi tengah fokus dengan pekerjaan di kubikelnya kini menjulurkan leher, menoleh pada rekan kerja di kubikel sebelah."Kayaknya bakal fix. Soalnya kan Pak Doddy yang mengajukan, mungkin tinggal menetapkan beberapa hal tambahan dan mengajukan proposal ke pusat," jawab Satria sembari sesekali mengalihkan pandangannya dari layar komputer di meja.Desah kesal menjadi respon rekan Satria."Jadi maksudnya masih akan ada meeting lanjutan?"Satria terkekeh kecil. "Enak kan diskusi?"Tidak semuanya. Beberapa orang memang merasa kalau pertemuan dengan eksekutif penting amat sangat membosankan dan harus dihindari.Dan Serena salah satunya."Enggak suka aku," jawab Serena. "Males banget harus open mic didepan atasan."Satria terkekeh lagi. Open mic katanya.Ketika itu sebelum Satria sempat membalas keluhan kerja rekan sejawatnya ponsel milik lelaki itu lebih dulu berbunyi.M
Maudi menyetujuinya.Semudah itu.Karena menurutnya tawaran dari Satria kemarin itu adalah sebuah pucuk dicinta ulam pun tiba.Pun dengan mepetnya keadaan dan juga pepatah yang berbunyi; ‘tidak baik menolak rejeki’. Meskipun memang pada dasarnya Maudi tidak punya alasan untuk menolak tawaran Satria. Karena terang saja.Semua yang Maudi inginkan adalah menetap lebih lama di Jakarta dan untuk mewujudkan satu hal itu Maudi harus memiliki kerjaan yang jelas.Walaupun Satria sudah mengatakan padanya jelas-jelas kalau pekerjaan itu hanya untuk waktu satu minggu, tapi setidaknya Maudi bisa mendapat uang lebih dan paling penting Maudi bisa mencari pekerjaan lain dalam waktu satu minggu itu. Yang penting status Maudi berubah dari pengangguran Expert menjadi mantan pengangguran.Maudi mencengram ransel Satria lebih erat ketika motor besar yang ditunggangginya selap-selip diantara mobil-mobil yang sedang berderet menanti lampu lalu lintas berganti warn
Bintang berangkat kerja di antar oleh Mas Satria beberapa menit kemudian, sedangkan Maudi ditinggal dirumah bersama Calum yang sejak tadi fokus pada gadget keluaran terbaru ditangannya.Anak berumur tiga tahun itu fokus sekali pada laju ular yang sepertinya sudah seukuran badan pohon kelapa kalau di buat nyata. Anak kecil jaman sekarang main cacing di layar elektronik, sedangkan dulu Maudi bermain real cacing yang ia cari sendiri di lapisan pohon pisang yang sudah membusuk.Maudi melirik kearah jam didinding. Sepi sekali disini, hanya terdengar suara soundtrack permainan yang sedang dimainkan Calum, ada teleivi, namun Maudi sungkan menyalakannya sedangkan yang punya rumah sedang tidak ada.Maudi menoleh kepada balita yang ada di sampingnya. Calum ganteng. Mirip mbak Bintang yang cantik, tapi sifatnya, keturunan dari Satria plek ketiplek.Apa? Dipikir dari tadi Maudi tidak mencari bahan obrolan hanya untuk mengambil atensi balita ini? Mulut Maudi bahkan suda
Setelah pulangnya Satria, Maudi membiarkan bapak dan anak itu menikmati quality time berdua tanpa gangguan, sementara dirinya mendekam di dalam kamar yang sebelumnya Bintang tunjukan, kamar Maudi untuk sementara selama ia tinggal di rumah ini.Menulis surat cinta lagi dan lagi, mengurutkan berkas jadi satu rapih-rapih lalu ia masukan ke dalam satu amplop besar berwarna coklat.Kamar yang dihuni Maudi sangatlah memuaskan, setidaknya untuk ukuran perempuan yang dua mala mini tidur di atas tikar dan tanpa kipas angina seperti Maudi. Memang tidak terlalu besar namun sangat rapih dan juga kasurnya on point.Maudi mengulas senyum lebar, dengan bahagia ia merebahkan diri di ranjang dengan kasur busa ukuran satu orang itu.Mbak Bintang memang baik sekali. Orangnya lemah lembut dan pengertian persis seperti yang Maudi dengar dari ibu.Bodohnya mas Satria melepas wanita sebaik itu. Maudi tidak mengerti jalan pikir lelaki.Setelah puas merebahkan diri sambil berma
“Kamu nulis novel, Dy?”Pagi sudah datang.Dan pagi hari versi Maudi tak pernah terasa semembahagiakan ini, semalam ia tidur sangat cepat, dan bangun terlambat juga, saking lelapnya. Kasur yang menyembuhkan pegal-pegal membawa mimpi indah pada malam Maudi yang sebelum ini dipenuhi kerisauan.Memangnya surganya anak-anak nolep tidak jauh-jauh dari kasur.Benar. kalau tidak salah tadi ada suara Satria terdengar.Maudi yang semula sedang sibuk membenahi berkas untuk dimasukan tasnya itu kemudian menoleh ke arah pintu, oh ternyata ia lupa menutup pintu hingga sekarang ada Satria berdiri bersandar pada kusen sembari menggendong anak laki-lakinya.“Hah?” sahut Maudi otomatis, keningnya mengerut tipis, ia tidak salah dengar, tadi Satria bilang penulis? Maudi mengeleng setelah dua detik berlalu. “Enggak. Rumor dari mana?”Dan dengan itu, tanpa dosa sama sekali Satria mengangkat satu tangannya, wajahnya datar bukan main.“Ini,” ujar Satria menunjurus pada sabuah buku dengan ketebalan sedang, me